Quantcast
Channel: Beyond Blogging - Kompasiana.com
Viewing all 10549 articles
Browse latest View live

[Pro-Kontra] Urgensi Pengesahan RUU: Anti-Kekerasan Seksual atau Permusikan?

$
0
0

gambar diolah dari Pexels

Setidaknya ada dua Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjadi pembahasan di pemerintah namun berpolemik di tengah masyarakat, yakni RUU Anti-Kekerasan Seksual dan RUU Permusikan.

Untuk RUU Anti-Kekerasan Seksual sebagian masyarakat menuntut untuk segera disahkan karena maraknya kekerasan seksual yang menimpa perempuan. Sedangkan sebagian lainnya menilai apabila disahkan justru akan memberikan ruang untuk berzinah.

Sementara RUU Permusikan, bagi banyak musisi dinilai membelenggu kreativitas. Sedangkan pemerintah berdalih RUU ini bisa menjadi payung hukum bagi para musisi.

Karenanya, di tengah polemik ini menurut Anda RUU mana yang memiliki urgensi untuk segera disahkan?

Sampaikan opini/pendapat Kompasianer pada laman Pro-Kontra Kompasiana tentang Urgensi Pengesahan RUU: Anti-Kekerasan Seksual atau Permusikan?





Baca juga:
Puisi | Bakar Sampah di Kepalamu!
Kala Syarat Monetisasi Akun Youtube Jadi Susah
Merindukan Juru Bicara Istana Sekelas Julian Aldrin Pasha

Meracik Tulisan yang Gurih dan Bergizi

$
0
0

Meracik Tulisan yang Gurih dan Bergizi

Dokumentasi Pribadi

Jangan sepelekan perihal salah tik. Posisi tombol huruf tertentu yang berendengan berpotensi menyulitkan pengetikan. Bayangkan bila kalian ingin mengetik tiket, tetapi yang terketik justru toket. Gara-garanya receh, tombol /i/ dan /o/ berdampingan.

Kalau masih satu kata mungkin belum terasa kejanggalannya. Beda perkara kalau sudah jalin-menjalin dalam kalimat. Contoh: Saya ingin membeli toket konser. Jika sudah begitu, makna yang kita suratkan kontan berantakan.

Bilamana kita kurang berhati-hati, ditambah ingin berlekas-lekas memajang tulisan, kecerobohan seperti itu dapat berakibat buruk. Bayangkan kita salah mengetik judul tulisan. Mestinya "Kisah Seorang Nabi" malah "Kisah Seorang Babi". Itu bisa saja terjadi karena letak tombol huruf /b/ dan /n/ sebelah-menyebelah.

Sekarang, coba bayangkan kita sedang menulis surat untuk ayahanda tercinta. Sebut saja surat berisi ajuan untuk subsidi jajan tambahan, lantaran bekal di rantau sudah menipis, lalu kita memulai surat dengan kalimat beriba-iba seperti "pasti Ayah tahi". Boro-boro ditransferkan duit, salah-salah dikirimi pesan berisi kata "kamu merantau bukan untuk belajar melupakan sopan santun". Itu dapat terjadi disebabkan huruf /u/ dan /i/ bersisian.

Itu baru ihwal salah tik, belum termasuk keliru menaruh tanda baca, salah memilih kata, komposisi kalimat amburadul, serta alinea atau ranggan yang tidak kait-mengait dengan kuat. Tulisan yang kita pajang di blog atau medsos jelas-jelas kita hajatkan supaya terbaca. Lima kekeliruan mendasar tersebut sungguh-sungguh berpengaruh pada kebersampaian dan keberterimaan gagasan yang kita sajikan lewat tulisan.

Supaya Tulisan Gurih dan Bergizi

Teh langsung tandas seusai saya baca artikel ke-100. Jumlah peserta kompetisi blog Adhi Nugroho yang tengah saya nilai tidak tanggung-tanggung. Sebanyak 438 narablog urun setor gagasan. Dari yang masih belia hingga yang menjelang paruh baya, dari blog perorangan hingga blog keroyokan.

Untung si empunya hajat, Adhi Harahap, meluaskan saya untuk mengomentari tulisan peserta. Jika tidak, benak saya bakalan gatal setiap bersua tulisan yang asal-asalan. Ruginya, waktu dan emosi yang saya gunakan untuk menilai tulisan sangat terkuras.

Kini tiba saat kita mulai bertanya. Bagaimana menata tulisan sehingga gurih dan bergizi? Pernyataan ini amat saya sukai lantaran mengamsalkan tulisan dengan makanan: gurih dan bergizi. Setelah usai menilai tulisan ke-100, sengaja saya perjelas supaya terang bahwa penulisan huruf dan angka harus dipisahkan oleh tanda hubung, langsung saya anggit tulisan ini.

Begini, Sahabat. Gagasan yang hendak kita sampaikan melalui tulisan ibarat fondasi bagi sebuah rumah. Namanya fondasi, ya, mesti kuat dan kukuh. Manakala fondasi rapuh, bangunan di atasnya gampang roboh. Hal sama terjadi pada tulisan yang kita taja dan tata.

Itu sebabnya sangatlah penting menyusun kerangka sebelum kita menumpahkan gagasan ke dalam tulisan. Tidak langsung beraksi, tidak asal sembur. Kerangka itu boleh dalam bentuk tulisan atau sebatas angan-angan yang berkelindan di kepala.Tedas, tegas, dan tuntas (Dokumentasi Pribadi)Supaya tulisan gurih, kita harus memilah-milah gagasan sebagaimana kita memilah bahan makanan yang akan kita masak. Bumbunya berupa data dan itu pun harus diracik dengan apik supaya enak dibaca. Lama jangka memasak dan tingkat panas api mesti ditakar karena memengaruhi kematangan masakan. Begitu pula dengan tulisan. Kadang kita harus main tarik ulur agar pembaca penasaran dan tidak berhenti sebelum mata mereka tiba pada titik terakhir dalam tulisan kita.

Agar tulisan bergizi, gagasan yang hendak kita suguhkan harus mengandung protein, vitamin, atau kalori. Setelah membaca tulisan kita, pembaca kenyang sekaligus mendapat asupan gizi. Bahkan tatkala tulisan kita berupa hiburan belaka, gizi itu kita sajikan sebagai pesan tersirat. Supaya lebih konkret, berikut tiga perkara penting yang harus kita sematkan pada tulisan.

  1. Ketedasan. Boleh saja tulisan kita pedas, tetapi mesti tedas atau nyata atau jelas. Bukan bualan berisi kata-kata umpatan. Tedas juga mencakup kata yang kita pilih. Bedakan nuansa dengan suasana. Bedakan merah muda dengan merah delima. Gagasan jangan dibabar sepotong-sepotong. Kalau perlu, paparkan hingga sedalam-dalamnya.
  2. Ketegasan. Boleh saja kita memilih tulisan berisi kata dari bahan baku bahasa gaul atau ragam cakapan, tetapi harus konsisten dari awal hingga akhir. Jangan pada awal tulisan kita pilih "enggak", di pertengahan menjadi "gak", dan di akhir tulisan menjelma "gk". Kalau mau taat asas penulisan, malah mestinya dicetak miring. Bentuk tulisan juga mesti tegas. Siapa pembaca yang kita sasar, apa latar belakang mereka, serta bagaimana mereka akan mencerna gagasan kita.
  3. Ketuntasan. Boleh saja bahasan kita melebar ke mana-mana, tetapi kita selalu ingat pada gagasan itu. Luberan ide yang tumpah ruah berpotensi membingungkan alih-alih membuat pembaca "kenyang dan beserdawa". Tuntas juga mencakup kalimat yang ajek dan utuh, antarkalimat yang jalin-menjalin, serta antarparagraf yang kait-mengait. Kalaupun kita bermain tarik ulur, mesti ada penanda supaya pembaca bisa mencerap dan mencecap tulisan kita secara purna.

Apabila ketiga perkara di atas sudah kita penuhi, alamat tulisan kita lebih renyah dan makin bergizi. Hanya saja, memenuhi ketiga hal tersebut bukanlah perkara mudah. Butuh pembiasaan, butuh banyak berlatih. Jangan dikira seorang koki bisa mahir memasak hanya dengan mengedipkan mata. Mereka melewati proses panjang dan berliku.

Sungguh, tulisan yang gurih dan bergizi lahir dari rahim penulis yang setia berproses.

Meraut Tiga Rasa 

Kemasan. Inilah kata penting yang mesti kita acuhkan atau indahkan. Persoalan "kegurihan" tulisan kita bertolak dari kemahiran kita memadu dan meramu kalimat. Ketika melihat makanan, mata kita dipengruhi oleh tampilannya dan hidung kita dibetot oleh aromanya.

Dalam tulisan, kemasan itu mencakup kejelasan memakai tanda baca, kejernihan memilih kata, dan kejelian kita meracik kalimat. Tulisan bertele-tele selalu jauh dari "kemasan yang elok dipandang mata dan sedap dicium hidung".

Andaikan bukan bertindak selaku penilai yang wajib memelototi tulisan dari huruf pertama hingga terakhir, saya tidak akan menyiksa diri membaca tulisan yang tanda bacanya berantakan, pilihan katanya awut-awutan, dan kalimatnya disusun secara asal-asalan.

Itu sebabnya tulisan ini diawali dengan empat paragraf pembuka yang mengoar-ngoarkan "jernih memilih kata". Salah tik, salah kata. Salah kata, salah makna. Begitu alurnya. Itu baru dua perkara yang, ajaibnya, kerap diremehkan dan direcehkan oleh banyak calon penulis (malah oleh penulis). Belum lagi jika kita ungkat-angkit perihal kejernihan meramu kalimat.

Pertanyaan berikutnya. Adakah rumus untuk mengemas tulisan dengan apik? Tunggu. Sebaiknya kita ganti kata "rumus". Kata itu terkesan rumit, pelik, sukar, dan ruwet. Menulis memang butuh hitung-hitungan, terutama perhitungan siapa yang bakal baca, bagaimana dampaknya, serta hitung-hitungan royalti, tetapi tidak usah dibikin seruwet itu.

Saya punya satu resep untuk menganggit tulisan dengan kemasan yang apik. Meraut rasa. Tidak banya, cuma satu. Namun, satu rumus itu menurunkan tiga anak, masing-masing bernama rasa kata, rasa makna, dan rasa baca.Tiga bekal bagi penulis (Dokumentasi Pribadi)Rasa kata berhubungan dengan irama, ketukan, atau nada yang timbul akibat pemilihan diksi dengan tepat dan ditaruh di posisi secara akurat. Ini buka soal berbunga-bunga, melainkan menata kata dengan saksama agar enak dibaca. Rasa kata juga memungkinkan hadirnya kosakata berbeda di benak ketika ada kata yang berkali-kali kita pajang dalam satu alinea.

Rasa makna berkaitan dengan ketepatan makna kata yang kita pilih. Jika yang kita inginkan adalah kata melirik sambil menggerakkan kepala ke kiri atau ke kanan maka pilihlah menoleh. Mengerling tidak tepat karena kata itu tidak menyertakan gerakan kepala. Berpaling juga agak riskan karena berpeluang memacu taksa atau ambigu. Ingat, berpaling juga dapat diartikan sebagai upaya memunggungi, meninggalkan, tidak mengindahkan, atau kasarnya "selamat tinggal".

Rasa baca berkaitan dengan laras antaralinea. Kadang satu kata saja kita masih berlepotan, belum lagi satu kalimat atau paragraf, apalagi kalau sudah antaralinea. Duluku. Ini baru satu kata, tetapi rasa bacanya sudah someng atau ganjil. Kaidahnya begini, waktu bukanlah milik seseorang atau siapa pun. Dengan begitu, kata penanda waktu juga tidak elok diikuti keterangan kepemilikan seperti -ku, -mu, dan -nya. Kata yang tepat adalah aku dulu, saya dulu, atau dia dulu. Bisa juga dulu aku, dulu kamu, atau dulu dia.

Ketiga bagian rasa yang wajib kita asah tersebut sangat vital bagi tulisan kita. Kerja sama ketiganya juga penting untuk memperelok kemasan tulisan. Bagaimana merautnya? Hanya ada satu jalan, yakni banyak membaca. Malasahnya, jalan membaca itu penuh kerikil bernama malas.

Jika ingin menghasilkan tulisan yang berisi dan bergizi, tiada cara lain kecuali mengenyahkan rasa malas.

Yang Tersisa dari 100 Artikel Pertama

Jumlah tulisan yang bernas di antara 100 artikel yang saya baca pada termin pertama tidaklah banyak. Hanya 16 artikel. Sebanyak 84 artikel penuh dengan coretan, guratan, dan catatan. Kalau bukan gagasannya yang rapuh, pasti kemasannya yang asal-asalan. Kalaupun gagasannya kukuh, pasti kalimat, kata, dan ejaannya semrawut.

Padahal ada beberapa peserta yang mengabarkan prestasi gemilang di dunia blog, tetapi memilah antara "di" selaku kata depan dan "di-" sebagai awalan saja ripuh. Malahan ada yang memberi spasi sebelum tanda tanya (?) atau tanda seru (!). Jangan ditanya perkara kejernihan kalimat, sebab menaruh subjek dan objek saja tidak fasih.

Juara I saya raih. Ini contoh sederhana saja. Sepintas terlihat tidak ada yang keliru, tetapi berbeda kalau diamati secara mendalam. Bandingkan dengan kalimat berikut. Saya meraih Juara I. Itu bukan menulis dengan bahasa berbunga-bunga, melainkan menulis dengan kalimat yang tepat.

Di antara 16 tulisan yang "sementara saya nilai bagus" pun masih banyak menyisakan cela. Misalnya penulisan partikel pun; pembedaan ke dan kepada; pemakaian awalan ke- dan kata depan ke; serta penggunaan huruf kapital.

Adakah contoh penulisan yang tepat dari sekian banyak kekeliruan di atas? Ada. Cari saja tulisan-tulisan tentang bahasa Indonesia di internet. Saya sendiri rutin menulis tentang kebahasaan di Kompasiana. Ulik saja. Ada penulisan partikel pun, penggunaan tanda titik, perbedaan berapa dan beberapa, varian kata dalam bahasa Indonesia, dan lain-lain. 

Bagaimana kalau malas berselancar di internet? Itu derita kalian. Sekali lagi, obat malas tidak dijual di apotek mana pun. Obat malas berada dalam diri kalian. Selain mencari di internet? Ini pertanyaan keren. Jawaban saya juga pasti keren.

Silakan pesan novel terbaru saya. Kita, Kata, dan Cinta. Selain menikmati konflik cinta antara Sabda dan Kana, kalian juga tanpa sadar belajar berbahasa Indonesia. Kata Boy Candra, belajar sambil membaca cerita. Tidak menggurui, tidak menasihati. Silakan pesan sekarang karena kalian akan mendapat diskon 25% hingga 15 Februari.Kita, Kata, dan Cinta (Dokumentasi Pribadi)

Sekadar bocoran, beberapa sempalan kisah Sabda dan Kana ada di Kompasiana. Maaf, jangan berburuk sangka dulu. Saya sedang menganjurkan trik menghasilkan tulisan yang gurih dan bergizi, bukan mempromosikan atau mengiklankan buku terbaru saya. Sekalipun Kita, Kata, dan Cinta penting dibaca oleh siswa, mahasiswa, guru, dosen, dokter, wartawan, bahkan Kompasianer. 

Pendek kata, siapa saja yang merasa dirinya warga Indonesia atau warga asing yang ingin belajar bahasa Indonesia. Terkait kabar novel terbaru saya, itu adalah rumus ringkas yang bisa kalian baca dan terapkan. Tidak percaya? Pesan saja bukunya! [khrisna]

Sebagai bahan pengaya, silakan baca juga:

1. Kaidah Penggunaan Kata "dengan".

2. Aturan Penulisan Partikel Pun.

3. Kaidah Penggunaan "di".

4. Beberapa Kata yang Keliru.




Baca juga:
[Topik Pilihan] Imlek 2019: Selamat Datang Tahun Babi Tanah!
Puisi | Bakar Sampah di Kepalamu!
Kala Syarat Monetisasi Akun Youtube Jadi Susah

Akhirnya Pengganti Harry Kane Sudah Hadir di Wembley Stadium

$
0
0

Fernando Llorente (Sumber ilustrasi: Skysports.com)Krisis pemain karena cedera dialami oleh Tottenham Hotspur yaitu absennya mesin gol mereka Harry Kane untuk beberapa pekan ke depan. Dalam laga matchweek 24, Fernando Llorente, striker Hotspur asal Spanyol ini menunjukkan performa terbaiknya dengan satu gol dan satu assist-nya dalam kemenangan Spurs 2-1 atas Watford di Stadion Wembley, Kamis dini hari (31/1/19). Bahkan golnya menit ke-87 adalah gol kemenangan bagi timnya sehingga berhasil meraih 3 poin penuh. Nampaknya peran Harry Kane yang sedang cedera sudah tergantikan olehnya. 

Diantara 4 klub papan atas yang bermain dikandang mereka yaitu Arsenal, Spurs, United dan Liverpool hanya Arsenal dan Spurs berhasil memenangkan laga mereka. Arsenal mengalahkan tamunya Cardiff City 2-1 dan Hotspur menang 2-1 atas Watford. Sedangkan Liverpool ditahan imbang 1-1 oleh Leicester dan Manchester United 2-2 oleh Burnley.

Hanya Manchester City dan Chelsea yang mengalami kekalahan diantara 6 klub papan atas Premier League. City kalah 1-2 dari tuan rumah Newcastle dan Chelsea terpuruk 0-4 dari Bournemouth.

Premierleague.com (31/1/19) merilis klasemen terbaru setelah matchweek 24 adalah Liverpool tetap memimpin ditempat teratas dengan 61 poin disusul City diposisi 2 terpaut 5 poin dengan 56 poin. Spurs kokoh ditemapt ke-3 dengan menambah 3 poin menjadi 54 poin dan mulai mengancam posisi City.

Arsenal berhasil menggeser Chelsea yang kalah 0-4 dari Bournemouth diposisi ke-4 dengan 47 poin, nilai yang sama untuk Chelsea namun kalah selisih gol. Sementara Manchester United ada diposisi 6 hanya selisih 2 poin dengan dua klub diatasnya.

Salah satu penghuni 4 besar Premier League yang menang pada matchweek 24 ini adalah Tottenham Hostspur. Tim asal London asuhan Mauricio Pochettino ini berhasil menumbangkan tamu mereka Watford disaksikan 29 ribu penonton yang riuh mendukung di Stadion Wembley, Kamis dini hari (31/1/19).

Hotspur tertinggal terlebih dulu dari gol Watford yang dicetak bek tengah mereka, Craig Cathcart pada menit ke-38 melalui sundulan memanfaatkan tendangan sudut Jose Holebas. Gol ini bertahan hingga turun minum.

Pochettino meracik formasi Hotspur dengan skema 3-5-2 dengan menempatkan duet striker Fernando Llorente dan Son Heung-Min. Ditunjang 3 gelandang, Sissoko, Hary Winks, Christian Eriksen dan dua sayap, Danny Rose dan Serge Aurier. Trio bek mereka diserahkan kepada Davinson Sanchez, Toby Alderweireld dan Jan Vertonghen. Mereka melapis penjaga gawang Hugo Lloris.

Ketinggalan 0-1 dibabak pertama, Spurs langsung tancap gas dibabak kedua. Lukas Moura masuk menggantikan Serge Aurier untuk meningkatkan serangan. Serangan Lily White from London ini sangat bergelombang dilihat dari dominasi permainan mereka hamper 70 persen. Dengan 803 sentuhan bola dan 588 passing sudah membuktikan mereka menguasai laga ini. Watford hanya bisa bertahan.

Menurut Premierleague.com (31/1/19) ada 17 kali tembakan kearah gawang Watford, 3 diantaranya tepat sasaran dan 2 berbuah menjadi gol. Sembilan kali tendangan penjuru sepanjang laga.Son Heung-Min (Foto Premierleague.com)Hotspur baru menemukan jalan kemenangan ketika Son Heung-Min dengan kaki kirinya menjebol gawang Watford menit ke-80 umpan dari Fernando Llorente.

Son yang baru saja kembali ke London setelah memperkuat negaranya Korea Selatan di ajang AFC Asian Cup, benar-benar menjadi inspirasi bagi Spurs dengan gol ini. Hanya 3 menit sebelum laga usai, kali ini Llorente mencetak gol kemenangan Spurs, hasil umpan dari Danny Rose.

Ketika Pochettino ditanya tentang kemungkinan Tottenham meraih gelar Premier League, ia hanya mengatakan kepada Skysports,com (31/1/19) : "Masih ada banyak pertandingan yang harus dimainkan, tidak ada yang berharap kemarin Liverpool akan bermain imbang dan Manchester City akan kalah, tetapi itu adalah sepakbola. Kita harus terus mendorong, bekerja keras, dan mencoba memenangkan permainan dan melihat apa yang terjadi. "

Mauricio Pochettino tetap realistis dan fokus menghadapi laga demi laga diajang kompetisi terpadat dan terketat di Dunia ini. Namun paling tidak sekarang dia merasa lega Spurs sudah tidak merasa pincang kehilangan Harry Kane karena Fernando Llorente sudah menemukan dirinya ada di sana. Apalagi Heung-Min Son sudah kembali berada di London.




Baca juga:
Jurnalisme, Badai Disinformasi, dan Indonesia
[Topik Pilihan] Imlek 2019: Selamat Datang Tahun Babi Tanah!
Puisi | Bakar Sampah di Kepalamu!

Gadis Cilik yang Suka Berkencan dengan Buku

$
0
0

Dok. Pribadi

Tentang kisah yang telah usai, tapi belum usang dan memang tidak akan pernah usang untuk dikenang. Setiap kali membuka galeri foto di handphone atau laptop dan sempat melirik lampiran foto di atas, saya selalu teringat akan secuil kisah bersama si gadis kecil itu.

Ia yang telah mengajarkan kepada saya bahwa buku bisa saja menjadi teman bermain yang berkelas dan paling nyaman. Agar tidak terlupakan, beberapa kali saya menjadikan foto tersebut sebagai wallpaper di handphone dan laptop.

Dalam beberapa waktu yang lumayan, kisah yang sempat saya abadikan itu adalah "pemandangan" nostalgik yang paling berkesan untuk dikenang.

Nana, demikian nama gadis kecil pencinta buku itu. Kesempatan Car Free Day (CFD) di Jalan El Tari, Kota Kupang mempertemukan kami. Sudah setahun lebih rupanya. Tepatnya September 2017 ketika Komunitas Leko Kupang mengawali karya pelayanan. Momen CFD dimanfaatkan untuk melapak buku (baca gratis) yang dinamakan Kencan Buku.

Nana, gadis imut yang tampak polos tapi tidak kosong. Ia adalah gadis kecil yang "dewasa" di mata saya.

Dalam kepolosannya, ia berkisah tentang kebiasaan yang jarang dilakukan oleh teman-teman seusianya. Ketika anak-anak yang lain asyik dengan segala tawaran game di perangkat android, ia malah menghabiskan waktu luangnya untuk membaca.

Ia berkisah kalau membaca adalah rutinitas yang tidak bisa dilewatkan. Baik di sekolah maupun di rumah, kesehariannya itu sudah dijadwalkan. Ada saat untuk bermain, juga ada saat untuk belajar. Selain membaca atau menyelesaikan tugas-tugas sekolah, ia pun memiliki koleksi bacaan berupa komik dan juga majalah anak-anak.

Dok. Pribadi

Kebiasaan tersebut diwarisi oleh kedua orang tuanya yang memang sudah terlanjur jatuh cinta terhadap buku. Saya kemudian mengerti, bahwa benar seorang anak dalam masa pertumbuhannya akan lebih banyak meniru segala aktivitas di sekitarnya, terlebih lingkungan yang paling kecil yaitu keluarga.

Jika orang tua "memperlihatkan" aktivitas positif, maka anak-anak akan turut pula.

Atas kebiasaan tersebut, kepadanya saya berikan beberapa buku bacaan kategori anak-anak sebagai bentuk apresiasi. Kurang lebih satu jam kami hanyut dalam percakapan yang santai seputar buku. Adalah takjub yang paling dahsyat.

Berbincang soal buku bersama seorang gadis cilik itu seperti menyeruput kopi sambil menulis puisi. Di tengah nikmat, ada semacam rasa penasaran tak terkira. Gadis cilik yang cerdas dan pintar. Gaya bicaranya gurih, garing, tapi tidak garang.

Dalam percakapan itu, Nana lebih banyak bertanya. Namanya juga anak-anak, pastinya ingin tahu lebih banyak tentang sesuatu yang asing di mata.

Ia sempat bertanya "ketidaknyamanannya" saat membaca di tempat yang ramai dan bising. Adalah hal yang baru dialaminya. Sebab tidak seperti biasanya membaca itu aktivitas di sekolah, rumah, ataupun perpustakaan yang lebih didominasi situasi hening.

"Membaca bisa dilakukan di mana saja. Selain di sekolah, rumah atau perpustakaan, Nana bisa saja membaca saat berada di taman, pantai dan tempat-tempat lainnya. Bahkan di tempat yang ramai sekalipun" kurang lebih, demikian.

Dengan cara yang sederhana, saya dan beberapa teman di komunitas berusaha untuk menjelaskan maksud dan tujuan digelarnya Kencan Buku di CFD. Juga sedikitnya tentang literasi, khususnya pustaka jalanan.

Untuk sesaat ia lupa pada kemerdekaan yang lain, yaitu bermain bersama teman sebayanya. Ekspresi ceria di wajahnya adalah simpulan bahwa ia sedikit paham akan penjelasan yang disampaikan.

Ada salah satu momen unik tentang Nana setelah bincang-bincang. Ia kembali bermain sembari menggenggam buku-buku yang diberikan padanya.

Saking semangatnya ketika asyik menikmati roller skate, buku-buku yang digenggamnya terlepas dan berhamburan di jalan raya. Banyak remaja (anak sekolah), orang muda hingga orang dewasa berjalan lewat, tetapi tidak satu pun menggubris aksi Nana.

Dok. Pribadi

Mungkin di benak meraka ia hanya seorang anak kecil yang tengah memungut sampah kertas. Atau memang mereka tidak berpikir sama sekali. Lebih memilih asyik dengan kesibukan sendiri, entahlah.

Nana yang merasa asing di tengah keramaian, berusaha mengambil dan merapikan buku-bukunya. Sedikit kecewa tampak di wajah polosnya. Bukan karena tidak dibantu, tetapi kelalaian yang mengakibatkan buku-buku berjatuhan.

Kurang lebih 200 meter jarak saya dengan Nana. Melihat aksinya demikian, saya berusaha untuk mengabadikannya dalam potret. Ingin membantunya, tetapi Nana sudah terlebih dahulu mengamankan buku-buku itu.

Setelah dirapikan, ia kembali menggenggam buku-buku tersebut. Beberapa menit kemudian, ia mendekap erat buku-buku tepat di dadanya. Ya, erat.

Dok. Pribadi

Di kelompok bermainnya, saya melihat teman-temannya membawa balon, makanan ringan, juga boneka. Beberapa anak diapit orang tua. Tetapi tidak baginya. Ia adalah gadis kecil yang ingin merdeka. Ia bebas dengan dunianya sendiri, dunia yang berbeda. Sungguh! Nana, gadis kecil yang cerdas dan inspiratif.

***

HETanouf

Komunitas Penulis Kompasiana Kupang dan NTT (KampungNTT)




Baca juga:
Pengajuan Dana Tahunan Komunitas 2019 Telah Dibuka, Submit Sekarang!
Mencicipi Kuliner Jalan Muslim Hui di Xian
Tata Kelola Obat dalam Sorotan KPK

Mengubah Tangisan Menjadi Tulisan

$
0
0

Sumber: Tought Catalog/Unsplash

Cerita ini saya dapat dari Mas Anang Y.B., seorang penulis profesional. Ia beberapa waktu lalu menghadiri acara Diskusi Bulanan Komunitas PBK (Penerbit Buku Kompas). Bintang tamunya istimewa, Marchella FP, penulis buku sangat laris: Nanti Kita Cerita tentang Hari ini (NKCtHi). Mas Anang Y.B. berkisah singkat tentang Marchella yang berbagi kiat bagaimana ia membuat NKCtHi penjualannya melesat ribuan eksemplar dalam hitungan menit.

Marchella telah merancang buku NKCtHi tersebut berbulan-bulan sebelum ia menuliskannya. Riset utamanya adalah melalui media sosial. Ia mampu menghimpun begitu banyak pengikut melalui akun yang telah disiapkannya. Salah satu "riset" kebutuhan yang dilakukan Marchella adalah melontarkan pertanyaan.

Kata-kata apa yang paling membuat kamu terluka? Itu salah satu pertanyaan Marchella yang direspons langsung oleh para pengikutnya.

Ada yang menyampaikan kisah getir bahwa kata-kata yang membuatnya terluka adalah ketika sang ayah melontarkan kemarahannya: Saya menyesal punya anak seperti kamu! Ungkapan sang ayah itu menimbulkan luka batin yang membekas dalam. 

Dari  pertanyaan-pertanyaan semacam itu Marchella menggagas bukunya. Buku yang dibuat dengan mewakili perasaan banyak orang.

Itu sepenggal cerita yang saya dengar dari Mas Anang Y.B. pada suatu Sabtu (2 Februari 2019) yang menginspirasi. Hari itu saya meminta Mas Anang berbicara sebentar tentang apa yang membuatnya bahagia melalui menulis.

Mas Anang hadir dalam acara Workshop "Writing for Happiness" yang menghadirkan narasumber Mbak Naning Pranoto---salah seorang literator yang tersohor dengan ilmu creative writing-nya.Naning Pranoto berbagi kiat menulis untuk bahagia (Foto: Bambang Trim)

Acara workshop ini digelar untuk kali pertama oleh Institut Penulis Indonesia dan Penpro (Perkumpulan Penulis Profesional Indonesia). Pemicunya adalah buku karya Mbak Naning berjudul Writing for Therapy yang diterbitkan Pustaka Obor.

Apa hubungannya dengan buku NKCtHi yang berhasil meraup angka pre-order 4.000 eksemplar dalam tujuh menit? Saya termasuk generasi menjelang sunset yang membeli buku tersebut.

Saya membaca beberapa halaman, isinya berupa teks-teks pendek yang dihiasi ilustrasi---maklum karena Marchella sejatinya adalah seorang desainer grafis. Marchella sendiri mengaku ia bukanlah seorang penulis.

Mengapa buku ini menjadi magnet yang mampu menembus angka puluhan ribu, bahkan mungkin sekarang sudah ratusan ribu eksemplar dalam waktu kurang dari 1 tahun? Asumsi saya salah satunya karena Marchella mampu mengubah tangisan para pengikutnya menjadi tulisan. Catat!

Misteri Tangisan
Berapa tangisan yang terjadi di dalam hidup Anda? Hal yang pasti Anda kali pertama menangis ketika dilahirkan ke dunia ini. Masa kanak-kanak Anda juga pasti dipenuhi tangisan sebagai cara menunjukkan emosi yang paling jitu untuk meminta perhatian.

Bagaimana dengan masa remaja dan dewasa Anda? Tangisan muncul dari dua kutub yaitu kebahagiaan dan kegetiran (penderitaan). Itu yang disebut tangisan emosional---tentu berbeda dengan tangisan karena irisan bawang atau tangisan berpura-pura.

Perempuan atau lelaki pasti pernah menangis meskipun dalam praktiknya lelaki lebih memilih menyembunyikan tangisannya. Bagi banyak lelaki, menangis di depan umum adalah hal yang tabu.

Ada kisah menarik tentang tangisan yang saya kutip dari buku The Extraordinary Healing Power of Ordinary Things karya Larry Dossey. Sebuah kasus yang disebut Dossey mahaaneh pernah terjadi pada seorang wanita di Australia yang berusia 56 tahun. Wanita itu tidak menangis dengan kedua matanya sekaligus, tetapi satu per satu.

Jika ia mengingat ibunya, ia menangis begitu saja hanya dengan mata kanan. Jika ia sedang mengenang sang ayah, bulir air mata keluar dari mata kirinya. Kondisi ini mendapat julukan 'lakrimasi' (proses pembentukan air mata) unilateral bergantian dari sang terapis.

Usut punya usut, wanita itu pernah mengalami pelecehan seksual pada masa kecilnya. Setelah dewasa, ia menderita katatonia (kelainan psikis yang disebabkan oleh ketegangan otot yang tidak wajar) periodik. Pelaku pelecehan seksual itu diduga adalah ayahnya sendiri. Hubungan ini menjadi menarik ketika kejahatan sang ayah terhubung dengan mata kiri---kiri sering diasosiasikan sebagai sesuatu yang buruk/jahat.

Kasus ini menyebabkan sebuah tangisan menjadi misteri yang perlu dipecahkan oleh para ahli. Judy Foreman, kolumnis asosiasi kesehatan menulis artikel berjudul "Sob Story" dengan mengungkap beberapa fakta menarik tentang tangisan, di antaranya sebagai berikut.

  • Sebelum pubertas, frekuensi menangis anak laki-laki sama dengan anak perempuan, Namun, pada usia 18, anak perempuan lebih unggul dalam urusan menangis.
  • Struktur kelenjar air mata pria berbeda dengan wanita, tetapi tidak ada yang tahu apa sebabnya.
  • Orang dewasa menangis tiap dua belas episode mengharukan.
  • Air mata emosional lebih kaya protein dibandingkan air mata akibat pedih, misalnya ketika mengiris bawang.
  • Air mata emosional dan akibat pedih sama-sama mengandung mangan (Mg) tiga puluh kali lebih banyak dibandingkan yang terdapat dalam darah. Hal ini menunjukkan bahwa air mata dapat berfungsi membersihkan tubuh dari racun.

Ilmuwan lain, William Frey II, peneliti air mata terkemuka dari Ramsey Medical Center, mengungkap fakta lain. Ia setuju bahwa tangisan berfungsi penting dalam hidup manusia. Dari hasil riset bersama koleganya terhadap sekelompok orang, Frey menemukan bahwa wanita mengalami tangisan emosional sebanyak 94 persen dalam sebulan dan pria hanya 55 persen.

Sebanyak 83% wanita yang menangis merasa lebih baik dan lebih lega setelah menangis dengan leluasa, sedangkan pria sebanyak 73% merasakan hal yang sama. Lamanya durasi tangisan antara wanita dan pria tidak berbeda, tetapi cara menangisnya berbeda. Wanita lebih banyak mengeluarkan bunyi ketika menangis, sedangkan pria tidak.

Frey juga mendapati data bahwa wanita rata-rata menangis 5,3 kali per bulan, sedangkan pria 1,4 kali per bulan. Selain itu, ditemukan fakta bahwa air mata akibat mata pedih mengandung 98% air, sedangkan air mata emosional lebih banyak mengandung racun. Itu sebabnya fungsi menangis adalah mengeluarkan racun yang tak perlu dari dalam tubuh.

Jadi, tangisan bukanlah wujud kelemahan diri menghadapi sesuatu, melainkan sebuah aktivitas alamiah untuk menghadapi kesedihan, stres, dan luka batin. Karena itu, menangis sebenarnya adalah terapi yang terkait erat dengan menulis.

Jika dihubungkan dengan religiositas, tangisan juga menunjukkan ketidakberdayaan seorang hamba di hadapan Sang Khalika. Banyak orang yang sontak menangis jika terkoneksi pada ingatan kesalahan-kesalahannya pada masa lalu. Ia memerlukan tempat mengadu paling mujarab yaitu Tuhan.

Kala Tangisan Menjadi Tulisan
Entah karena penelitian yang tadi saya uraikan maka tampak lebih banyak wanita yang menulis dibandingkan lelaki yang menulis. Atau boleh disebutkan lebih banyak wanita yang ingin menjadi penulis daripada lelaki. Saya melihat sendiri fenomena ini dalam kegiatan-kegiatan penulisan, lebih banyak wanitanya daripada lelaki.

Namun, ini tentu memerlukan penelitian lebih lanjut bahwa memang ada keterlibatan wanita lebih dominan dalam penulisan dan ada hubungan dengan seringnya wanita menangis secara emosional. Jadi, wanita lebih banyak terdorong menulis yang berasal dari tangisan.

Pertanyaannya sekarang, benarkah tangisan dapat diubah menjadi tulisan?

Saya termasuk yang mengagumi karya Paul Stoltz berjudul Adversity Quotient---sebuah  kapasitas kecerdasan seseorang dalam menghadapi kegetiran. Stoltz mengungkap di balik kesuksesan seseorang, tersimpan kapasitas dirinya yang persisten menghadapi kegetiran. Persisten bukan berarti tanpa tangisan.

Perhatikan buku-buku motivasi atau biografi/autobiografi/memoar orang-orang sukses atau mereka yang menjadi tokoh dunia, selalu ada air mata di balik kesuksesan mereka. Air mata itulah yang berwujud menjadi cerita-cerita mengharukan atau dramatik yang dapat kita nikmati sebagai hikmah.

Setiap saya membaca biografi/autobiografi/memoar seorang tokoh yang ditulis dengan apik, pasti saya menemukan kisah-kisah getir itu di samping kisah-kisah konyol yang menimbulkan tawa. Atau jika saya menuliskan kisah hidup seorang tokoh, saya pasti akan "mengejar" kisah-kisah getir yang dapat mendorong keluarnya air mata pembaca.

Saya kutipkan juga kisah Kate M. Brausen yang termuat di dalam buku populer Chicken Soup for the Writer's Soul.  Kate mengalami masa kecil yang indah seperti anak lainnya, sampai kemudian saat berada di kelas lima SD, ia mulai sering tersandung dengan kakinya sendiri.

Saat remaja, Kate menyadari kakinya telah menderita kelainan otot seperti yang juga terjadi pada kakak laki-lakinya. Kaki Kate tidak tumbuh normal, ia harus menggunakan sepatu ortopedik dan alat penopang kaki.

Sampai suatu hari Kate jatuh di sekolahnya. Ia menangis tersedu-sedu sambil mencari tempat untuk menyendiri. Kate mengeluarkan buku catatan dari dalam tasnya dan mulai menulis puisi tentang apa yang dirasakannya. Kate menulis Haiku---puisi tradisional Jepang yang terdiri atas tiga baris (triplet).

Bertahun-tahun kemudian setelah sore dramatis mengubah tangisan menjadi tulisan, Kate sukses menjadi seorang penulis lepas. Ia menyebutkan, "Menulis adalah sejenis doa, yang terus membantuku mencapai dan menaklukkan hidupku tanpa merasa, pada akhirnya, ditaklukkan olehnya."

Menangis bukan keterampilan dan itu terjadi pada setiap orang. Mengubah tangisan menjadi tulisan juga bukan sebuah keterampilan, tetapi kemauan untuk melepaskan emosi-emosi yang mengendap bersamaan dengan keluarnya air mata.

Teknik ini biasa dikenal dengan nama free writing. Karena itu, menangis lalu menulis adalah keniscayaan untuk siapa pun dan dapat dipraktikkan begitu saja.

Dari kebiasaan itu maka akan muncul sebuah keterampilan mengungkapkan perasaan, lalu pikiran. Itulah yang kemudian dapat ditata hingga menjadi sebuah tulisan yang layak muat dan layak baca.

Oh ya, saya jadi ingat tulisan populer tahun 1980-an yang berasal dari rubrik sebuah majalah wanita. Anda tahu? Itulah Oh Mama, Oh Papa. Redakturnya yang hebat mampu mengubah tangisan menjadi tulisan. Kalau tidak salah, hampir semua cerita itu pengisahnya adalah wanita.

***
Di dalam bukunya Writing for Therapy, Mbak Naning memaparkan berbagai penelitian tentang ampuhnya tulisan dijadikan sebagai terapi, terutama bagi mereka yang mengalami luka batin.

Dalam acara Sabtu pagi di Institut Penulis Indonesia, Mbak Naning juga memaparkan kisah-kisah getirnya yang coba ia lawan dengan menuliskannya. Mengubah tangisan menjadi tulisan itulah yang dilakukan Mbak Naning sebagai suatu proses kreatif yang juga dapat dilakukan oleh siapa pun.

Saya dan Mbak Naning (Foto: IPI)

Maka dari itu, boleh dicoba setiap satu tangisan menjadi satu tulisan. Namun, jangan setiap menulis Anda harus menangis dulu.[]




Baca juga:
Pasangan WNI yang Diduga Pelaku Bom Bunuh Diri di Filipina Merusak Citra Indonesia
Pengajuan Dana Tahunan Komunitas 2019 Telah Dibuka, Submit Sekarang!
Mencicipi Kuliner Jalan Muslim Hui di Xian

"Growth Mindset", Ketangguhan Mental, Kunci Kesuksesan

$
0
0

Ilustrasi: shutterstock.comAnak butuh Growth Mindset agar dapat berkembang menjadi anak yang tahan uji, daya lenting terhadap kegagalan. Punya ketahanan tinggi dan tidak takut gagal itu penting untuk berhasil bekerja maupun usaha di masa depan.

Apa itu Growth Mindset?
Suatu mindset atau pola pikir yang percaya bahwa potensi kecerdasan atau kemampuan seseorang akan terus berkembang, tidak statis. Mereka tidak akan minder atau rendah diri ketika mereka mendapatkan nilai buruk karena mereka tidak tercetak bahwa apa yang mereka dapatkan sekarang ini bukan merupakan cerminan yang akan datang.

Bagian proses itulah yang penting karena dengan adanya kerja keras, ketahanan, perservance maka akan hasil nyata keberhasilan.

Seringkali orangtua atau guru kurang paham untuk menumbuhkan "Growth Mindset". Mereka memarahi anak didik /anak sendiri karena anaknya malas belajar sehingga mendapatkan nilai jelek. Adapula yang anaknya sudah belajar dengan baik, tetapi tidak mendapatkan hasil yang baik lalu mendapatkan kemarahan dari guru atau orangtua.

Growth Mindset mengajarkan kepada kita semua bahwa ada potensi kecerdasan yang terus berkembang itu perlu dilatih sedini mungkin. Seperti layaknya otot, maka otak pun perlu dilatih terus menerus agar kita makin terlatih dengan hal-hal buruk dan tidak pernah putus asa atau merasa minder.

Artinya anak tidak minder ketika mendapat nilai jelek karena dia sudah belajar dengan baik. Dia mengerti dan memahami bahwa dia sudah melakukan proses belajar dengan maximal tetapi belum optimal hasilnya.  Yang dipentingkan adalah proses dari suatu usaha.

Anak juga memahami secara totalitas bahwa nilai yang sekarang mereka peroleh bukanlah mutlak suatu nilai atau jaminan hidup yang akan datang.

Dari sebuah riset yang dilakukan oleh Prof Carel Dweck, "Growth Mindset" seorang anak itu akan menimbulkan suatu daya lenting atau resiliensi (kekuataan daya tahan) yang begitu besar ketika anak menghadapi hal yang buruk di dalam kehidupannya. 

Daya lenting atau resiliensi anak yang punya growth mindset akan jauh lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tak memiliki konsep growth mindset.

Bagaimana melatih untuk mengembangkan "growth mindset"?

Ada 2 tips bagi guru maupun orangtua untuk melatih anak-anaknya dalam "Growth Mindset"

  • Berikan praise (pujian), compliment (pujian), pada saat anak berhasil melewati tahap perseverance dalam menghadapi saat buruk. Contohnya:  "Adi , kamu sudah kerja keras". "Adi , kamu memang hebat telah berjuang mencapai nilai ini dengan belajar cukup keras!"
  • Pola pikir atau ketahanan itu dilatih dan bekerja keras. Kerja keras dan latihan jadi kuncinya. Sehingga anak memahami bahwa kesuksesan itu dapat dicapai hanya dengan kerja keras .

Ada seorang psikolog yang menjelaskan bahwa ketahanan itu sebenarnnya sudah ada sejak bayi. Seorang bayi pun terus berjuang agar mendapatkan makanan, lahir ke luar dari rahim ibunya. Bagian dari perjuangan itu dilanjutkan ketika dia sudah lahir , balita sampai dewasa.

Cara memupuk daya juang yang benar untuk anaknya:

  1. Orangtua tidak perlu mengasihani anak ketika anak itu meminta sesuatu yang bukan untuk kebaikannya.
  2. Ibu atau orangtua harus tega untuk tidak memberikan apa yang diminta oleh anak . Tega bukan berarti kejam. Tega berarti dia mengasihani anak agar anak bisa melewati kesulitan dirinya sendiri.
  3. Ibu atau orangtua harus teguh hatinya agar anak dapat melewati proses untuk visi anak di masa depan. Ketika anak itu baru belajar jalan, dia jatuh. Biarkan anak itu bangkit kembali supaya dia bisa jalan dan akhirnya berlari.
  4. Ibu atau orangtua mendampingi anaknya dalam kesulitan:
  • Katakan kepada anak bahwa orangtua tidak mematok angka untuk suatu pelajaran yang tidak disukainya. Tetapi berikan support agar dia berusaha sebatas yang maximal saja, sebatas KKM.
  • Jangan membuat frustrasi anak, tetapi berikan dorongan sesuai dengan kepribadian anak
  • Disiplin menjadi bagian dari suatu proses kemandirian. Pola disiplin dibentuk oleh orangtua dengan membangun relasi lebih dulu, dan menjalankannya secara sinkron



Baca juga:
Cemburu terhadap Rindu
Pasangan WNI yang Diduga Pelaku Bom Bunuh Diri di Filipina Merusak Citra Indonesia
Pengajuan Dana Tahunan Komunitas 2019 Telah Dibuka, Submit Sekarang!

Cara Sederhana Mempercantik Tembok Luar Rumah Anda

$
0
0

Tembok tidak diplester, cukup dicat dan ditempeli tanaman anggrek (dok.pri)Bagi kalian yang berasal dari Suku Jawa mungkin familiar dengan bunyi pepatah "Ajining rogo soko busono, ajining diri soko lathi (berharganya badan dari pakaian (busana) yang dikenakan sementara berharganya diri ini dari tutur kata dan perbuatan yang dilakukan, red)".

Kini manusia moderen semakin rasional dan hidup dalam zaman serba materialistis bahwa berartinya diri bukan hanya terletak pada tutur kata (Jawa = lathi) dan perbuatan luhur melainkan juga terletak pada aset (harta benda) yang dimiliki oleh seseorang. 

Setidaknya harta berupa rumah tinggal meski itu sederhana namun layak (memenuhi syarat) untuk dijadikan tempat tinggal. Seseorang yang memiliki rumah sendiri dengan yang masih ngontrak tentu nilainya (Jawa = ajining) akan berbeda di mata orang lain, benar kan? Tidak perlu tembok bata, cukup pagar besi plus tanaman gantung (dok.pri)Punya rumah sendiri meski kendaraannya cuma sepeda motor sederhana (bukan Harley Davidson lho he..he..) bila dibandingkan dengan rumah masih ngontrak tapi sudah punya mobil sendiri (bukan Mercedes atau mobil mewah lainnya), orang mungkin masih menilai lebih tinggi orang yang sudah punya rumah sendiri meski kendaraannya motor sederhana.

Dapat disimpulkan (ala saya lho) bahwa memiliki rumah itu sangat berarti apalagi untuk zaman seperti sekarang ini di mana harga rumah sederhana di lokasi yang agak terpencil saja sudah mencapai ratusan juta rupiah. 

Tak berlebihan bila para orang tua zaman dulu sering memberikan wejangan (nasehat) kepada anak-anaknya yang bunyinya kira-kira "iso duwe' omah iku aji le'(bisa punya rumah itu bernilai nak, red)". Karena rumah sesederhana apapun bentuknya meski "hanya berbilik bambu, tanpa hiasan, tanpa lukisan, beratap jerami, beralaskan tanah namun semua ini punya kita. Memang semua ini milik kita, sendiri.." (pinjam cuplikan lagu Rumah Kita oleh Ahmad Albar).

Rumah merupakan tempat bernaung dan berlindung para penghuni (anggota keluarga) dari panas dan hujan. Tak sekedar itu, di rumahlah tempat pertama kali para orang tua menanamkan nilai-nilai (moral keagamaan dlsb) kepada anak-anaknya.

Jangan biarkan tembok kosong 

Mereka yang sudah punya rumah sungguh sangat bersyukur kepada Tuhan. Namun di era sekarang ini hidup tidak cukup seperti apa yang digambarkan Ahmad Albar dalam cuplikan lagu berjudul Rumah Kita di atas.

Memang kita wajib bersyukur dengan rumah yang sudah kita miliki namun tidak cukup sampai di situ, tak ada salahnya rumah yang sudah kita miliki itu diperindah (dipercantik) seperti kalau halnya kita mendadani (merias) wajah dan merawat tubuh kita sendiri.Tembok luar tampak lebih indah bukan dengan tempelan anggrek (dok.pri)Ada banyak cara (sederhana) bagaimana memercantik berbagai sudut rumah kita. Dinding atau tembok sebelah luar biasanya oleh sebagian pemilik rumah dibiarkan kosong melompong. Meski sang pemilik rumah termasuk orang yang kreatif tapi berhubung kesempatan berada di rumah susah ia dapatkan karena kesibukan yang menyita waktu maka rumahnyapun menjadi kurang terurus. 

Sebaliknya ada juga pemilik rumah yang sebenarnya memiliki banyak waktu luang di rumah sayangnya ia termasuk yang kurang care dan kreatif dengan rumahnya sehingga rumahpun menjadi kurang terurus. Antara kesempatan dan kreativitas harus sejalan dan dimiliki oleh yang empunya rumah agar rumahnya menjadi terurus.

Salah satu cara yang paling sederhana yang bisa dilakukan pemilik rumah agar tembok bagian luar rumahnya (yang masih terlihat susunan batu batanya karena belum diplester) terlihat lebih indah ialah dengan mengecat tembok luar tadi dengan warna-warna cerah tentunya sesuai selera sang pemilik. Tembok luar dikeramik, tanaman hias tidak ditempel di dinding melainkan ditempatkan dalam pot (dok.pri)

Cara yang lebih ribet dan agak mahal ialah dengan memlester tembok luar tadi dengan adonan semen, setelah kering lalu mengecatnya dengan warna-warna yang menggairahkan. Selain dicat tanpa diplester, diplester lalu dicat, tembok luar rumah bisa dipasangi tanaman (anggrek) agar tidak terlihat kosong dan tembokpun menjadi lebih sedap dipandang mata.

Ada juga sebagian pemilik rumah yang tidak mengecat maupun memlester tembok luar rumahnya tapi menempelkan keramik dengan motif yang sangat menarik. Tanaman hias tidak dipasang menempel pada dinding melainkan diletakkan di pot yang diletakkan pada bagian bawah tembok.




Baca juga:
8 dari 10 Anak Indonesia Kurang DHA, Apa yang Harus Dilakukan?
Cemburu terhadap Rindu
Pasangan WNI yang Diduga Pelaku Bom Bunuh Diri di Filipina Merusak Citra Indonesia

Cerita Imlek di Hat Yai dan Gambaran Akulturasi

$
0
0

Seorang peziarah tengah memanjatkan doa sambil mengusap shio babi di sebuah kelenteng, di Hat Yai, Thailand. Foto | DokpriJauh sebelum imlek 2019 tiba, kelenteng di kawasan Cable Car, Hat Yai, Thailand pada awal Januari lalu,sudah banyak dikunjungi para peziarah dari berbagai negara. Khususnya bagi umat penganut Agama Buddha. Meski begitu, banyak juga umat Kristiani dan warga setempat beretnis China ikut berziarah di sini.

Pada Imlek 2019, menurut penanggalan China, jatuh pada 5 Februari. Jadi, tahun Baru Imlek 2019 dimulai pada Selasa, 5 Februari dan berakhir pada hari Jumat, 24 Januari 2020. Lazimnya seperti tahun lalu, beberapa kota, terutama di pusat keramaian banyak dihiasi lampion untuk menyambut tahun baru tersebut.Berdoa. Foto | DokpriDi kota ini suasana imlek, penulis saksikan,  mulai terasa meski perayaannya masih sekitar sebulan lagi. Lampion nampak di beberapa tempat. Warga setempat seolah sudah rindu datangnya tahun baru. Saat memasuki imlek, seperti disebut pemadu wisata, kota akan terasa sibuk menyambut Imlek. Yang menarik pada setiap tahun baru China ini selain disambut dengan suka cita juga berupa munculnya ramalan shio. Tahun baru China 2570 disebut bershio Tahun Babi Tanah.

Penulis tak punya kapasitas dalam ramal meramal berdasarkan shio. Meski begitu, penulis saksikan para peziarah di kelenteng Cable Car Hat Yai itu umumnya berdoa dan berharap pada tahun Babi Tanah itu keberkahan dan kesejahteraan akan menyertai dalam kehidupannya.Pelancong dari Indonesia kunjungi kelenteng. Foto | Dokpri

Dan, dari kejauan, selalu saja terdengar suara petasan di atas perbukitan. Dentuman suara petasan yang berulang-ulang mendorong penulis untuk segera datang ke lokasi tersebut. Untuk mencapainya, kita harus menggunakan kereta gantung.

Dalam suatu obrolan dengan seorang pemandu wisata di Hat Yai, didapati keterangan bahwa astrologi Tionghoa ditetapkan berdasarkan shio. Tercatat ada 12 Shio yang dikenal dalam astrologi Tionghoa: Tikus, Naga, Monyet, Kerbau, Ular, Ayam, Harimau, Kuda, Anjing, Kucing, Kambing, dan Babi.

Shio menggambarkan kepribadian dan diwujudkan kepada tiap simbol berupa binatang. Astrologi Tionghoa ditetapkan Dinasti Han pada kalender lunar, Tahun Babi Tanah menjanjikan keberuntungan dan berkat bagi semua Shio.DAri mancanegara juga hadir. Foto | Dokpri

Menariknya, meski disebut keberuntungan bagi semua pemilik shio pada setiap tahun, diramalkan pula kehidupan seseorang berdasarkan shio yang paling beruntung dan yang paling sial di Tahun Babi Tanah nanti?

Lepas dari shio yang membawa keberuntungan atau tidak pada Tahun Babi Tanah ini, umat tetap mendatangi kelenteng untuk berdoa agar dijauhi dari bahaya dan doanya dikabulkan.

Catatan penulis, sejatinya Imlek merupakan perayaan tahun baru terpenting bagi etnis Tionghoa (China), dimulai di hari pertama bulan pertama di penaggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama).Bakar petasan. Foto | Dokpri

Tahun Baru China ini dirayakan dengan tradisi sangat beragam. Ada perjamuan makan malam serta pesta kembang api.

Di Indonesia, etnis China banyak bermukim di Palembang, Bangka-Belitung, Medan, Singkawang, Pontianak dan beberapa kota di Jawa (Jakarta, Semarang dan Surabaya). Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari libur besar untuk orang Tionghoa dan memiliki pengaruh pada perayaan tahun baru di sejumlah negara Asia.

Tahun Baru China dirayakan dengan meriah di daratan Tiongkok, Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand.

Perayaan tahun baru Imlek sempat dilarang di Indonesia pada 1965-1998. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.Pelancong dari Singapura juga hadir. Foto | DokpriWarga keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Karena itu, di kalangan etnis China, Gus Dur atau Abdurrahman Wahid, amat dihormati dam diberi gelar sebagai tokoh pluralisme.

Presiden Megawati Soekarnoputri menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional. Mulai 2003, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional.

Seperti juga pada sejumlah penganut agama, Imlek juga memiliki makna simbolik bagi etnis China dimana pun berdomisili. Kue keranjang, misalnya, dimaknai supaya setiap tahun agar setiap orang dapat mencapai prestasi gemilang pada pergantian tahun.

Kue keranjang menjelang Imlek banyak dijumpai. Belum lagi ikan bandeng, dalam ukuran besar, banyak dijumpai di sejumlah pasar trandisional dan mal. Ikan bandeng juga dimaknai sebagai pembawa berkah dan rezeki melimpah. Demikian juga jeruk, yang besarnya seperti bola, kerap laris karena dianggap sebagai pembawa keberuntungan.Ucapan selamat Imlek. Foto | DokpriHenki Hali, pengurus Yayasan Dharma Bakti di kawasan Petak Sembilan, Glodok, pernah mengatakan kepada penulis, jenis makanan tersebut akan membawa keberuntungan.

Kini kawasan pecinan di sekitar Glodok, Jakarta Barat, makin ramai dikunjungi warga keturunan Tionghoa. Kebanyakan di antara mereka berbelanja untuk keperluan Imlek. Kawasan ini terkenal sebagai pusat perbelanjaan barang-barang keperluan Imlek. Mulai dari makanan hingga pernak-pernik Imlek tersedia di sini.

Kebanyakan yang dijual di sini adalah angpao atau amplop wadah uang berwarna merah. Umumnya saat Imlek saudara yang lebih tua memberikan angpao pada yang lebih muda. Yang menarik dari pemandangan di kawasan pertokoan di kawasan itu adalah para penjual pernak-pernik Imlek adalah etnis Jawa dan Betawi. Ini adalah gambaran bahwa Imlek demikian akrab dengan berbagai etnis.Lontong pun ikut Cap Go Meh. Foto | Dokpri

Sesekali penjual menyampaikan salam, "Gong Xi Fat Chai".

Kini cara perayaan Imlek di Tanah Air disambut positif. Bahkan oleh warga dari etnis lainnya, seperti di Singkawang, misalnya, banyak etnis Melayu setempat kini pandai memainkan barongsai dan permainan naga.

Ternyata, bukan saja di Singkawang dan Pontianak, para pemuda Indonesia lainnya ternyata jauh sebelum kebijakan itu dikeluarkan sudah belajar seni beladiri dan ketangkasan dari negeri tirai bambu itu.

Seni bela diri wushu atau pencak silat ala China, kini berkembang pesat di Tanah Air. Para pemuda dari berbagai etnis pun ikut mempelajarinya dan dituangkan gerakan permainannya ketika berlangsung festival barongsai atau naga.

Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) pun kini mengakui wushu sebagai salah satu cabang olahraga yang dapat dipertandingkan secara nasional. Bahkan atlet ini pada Asian Games di Jakarta, belum lama ini, meraih medali emas.

Sungguh menggembirakan lagi, bahwa para pemuda Indonesia dapat mengangkat prestasi lewat olahraga ini.




Baca juga:
Eksotika Oriental di Kota Tangerang
8 dari 10 Anak Indonesia Kurang DHA, Apa yang Harus Dilakukan?
Cemburu terhadap Rindu

Belajar dari Jatuh Bangun Qatar hingga Jadi Juara Asia

$
0
0

Selalu ada pesan baik alias hikmah yang bisa ditangkap dari setiap peristiwa. Termasuk dari sukses Timnas Qatar yang tampil sebagai juara Piala Asia 2019 usai mengalahkan "penguasa Piala Asia", Jepang, 3-1 di final yang digelar di Kota Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Jumat (1/2/2019) malam.

Timnas Qatar, tidak ujug-ujug juara/Foto: AFC-com

Namun, dari keberhasilan Qatar menjadi raja sepak bola Asia di awal tahun ini, tidak semua pesan bisa terlihat jelas dan dapat dengan mudah ditandai oleh banyak orang. Ada juga "pesan tak kasat mata" yang seperti ada dalam kesunyian sehingga tidak mudah untuk menangkapnya.

Pesan yang terlihat jelas itu berhubungan dengan sejarah dan juga rekor yang diukir Qatar di Piala Asia 2019. Ada banyak media arus utama yang ikut membagikan pesan jelas ini.

Kita tahu, Qatar menciptakan kisah sejarah dengan menjadi juara Asia untuk kali pertama sejak partisipasi pertama mereka pada tahun 1980 silam di turnamen yang mulai digelar pada 1956 ini. Qatar kini sejajar dengan Irak yang juga pernah juara sekali saat Piala Asia 2007 yang salah satu tuan rumahnya adalah Indonesia.

Tidak hanya sejarah, sukses Qatar juga menciptakan rekor. Adalah penyerang Qatar, Almoez Ali yang tampil sebagai pencipta rekor. Gol lewat "tendangan sepeda terbalik" yang dibuatnya di menit ke-13 dan menjadi gol pertama Qatar ke gawang Jepang tadi malam, merupakan rekor di Piala Asia.

Itu merupakan gol kesembilan Ali di Piala Asia 2019. Dia akhirnya berhasil meraih gelar pencetak gol terbanyak. Namun, yang luar biasa, raihan sembilan gol itu membuat Ali menciptakan rekor baru sebagai pencetak gol terbanyak dalam satu turnamen Piala Asia selama 62 tahun.

Almoez Ali mengungguli rekor penyerang top Iran, Ali Daei yang telah bertahan 22 tahun. Sebelumnya, Ali Daei-lah memegang rekor pencetak gol terbanyak Piala Asia di satu ketika mencetak 8 gol di Piala Asia 1996.

Sebuah kebetulan, rekor gol itu tercipta ketika Piala Asia digelar di Bahrain. Kala itu, Indonesia ikut tampil sebagai peserta. Penyerang Indonesia, Widodo Cahyono Putro bahkan tampil sebagai pencetak gol terbaik lewat sepakan salto kala menjebol gawang Kuwait di pertandingan pertama.

Selain itu, Qatar juga mengukir rekor penampilan luar biasa. Statistik mencatat, dari tujuh pertandingan yang mereka lakoni untuk menjadi juara (tiga pertandingan di penyisihan grup dan empat laga di babak gugur), Qatar selalu menang dengan membuat 19 gol. Bahkan, gawang mereka hanya kemasukan satu gol. Itupun baru terjadi di final. Ya satu gol Jepang itulah yang menjadi satu-satunya gol yang masuk ke gawang Qatar.

Lalu, apa pesan tak kasat mata yang bisa kita ambil dari sukses Qatar menjuarai Piala Asia 2019?

Pesan tak terlihatnya adalah bagaimana Qatar bisa berproses dari tim yang dulunya bukan siapa-siapa menjadi tim juara. Ini pesan yang tidak semua media arus utama mengulasnya. Sulit mencari data statistik yang seperti ini. Itupun kalau ada. Hanya  Qatar-lah yang paham bagaimana jatuh bangunnya mereka dalam membangun Timnasnya.

Kita ingat, di Piala Asia 2004 silam yang digelar di China, Qatar bertemu Indonesia di pertandingan pertama Grup A. Hasilnya, Indonesia bisa mengalahkan Qatar 2-1 lewat gol Budi Sudarsono dan tendangan roket Ponaryo Astaman. Qatar mengakhiri penyisihan sebagai juru kunci Grup A. Indonesia juga gagal lolos karena di laga kedua kalah 0-5 dari China dan 1-3 dari Bahrain.

Di tiga edisi Piala Asia berikutnya, Qatar juga lebih sering jadi 'penggembira' karena langsung tersingkir di fase grup. Kecuali di Piala Asia 2011 saat menjadi perempat finalis. Bahkan, di Piala Asia 2015 lalu, Qatar tersingkir di fase grup dengan tidak mendapat satu pun poin alias kalah tiga kali beruntun.

Nah, yang menarik untuk diketahui adalah apa yang dilakukan Qatar dalam empat tahun terakhir setelah kegagalan di Piala Asia 2015 sehingga bisa tampil keren di Piala Asia 2019?

Mereka mengganti pelatih dari Aljazair, Djamel Belmadi dengan pelatih Uruguay, Jose Daniel Carreno dan Jorge Fossatti. Keduanya sama-sama hanya bertahan setahun. Lantas, Felix Sanchez Baz direkrut pada 3 Juli 2017. Baz merupakan mantan pelatih Qatar U-19 yang berhasil juara Piala AFC 2014 di Myanmar.

Felix Sanchez Baz, pelatih juara/Foto: AFC.com

Pria Spanyol berusia 43 tahun yang pernah melatih tim muda Barcelona inilah yang kemudian mengubah wajah Timnas Qatar. Bas memasukkan beberapa mantan anak asuhnya di Timnas U-19 ke tim senior. Di antaranya Akram Afif dan Almoez Ali.

Rata-rata pemain Timnas Qatar di Piala Asia 2019 berusia 22 tahun. Hanya ada tiga pemain senior yang sebelumnya tampil di Piala Asia 2015 dan berusia 28 tahun, yakni Boualem Khoukhi, Karim Boudiaf, dan Hassan Al Haydos yang ditunjuk menjadi kapten. Plus, pemain naturalisasi dari Portugal, Pedro Miguel de Correia alias Ro-Ro yang juga berusia 28 tahun.

Sebelum membaca rekam jejak Timnas Qatar, saya memang sempat penasaran. Saya penasaran, bagaimana cara pembinaan yang dilakukan Qatar hingga mampu menghasilkan penyerang muda 22 tahun yang berhasil menjebol gawang tim top langganan Piala Dunia seperti Arab Saudi, Jepang dan bahkan lebih ganas dari penyerang top sekelas Ali Daei yang pernah membela Bayern Munchen dan Inter Milan?

Saya juga penasaran, kompetisi macam apa yang mampu membentuk bek-bek tangguh yang bisa membuat tim-tim top macam Arab Saudi, Irak, Korea Selatan seperti tidak pernah latihan mencetak gol.

Ternyata memang, Qatar tidak ujug-ujug menjadi juara Asia. Mereka telah berproses sejak di level junior. Mereka berproses dengan merekrut pelatih dengan jejak rekam hebat. Mereka juga berproses dengan tidak sembarangan menaturalisasi pemain tetapi yang benar-benar pemain penting dan usianya masih "usia emas".  

Ya, Qatar yang pada 15 tahun lalu dikalahkan Indonesia, telah menjalani proses jatuh bangun yang membuat mereka menjadi juara Asia. Qatar  telah menunjukkan kepada dunia bahwa mereka telah siap menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Tidak hanya kesiapan infrastruktur tetapi juga punya timnas yang siapa mengejutkan dunia.

Sementara Timnas Indonesia cenderung masih jalan di tempat. Untuk bisa juara di level regional Asia Tenggara (Piala AFF) masih belum mampu. 

Ah, semoga 'pesan tak kasat mata' dari Timnas Qatar ini menjadi pembelajaran bagi Timnas Indonesia. Bahwa, kegagalan masa lalu bukanlah alasan untuk terus-terusan gagal. Selalu ada kesempatan untuk membuat certa baru, seperti Timnas Qatar. Salam.




Baca juga:
Mengubah Tangisan Menjadi Tulisan
Gadis Cilik yang Suka Berkencan dengan Buku
Donatur dan Peraih K-Rewards Periode Januari 2019!

Beberapa Catatan Setelah Menjajal Jalan Tol Jakarta-Surabaya

$
0
0

Kehadiran jalan tol yang menghubungkan dua kota terbesar di Indonesia, Jakarta dan Surabaya, sungguh membuat saya tidak sabar ingin menjajalnya. Tol Trans Jawa, itu namanya yang sering dipakai media massa.

Biar praktis, selanjutnya di tulisan ini saya menggunakan TTJ sebagai singkatan dari Tol Trans Jawa. TTJ tentu berkaitan dengan TTDJ (hati-hati di jalan) agar mereka yang melewatinya selamat sampai di tujuan, tapi sama sekali tak berkaitan dengan TTM (teman tapi mesra).

Jalur Solo - Semarang (dok pribadi)

Kesempatan menjajal TTJ terwujud pada hari Jumat (25/1) yang lalu, untuk suatu keperluan keluarga. Kami berangkat bertiga, yakni saya dengan salah seorang putra saya yang masih berstatus mahasiswa di Surabaya, serta seorang teman yang sekaligus didaulat menjadi driver.
Jembatan ikonik di jalur Pemalang - Semarang (dok pribadi)

Saya tidak mencatat secara tepat jam keberangkatan kami dari Jakarta. Setelah mengisi penuh bahan bakar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Pancoran, Jakarta Selatan, yang dekat dari rumah saya di Tebet, sekitar jam 6 pagi, mobil Kijang Innova tua yang berusia hampir sepuluh tahun yang kami kendarai sudah memasuki TTJ ruas Jakarta-Cikampek.

Tentu di ruas yang sudah lama digunakan tersebut tak perlu saya ulas lagi, kecuali kemacetan yang luar biasa karena berbagai proyek tengah dibangun termasuk tol layang Jakarta-Cikampek. Butuh sekitar 2 jam untuk sampai di kilometer 40-an, saat mobil baru bisa dipacu secara normal. 

Gerbang masuk Surabaya, lebih 700 km dari Jakarta (dok pribadi)

Pada jam 09.33 sesuai yang tercantum pada slip pembayaran e-toll, saya telah sampai di Palimanan. Di sinilah kartu saya pertama kali dipotong sebesar Rp 117.000 yang sekaligus untuk dua ruas, Jakarta-Cikampek dan Cikampek-Palimanan. Panjang kedua ruas itu sekitar 180-an kilometer.

Karena ketidaktahuan, saya tidak mengisi bahan bakar di Palimanan, karena belum separo dari kapasitas bahan bakar yang telah terkuras. Anggapan saya, tentu sebagaimana lazimnya jalan tol, paling tidak setiap 30 km akan ada rest area yang juga sekaligus menyediakan SPBU.

Gunung di kejauhan jalur Solo-Semarang (dok pribadi)

Inilah catatan pertama yang perlu diperhatikan mereka yang berniat menjajal TTJ, yakni ketersediaan SPBU. Ternyata di ruas tol yang relatif baru di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, belum siap dengan rest area yang lengkap dengan SPBU seperti di tol Cikampek atau tol ke Bandung yang sudah lama beroperasi dan merupakan "jalur gemuk".

Ada terbersit harapan ketika saya melihat petunjuk bahwa satu kilometer lagi ada rest area yang dilengkapi dengan tanda terdapatnya SPBU. Namun rupanya masih tahap finishing dan diperkirakan saat libur lebaran baru beroperasi SPBU-nya. Fasilitas restoran, mini market, dan toilet memang sudah dibuka, tapi terlihat belum rapi dan ukurannya jauh lebih kecil ketimbang rest area di tol Cikampek.

Memandang Surabaya dari jalan tol (dok pribadi)

Saya coba berselancar di dunia maya dan mendapat berita bahwa saat libur tahun baru kemaren, ketika sebagian ruas TTJ masih bersifat gratis dalam rangka uji coba, disediakan SPBU keliling di 11 titik. Sayangnya, justru saat TTJ sudah menarik bayaran yang relatif mahal, SPBU-nya malah belum siap.

Akhirnya ketika tanda di dashboard menunjukkan bahan bakar sudah tinggal seperempat dari total kapasitas, dan setelah mendapat kepastian dari seorang petugas yang lagi menginspeksi jalan tol bahwa belum ada SPBU di jarak puluhan kilometer ke depan, kami mengikuti saran si petugas untuk keluar di Batang, Jawa Tengah.
Masjid di Rest Area KM 519 sekitar Ngawi (dok pribadi)

Kami melewati gerbang keluar tol Batang pada pukul 11.04 dan sekaligus kartu terpotong lagi Rp 135.000. Mumpung sudah di luar tol, selain mengisi full bahan bakar, kami sekaligus mencari masjid untuk menunaikan salat Jumat setelah makan siang di sebuah rumah makan. Sekitar jam 12.20 baru kami kembali masuk TTJ.

Ada untungnya kami sempat keluar tol, karena ternyata di jalur Batang-Semarang belum ada tempat istirahat yang memadai, tidak ada masjid buat salat Jumat, hanya punya musala kecil. Saat mendekati Semarang ada sebuah rest area darurat, di mana berderet mobil penyuplai bahan bakar yang diantre oleh banyak sekali pengendara. O rupanya itu yang dimaksud SPBU keliling.

Gerbang tol Ngawi (dok pribadi)

Jadi, inilah yang menjadi catatan kedua, yakni seiring dengan sulitnya mengisi bahan bakar, juga relatif sulit mencari tempat istrirahat yang layak yang sekaligus mempunyai banyak pilihan restoran serta tempat ibadah yang luas dan nyaman. 

Karena jarak antar rest area relatif jauh, maka antrian di toilet jadi tidak tertib, terlalu banyak yang kebelet yang menahan desakan biologisnya selama lebih dari setengah jam. 

Bahkan saking banyaknya antrean di toilet wanita, ada ibu-ibu yang nekat masuk toilet laki-laki di tempat yang ada pintu tertutupnya. Toilet pun jadi kotor, karena tidak sempat dibersihkan petugas. Kebetulan saat itu ada beberapa bus berisi rombongan ibu-ibu dari suatu kelompok pengajian di rest area tempat kami berhenti sebentar.

Jalur Surabaya - Mojokerto (dok pribadi)

Catatan berikutnya, kondisi jalan yang berupa semen cor-coran menimbulkan bunyi berdenyit pada putaran ban kendaraan. Sesekali saat melintasi bagian tertentu yang beraspal (yang sayangnya hanya sedikit), suara denyitan akan hilang.

Lagi pula di beberapa titik masih terlihat para pekerja yang tengah sibuk dengan menutup satu lajur sehingga jalan menyempit. Artinya, TTJ memang belum seratus persen siap. 

Kondisi yang belum siap tersebut juga terlihat dari petunjuk jalan yang masih membingungkan, karena sebagian berasal dari kondisi sebelum TTJ tersambung. Contoh di ruas Semarang-Solo, baru beberapa kilometer sudah ada petunjuk, bagi yang mau ke Surabaya ambil lajur kiri dan yang mau ke Solo silakan di lajur kanan.

Padahal maksudnya itu kalau mau ke Surabaya lewat jalan biasa. Sedangkan yang ingin ke Surabaya lewat tol, justru ambil lajur yang ke Solo karena sudah tersambung dengan Surabaya. Pengendara yang tidak paham, bisa salah membaca petunjuk arah.

Mobil dengan rem blong, bisa manfaatkan area pendakian buatan di sisi kiri (dok pribadi)

O ya, sebelum masuk ruas Semarang-Solo, saat kami masuk Semarang tercatat pada pukul 13.14 dan harus menempelkan kartu dengan tarif Rp 76.500 untuk jarak Batang-Semarang.

Selanjutnya kami masuk ruas tol lama yakni tol lingkar kota Semarang bertarif Rp 5.000, yang berlanjut dengan ruas Semarang-Solo. Inilah yang menurut saya merupakan ruas dengan pemandangan terindah, ada turun naik dan sedikit berliku. Sebelumnya pemandangan sepanjang Palimanan-Semarang relatif monoton khas pantai utara Jawa, kecuali di sekitar KM 380-an, terdapat jembatan yang ikonik.

Pemandangan khas pantura (dok pribadi)

Setelah melewati Solo, langsung bersambung dengan ruas Solo-Ngawi. Di ruas ini kami sempat masuk rest area KM 519, yang secara fisik adalah yang terbaik di antara beberapa yang baru dibangun. Tapi lagi-lagi kami gigit jari, SPBU-nya belum beroperasi. Padahal kami berniat mengisi lagi bahan bakar agar cukup sampai ke Surabaya.

Kami memilih keluar TTJ di Ngawi agar bisa mencari SPBU. Untuk jarak Semarang-Ngawi kami harus membayar Rp 152.000. Kami sampai di Ngawi pukul 15.18

Rest area yang sudah beroperasi meski belum ada SPBU di jalur Mojokerto - Madiun (dok pribadi)

Sekitar setengah jam kemudian, kami kembali masuk TTJ di gerbang tol Ngawi dengan kondisi penuh bahan bakar. Alhamdulillah akhirnya jam 17.47 kami pun sampai di Surabaya melewati gerbang tol Waru di KM 741. Ongkos yang harus dibayar untuk rute Ngawi-Surabaya adalah Rp 174.000

Untung saja kami tidak melewati TTJ pada malam hari, karena saya melihat sepanjang jalan belum ada lampunya, kecuali di dekat gerbang pembayaran atau di persimpangan. Hanya ada spotlight, pemantul cahaya bila terkena lampu kendaraan yang lewat di sepanjang pembatas jalan.

Kota Surabaya menjelang malam, setelah keluar tol Waru, ternyata macet parah seperti yang lazim di Jakarta. Namun setelah masuk Jalan Ahmad Yani sampai ke rumah tujuan kami di Keputih, dekat kampus ITS, relatif tidak begitu macet.

Tebing di pinggir tol Solo - Semarang (dok pribadi)

Saat kembali ke Jakarta di hari berikutnya, dari Surabaya tertera jam 08.04 pada struk e-toll dalam kota yang bertarif Rp 8.000, bersambung langsung dengan TTJ. Tentu tak perlu saya tulis lagi apa yang terlihat saat balik ke Jakarta, karena relatif sama dengan saat berangkat ke Surabaya.

Tapi saya bersyukur karena cuaca lebih cerah sehingga bisa puas mengambil beberapa foto dari balik kaca mobil. Hal ini tak sempat saya lakukan saat berangkat karena sepanjang jalan cuacanya mendung, bahkan hujan di beberapa tempat.

Kemudian yang agak berbeda, saat menempuh ruas Solo-Semarang, jalannya banyak yang menurun, sehingga di beberapa titik tersedia fasilitas pendakian buatan di sebelah kiri jalan, khusus bagi mobil yang mengalami rem blong.

Persawahan di antara Ngawi-Madiun (dok pribadi)

Sampai di Semarang sudah jam 11.40 dan kembali e-toll berlaku dengan membayar Rp 277.500 untuk jarak Surabaya-Semarang. Kami terpaksa keluar dari TTJ untuk mengisi bahan bakar, setelah paginya di Surabaya kami mengisi sepenuh kapasitas.

Setelah itu kami masuk lagi ke TTJ di gerbang Banyumanik, masih di kota Semarang. Sampai di Palimanan jam 15.48 dengan membayar Rp 180.500.

Dengan mengambil jeda sekitar 30 menit di sebuah rest area di ruas Palimanan-Cirebon, perjalanan berlanjut sampai di Cikarang saat bayar tol yang terakhir Rp 117.000 jam 18.07. Tapi biasa, Cikarang sampai Bekasi macetnya gak ketulungan, alhasil sampai di rumah Tebet sekitar jam 8 malam.

Perlu pula dicatat tentang tingkah para pengendara yang tidak mematuhi aturan kecepatan maksimum dan minimum. Akibatnya perlu kehati-hatian saat disalib mobil yang melaju demikian kencang bak di sirkuit balapan, atau tiba-tiba di depan ada truk yang lamban seperti keong. Ketentuan mendahului kendaraan lain harus dari sebelah kanan, banyak yang tidak mematuhi.

Dari Surabaya, ke Solo jalur kiri, ke Semarang jalur kanan (dok pribadi)

Catatan terakhir tentang kartu e-toll yang untuk berjaga-jaga sebaiknya membawa minimal dua kartu. Soalnya, kalau tidak salah, sebuah kartu hanya bisa diisi maksimal Rp 1 juta. Memang bisa melakukan isi ulang di beberapa gerbang tol. Tapi akan lebih aman bila punya dua kartu.

Dengan menghabiskan biaya sekitar Rp 600.000 untuk bahan bakar serta sekitar jumlah yang sama buat ongkos tol untuk menempuh jarak Jakarta-Surabaya, bila bepergian 3 orang dan membawa barang lumayan banyak, membawa kendaraan sendiri lewat TTJ, bisa menjadi pilihan. 

Soalnya tarif pesawat Jakarta-Surabaya saat ini yang termurah sekitar Rp 600.000. Untuk 3 orang sudah memakan Rp 1.800.000. Belum lagi biaya transpor ke dan dari bandara. Jangan lupa, sekarang bagasi yang gratis di maskapai bertarif murah hanya untuk 7 kg. Bila kelebihan, bayarannya mahal.

Jembatan panjang di ruas Semarang-Solo (dok pribadi)

Tapi bagaimanapun juga, menurut ukuran kantong saya, ongkos TTJ relatif mahal. Padahal itu masih periode diskon 15% di ruas tol tertentu yang baru beroperasi.

Dugaan saya karena mahal itulah TTJ boleh dikatakan sepi, kecuali untuk jarak relatif pendek, seperti Jakarta-Cikampek (ini sih gak usah diomongin karena padat banget), Cikampek-Cirebon, Semarang-Solo, dan Mojokerto-Surabaya. 

Begitulah sekadar catatan spontan setelah menjajal TTJ, dari Jakarta ke Surabaya pulang pergi. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang berencana melakukan hal serupa.




Baca juga:
"Growth Mindset", Ketangguhan Mental, Kunci Kesuksesan
Mengubah Tangisan Menjadi Tulisan
Gadis Cilik yang Suka Berkencan dengan Buku

Pentingnya Analisis SWOT dan Plan B dalam Perencanaan

$
0
0


Ilustrasi: guneman.co

Semua orang pasti ingin berhasil. Berhasil secara individu, maupun berhasil bersama dalam suatu komunitas ataupun kelompok yang ia miliki. Meski begitu, dapat kita temui bahwa persepsi dari masing-masing orang atau kelompok mengenai arti keberhasilan seringkali berbeda.

Ada yang mengartikan keberhasilan sebagai tercapainya suatu hasil yang telah ditargetkan, namun adapula yang mengartikannya sebagai rasa kepuasan terhadap suatu proses yang telah dilewati tanpa terlalu memusingkan hasil yang diraih.

Keberhasilan tentunya tak dapat dicapai tanpa adanya perencanaan yang baik. Ada yang berkata bahwa seseorang yang tak merencanakan dengan baik, berarti ia telah merencanakan untuk gagal. Hal ini memang berlaku secara umum.

Bagaimana dengan orang-orang yang berhasil meski tidak memiliki perencanaan sebelumnya? Contohnya saja, orang-orang yang beruntung mendapatkan undian, menjadi terkenal karena aji mumpung, dan berbagai macam keberhasilan yang tiba-tiba datang. 

Kita mungkin banyak melihat hal demikian terjadi. Namun, jika diperhatikan dengan seksama, orang-orang yang sekalipun telah beruntung dan mencapai keberhasilan yang tiba-tiba, dengan sendirinya akan kembali mengalami "kejatuhan" karena tidak bisa memanajemen apa yang dimilikinya dengan baik.

Hal tersebut membuktikan bahwa dalam segala situasi, perencanaan yang baik merupakan salah satu aspek penting yang diperlukan dalam menjalankan sesuatu. Apalagi jika hal tersebut sangat penting.

Contohnya saja, dalam hal pernikahan. Kedua orang yang ingin menikah tentunya harus memikirkan banyak hal yang harus dipersiapkan. Bahkan persiapan dan perencanaan tersebut harus mereka buat beberapa tahun sebelum mereka melangsungkan pernikahan. Mulai dai segi biaya, keluarga kedua pihak, serta masa depan mereka berdua.

Seorang mentor saya pernah berkata juga bahwa ketika kita merencanakan sesuatu dengan baik, kita telah memperoleh lima puluh persen keberhasilan di tangan kita. Menurut saya, ada benarnya juga. Selain karena telah menguasai apa yang akan kita lakukan dalam perencanaan, lima puluh persen sisanya akan diperoleh ketika pelaksanaannya.Ilustrasi: marsdd.com

Lantas bagaimana membuat perencanaan yang baik? Salah satu hal penting yang harus diperhatikan ketika hendak membuat suatu perencanaan adalah dengan memperhatikan aspek Strength (Kekuatan), Weakness (Kelemahan), Oppurtunity (Peluang), dan Treath (Ancaman) atau yang biasa disebut dengan analisis "S-W-O-T". 

Secara individu maupun kelompok, hal ini merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan dalam suatu perencanaan. Dalam analisis S-W-O-T terdapat dua bagian yang dapat dibagi. Ada aspek yang berasal dari dalam dan ada aspek yang berasal dari luar.

Aspek  Strength (Kekuatan) merupakan aspek yang berasal dalam diri kita atau kelompok yang perlu dilihat agar dapat menjadi senjata dan amunisi dalam mencapai keberhasilan. Segala bentuk kelebihan kita berupa skill, karakter dan lain sebagainya merupakan aspek yang dapat dijadikan sebagai kekuatan kita. Masing-masing orangpun terkadang memiliki kekuatan yang berbeda atau ciri khas. Oleh karena itu, kita harus menemukan juga ciri khas kekuatan kita.

Aspek Weakness (Kelemahan) merupakan aspek yang juga berasal dari dalam diri kita atau kelompok yang perlu dilihat agar dapat kita "tekan" atau kurangi, demi meminimalisasi kecerobohan, ataupun menghambat diri kita secara pribadi atau kelompok dalam pelaksanaan rencana.

Aspek Oppurtunity (Peluang) merupakan aspek yang berasal dari luar diri kita atau kelompok yang perlu diperhatikan agar kita memiliki celah dalam merebut atau mencapai keberhasilan. Khusus untuk hal ini, kita perlu jeli dalam melihatnya, karena ada peluang yang sering sekali muncul dan juga ada pula peluang yang hanya muncul sesekali.

Aspek Treath (Ancaman) merupakan aspek yang berasal dari luar diri kita atau kelompok yang perlu diperhatikan agar kita dapat menyusun strategi dengan baik, sehingga ancaman tersebut tidak berdampak buruk dalam pelaksanaan rencana, maupun mendatangkan kegagalan bagi kita.Ilustrasi: jenkelchner.com

Ketika kita telah menganalisis dan menguasai aspek-aspek di atas dengan baik, maka kita akan dengan lebih mudah membuat suatu perencaan yang efektif dan efisien. Akan tetapi, selain analisis S-W-O-T, hal yang tidak boleh terlupakan dalam perencanaan adalah "Plan-B". 

Plan-B merupakan rencana cadangan yang harus dipersiapkan, agar ketika rencana pertama tidak dapat terlaksana ataupun gagal, rencana cadangan tersebut dapat menjadi solusi yang lansung bisa diterapkan.

Sejujurnya, kata Plan-B sudah sering saya dengar. Namun, saya betul-betul memahaminya ketika berhadapan lansung dengan suatu rencana awal yang gagal. Hal ini membuat saya kembali mengingat buku berjudul "Rahasia di Balik Layar Kick Andy" karya Agus Pramono yang pernah saya baca.

Buku tersebut merupakan salah satu buku favorit saya dan tentunya acara televisinya juga saya senangi. Dalam buku tersebut penulis dengan jelas menceritakan pengalaman-pengalamannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga memperoleh suatu hasil dalam acara yang bagus.

Dalam mempersiapkan acara tersebut, pihak terkait selalu memiliki hambatan dan tantangan tersendiri. Namun, berkat Plan-B atau rencana cadangan yang telah dipikirkan sebelumnya, hambatan yang ada dapat diatasi dengan baik.

Dalam merencanakan sesuatu, saya juga masih termasuk dalam tipe orang yang kurang detail. Begitupun dalam pelaksanaannya, kadang masih ditemui kecerobohan. Pelajaran-pelajaran tersebut saya peroleh dari buku serta sharing dari orang lain.

Dengan mengetahui hal-hal seperti analisis S-W-O-T dan Plan-B, saya dapat berusaha dan belajar untuk memiliki rencana dan pelaksanaan yang lebih baik lagi, demi suatu hasil yang baik pula.

Salam Semangat.




Baca juga:
Cara Sederhana Mempercantik Tembok Luar Rumah Anda
"Growth Mindset", Ketangguhan Mental, Kunci Kesuksesan
Mengubah Tangisan Menjadi Tulisan

Memaknai Pensiun, Memilih Antara Menjadi Manusia Gila atau Normal Sepenuhnya

$
0
0

Ilustrasi: Pixabay

Pagi itu, di tepian pantai salah satu danau vulkanis terbesar di dunia, Danau Toba, Pak Kaban menerima sebuah kain tenun tradisional yang disampirkan di pundaknya, uis beka buluh. Disampirkan seperti selimut tipis yang menyelimuti separuh tubuhnya. 

Ia adalah seorang pegawai negeri sipil yang telah menerima surat keputusan pemberhentian dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil karena telah mencapai batas usia pensiun. Pak Kaban memasuki masa pensiun, itulah bahasa singkatnya.

Bersama rekan-rekan kerja, kami membuat sebuah acara untuk menghormatinya, mungkin bisa juga dibilang melepasnya, dengan sebuah acara kecil-kecilan, di tepi sebuah danau. Masa kerjanya tiga puluh tahun lebih sedikit. 

Saya sendiri masih berumur dua puluh lima tahun saat ia pensiun itu. Waktu itu adalah tahun 2008. Dia sudah mengawali karier sebagai PNS pada saat saya masih berumur sekitar lima tahun. Dia sudah bekerja saat saya masih merengek meminta air tajin sebagai pengganti susu formula kepada ibu di kampung, begitulah kira-kira.

Saat itu, saya baru berdinas sekitar tiga tahun sebagai PNS. Itupun selama enam bulan pertama masa dinas, bukan di tempat bertugasnya Pak Kaban. Bisa dibilang saya baru mengenalnya dan bekerja di unit kerja yang sama hanya selama dua setengah tahun. 

Tapi, entah karena hampir semua rekan kerja menjadi sendu pada hari yang cerah itu, saya ikut menitikkan air mata ketika berjabat tangan dengan lelaki jangkung yang telah mulai keriput, berselimut kain tenun, uis beka buluh itu. Ia memeluk saya, saya balas memeluknya, dan terasa air mata hangat di pipi.

Saya hanya ingat berkata kepadanya: "Selamat jalan senior," dan dia hanya membalas singkat: "Jangan melawan, anakku."

Kenapa saya harus menangis untuk seseorang yang hanya saya kenal selama dua setengah tahun dan sekarang harus berpisah, sementara hubungan saya dengannya hanya selama rentang waktu tujuh jam tiga puluh menit setiap harinya dan hanya selama lima hari dalam seminggu?

Saat itu, tidak ada hal lain yang lebih saya inginkan selain pensiun dari dunia kerja seperti yang terjadi dengan Pak Kaban. Kenyataannya, hal itu belum pernah terwujud sampai saat ini, saat dimana masa kerja saya sudah menginjak empat belas tahun. Saya belum pensiun.

Kain Tenun Tradisonal Karo, Uis Beka Buluh (dokpri)

Hari itu, 31 Januari 2019, ketika satu orang lagi teman sekerja, Ibu Pinem dia kami panggil, kami lepas karena memasuki masa pensiun melalui sebuah acara yang jauh lebih kecil dari tahun 2008 yang lalu, pikiran saya tentang makna pensiun kembali mengusik kesadaran. 

Bedanya, kali ini saya belum mau pensiun. Saya ingat, kata-kata saya ke Ibu Pinem atau sebaliknya saat ini, tidak sama dengan kata-kata saya ke Pak Kaban atau sebaliknya pada waktu dulu. Saya telah bekerja di unit kerja yang sama dengan ibu ini selama dua tahun, lebih singkat enam bulan dibandingkan dengan bekerja bersama Pak Kaban waktu dulu.

Kata Ibu Pinem di sebuah sore terakhir dia bekerja, sesaat sebelum meninggalkan kantor dia masuk ke ruangan saya mohon pamit: "Anakku, saya mohon diri. Saya duluan pulang hari ini. Sukses ya, anakku." Tidak ada air mata yang jatuh, hanya perasaan hangat di sudut-sudut kedua bola mata.

Saya tahu, mata saya agak basah, maka saya pun membalas, sambil menjabat tangannya: "Terima kasih, ibu. Sehat-sehatlah selalu. Kapanpun kalau ibu masih ada urusan yang perlu dibantu, jangan sungkan datang ke sini."

Dia tersenyum, saya tersenyum, kemudian berbalik memunggungi saya dan berlalu di balik pintu keluar. Saya tertegun sebentar, lalu duduk kembali, saya tertinggal seorang diri di ruangan. Perlahan, air mata saya menitik. Tapi, saya belum pensiun hari ini.

Lalu saya berpikir, apakah makna pensiun dari dunia kerja?

Saya tidak tahu, apakah lebih baik menjadi manusia gila atau menjadi manusia normal sepenuhnya. Di saat orang berbondong-bondong mencari pekerjaan, ada juga sebagian orang yang sudah tidak sabar mengakhiri kariernya. Mungkin begitulah adanya apabila kita mengerjakan sesuatu yang tidak menyenangkan, sesuatu yang tidak bisa dinikmati. Berhenti atau keluar mungkin dirasa pilihan yang terbaik. 

Namun, "berhenti bekerja" atau "keluar dari pekerjaan" karena mencapai batas usia pensiun, bagaimanapun adalah sebuah pencapaian. Menjadi menarik untuk direnungkan lebih dalam, apakah yang bisa dilakukan untuk dapat tetap menjaga kewarasan dalam menjalani labirin dunia pekerjaan, yang kadang-kadang susah, kadang-kadang juga ada senang, tetapi seringkali menyesakkan? 

Pekerjaan terkadang terasa sebagai sebuah labirin rumit, terasa tidak ada jalan untuk kembali, juga terasa hampir tidak ada jalan keluar.

Dalam kehidupan, pilihan paling sederhana adalah memilih di antara dua pilihan yang sama sekali berbeda, seperti memilih antara susah atau senang, siang atau malam, pertemuan atau perpisahan, maka menjadi manusiapun ada pilihan untuk menjadi gila atau menjadi normal sepenuhnya.

Dari dua orang teman sekerja, atau lebih tepat saat ini adalah mantan teman sekerja, saya mengandaikan kalau orang yang memasuki masa pensiun itu ibarat orang yang berhasil mencapai garis akhir dalam sebuah pertandingan lomba lari maraton.

Biasanya dalam sebuah lomba lari marathon yang menempuh jarak yang panjang, akan ada yang kalah dan ada yang menang, sekalipun sama-sama mencapai garis akhir. Bagi yang kalah, mungkin akan menyebabkan lahirnya sebuah kesedihan, penyesalan atau kekecewaan, sedangkan bagi yang menang akan bersukacita menerima piala, medali atau mahkota kemenangan. 

Dalam lari maratonpun, ada juga yang kalah di tengah jalan, kehabisan tenaga, menyerah kelelahan atau cedera, sehingga sama sekali tidak mampu mencapai garis akhir.

Meskipun tidak persis sepenuhnya sama, kalaulah memasuki masa pensiun diandaikan sebuah kemenangan, maka kemenangan seorang PNS yang akan segera menjalani masa pensiun seringkali justru disambut dengan rasa haru dan titik air mata, baik bagi yang akan pensiun maupun bagi pegawai yang akan ditinggalkan meneruskan masa kerjanya.

Seringkali orang yang memasuki masa pensiun tidak sadar kalau ia akan segera mengakhiri masa kerjanya. Sama seperti manusia yang dilahirkan, pada suatu saat pasti harus menemukan sebuah akhir dalam hidupnya. 

Kesedihan dan perasaan haru saat harus melepas seseorang pergi, sebenarnya adalah sebuah bentuk kesadaran manusia dalam memandang dirinya sendiri melalui diri orang lain, bahwa suatu saat iapun harus pergi. 

Setidaknya, air mata perpisahan adalah pertanda bahwa manusia tidak mudah melepaskan ikatan kekeluargaan sekalipun sudah tidak terikat pada ikatan formal kedinasan.

Lalu kenapa dulu saya mudah menitikkan air mata saat berpisah dengan Pak Kaban, sementara dengan Ibu Pinem tidak? Meskipun pada akhirnya memang saya tetap menitikkan air mata, tapi mungkin lebih sedikit dari yang dulu. Apakah saya sudah semakin tidak mengerti makna ikatan kekeluargaan? Rasanya tidak seperti itu.

Sekarang, saya sudah sedikit belajar memahami dunia "orang-orang dewasa," yang dari dulu sampai sekarangpun saya rasakan terkadang aneh, terkadang juga gila. 

Kalau anak umur lima tahun mungkin hanya akan merengek meminta air tajin sebagai pengganti susu formula kepada ibunya ketika ia merasa lapar, maka sebaliknya seorang ibu dalam kemiskinanpun akan menutupi kepedihannya sambil tersenyum memberikan air tajin seolah-olah itu benar-benar susu formula kepada anaknya yang berumur lima tahun dan merengek dalam kelaparan.

Apakah bedanya air tajin dan susu formula ketika itu sama-sama mengganjal perut yang lapar dan si anakpun sehat-sehat saja? Adakah bedanya menjadi manusia gila atau menjadi normal sepenuhnya di tengah dunia yang membolak-balikkan sehingga yang normal menjadi tampak gila dan yang gila menjadi tampak normal?

Salah satu hal yang disyukuri oleh orang gila, dan oleh karenanya mereka tidak keberatan hidup dipisahkan atau terpisah dari orang-orang yang dianggap normal sepenuhnya, orang gila sadar mereka tidak normal. 

Orang gila barangkali mengasihani orang-orang yang menganggap diri normal, karena orang normal tidak sadar bahwa mereka gila. Mungkin, orang gilapun akan memilih untuk berhenti menjadi gila kalau saja ada orang normal yang mau menggantikannya. Menjadi normal itu nyaman.

Perjuangan untuk menjalani kesesakan dalam labirin rumit di dunia kerja hingga bisa dengan selamat mencapai garis akhir, terkadang membutuhkan kegilaan. Seringkali, perjuangan itu hanya akan berhasil saat masih ada orang yang memilih untuk menjadi gila. 

Memilih untuk menjadi normal, apalagi menjadi normal sepenuhnya, seringkali berarti membiarkan atau mengabaikan bahkan membenarkan kegilaan. Orang gila sadar kalau mereka tidak normal, sedangkan orang normal tidak sadar kalau mereka gila.

Mungkin, itulah jawaban dari pertanyaan di benak saya sejak waktu dulu itu, kenapa saya mudah sekali terharu setiap kali ada teman sekerja yang memasuki pensiun. Saya menyadari kalau mereka yang akan pensiun tidak lagi harus pusing untuk memilih antara menjadi manusia gila atau normal sepenuhnya. 

Sementara, saya yang ditinggalkan masih dirundung kebimbangan untuk memilih, menjadi siapa saya sekarang dan nanti?




Baca juga:
Cerita Imlek di Hat Yai dan Gambaran Akulturasi
Cara Sederhana Mempercantik Tembok Luar Rumah Anda
"Growth Mindset", Ketangguhan Mental, Kunci Kesuksesan

Mau Sekolah atau Kampus Kalian Didatangi Kompasiana? Begini Caranya!

$
0
0

Kompasiana XSkul & Kampus 2019

Halo Kompasianer! Sepanjang 2018 lalu, Kompasiana telah singgah di berbagai kota di Indonesia untuk berbagi pengetahuan dan informasi kepada Kompasianer.

Tak hanya itu, kami juga mengunjungi beberapa sekolah dan kampus di Kota Malang, Makassar, dan Jakarta guna berbagi informasi seputar kiat-kiat ngeblog,  pembuatan konten kreatif, public speaking, broadcasting, dan sebagainya.

Berkat antusiasme yang tinggi serta permintaan dari Kompasianer pelajar dan mahasiswa di kota yang belum sempat kami singgahi, tahun ini Kompasiana akan mengunjungi lebih banyak sekolah dan kampus melalui program Kompasiana XSkul dan Kompasiana Kampus! Program apakah itu?

Kompasiana XSkul merupakan program kunjungan Kompasiana ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Begitu juga dengan Kompasiana Kampus yang telah lama diinisiasi, yaitu kunjungan ke kampus-kampus dengan misi menyebarkan informasi seputar pembuatan konten kreatif dan pemanfaatan media sosial untuk hal yang positif dan menguntungkan.

Nah, bagaimana? Mau kan sekolah atau kampus kalian kami kunjungi? Caranya gampang!

Segera daftarkan sekolah atau kampus kalian dengan mengisi formulir yang telah kami sediakan di sini sampai 21 Februari 2019!

Kami akan melakukan seleksi berkas pengajuan dan sekolah atau kampus terpilih akan dihubungi oleh Tim Kompasiana!

Ingat ya acara ini gratis tanpa dipungut biaya. Informasi lebih lanjut hubungi ineke.mazaya@kompasiana.com




Baca juga:
Jembatan Gantung Situ Gunung yang "Instagramable"
Cerita Imlek di Hat Yai dan Gambaran Akulturasi
Cara Sederhana Mempercantik Tembok Luar Rumah Anda

Ketika Chelsea Kembali ke Jalan yang Benar

$
0
0

Gonzalo Higuain, sumber : weaintgotnohistory.sbnation.com

Penampilan Chelsea pada pekan ke-24 dan ke-25 kemarin ini sangatlah kontras. Ibarat lagu pop jadul Billbroad dulu, "Madu dan Racun" demikianlah penampilan The Blues ini. Kalau pada pekan ke-24 kemarin Chelsea "menenggak racun oplosan" sehingga dipermak Bournemouth 0-4, maka pada malam minggu yang adem di pekan ke-25 kemarin, Chelsea "menikmati madu" dengan mencukur habis tim juru koentji Huddesrfield dengan skor 5-0!

Tampaknya hairdryer Fergie yang sudah lama disimpan di gudang itu, telah ditemukan Sarri, dan dipakainya untuk mengeringkan mental anak buahnya. Huddesrfield memang bukan lah Bournemouth karena Bournemouth (posisi 10) itu jelas lebih kuat dari Huddesrfield (posisi 20)

Data statistik pertandingan jelas menunjukkannya, ketika bertanding melawan Bournemouth, Chelsea hanya mampu melepaskan 11 tembakan saja (7 on target tanpa gol, 2 melenceng, dan 2 terblok), penguasaan bola Chelsea memang mencapai 68%, tetapi itu hanya sebatas data diatas kertas saja, karena mereka tidak mampu mengkreasikan banyak peluang.

Sebaliknya dengan penguasaan bola 32% saja, Bournemouth mampu melepaskan 12 tembakan (7 on target dengan berbuah 4 gol, 2 melenceng dan 3 terblok) Artinya Bournemouth bermain efisien dan mampu memaksimalkan peluang yang didapat (4 gol dari 7 peluang)

Ketika bersua Huddesrfield di Stamford Bridge, Chelsea menggelontorkan 23 tembakan (7 on target berbuah 5 gol, 8 melenceng, dan 8 terblok) dengan penguasaan bola mencapai 65%. Sebanyak 23 tembakan itu menunjukkan betapa besarnya gairah anak-anak Chelsea ini ketika menghajar Huddesrfield! 5 gol dari 7 peluang yang didapat, jelas menunjukkan bagaimana bagusnya hoki anak-anak Chelsea saat menjelang Imlek ini.

Sebaliknya dengan Huddesrfield yang selama 90 menit hanya mampu melepaskan 5 tembakan saja (2 on target tanpa gol, 1 melenceng, dan 2 terblok) atau satu tembakan saja untuk setiap 18 menit! Artinya kalau mau, kiper Chelsea itu "masih sempat ngopi sambil memasak mi instan di belakang gawangnya selama seperempat jam. Setelah itu, barulah ia ke depan untuk menyongsong tembakan anak-anak Huddesrfield."

Higuain dan David Luiz, sumber : AFP/Ian Kington

Apakah Chelsea sudah kembali ke puncak performanya lagi?

Nanti dulu, sebab Huddesrfield ini cuma klub gurem yang tidak bisa dipakai sebagai referensi. Bermain 25 kali, Huddesrfield hanya mampu menang 2 kali, seri 5 kali dan menderita kekalahan sebanyak 18 kali. Hanya mampu mencetak 13 gol saja dan kemasukan 46 kali! Dengan reputasi sebegitu, Huddesrfield dipastikan akan turun kelas ke divisi Championship.

Tapi apapun itu, Sarri, para pemain Chelsea, dan fans sedang diliputi kebahagiaan. Setidaknya kepercayaan diri mereka semakin meningkat. Apalagi Hazard dan pemain baru, Gonzalo Higuain mampu mencetak sepasang gol bagi timnya. Sebuah gol dari David Luiz menjadi penutup manis pada laga itu, bak melengkapi semboyan empat sehat lima sempurna.

***

Dalam pertandingan menghadapi Huddesrfield kemarin, Sarri melakukan perubahan susunan pemain. Di lini belakang Marcos Alonso kembali menempati posisi bek kiri yang selama ini ditempati Emerson. Christensen mengisi bek tengah bersama Luiz, menggantikan Rudiger. Sedangkan sang kapten, Azpilicueta tetap menempati posisi bek kanan. Terbukti pilihan ini tepat sekali.

Christensen akhirnya mampu menjadi tembok kokoh untuk melindungi kiper. Apalagi David Luiz itu doyan naik membantu serangan, tetapi sering terlambat turun membantu pertahanan. 

Alonso adalah salah satu bek sayap terbaik di EPL, yang mampu memanjakan para penyerang dengan umpan-umapan lambung yang tak jarang berbuah asis. Arus serangan dari kedua bek sayap semakin mempermudah tugas Hazard dan Willian untuk menggedor pertahanan Huddesrfield.

Di tengah Sarri memasang gelandang Ross Barkley untuk menggantikan posisi Kovacic. Ini pilihan yang tepat pula. Mobilitas dan semangat Barkley yang tinggi kemudian menambah daya gedor Chelsea dari lini tengah. 

Di depan, Higuain juga rajin mencari ruang atau menjemput bola, dan tidak terpaku pada satu posisi saja. Terbukti gol kedua Higuain dari assist Kante, dilesakkan dari luar kotak penalti. Penampilan Higuain ini sangat berbeda dengan penampilan sebelumnya. Ketika berhadapan dengan Bournemouth, Higuain sama sekali tidak melakukan percobaan.

Terlepas dari penampilan buruk Huddesrfield yang kelasnya di bawah Chelsea, rapor para pemain Chelsea yang dicatat oleh sofascore.com memang sangat impresif. Rapor terburuk dipegang Jorginho dengan nilai 7,2. Nilai terbaik tentu saja dipegang oleh Hazard yang mendapat nilai sempurna 10. Tiga pemain dalam starting line Sarri yang baru, Barkley, Alonso dan Christensen mendapat nilai 8,2, 7,7 dan 7,4. Hal itu menunjukkan bahwa pilihan Sarri kali ini memang tepat.

***

Kini suasana di Chelsea sudah ceria, walaupun masih mengundang tanya. Ini bukan menyangkut hal teknis melainkan non teknis. Rupanya Sarri ini termasuk "kembaran Mourinho" juga. Sarri suka mengumbar urusan rumah tangganya kepada media. Sarri juga suka mengkritik anak buahnya (terutama Hazard) di depan media, alih-alih membicarakannya secara pribadi. Padahal di Inggris ini sangat tabu dilakukan.

Pelatih MU dulu, Alex Fergusson, selalu membela anak buahnya di depan media. Padahal semua tahu kalau dia itu suka "menggebuki" anak buahnya di ruang ganti. Beckham saja dulu pernah dilempar sepatu. Perlu menunggu sampai Beckham hijrah ke Madrid dulu, baru terkuak kisah sebenarnya. 

Kalau Sarri tidak bisa mengendalikan dirinya, maka nasibnya akan sama dengan Mourinho. Apalagi kalau Chelsea sampai tidak lolos ke Liga Champion, maka ia akan lebih cepat untuk dipecat.

Untuk sementara waktu Sarri bisa bernafas lega. Tetapi Manchester City sudah menunggu untuk melakukan revans. Pada pertandingan sebelumnya itu Chelsea berhasil mengalahkan Manchester City 2-0, sekaligus menghentikan rekor tak terkalahkan Manchester City. Dendam Pep semakin bertambah, sebab dengan kekalahan itu Liverpool kemudian berhasil mengkudeta pimpinan klasemen dari Manchester City.

Inilah ujian yang sesungguhnya bagi Sarri. Yaitu bagaimana caranya untuk menundukkan Manchester City yang sedang marah itu sekali lagi...

Salam sepak bola

Aditya Anggara

***

Referensi :

sofascore




Baca juga:
"Cerita Konservasi", WWF Bali Ajak Masyarakat Tidak Mengonsumsi Daging Hiu
Sekilas tentang Yield (Bunga) Obligasi
[Topik Pilihan] Sudah Siapkah Esports Masuk Kurikulum Pendidikan?

Semua Bisa Beli Buku di HUT Gramedia

$
0
0

Sabtu (2/2/2019) siang saya masih punya waktu sekitar 1 jam sebelum mendatangi sebuah acara. Meskipun demikian saya tidak menunda waktu untuk langsung berangkat, walau dalam perjalanan kemudian saya singgah di Gramedia Sudirman Yogyakarta. 

Padahal, baru Kamis sore sebelumnya saya ke toko buku ini untuk membeli sebuah karya Pramoedya Ananta Toer yang sudah lama masuk daftar keinginan.

Kali ini saya berkunjung lagi. Toko buku memang nyaris selalu sukses menggoda saya untuk melongok ke dalam. Saya memang tidak masuk ke dalam toko, melainkan hanya sampai di halaman parkir bagian depannya. Di sana terpasang tenda sekalian ramai orang mengelilingi tumpukan buku. 

Rupanya Gramedia (dulu bernama Toko Buku Gramedia) sedang berulang tahun ke-49. Layaknya ulang tahun yang dirayakan dengan cara berbagi kebahagiaan, Gramedia pun melanjutkan tradisinya setiap berulang tahun dengan memberikan diskon untuk para penyembah buku. 

Jika di dalam toko ada diskon buku-buku reguler sebesar 30% bagi pengguna kartu debit bank tertentu tanpa minimal belanja dan diskon Rp49.000 untuk pembelian buku minimal Rp250.000, maka di halaman parkirnya digelar Gramedia Clearance Sale yang akan berlangsung sampai 24 Februari 2019.

Menyesuaikan namanya, buku-buku di halaman luar itu adalah buku-buku dari gudang yang dijual dengan harga murah agar cepat habis atau laku. 

Buku-buku itu mungkin disebut "stok lama" karena terbit antara 2010-2015 dan umumnya tidak terpajang lagi di etalase reguler di dalam toko. Namun, ada juga buku-buku yang lebih baru yang dijual dengan harga Rp30.000 per buku serta sedikit buku reguler yang dijual sesuai harga di toko.

Gramedia Clearance Sale bertepatan dengan HUT ke-49 Gramedia (dok. pri).

Antusiasme para penyembah buku di Gramedia Clearance Sale cukup besar. Sekilas terlihat bahwa gairah dan minat membaca orang Indonesia tidaklah buruk-buruk amat. 

Tidak sedikit di antara mereka yang berburu buku adalah anak-anak sekolah dan orang tua yang datang bersama anaknya. Mereka itu hampir dipastikan merupakan orang-orang yang menjadikan buku sebagai salah satu simpul kebahagiaan hidupnya. Berburu buku bacaan bagi mereka pada dasarnya sama dengan mencari kebahagiaan.

Sudah pasti yang paling banyak diburu adalah buku-buku kategori clearance sale. Selain karena jumlahnya banyak dan judulnya beragam, harganya juga terjun bebas. Hanya perlu Rp10.000 untuk mendapatkan 3 buah buku apapun. Jadi, semua bisa beli buku Gramedia Clearance Sale.

Ada banyak jenis buku, baik fiksi dan nonfiksi yang dijual murah. Ada biografi, kumpulan esai, novel, komik, dan cerita anak. Ada pula buku-buku gaya hidup, agama, hingga motivasi. 

Gramedia Clearance Sale di Gramedia Sudirman Yogyakarta berlangsung 1-24 Februari 2019 (dok. pri).

Namun, untuk mendapatkan buku yang sesuai selera atau menarik butuh kesabaran dan ketelatenan karena antusiasme para pemburu buku membuat buku-buku yang semula tertata rapi menjadi terserak dan tercampur. Memang beginilah yang sering dijumpai di penjualan buku murah. 

Oleh karena itu, jika ingin berburu buku di acara penjualan murah yang ramai pengunjung, tapi tidak punya banyak waktu, ada baiknya hanya mencari jenis buku yang benar-benar sesuai dengan minat utama kita. Prinsip itu saya pegang setiap kali membeli buku. 

Selain untuk mengendalikan nafsu belanja agar tidak kalap, menetapkan jenis buku yang ingin dicari sejak awal juga dimaksudkan untuk menghemat waktu.

Saat memutuskan mengunjungi Gramedia Clearance Sale ini pun saya sudah menetapkan hanya akan membeli buku jenis biografi dan buku-buku bacaan anak. Jadi begitu dihadapkan pada buku-buku yang terserak dan tercampur tidak karuan saya hanya fokus mencari dua jenis buku itu. 

Dalam 30 menit saya sudah bisa mendapatkan 10 buku. Salah satunya adalah biografi Ruth Sahanaya. Buku ini akan sangat menarik karena selain saya suka lagu-lagu Ruth, juga karena penyanyi ini punya pertalian sejarah dengan idola saya, KAHITNA. 

Pada 1983 Ruth Sahanaya dan Yovie Widianto tergabung dalam grup Coops Rythm Section yang tiga tahun kemudian berkembang menjadi KAHITNA. Oleh karena itu, menemukan biografi Ruth Sahanaya adalah keberuntungan bagi saya. Lebih menyenangkan lagi karena buku ini termasuk kategori Rp10.000 dapat tiga! 

Sepuluh buku dari Gramedia Clearance Sale hanya Rp40.000 (dok. pri).

Buku yang lainnya adalah buku-buku bacaan anak. Saya sengaja membelinya untuk melengkapi paket buku yang akan saya kirimkan melalui program Pustaka Bebas Bea pada 17 Februari nanti. 

Pustaka Bebas Bea adalah program nasional yang diselenggarakan  oleh Pos Indonesia dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mendukung gerakan membaca dan literasi nasional. 

Sudah sejak awal 2018 saya turut serta program ini dengan mengirimkan buku-buku bacaan ke berbagai pelosok negeri tanpa dikenakan biaya kirim. Pustaka Bebas Bea sempat berhenti menjelang akhir 2018, tapi dilanjutkan lagi mulai Januari 2019.

Biasanya buku-buku yang saya kirimkan adalah koleksi buku pribadi yang sudah saya baca dan buku-buku lain yang saya beli untuk menambah paket buku. 

Adanya penjualan buku murah saat HUT Gramedia kali ini waktunya sangat pas sehingga saya bisa memanfaatkannya untuk membeli beberapa buku guna melengkapi paket yang akan dikirimkan nanti. Selain itu di Gramedia Clearance Sale saya juga bisa mendapatkan buku-buku murah untuk dibaca sendiri. 

Tak usah gengsi membeli buku murah karena buku yang diobral atau buku diskon tidak selalu buku bermutu rendah. Malah seringkali banyak buku yang bermutu. 

Meski statusnya buku lama, tapi banyak yang isinya masih relevan dan menarik untuk dibaca kapan saja. Jadi, daripada uang digunakan untuk jajan bakso aci atau kue artis yang overrated, lebih baik dibawa ke kasir Gramedia Clearance Sale.




Baca juga:
Imlek dan Semangat Menghormati Perbedaan
"Cerita Konservasi", WWF Bali Ajak Masyarakat Tidak Mengonsumsi Daging Hiu
Sekilas tentang Yield (Bunga) Obligasi

[Topik Pilihan] Fenomena Golput Pemilu 2019

$
0
0

Foto: KOMPAS

Beberapa hari terakhir ini, pemilih ataupun orang yang mengampanyekan golput mendapatkan ejekan hingga ancaman pidana di ruang publik. Mengenai ancaman tersebut, Pasal 515 UU Pemilu telah memastikan bahwa hanya orang yang menjanjikan atau memberi uang/materi demi seseorang tidak memilih maupun memilih salah satu calon-lah yang akan terkena sanksi pidana.

Menurut advokat publik Alghiffari Aqsa, ada beberapa alasan orang bersikap golput, bisa disebabkan sikap apatis atau ketidakpedulian terhadap politik, bisa juga karena adanya halangan yang membuat seseorang tidak bisa memilih. Tapi golput merupakan hak konstitusional karena hak memilih dan dipilih telah diatur dalam perundang-undangan.

"Karena sifatnya hak, orang bisa menggunakan, bisa juga tidak," lanjut Alghiffari Aqsa.

Selain itu juga, menurut Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi memperkirakan, ada sekitar 20 persen masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput di pemilihan presiden atau pilpres 2019.

"Angka golput ini kemungkinan juga akan meningkat lantaran limpahan dari pemilih yang saat ini belum menentukan pilihan," lanjutnya.

Kompasianer, bagaimana tanggapan Anda melihat fenomena kehadiran Golongan Putih (Golput) di tahun 2019 berikut respon netizen yang menyertainya, baik pro maupun kontra? Sampaikan opini/pendapatnya dengan menambahkan label FenomenaGolput2019 (tanpa spasi) pada setiap artikel.




Baca juga:
Pentingnya Segera Mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Imlek dan Semangat Menghormati Perbedaan
"Cerita Konservasi", WWF Bali Ajak Masyarakat Tidak Mengonsumsi Daging Hiu

Di Belanda, Para Pengendara Mobil Wajib Menghargai Pejalan Kaki dan Pesepeda

$
0
0


Dokumen pribadi: sebuah persimpangan empat di bilangan Wassenaar, Den Haag, Belanda pada 02 Januari 2019.

Bagi pengunjung asal Indonesia, menyetir mobil di jalan-jalan Belanda memerlukan perhatian dan harus ekstra hati-hati. Dan pelajaran utama dan pertamanya adalah kendaraan roda empat harus menghormati atau mendahulukan pejalan kaki dan pesepeda, "dalam kondisi apapun."

Dan di semua jalan, kecuali jalan highway (jalan tol), umumnya ada jalur khusus pesepeda yang lebarnya sekitar 1,5 meter, dicat berwarna merah hati, di dua sisi jalan. Jika jalur pesepeda itu hanya berada di satu sisi jalan, maka jalur sepedanya dibuat dua arah. Dan selalu ada trotoar khusus bagi pejalan kaki. 

Kendaraan roda empat tak boleh melintas di jalur sepeda; pesepeda gowes tak bisa melaju di ruas/jalur kendaraan roda empat. Dan pejalan kaki tak boleh berjalan di jalur sepeda. Sepeda motor roda dua mengikuti dan melintas di jalur roda empat. Tapi di musim dingin ini, jarang sekali terlihat orang bersepeda motor.

Dan pengendara roda empat mesti siaga-1 mengantisipasi pesepeda dan pejalan kaki yang bisa muncul sekonyong-konyong di setiap persimpangan jalan, khususnya persimpangan yang tak ada traffic-light-nya.

Para pesepeda atau pejalan kaki itu, ketika menyeberang di persimpangan yang tak ada traffic light-nya, umumnya terkesan tidak peduli dengan kendaraan roda empat yang datang melaju dari satu arah atau dua arah. 

Di jalur penyeberangan jalan khusus pejalan kaki, jarang terlihat ada penyeberang jalan yang cilingak-cilinguk sebelum menyeberang, mereka berjalan menyeberang begitu saja. Mungkin karena mereka sangat bahkan over-yakin bahwa pengendara roda empat pasti, sekali lagi pasti, akan berhenti atau melambatkan kendaraannya guna memberi kesempatan atau mendahulukan pejalan kaki atau pesepeda untuk menyeberang atau berjalan lebih dulu.

Bagi pengendararoda empat asal Indonesia, seperti saya, tentu kebiasaan atau kedisiplinan mendahulukan dan menghargai pejalan kaki cukup menguras tenaga, bahkan membuat kagok dalam menyetir. Maklum belum terbiasa. Apalagi menyetir di kiri pula.

Pada hari pertama-kedua-ketiga dan beberapa hari kemudian, saya mencoba menyetir sendiri di kota Den Haag, Amsterdam, Rotterdam, dan Utrecht, saya merasakan seolah sedang "bekerja berat". Energi terkuras. 

Bahkan saya merasakan gagap cenderung gugup di setiap persimpangan jalan. Apalagi hampir semua mewanti-wanti agar berhati-hati ekstra dengan pejalan kaki atau pesepeda di tiap persimpangan. Sekali lagi, gagap dan gugup itu muncul mungkin karena tak biasa menghargai pejalan kaki atau pesepeda dijalan raya di Indonesia.

Saya mencermati, memang hampir semua kendaraan roda empat menurunkan laju kecepatannya di setiap persimpangan jalan atau ketika ada jalur zebra untuk pejalan kaki, atau jalur khusus pesepeda. 

Di tiap persimpangan, ada peraturan ketat yang kalau dilanggar dan terekam kamera, bisa didenda sampai 60 euro, kecepatan kendaraan di tiap persimpangan tak boleh lebih dari 50 km per jam. Artinya kalau lampu kuning menyala, kendaraan tentu tetap bisa melaju, selama belum menyala lampu merah. 

Tapi ketika melaju saat lampu kuning menyala, kecepatan kendaraan tak boleh kebih dari 50 km per jam. Jika melaju lebih cepat dari 50 km per jam, lalu terekam kamera,maka pelanggarannya bukan karena menerobos lampu kuning, tapi karena kecepatan lebih dari 50 km per jam. Jadi, kalau lampu kuning menyala, sebaiknya berhenti sajalah!

Saya lalu teringat pada suatu kejadian di wilayah Pekalongan. Saya menyetir dengan kecepatan sekitar 60 km di sebuah persimpangan di Pantura. Lalu tiba-tiba ada seorang lelaki paruh baya menyeberang jalan, tanpa peduli pada kendaraan saya. Tentu saya mengerem mendadak dan ban berbunyi cesssssss, lalu seolah tanpa sadar, saya sigap membuka kaca jendela depan kemudian berteriak kasar: "Matamu simpan di mana? Udah bosan hidup?"

Kembali ke Belanda. Kasus Pekalongan itu tentu hampir mustahil terjadi di Belanda. 

Seorang teman bercerita begini: di Belanda, jika terjadi pengendara mobil menabrak pejalan kaki atau pesepeda, yang mengakibatkan korban itu cacat seumur hidup, lalu pengadilan memutuskan bahwa korban itu diasumsikan bekerja pada suatu profesi dengan gaji katakanlah 3.000 per bulan, maka pengendara atau pihak asuransi harus membayar korban itu sebesar 3.000 per bulan seumur hidupnya, dan angka itu akan terus bertambah dengan asumsi gaji korban itu, seandainya bekerja normal dan tidak cacat, setiap tahun akan terus bertambah sekian persen.

Mendengar cerita itu, makin gagap dan gugup saja dalam menyetir. 

Karena semua pengguna jalan relatif memahami hak dan kewajibannya ketika sedang di jalan, maka arus lalu lintas dan perjalanan relatif aman. Kasus kecelakaan di jalan dapat diminimalisasi serendah mungkin. Meski tak berarti bahwa Belanda steril total dari kecelakaan lalu lintas.

SyarifuddinAbdullah | Den Haag, 03 Februari 2019/ 28 Jumadil-ula 1440H




Baca juga:
[Pro-Kontra] Kebiasaan Membayar Makan di Restoran, Tunai atau Nontunai?
Pentingnya Segera Mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Imlek dan Semangat Menghormati Perbedaan

Selain Tuntutan Milenial, Ini 5 Alasan Esports Layak Dipertimbangkan Masuk Sekolah

$
0
0

Ilustrasi (Sumber: Asiaintech.Com)Pada Asian Games 2018, esports "dilombakan" meskipun tak masuk jenis perlombaan resmi. Dengan kata lain, esports hanya diuji coba saja. Semula jawara esports Asian Games 2018 seperti "dianaktirikan" pemerintah hingga akhirnya mereka mendapat penghargaan dari Presiden Joko Widodo.

Ternyata, perhatian pemerintah berlanjut. Kementerian Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi mewacanakan untuk menggiatkan esports. Langkah konkretnya, ia merencanakan untuk memasukan esports dalam kurikulum sekolah sebagai pengetahuan formal tingkat sekolah menengah. Tak hanya itu, pemerintah bahkan mempersiapkan dana sekitar Rp 50 miliar untuk menstimulus perlombaan esports di tingkat SMA.

Sebelum penulis membahas lebih jauh, kita perlu pahami apa itu esports? Menurut media esportsnesia (03/02/2019), esports merupakan permainan video game yang bersifat kompetitif. Olahraga ini menggunakan game sebagai bidang kompetitif utama yang dimainkan oleh para profesional. Meskipun permainan video game ini bersifat kompetitif, pada dasarnya, esports adalah tingkatan yang lebih tinggi atau berskala besar.

Lalu, apa bedanya esports dan game? Olahraga elektronik (esports) memang berawal dari dunia gaming tetapi keduanya tidak bisa disamakan.

"Main game itu rekreasi, esports itu profesi. Ini satu perbedaan," jelas Dedy Irvan, pengamat gaming dan esports, seperti dilansir Kompas.com (25/05/2018).

"Esports itu sebenarnya game yang dipakai buat profesi, kerjanya itu game, istirahatnya itu tidak main game," lanjutnya.

Merujuk pada definisi di atas, maka disimpulkan bahwa esports itu pada dasarnya adalah game itu sendiri. Yang membedakannya adalah esports berhubungan erat dengan profesionalisme sedangkan game sekadar mengisi waktu senggang atau hiburan belaka.

Dalam berbagai referensi yang dibaca, sesungguhnya esports memiliki beberapa keunggulan. Pertama, esports merupakan permainan yang menyenangkan. Mengapa disebut menyenangkan? Karena esports itu sendiri ada game atau permainan elektronik. Untuk mengikuti esports, orang menyiapkan segala sesuatu layaknya olahraga yang riil seperti sepak bola dan basket.

Kedua, kaum penyandang disabalitas dapat berpartisipasi dalam esports karena banyak opsi permainan seperti Fortnite, PUBG, dan H1Z1.

Ketiga, esports memungkinkan anak-anak yang sebelumnya pasif menjadi aktif untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Karena esports dapat membangun kerjasama tim, strategi, dan memberikan hiburan bagi orang lain.

Penelitian mengungkapkan 72 persen dari semua remaja baik pria maupun wanita memainkan video game. Kebiasaan ini adalah modal mereka untuk menjadi pemain yang professional karena esports dapat menjadi pilihan pekerjaan yang pantas bagi mereka yang memberikan cukup waktu dan usaha.

Keempat, esports merupakan olahraga yang inklusif. Esports jauh lebih inklusif daripada jenis olahraga lain. Disebut esports inklusif? Karena olahraga ini dapat diikuti oleh siapa saja sekalipun orang tersebut memiliki keterbatasan fisik. 

Secara teknologi, pengembang esports telah menyediakan fitur atau fasilitas yang memungkinkan orang dapat mengikuti permainan tersebut. Sebagai contoh, Microsoft telah membuat alternatif pengendali Xbox untuk orang yang tidak memiliki tangan. Penyandang cacat yang duduk di kursi roda pun dapat memainkan esports.

Kelima, keberhasilan dalam olahraga elektronik ini tidak tergantung pada seberapa atletisnya tubuh pemain esports itu sendiri.

Memperhatikan beberapa keunggulan esport diatas, maka dapat disimpulkan bahwa e-Sports layak dipertimbangkan masuk sekolah.

Sekelompok orang berpendapat bahwa esports dapat masuk sekolah. Adapun pertimbangan pendapat ini karena sekolah merupakan ruang pembelajaran dan pendidikan. Apa kontribusi esports di sekolah? Paling tidak anak-anak diberikan ruang dan kemampuan untuk berpikir "out of the box" daripada hal-hal rutinitas yang normatif. Esports dapat melatih fokus, akal sehat, dan pikiran anak-anak untuk memproses informasi yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.

Namun, pihak lain menolak dengan alasan sekolah untuk pendidikan yang bertujuan mengajar dan mendidik anak-anak. Sekolah bukan tempat untuk bermain video game. Sekolah harus lebih fokus memberi siswa materi yang mereka butuhkan untuk belajar. Bukan sebaliknya, memberi peluang mereka menjadi gamer professional seperti yang mereka inginkan.

Mempertimbangkan kelebihan esports dan pendapat dua kelompok yang saling bertentangan di atas, maka wacana esports layak dieksekusi sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler daripada sebagai pengetahuan formal yang dimasukan dalam kurikulum  sekolah. Alasannya, memasukan esports dalam kurikulum memerlukan investasi yang besar. Sekolah-sekolah harus menyediakan perangkat seperti komputer yang mendukung esport, jaringan internet dan lain sebagainya. Saat ini kebutuhan perangkat UNBK di sekolah-sekolah saja masih terbatas, apalagi harus menyediakan fasilitas laboratorium untuk esports. Lagipula, esports tidak hanya teori belaka, memerlukan praktik. Untuk praktik, tentu saja membutuhkan perangkat komputer dan lain-lain.  Meskipun bagi sekolah-sekolah yang berada di kota yang SDM dan kemampuan finansial mumpuni bukan menjadi menjadi masalah lagi untuk menerapkan esports.

Selain itu, mempertimbangkan gagasan ini baru permulaan, sebaiknya esports cukup dimasukkan dalam kegiatan ekstrakurikuler saja. Jadi tak ada pemaksaan atau kewajiban bagi sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan kegiatan ini. Bagi sekolah yang memiliki daya dukung yang bagus, ya silahkan masukan esport dalam daftar kegiatan ekstrakurikuler. Bagi sekolah yang belum siap, ya tidak bisa dipaksakan.

Oleh karena itu, jika ditanya apakah esports dapat masuk sekolah atau tidak? Jawabannya, ya, esport dapat masuk ke sekolah. Kehadirannya tak perlu dicemaskan. Langkah yang dinilai tepat memang memasukkan esports dalam kegiatan ekstrakurikuler, mengingat berbagai keterbatasan yang telah disebutkan di atas. 

Langkah ini pun tak mengurangi nilai esports sendiri, justru akan menarik semakin banyak minat anak-anak didik sebelum esports benar-benar diterapkan di sekolah kelak. Bagaimanapun juga esports menjanjikan profesi yang menantang bagi generasi milenial. ***




Baca juga:
Pertimbangkan Dua Hal Ini Sebelum Memilih Sekolah Anak
[Pro-Kontra] Kebiasaan Membayar Makan di Restoran, Tunai atau Nontunai?
Pentingnya Segera Mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Pendidikan Tinggi Bukan Jaminan Kesuksesan, Benarkah?

$
0
0

Pendidikan tinggi bukan jaminan kesuksesan (Sumber: pixabay.com)Pola pikir oran tua saat ini adalah berusaha untuk menyekolahkan putera-puterinya di jenjang setinggi-tingginya. Tidak sedikit orangtua yang berusaha keras agar anaknya dapat merasakan bangku kuliah dengan harapan dapat menjadi jembatan kesuksesan. 

Apakah itu salah?

Tidaklah salah karena memang persaingan dalam dunia kerja saat ini sangatlah ketat. Untuk menjadi pekerja kantoran contohnya lebih didominasi bagi mereka yang memiliki riwayat pendidikan di level diploma ataupun sarjana. Kesempatan untuk mereka yang hanya mengenyam bangku SMA sederajat sebenarnya masih ada hanya kuota yang tersedia tidak banyak dan hanya menempati pos kerjaan tertentu saja seperti administrasi.

Realita kadang berkata lain, banyak orang yang memiliki pendidikan tinggi justru hanya berkutat pada roda perekonomian yang itu-itu saja atau lebih bersifat stagnan. 

Saya tertarik dengan quote Bob Sadino yang menyatakan, "Orang pinter gampang cari kerja, dia jadi karyawan. Orang goblok susah cari kerja, dia buka usaha. Akhirnya banyak orang pintar yang punya bos orang goblok." Ungkapan ini memang terdengar menohok namun memang banyak kasus yang mencerminkan ungkapan tersebut.Bob Sadino. (Sumber Ekonomi Kompas)Mark Zuckerberg, pendiri Facebook yang drop out saat kuliah sehingga hanya bertitel lulusan SMA, Bill Gates, pendiri Microsoft pun bernasib serupa dengan Zuckerberg yang tidak lulus bangku kuliah, Eka Tjipta Widjaja, salah satu pengusaha terkaya di Indonesia keturunan Tionghoa yang hanya merasakan pendidikan setingkat SD hingga Inul Daratista, penyanyi dangdut top di Indonesia yang ternyata tidak lulus SMP, namun kini berhasil mengembangkan bisnis karaoke keluarga Inul Vizta dan menjadikan dirinya salah satu selebritis terkaya di Indonesia.

Meskipun Mark Zuckerberg dan Bill Gates adalah sosok yang jenius namun karena kecintaannya pada kemajuan teknologi dan informasi telah mematahkan anggapan bahwa mereka yang drop out tidak akan menjadi orang yang sukses. Kenyataan kini justru para lulusan universitas terkemuka hingga para pakar yang ahli di bidang tertentu berebut untuk mendaftar di perusahaan mereka. 

Kenapa hal itu bisa terjadi?

Orang yang mengenyam bangku kuliah justru sangat susah keluar dari zona nyaman. Di pemikiran mereka, setelah lulus harus bekerja di perusahaan yang prestige. Artinya pola berpikir yang terbentuk adalah, saya harus menjadi pekerja yang digaji oleh orang lain atau perusahaan. Tidak heran, mereka akan sangat tekun dan berusaha mendapatkan IPK setinggi mungkin agar memudahkan dirinya diterima di perusahaan yang diinginkan. Upaya ini membuat kemampuan diri (softskill) serta jaringan menjadi sangat terbatas.

Orang yang berpendidikan rendah di dalam hatinya akan terbesit rasa pesimis untuk bersaing dalam memperoleh pekerjaan. Cara untuk bertahan hidup adalah dengan berusaha menciptakan usaha yang dapat dijadikan tumpuan hidup. Pengalaman hidup ini membuat mereka berusaha untuk bangkit dan berkembang setiap harinya.

Ketika seseorang sibuk menghabiskan masa kuliah S1 selama 4 tahun kemudian S2 selama 2 tahun dengan harapan akan diterima di perusahaan yang baik. 

Bagi orang tidak merasakan jenjang kuliah, waktu 6 tahun jika digunakan untuk merintis usaha maka kurun waktu tersebut akan membuat  mental terasah, bisnis yang tengah berkembang serta jaringan yang telah luas.

Kini banyak orang yang lulus kuliah S1 dan langsung melanjutkan kuliah S2 justru di saat telah lulus ternyata lebih susah mencari pekerjaan. Banyak perusahaan yang ragu untuk merekrut karena pengalaman kerja yang minim, ekspetasi yang tidak sesuai baik bagi perusahaan yang merekrut ataupun pelamar. Ini pula yang terjadi pada teman-teman saya yang lulusan S2 di mana mereka akhirnya banting stir untuk melamar sebagai dosen atau tenaga pengajar. Alhasil harapan akan sukses secara finansial justru jauh dari harapan. 

Eka Tjipta Widjaja, tokoh yang berpengaruh dalam dunia properti serta berhasil menjadikan Sinar Mas sebagai lini usaha sukses tidak hanya di Indonesia namun juga internasional tentu dibangun tidak dalam sehari.

Kegigihan beliau melawan himpitan ekonomi dilakukan dengan berusaha berbisnis secara kecil-kecilan yang dimulai sejak kecil. Berkali-kali merasakan kebangkrutan justru menguatkan mental beliau hingga akhirnya kini menjadi konglomerat dengan kekayaan mencapai triliunan rupiah.

Usaha Inul Vizta yang Dirintis Inul Daratista. Sumber Entertainment Kompas

Inul Daratista dapat menjadi sosok inspiratif lainnya dimana ketika pertama kali muncul sebagai penyanyi dandut. Banyak cibiran dan cemoohan yang diterima. Tidak berpendidikan tinggi serta berasal dari daerah yang berkeinginan kuat merantau ke Jakarta menjadikan Inul paham betul tentang arti perjuangan hidup. Saya melihat bahwa meskipun tidak berpendidikan tinggi, selagi masih ada niat maju dan mampu melihat peluang. Justru ini menjadi kunci kesuksesan. Terbukti usaha Inul Vizta menjadi usaha karaoke terkemuka di Indonesia.

Banyak generasi muda yang berpikir pesimis atau menyalahkan keadaan mengapa dirinya tidak bisa merasakan bangku kuliah. Namun dengan adanya kisah inspiratif yang didapat dari tokoh yang memiliki background sama justru dapat menjadi penyemangat untuk meraih kesuksesan. Bukan pendidikan yang mengantar kita sukses namun mental dan niat lah yang menjadi kunci utama. Semoga dapat menjadi inspirasi.




Baca juga:
Gelisah di Dusun Sosor Topi Aek
Menarik Sekali jika Esport Masuk Kurikulum Sekolah
Habis Obor Rakyat, Terbitlah Indonesia Barokah

Tentang "Propaganda Rusia", Inilah Kekeliruan dan Kesalahan Fatal Jokowi

$
0
0

Kedubes Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Goegievna Verobieva. (TEMPO/Suci Sekar)

Presiden Jokowi menuding ada pihak yang tengah memainkan strategi dan teori "Propaganda Rusia" dalam kontestasi politik di Indonesia. Meski tidak menyebut nama, tudingan Jokowi dinilai mengarah pada kubu pasangan Prabowo-Sandi.

"Cara-cara politik seperti ini harus diakhiri, menyampaikan semburan dusta, semburan fitnah, semburan hoaks, teori propaganda Rusia yang kalau nanti tidak benar, lalu minta maaf. Akan tetapi, besoknya keluar lagi pernyataan seperti itu, lalu minta maaf lagi," kata Jokowi di Kantor Redaksi Jawa Pos, Graha Pena, Surabaya, Sabtu, 2 Februari 2019.

Terkait pernyataan Jokowi yang menyebut teori Propaganda Rusia, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva menyatakan tidak terima nama negaranya disebut-sebut sebagai bagian dari sebuah propaganda politik.

Lyudmila menjelaskan, istilah "Propaganda Rusia" direkayasa pada 2016 di Amerika Serikat dalam rangka kampanye pemilu presiden. Istilah tersebut, ujar dia, sama sekali tidak berdasarkan pada realitas.Pada puncak Pemilu Amerika Serikat 2016, para peneliti di RAND Corporation merilis sebuah laporan berjudul The Russian "Firehose of Falsehood" Propaganda Model: Why it Might Work and Options to Counter It. (Sumber foto: rand.org)

"Kami menggarisbawahi bahwa posisi prinsipil Rusia adalah tidak campur tangan pada urusan dalam negeri dan proses-proses elektoral di negara-negara asing, termasuk Indonesia yang merupakan sahabat dekat dan mitra penting kami," ujar Lyudmila lewat keterangannya, Senin, 4 Februari 2019. Pernyataan resmi Kedutaan Rusia ini juga diunggah di akun Twitter resmi Kedutaan Rusia di Jakarta.

"Kami tidak ingin istilah ini dipakai, karena istilah Propaganda Rusia adalah fitnah murni yg diciptakan oleh Amerika Serikat," ujar Atase Pers Kedubes Rusia di Indonesia Denis Tetiushin.

Pernyataan Kedubes Rusia yang mengatakan istilah "Propaganda Rusia" adalah fitnah dan rekayasa yang diciptakan Amerika Serikat memang benar adanya. Istilah ini pertama kali dimunculkan oleh organisasi penelitian non partisan RAND.

Pada puncak Pemilu Amerika Serikat 2016, para peneliti di RAND Corporation merilis sebuah laporan berjudul The Russian "Firehose of Falsehood" Propaganda Model: Why it Might Work and Options to Counter It. Laporan ini mendokumentasikan model propaganda dari pemerintahan Vladimir Putin. Laporan yang lantas disingkat menjadi Propaganda Rusia itu menggambarkan sebuah strategi di mana seorang propagandis dapat membanjiri masyarakat dengan menghasilkan aliran informasi dan berita-berita yang masuk dalam kategori phony (tidak sungguh-sungguh) atau pemberitaan seputar hal-hal yang remeh dan atau disertai kebohongan secara terus menerus.

Laporan tersebut menemukan bahwa informasi dan berita-berita semacam itu jika diulangi secara luas dan cukup sering, bisa efektif dalam membelokkan opini publik demi kepentingan propagandis. Hasil dari teknik penyampaian pesan ke publik seperti ini disebut RAND sebagai bentuk "Propaganda Rusia yang menghibur, membingungkan dan menguasai penonton".

Menanggapi laporan penelitian RAND tersebut, banyak analis politik Amerika yang mengaitkannya dengan gaya komunikasi massa yang dilakukan Presiden Donald Trump. Gaya Trump sebagai fenomena media yang berkuasa dinilai meniru teknik penyampaian pesan ala Rusia.

Trump, yang dikenal kecanduan media sosial, terutama twitter, sering memposting hal-hal yang remeh di akun twitternya. Statusnya sebagai presiden dan selebritis sebelum dia menempati Gedung Putih membuat setiap yang dia posting di twitter menjadi makanan empuk bagi media. Trump menyadari hal ini, dan memanfaatkannya.

Dalam 100 hari pertamanya di Oval Office, Trump sudah mengetwit sebanyak 500 kali menggunakan kedua akun pribadinya dan akun @POTUS resmi. Tweet-nya sering menjadi pokok berita dan kadang-kadang memancing seluruh cakupan berita dari hampir semua media utama Amerika. Padahal, tweet Trump seringkali berisi hal yang remeh dan sepele.

Selain itu, Trump juga dinilai sebagai pembohong ulung yang produktif. Trump sering mengulangi pernyataan menyesatkan dalam tweet yang cepat dan berurutan. Trump juga dicatat media sering tidak konsisten dalam pernyataannya sendiri.

Teknik penyampaian pesan seperti ini tidak akan bisa terlaksana jika tidak bisa menguasai media. Karena menurut RAND, "Propaganda Rusia diproduksi dalam volume yang sangat besar dan disiarkan atau didistribusikan melalui sejumlah besar saluran." Trump bisa melakukannya karena sebelum menjadi presiden, dia sudah menjadi selebriti berita. Apalagi ditambah statusnya sebagai POTUS.

Sekilas, Trump dan Putin memiliki gaya komunikasi yang berbeda. Tetapi para pengamat politik Amerika menilai kedua pemimpin negara adidaya ini memiliki satu kesamaan, yakni kecenderungan untuk mengulangi kebohongan yang besar. Kedua pemimpin ini menunjukkan semacam rasa tidak tahu malu  ketika berbicara dan menceritakan kembali kebohongan yang mereka ciptakan.

Menilik pernyataan Kedubes Rusia yang tidak terima atas pernyataan Jokowi tentang teori Propaganda Rusia dimainkan dalam peta politik di Indonesia, Presiden Jokowi terlihat sudah melakukan kesalahan fatal. Memang benar tidak ada yang namanya Propaganda Rusia.

Istilah ini diciptakan para peneliti RAND untuk menyebut gambaran gaya komunikasi Presiden Rusia Vladimir Putin yang diakomodir oleh media-media utama Rusia. Latar belakang dari Laporan RAND pada dasarnya menyoroti aksi penyangkalan dari Putin dan media Rusia atas kehadiran pasukan Rusia di Crimea.

Dalam konteks pernyataan Jokowi tentang teori Propaganda Rusia, sudah sepatutnya pihak Istana maupun tim sukses Jokowi segera merespon sikap keberatan dari Kedubes Rusia. Presiden Jokowi sudah terlanjur melontarkan pernyataan yang menyinggung kedaulatan dan harga diri negara lain tanpa disertai dengan referensi fakta yang sebenarnya.

Selain itu, Jokowi juga keliru dalam menafsirkan apa yang dimaksud RAND sebagai teknik firehose of falsehood ala Rusia. Peneliti RAND mengatakan, teknik ini pengalihan isu ini tidak akan terlaksana jika tidak bisa menguasai media. Sementara kita tahu sendiri, pihak mana yang menguasai media paling banyak. Merekalah yang bisa mengendalikan jenis-jenis berita apa yang akan disebar ke masyarakat.   




Baca juga:
Ternyata 8 dari 10 Anak Indonesia Kekurangan DHA
Gelisah di Dusun Sosor Topi Aek
Menarik Sekali jika Esport Masuk Kurikulum Sekolah
Viewing all 10549 articles
Browse latest View live