Quantcast
Channel: Beyond Blogging - Kompasiana.com
Viewing all 10549 articles
Browse latest View live

Berkebun di Dalam Rumah, Mengapa Tidak?

$
0
0

Aktivitas berkebun di pekarangan rumah (Thinkstock)

Ketika mendengar kata "berkebun" maka  yang terbayang dalam benak kebanyakan orang adalah hamparan lahan  yang luas, peralatan pertanian yang banyak, tanaman-tanaman berbagai jenis yang menjulang tinggi, serta sosok petani dengan topi khas dengan tubuh penuh lumpur. 

Gambaran  di atas tentunya tidak salah, tapi tidak sepenuhnya menggambarkan keseluruhan aktifitas berkebun dalam konteks kekinian. Di negara-negara maju seperti Jepang, aktifitas berkebun tidak selalu harus dilakukan pada lahan-lahan yang luas, menemukan orang bercocok tanam di atas apartemen adalah hal yang lumrah, lantai atas  dan dinding rumah telah menjadi lahan berkebun yang asik, bahkan Jepang telah sangat maju dalam mengembangkan teknologi untuk berkebun dilahan-lahan terbatas dengan sistem hidroponiknya.

Fenoma metode berkebun pada lahan terbatas dengan sistem hidroponik juga sudah lama menjadi profesi di tanah air, tidak hanya sebagai aktifitas penyaluran hobby  tapi menjadi telah menjadi aktifitas bisnis yang menjanjikan.

Dengan ditemukannya beberapa metode bercocok tanam seperti sistem hidroponik, vertical garden, menanam dalam pot/tanaman dalam pot (tabula pot) memungkinkan kita untuk melakukan aktifitas berkebun di lahan yang sempit dengan memanfaatkan pekarangan rumah, teras, pagar, lantai atas rumah, dinding rumah, bahkan dalam ruang rumah sekalipun. Pilihannya tergantung selera dan seberapa luas lahan yang tersedia.

Untuk saya pribadi, sebagai pemula saya memilih berkebun dengan menggunakan sistem hidroponik dan menggunakan pot.

tanaman sawi hijau yang berumur sekitar 1 minggu setelah tanam (setelah memindahan dari media persemaian) dokumentasi pribadi

Gambar di atas adalah tanaman sawi hijau yang berumur sekitar 1 minggu setelah tanam (setelah memindahan dari media persemaian). Denggan menggunakan pot ukuran tertentu  yang diikatkan ke pagar, kita dapat menanm beberapa sayuran seperti sawi hijau maupun selada dengan hasil lumayan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. 

Meskipun ini masih dalam taraf coba-coba, dipekarangan rumah saya juga pernah mencoba menanam bawang merah dengan sistem vertical garden dengan menggunakan pipa, tapi hasilnya lumayan .... gagal.

Bagi yang punya teras rumah dan ingin berkebun di rumah, dapat memanfaatkannya untuk menamam berbagai macam sayuran dengan sistem hidroponik (dengan catatan bagi bapak-bapak, harus minta ijin dulu sama istrinya agar tidak terjadi benturan kepentingan untuk menjemur pakaian). 

Di teras rumah yang 1 x 1 meter saja, sudah dapat ditanami sekitar 50 atau lebih tanaman sayuran jenis sahi hijau maupun selada. Untuk kebutuhan tempat menanamnya, kita dapat menggunakan botol air mineral ukuran 1 liter atau jerigen bekas minyak goreng, oli, dan lain-lain. 

Di jerigen bekas minyak goreng/oli ukuran 5 liter, dapat dibuat 6 lubang tempat net pot, jika ada 5 jerigen maka kita sudah memiliki lubang tanam sebanyak 30 lubang yang dapat ditempatkan secara berjejer di teras rumah. 

Foto : Tanaman sawi hijau sistem hidroponik dalam jerigen bekas (dokumen pribadi) Foto di atas adalah tanaman sawi hijau sistem hidroponik yang ditanam dengan menggunakan jerigen bekas, umurnya sekitar 10 hari setelah tanam (pemindahan dari persemaian), menurut teman saya ini agak sedikit kurus karena tidak mendapat suplay sinar matahari yang cukup. Selain jerigen bekas, bahan bekas lainnya yang bagus untuk hidroponik adalah kaleng susu ukuran agak besar (yang berbahan dasar plastik) dan botol air mineral.

Foto : Tanaman hidroponik dalam kaleng susu dan botol air mineralIni adalah tanaman hidroponik yang menggunakan bekas kaleng susu dan botol air mineral yang saya letakkan secara berjejer di teras rumah. Usianya sekitar 10 hari lebih. 

Tanaman pada botol air mineral, media tanamnya menggunakan sekam bakar, sedangkan untuk tanaman yang ditanam dalam jerigen dan kaleng susu, media tanamnya menggunakan rockwoll yang disimpan di net pot. Sumber nutrisinya dibuat dari nutrisi AB Mix (nutrisi khusus untuk hidroponik). Untuk mengalirkan nutrisi ke tanaman, digunakan kain flanel.

Bagi yang ingin berkebun dan selalu terkendala pada lahan yang terbatas, pilihan berkebun dengan sistem hidroponik atau menggunakan pot dapat menjadi pilihan. Selain murah dan ramah lingkungan, semoga aktifitas berkebun dalam rumah (termasuk pemanfaatan pekarangan) dengan menanam tanaman yang sesuai dapat  membantu pemerintah dalam mengurangi ketergantungan kebutuhan produk pertanian (khususnya sayuran) import.

Daripada sibuk menyimak berita hoax dan janji-janji manis para politisi, mending berkebun di rumah sendiri.




Baca juga:
Ralat Doa, Teringat Sosok Syaikh Hatim Al-Asham
Ternyata 8 dari 10 Anak Indonesia Kekurangan DHA
Gelisah di Dusun Sosor Topi Aek

Punya Momen Berkesan atau Ucapan untuk HUT ke-69 BTN? Bagikan di Sini!

$
0
0

image-berita-admin-2-5c5804f043322f604456fba6.png

Perkembangan teknologi dan pertumbuhan ekonomi yang semakin dinamis membawa BTN untuk merangkul generasi digital dan milenial karena keberadaan generasi milenial dipandang penting untuk kemajuan dunia properti di Indonesia pada masa mendatang. Selama 69 tahun Bank Tabungan Negara (BTN) mengabdi untuk negeri, BTN selalu melayani dan memfasilitasi keluarga Indonesia dalam sektor perumahan dan keuangan  sesuai dengan visi BTN yaitu terdepan dan terpercaya dalam memfasilitasi sektor perumahan dan jasa layanan keuangan keluarga.

Nah Kompasianer, apakah kamu memiliki momen berkesan ketika menjadi nasabah BTN? Atau bahkan opini dan harapan untuk BTN yang menginjak usia ke-69 tahun? Yuk utarakan dalam Kompasiana Blog Competition bersama BTN! Sebelum mulai menulis, rincian kompetisi di bawah ini dulu ya:

SYARAT & KETENTUAN

  1. Peserta telah terdaftar sebagai anggota Kompasiana. Jika belum terdaftar, silakan registrasi terlebih dahulu di Kompasiana.com
  2. Tulisan bersifat baru, orisinal (bukan karya orang lain atau hasil plagiat), dan tidak sedang dilombakan di tempat lain).
  3. Konten tulisan tidak melanggar Tata Tertib Kompasiana.
  4. Setelah tayang, Tim Moderator akan memberlakukan kunci artikel pada artikel lomba Anda. Setelah dikunci, Anda tidak dapat melakukan perubahan apapun pada artikel tersebut. Hal ini diberlakukan demi menjaga sportivitas para peserta. Informasi lebih lengkap baca di sini.

MEKANISME

  1. Tema: 69 tahun BTN: Sahabat Generasi Digital & Milenial Indonesia
  2. Tulisan mengenai opini/pengalaman pribadi ketika menjadi nasabah BTN/ harapan untuk BTN yang berulang tahun dan kini menjadi sahabat generasi digital dan milenial Indonesia di era digitalisasi perbankan
  3. Periode: 4--28 Februari 2019
  4. Tulisan tidak lebih dari 1.500 kata
  5. Peserta wajib mencantumkan label #69TahunMengabdiUntukNegeri dan 69BTN dalam setiap tulisan
  6. Tulisan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan tema lomba tidak bisa diikutkan lomba.
  7. Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat.
  8. Pemenang akan diumumkan paling lambat 14 hari kerja setelah periode lomba berakhir

HADIAH

  • Pemenang pertama mendapatkan tabungan BTN senilai Rp 5.000.000
  • Pemenang kedua mendapatkan tabungan BTN senilai Rp 3.000.000
  • Pemenang ketiga mendapatkan tabungan BTN senilai Rp 2.000.000
  • 10 Pemenang dengan Artikel Favorit mendapatkan tabungan BTN senilai @ Rp 500.000

Ayo segera kirimkan tulisan terbaik Anda dan menangkan hadiah jutaan rupiah! Untuk mengetahui event Kompasiana lainnya, silakan kunjungi halaman ini. (DIN)




Baca juga:
Jalan Tol dan Instrumen Politik
Ralat Doa, Teringat Sosok Syaikh Hatim Al-Asham
Ternyata 8 dari 10 Anak Indonesia Kekurangan DHA

Inilah Pentingnya Memahami Perilaku dan Sifat Orang Lain dalam Kehidupan

$
0
0

Ilustrasi (Sumber gambar: https://www.bagi-in.com)

Salah satu cara mengikat ilmu yang telah didapatkan, bagi saya pribadi adalah dengan menuliskannya kembali. Karena dengan tulisan, ilmu itu akan abadi dan ketika kita sedang dalam kondisi down maka kita dapat membaca ilmu yang sudah kita dapatkan tersebut lewat tulisan yang kita buat.

Beberapa hari yang lalu, saya baru saja mengikuti training tentang pengembangan soft skill yang diselenggarakan di kantor saya di daerah Jakarta Selatan. 

Ada beberapa hal-hal menarik yang akan saya sharing-kan di artikel kali ini. Training yang saya ikuti tersebut bertemakan tentang "Service From Heart." Training yang diselenggarakan selama dua hari ini benar-benar membuka mata hati dan pikiran saya tentang bagaimana berperilaku yang baik kepada sesama manusia.

Dalam training ini, dibahas tentang bagaimana memahami perasaan, sikap, dan sifat antar sesama. Tujuannya adalah, agar tidak terjadi miskomunikasi yang berujung menjadi tidak efektifnya sebuah pekerjaan di dalam sebuah perusahaan. Ilmu seperti ini mungkin terlihat sepele, terlihat tidak penting, dibandingkan dengan belajar ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Tapi kalau kita gali lebih dalam lagi, ilmu tentang memahami perilaku orang lain ini sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.

Oke, saya mau berbagai cara sederhana mengetahui perilaku orang-orang di dalam perusahaan. Kadangkala kita dan atasan kita sudah barang tentu berbeda pendapat, berselisih paham. Bahkan sesama teman satu tim di dalam kantor kita juga cenderung bertengkar, miskomunikasi, sulit memahami, bahkan banyak juga yang baperan antar teman. Penyebabnya adalah, karena kita belum tahu "warna dominan" yang ada di dalam diri kita masing-masing. Warna? Warna apa yang saya maksud? DOPE Personality merupakan tes kepribadian yang ditentukan berdasarkan sifat-sifat dan karakteristik dari 4 burung: Merpati (Dove), Burung Hantu (Owl), Burung Merak (Peacock), dan Burung Elang (Eagle).

Ilustrasi (Sumber: https://glints.com)

Jadi karakter yang ada dalam burung-burung ini juga mewakili warna untuk menunjukkan kepribadian seseorang, di mana Dove untuk warna biru, Owl untuk warna hjau, Peacock untuk warna kuning, dan Eagle warna merah. 

Adapun makna dari burung-burung tersebut adalah, untuk Dove (Merpati) yang mewakili warna biru ini, sikap mereka adalah orang-orang yang simpati, suka menolong, dan dapat menjadi rekan tim yang baik. Mereka juga orang yang futuristik, bisa memberikan gambaran sederhana apa yang akan terjadi ke depannya. Orang-orang dengan tipe seperti ini senang diajak ngobrol apa yang akan terjadi ke depannya, dan orang-orang yang seperti ini juga cenderung menghindari risiko.

Tipe Owl (Burung Hantu) yang mewakili warna hijau. Orang-orang yang masuk tipe ini adalah orang-orang yang cenderung berpikir dengan logika, selalu patuh dengan prosedur atau kalau di perusahaan, patuh terhadap SOP (Standard Operasional Perusahaan), orang-orang dengan tipe ini juga cenderung berada "on the right way," termasuk kategori orang yang detail, tapi mereka ini mempunyai kelemahan terlalu banyak pertimbangan dalam berpikir,tidak fleksibel, dan memakan waktu yang lama dalam merencanakan sesuatu hal.

Peacock (Merak) yang mewakili warna kuning, menggambarkan pribadi-pribadi yang optimis yang baik, passionate terhadap yang dikerjakan, dan selalu ceria serta antuasias. Pribadi seperti ini, jika diajak ngobrol tidak suka dengan obrolan yang to do point, mereka lebih suka berbasa-basi dulu, ketawa-ketawa dulu, atau bahasa gaulnya mereka diajak untuk ngopi-ngopi cantik dulu.

Untuk Eagle (Burung Elang) yang mewakili warna merah adalah pribadi-pribadi yang cenderung mandiri, to do point, minim berbasa-basi, tidak fleksibel, dan cenderung mendominasi. Selain itu, Si "Merah" ini juga selalu bertanya mengenai hasil-hasil yang sudah dicapai (berorientasi pada hasil)

Dengan kita memahami berbagai perilaku orang sesuai dengan tipe-tipe warnanya ini, memudahkan kita juga dalam berkomunikasi dengannya, bagaimana kita harus bersikap dengannya, agar sama-sama enak, dan tidak menimbulkan rasa baper, suntuk, badmood terhadap rekan kerja baik rekan kerja satu tim ataupun kepada atasan kita. Karena kadangkala kita pun pasti berselisih pendapat dengan mereka, dan kita melontarkan perkataan "Ih, atasan gue ngomongnya dalem banget deh. Sakit hati gue dengernya." Padahal bukan salah atasannya, mungkin kita yang belum tahu bagaimana seharusnya menyikapi atasan kita tersebut dari "warna" dominan yang ada di dalam dirinya.

Pentingnya "Service From Heart" dalam Pekerjaan Kita

Ilustrasi (Sumber gambar: https://www.joycrest.com/)Saya adalah orang yang percaya bahwa, kalau kita menjadi orang yang bersikap baik terhadap orang lain serta tulus ikhlas membantu orang lain, maka kita pun nanti akan mendapatkan kebaikan yang sama. Karena orang baik, pasti akan bertemu dengan hal-hal yang baik pula tentunya. 

Berbicara mengenai "Service From Heart" bukan hanya berbicara pada pekerjaan yang berhadapan langsung dengan client atau customer, tapi sebenarnya makna "Service From Heart" itu luas sekali. Karena 5 pilar utama dalam "Service From Heart" itu ada 5, yakni:

Help Attitude
Help Attitude di sini adalah jiwa atau keinginan untuk membantu orang lain, walau dalam hal kecil. Berikanlah pertolongan kepada orang yang membutuhkan tanpa memandang statusnya. Karena memberikan pertolongan pun adalah sebagian dari sedekah, sedekah tak harus hanya dalam bentuk uang, bukan?

Empathy
Setiap manusia itu harus punya rasa empati. Maksudnya adalah memposisikan diri kita untuk ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain. Sederhananya, jika ada teman kita yang datang kepada kita untuk menceritakan segala keluh kesahnya, dengarkan ceritanya. Jangan ketika dia bercerita, kita malah tidak fokus, sibuk main handphone, sibuk ngobrol dengan yang lain. Karena bersikap empati akan memunculkan rasa trust dari orang lain pada diri kita.

Analyze
Untuk Analyze ini berlaku dalam hal pekerjaan. Sebaiknya jika kita punya masalah dengan kerjaan yang datangnya dari customer atau client kita, kita analisis dulu masalahnya apa, jangan grasak-grusuk, tidak teliti. Karena sikap grasak-grusuk itulah yang akan menghancurkan kita juga ke depannya. Misalnya, kita dapat masalah yang sebenarnya kita bisa atasi sendiri, lalu karena kita grasak-grusuk, masalah itu kita adukan ke atasan yang sebenarnya atasan tidak perlu tahu.

Response
Sikap response atau bertanggung jawab, saya rasa semua orang perlu ditanamkan sikap demikian. Tanggung jawab bukan hanya untuk urusan kerjaan di kantor saja, tapi untuk urusan di rumah hal ini perlu diterapkan. Semakin bertambahnya usia, harusnya membuat diri kita semakin menjadi pribadi yang bertanggung jawab.

Totality
Sikap Totality di sini mengandung artian, bahwa kalau kita mau membantu seseorang itu, jangan setengah-setengah. Harus benar-benar totalitas dalam mengerjakannya. Membantu seseorang tidak akan pernah membuatmu rugi, justru ini adalah kunci untuk mendatangkan rezeki lebih banyak lagi.

Semoga dengan ulasan artikel dari saya bermanfaat untuk semua pembaca. Yuk kita berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi ke depannya. (DEW)




Baca juga:
[Topik Pilihan] Imlek 2019: Selamat Datang Tahun Babi Tanah!
Jalan Tol dan Instrumen Politik
Ralat Doa, Teringat Sosok Syaikh Hatim Al-Asham

Orang-orang Kecil Penakluk Ibu Kota

$
0
0

Ilustrasi warteg (KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES)

Menaklukan Jakarta sulit bagi pencari kerja dengan mimpi gaji besar dan fasilitas nyaman. Mereka seringkali frustasi di tengah jalan karena impiannya tidak tergapai. Menaklukan Jakarta sulit pula bagi pencari kerja dengan modal pendidikan pas-pasan tanpa memiliki keterampilan.

Banyak pemuda dari Jawa, isitlah orang-orang kecil dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Madura yang tinggal di Jakarta. Kemudian dari  Sumatera, Palembang, Lampung, Medan meninggalkan kampung halaman pergi ke ibu kota mencari peruntungan, namun tidak sedikit yang gagal.

Jakarta masih menjadi magnet bagi warga di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, dan Sumatera serta berbagai penjuru tanah air untuk  menuai keberhasilan dalam mencari nafkah.

Tak sedikiti orang dapat mencari nafkah  dapat dilakukan  dengan mudah dan bermodalkan murah. Sektor non-formal menjadi kekuatan keberhasilan mereka di Jakarta. Mereka mengambil profesi pedagang, terutama berjualan makanan yang selalu laku karena banyaknya konsumen, sehingga bisa  untung.

Seorang pedagang kopi keliling (Ft. Merah Putih)

Ukuran keberhasilan wong cilik ini bukan harta berlimpah, rumah bagus, dan berbagai fasilitas kehidupan yang menterang. Namun kecukupan makan, menyekolahkan anak, bisa berbagi dan membangun rumah di kampung halaman terasa cukup bagi mereka.

Mereka umumnya  hidup dengan cara kos atau kontrak rumah petak di daerah ibu kota seperti kompleks Petojo, Penjaringan, Sawah Besar, dan daerah-daerah di tengah kota dengan bangunan tidak mewah. 

Kos-kosan mereka menjadi hunian tidak teratur dan sangat padat. Mereka memburu harga yang  terjangkau di tengah kota agar  mudah akses dan memasarkan barang daganganya. mereka juga berharap bisa menempatkan gerobag atau sepeda motor sebagai sarana berjualan.

Habib, bapak dua putra asal Sidadadi, Cipari, Cilacap, Jawa Tengah menjadi satu dari sekian banyak orang yang berhasil menaklukkan Ibu kota, menaklukan Jakarta.

Ia saat itu pergi ke Jakarta karena di kampungnya tidak ada pekerjaan dan penghasilan yang mencukupi untuk hidup layak. Ia pun pergi ke Jakarta dua puluh tahun lalu merantau ke Jakarta.

Habib memilih menjadi penjual nasi pecel, mendoan, bakwan, teh manis dan kopi di Jalan Pembangunan III, Petojo, Gajah Mada. Dengan bermodalkan gerobag, pecel Habib laris manis.

Membuka jualan pukul 10.00 pagi, pukul 16.00 sore daganganya  sudah ludes. Sebungkus pecel, lontong dan mendoan dan 1 gelas air meniral cuma Rp10 ribu. Sangat pas untuk kaum pekerja dengan gaji pas-pasan dan sedang.

Dengan pendapatan bersih sekitar Rp10 juta per bulan, Habib harus membayar kos-kosan Rp 2 juta perbulan untuk 3 kamar. Sisanya untuk menyekolahkan anak, menabung, serta berkirim ke kampung halaman. Habib merasa nyaman dapat berjualan pecel dan mendoan. Modalnya kecil, labanya lumayan.

Rahman, pria asal Madura memilih profesi berjualan kopi, teh, berbagai minuman saset keliling dengan sepeda. Jumlah mereka ratusan di ibu kota. Mereka membagi wilayah jualan di daerah-daerah jalan protokol.

Rahman biasa nongkrong di depan Kantor Kementerian BUMN, Jalan Merdeka Selatan. Bila ada momen-momen acara, mereka bersatu berjualan di tempat yang sama. Ada gula ada semut, demikian mereka berjualan, tidak harus menetap, tapi memburu rezeki di tempat keramaian pada momen-momen tertentu.

Beda Habib dan Rahman, orang-orang kecil penakluk Jakarta juga menghiasi daerah Kota Tua, Jakarta. Mereka berjualan soto madura, mie betawi, pecel Lamongan, hingga mainan anak-anak yang menghiasi daerah sepanjang sisi trotoar Jakarta Kota Tua.

Mereka berjualan dengan gerobag dan sebagain menggelar tikar dan atas trotoar dan juga menyediakan bangku-bangku plastik untuk para konsumenya.

Usaha mereka dapat langgeng karena harga terjangkau. Mereka juga umumnya kos atau kontrak rumah di sekitar Jakarta Kota, di lahan KAI yang cukup luas. 

Mereka menjadi kekuatan ekonomi pelaku UKM mandiri. Mereka gigih mencari nafkah di Ibu Kota, terutama kaum ibu yang seringkali mendorong gerobak jualan.

Bagi mereka, tempat dan gerobak menjadi aset berharga untuk membuka pintu rezeki dari Allah, Tuhan Sang Pemberi Rezeki. Mereka tak pernah khawatir akan pemberian rezeki dari Sang Pencipta.    

Kisah orang-orang kecil penakluk Ibu Kota juga dilakukan Warung Tegal (Warteg-warteg) yang tersebar di Ibu Kota. Makanan khas Jawa Tengah menjadi pilihan pekerja kantoran berkantong cekak. Warteg sudah terkenal masakanya enak, tempatnya sederhana, dan harganya terjangkau.

Bu Santi salah satu orang kecil penakluk Jakarta. Pemilik "Warung Bu Santi"  di Jalan Pembangunan II ini bukan hanya sekedar mencari nafkah, tapi warungnya juga menjadi ajang belajar bagi anak-anak dari Brebes dan sekitarnya. 

Sembari bekerja, Bu Santi menyebarkan imli memasak, ilmu pemasaran dan cara melayani konsumen secara baik. Warung Bu Santi sangat ramai pengunjung, terutama di hari kerja.

Berkah Warungnya karena ia mau berbagi ilmu. tak terhitung sudah berapa puluh pekerjanya berganti. ada yang menikah, ada yang membuka usaha Warung di tempat lain. semua menjadi berkah berkat berbagi dari Bu Santi.

Para pekerja Warung Bu Santi tinggal bersama dalam satu rumah kontrakan, mereka bekerja sama membangun bisnis warteg di Jakarta. Pekerja Warung Bu Santi hingga 4 orang. Mereka gigih bekerja dan menabung untuk membantu orang tua di kampung halaman.

Orang-orang kecil penakluk Ibu Kota merupakan pekerja informal yang peran dan keberadaan mereka sangat dibutuhkan dalam kehidupan. ***




Baca juga:
Sajak untuk Maduro
Ritual Kargo Bandara, Minyak Goreng, dan Penolong Rumah Tangga
Beginilah Orang Hongkong Merayakan Malam Tahun Baru Imlek

Jokowi dan Jebakan Retorika Manipulatif

$
0
0

Presiden Joko Widodo menyampaikan arahan saat membuka Kongres XIII Ikatan Akuntan Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Selasa (11/12/2018).(Antara Foto/Puspa Perwitasari)

Dinamika politik tanah air kini semakin berisik akibat kontestasi politik lima tahunan yang ramai bak pasar lelang. Orang-orang bicara politik dari warung kopi hingga tongkrongan berkelas, dari supir angkot hingga pejabat negara. 

Namun letupan obrolan-obrolan politik tersebut tak dibarengi dengan keajegan nalar, gelontoran fakta verifikatif, juga sikap dan tindakan politik yang adem.

Mulai dari lapisan elite hingga warga akar rumput (grassroots), kini gampang naik pitam apabila perbicangan politik sedikit menyentil kandidat yang dijagokan. 

Lapor-melaporkan pun mulai marak, bahkan dari hal-hal sepele yang tak mesti gaduh pun dibuat menjadi riuh di ruang publik dan menjadi konsumsi masyarakat luas.

Walhasil, warga terjebak banyak sekali realitas rekaan yang diracik dengan teknik propaganda, klaim-mengklaim kebenaran, dan sedikit pesona retorika yang mayoritas masih sebatas wacana. 

Jani-janji politik kini menjadi barang dagangan paling laku di pasar lelang politik, dari yang menjual janji "akan begini dan begitu", hingga janji "klaim keberhasilan" yang akan diteruskan pada periode mendatang.Gambar milik kapanlagi.com

Salahkah? Tentu saja tidak, tapi keajegan nalar yang dibangun dengan narasi-narasi politik inilah yang kerap kali terlepas dari substansi literasi politik. Tujuannya apa? 

Tentu saja untuk kepentingan branding, positioning dan segmenting sang kandidat agar meraup kumulasi suara sebanyak-banyaknya di tengah derasnya arus kompetisi Pilpres ini.

Strategi yang dimainkan tentu saja penguatan metode pemasaran politiknya. Meminjam catatan Gary A Mauser (1983)bahwa pemasaran politik merupakan upaya memengaruhi perilaku massa (mass behavior) dalam situasi kompetitif. 

Sebab itu, pemasaran politik  para kandidat memang diarahkan secara persuasif untuk memengaruhi pikiran, sikap dan tindakan pemilih, termasuk pengambilan keputusan pencoblosan di bilik suara nanti.

Di era post-truth ini, orang lebih percaya pada kecenderungan subyektifnya ketimbang suguhan-suguhan fakta, lebih terkesima dengan permainan retorika ketimbang ketegasan sikap dan bukti kerja. 

Sehingga, para kreator kampanye tentu saja memanfaatkan ini sebagai celah tuk memengaruhi pemilih. Apalagi, secara psikopolitik, warga Indonesia lebih percaya pada "kebenaran kerumunan" ketimbang keajegan logika.

Sebagus apapun kinerja Jokowi, akan tetap dianggap buruk oleh kerumunan 212 dan kubu Prabowo. Pun sebaliknya, sebagus apapun visi-misi Prabowo-Sandi, akan dianggap wacana semata. 

Begitulah politik, peran kerumunan menjadi penting untuk mengokohkan manipulasi logika karena biasanya kritik itu tidak mempan diarahkan pada sejumlah kerumunan yang sudah terkoorientasi dengan baik.

Contoh mutakhir, ketika Jokowi mengatakan bahwa kubu lawan memainkan teknik propaganda ala Rusia, maka pernyataan yang dianggap blunder secara permainan bahasa (retorika) ini, sekejap kembali diarahkan kepada Jokowi.

Bahkan hal ini bisa dibawa ke ranah hukum seperti yang ingin dilakukan Fadlizon. Kalau isu ini terus dipanaskan mesin pemenangan lawan.

Tak menutup kemungkinan menambah kegalauan para pemilih dalam ceruk kelompok yang belum menentukan pilihan (undecided voters) juga para pemilih yang masih mungkin bermain hati (swing voters).

Oleh karena itu, masih ada waktu bagi kubu Jokowi untuk memperbaiki ketegangan retorika yang kini tak lagi lentur seperti biasanya. Jokowi haruslah diarahkan lebih kalem seperti jati dirinya yang selama ini tampil di media sejak memimpin Jakarta hingga menjadi Presiden.

Jokowi jangan terjebak dengan apa yang diistilahkan Herbert Marcus sebagai "rasionalitas teknologis", atau dalam pandangan Max Horkheimer disebut "rasio intsrumental". 

Maksudnya, Jokowi gencar merasionalisasikan kerja dan interaksi supaya mengamankan loyalitas publik dengan kesan "seolah-olah" tanpa paksaan.

Jokowi haruslah presiden populis yang bahasa dan retorikanya adalah bahasa kerakyatan, bahasa rakyat biasa yang menjadikan ia berbeda dari kesan elitis yang selama ini melekat pada lawan tandingnya dalam pilpres kali ini.




Baca juga:
Kasus Ahmad Dhani Bisa Menjadi Preseden Buruk di Masa Mendatang
Sajak untuk Maduro
Ritual Kargo Bandara, Minyak Goreng, dan Penolong Rumah Tangga

Yang Abadi adalah Cinta

$
0
0

Ilustrasi pertunjukan teater (Pixabay/WikimediaImages)

Hampir selama dua jam, pementasan yang berkisah tentang kehidupan penyair Amir Hamzah ini mengajarkan penonton tentang cinta yang abadi. Bahkan selepas jasadnya tak lagi berada di dunia.

Yang fana adalah waktu. Kita abadi.

Penggalan puisi Sapardi Djoko Damono itu sejenak tak relevan setelah saya larut dalam pentas berjudul "Nyanyi Sunyi Revolusi". "Kita" sama fananya dengan waktu. Setidaknya bagi orang-orang terkasih yang pasti suatu saat akan kita tinggal ke alam yang abadi.

Warisan nilai yang kita tinggalkan lah yang abadi. Tak hanya abadi, jika nilai yang menjadi prinsip kita sampai akhir hayat itu adalah nilai kebaikan dan berhasil "menyentuh" orang-orang di sekitar kita, maka nilai itu juga akan menyebar dan akan terus diwariskan. 

Seperti cinta yang sangat luhur yang dianut oleh Tengku Amir Hamzah dan isterinya Tengku Kamaliah.Penutupan Pentas Teater

Revolusi, dalam sejarahnya tak pernah hadir tanpa didampingi maut. Babak-babak perjuangan, kemerdekaan, hingga transisi kekuasaan yang lahir dari teriakan "Revolusi", selalu menelan korban. Menyisakan luka, ketakutan, trauma, hingga kebencian, kesumat dan dendam pada generasi setelahnya.

Atas dasar revolusi itu pula, Amir menjadi tumbal kemarahan orang-orang revolusioner. Tahun 1946, di masa pergerakan pasca kemerdekaan, dalam peristiwa Revolusi Sosial di Sumatera Timur (sekarang Sumatera Utara), Amir Hamzah, penyair yang menempuh jalan sunyi dalam mewujudkan cita-cita kedaulatan Republik, diculik dan dieksekusi.

Walaupun karyanya tak menghentak masa dan membakar gelora seperti Chairil Anwar, tapi kontribusi Amir untuk kesusastraan, bahasa Indonesia dan cita-cita pergerakan, sama sekali tidak remeh. 

Bersama Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane, Amir mendirikan majalah sastra Poedjangga Baroe demi melawan penerbit Balai Pustaka milik pemerintah Hindia Belanda yang penuh pembatasan dalam berkarya.

Kisah kehidupan, cinta, cita-cita, keluarga, sikap, hingga kematian Amir Hamzah disuguhkan dalam pentas. Perjalanan sang penyair yang oleh H.B Jassin disebut Raja Penyair Pujangga Baru.

Dilema
Amir kecil protes pada gurunya saat berlatih silat. Amir protes karena hanya diajarkan cara menangkis serangan, bukan menyerang. Dengan penuh hormat, sang guru Ijang Wijaya, memberi nasihat bahwa silat pada dasarnya bukan untuk menyerang dengan kemarahan. 

Gerakan silat yang lembut adalah simbol cinta dan kesabaran. Bukan kemarahan dan kebencian yang muncul saat kita menyerang dengan ganas. Semakin marah musuhmu, semakin mudah untuk dilumpuhkan. Melumpuhkan tanpa membunuh. Melumpuhkan tanpa membenci. Melumpuhkan tanpa mendendam.

Adegan pembuka itu berakhir dengan Amir, yang digendong oleh seseorang, serta gurunya beranjak ke surau untuk mengaji.

Dalam pentas itu, Amir diceritakan hidup dalam dilema. Dilema yang pada akhirnya mengantarkannya ke hari eksekusinya. Dilema besar dirasakan Amir dewasa yang diperankan aktor Lukman Sardi. 

Sepeninggal orang tuanya, biaya sekolah Amir di Solo ditanggung oleh pamannya yang sekaligus Raja Kesultanan Langkat yang dekat dengan Belanda. Biaya itu tentu bersyarat. 

Amir tak boleh berdekatan dengan kaum pergerakan dan terjun ke dunia politik. Hal itu dapat menjadi ancaman bagi kemesraan Kesultanan Langkat dengan Belanda.

Hal itu tentu saja dilanggar oleh Amir. Di Solo, ia bergerak bersama pemuda. Ia menempuh jalan kesusastraan. Konsekuensinya, kegiatan Amir di Solo perlahan tercium oleh Raja.

Dilema lain Amir adalah kisah cintanya dengan Ilik Sundari. Teman Amir di Solo. Gadis Jawa, anak seorang guru biasa. Cintanya harus kandas karena hal yang dengan lantang sangat Amir tentang. Yaitu pembatasan antara kasta bangsawan dan rakyat yang tak boleh berhubungan langsung, apalagi menjalin cinta. Lagi-lagi, Amir kalah pada dilemanya.

Kegalauan Amir ia curahkan pada rekannya, Tengku Burhan. Dalam dialognya, mereka membahas surat perintah untuk pulang dari Raja Langkat pada Amir. 

Satu sisi ia berhutang budi pada raja yang menanggung biaya sekolahnya, di sisi lain Amir mendapat tawaran mengajar bahasa Indonesia di Jepang. Ibaratnya, satu kaki ditarik ke depan menyongsong kedaulatan Republik, tapi kaki yang lain ditarik ke masa lalu oleh kehidupan Kesultanan.

Amir pun kembali ke Langkat, ke 'pelukan' Kesultanan Langkat. Di sana, Amir tetap hidup dalam idealisme dan cinta kasihnya, namun dalam tatanan Kesultanan yang feodal.

 Tak ada pilihan pasti. Di masa revolusi yang bergejolak dan panas, tak pasti dalam pilihan bisa jadi bahaya. Walaupun Amir sempat jadi bupati Binjai yang dekat dengan Republik, tapi ia masih pula seorang Tengku. 

Dan pada akhirnya, hidupnya berakhir oleh mata pedang Ijang Wijaya, ya, Ijang Wijaya guru silatnya. Ijang Wijaya harus memilih antara mengeksekusi tuannya, atau keluarganya dieksekusi oleh kaum revolusioner.

Adegan ini buat saya sangat menyentuh. Keikhlasan Amir sebelum dieksekusi begitu dramatis. Lampu panggung berubah merah, kemudian biru suram saat Ijang meratapi apa yang telah ia perbuat. 

Di tengah raungannya, Amir kecil muncul sedang belajar silat dan hendak pergi ke surau. Gambaran memori Ijang mengenang Amir kecil yang jadi muridnya.

Cinta
Tiga wanita hidup di sekeliling Amir. Ilik Sundari kekasihnya di Solo diperankan oleh Sri Qadariatin, Tengku Kamaliah istrinya di Langkat diperankan oleh Desi Susanti, dan Tengku Tahura anaknya yang saat Amir dieksekusi masih anak-anak diperankan oleh Prisia Nasution.

Dari dan untuk merekalah cinta itu abadi. Percakapan antara Kamaliah dan Tahura dewasa menyiratkan cinta seorang isteri yang nyaris mustahil dimiliki wanita lain.

Kamaliah tahu, jika di hati Amir hanya ada Ilik Sundari seorang. Tapi, cinta Kamaliah pada Amir yang tak terbatas, menjadikan Kamaliah isteri yang lantas berharap suaminya bisa bahagia jika menikah dengan Ilik. 

Kamaliah pernah memimpikan pergi ke Mekah bertiga bersama Amir dan Ilik. Dia berharap, Amir akan pulang hanya bersama Ilik Sundari untuk melanjutkan kisah cinta mereka yang kandas.

Setelah kematian Amir yang simpang siur beritanya, rasa bersalah dan empati Kamaliah pada cinta Ilik dan Amir tambah besar. Ia merasakan bagaimana rasanya kehilangan cinta. 

Bagaimana rasanya Ilik yang harus merelakan Amir menikah karena perjodohan Kesultanan. Cintanya pada Amir dan empatinya pada Ilik menjadi beban hingga akhir hayatnya.

Tahura yang tak habis pikir pada kehidupan cinta orang tuanya, menjadi pewaris beban itu. Ia diberi wasiat untuk pergi ke Jawa dan menyampaikan permintaan maaf Kamaliah pada Ilik. 

Walau bingung, tapi sifat mencintai dan mengasihi yang turut pula diwariskan pada Tahura menjadi alasan utamanya untuk menyampaikan amanat itu. Walaupun pada akhirnya tak tersampaikan karena Ilik telah meninggal saat Tahura tiba di Jawa.

Pementasan yang disutradarai oleh Iswadi Pratama dan diselenggarakan oleh Titimangsa Foundation di Gedung Kesenian Jakarta itu ditutup oleh monolog Tahura. 

Monolog tentang revolusi yang merenggut hidup orang tuanya, dan pada akhirnya berdampak pada dirinya yang mendapatkan cap "anak seorang kontra revolusi".

Namun, dalam diri Tengku Tahura mengalir darah Amir Hamzah dan Tengku Kamaliah. Apapun yang terjadi, manusia tak boleh memendam kebencian dan dendam dalam dirinya. Hanya cinta dan rasa memaafkan yang harus disemai tanpa terikat waktu.




Baca juga:
[Topik Pilihan] Kembali, Pegawai KPK Alami Penganiayaan
Kasus Ahmad Dhani Bisa Menjadi Preseden Buruk di Masa Mendatang
Sajak untuk Maduro

[Komed] Event Imlek bersama Komed

$
0
0


Halo Kompasianer.

Tahun ini, perayaan tahun baru Imlek secara bebas akan memasuki usianya yang ke 19 tahun di Indonesia, sejak (Alm) Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), mencabut Inpres Nomor 14/1967 pada tahun 2000 saat beliau jadi presiden, di mana perayaan tersebut sebelumnya dilarang dirayakan secara terbuka saat masa pemerintahan orde baru (1968-1999).

Alm Gusdur juga menjadikan tahun baru Imlek sebagai hari libur bagi yang merayakannya (fakultatif) lewat Keputusan Presiden No 19/2001 saat itu. Baru, setelah pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri tahun 2002, tahun baru Imlek dinyatakan sebagai hari libur nasional sampai sekarang. (wikipedia).

Dokumentasi @PerempuanKopiPerayaan Tahun baru Imlek, selalu identik dengan warna merah dan emas. Mulai dari pakaian, hiasan meja, angpao, sampai hiasan dinding, yang ke semuanya menceritakan harapan berupa kesejahteraan dan kemakmuran bagi pemiliknya. Barang-barang tersebut, di semua pusat perbelelanjaan di Kota Medan seperti pasar Sukaramai dan berbagai mall, di bulan Januari ini, sudah mulai dijual. Puncaknya, biasanya, akan ramai seminggu sebelum hari H-nya.

Dokumentasi @PerempuanKopi

Perayaan tahun baru Imlek tak hanya diramaikan soal aksesoris, namun juga penganan. Salah satu penganan khasnya yaitu Kue Bakul. Kue ini berbentuk bundar dan berwarna coklat, dengan tekstur menyerupai dodol. Khusus untuk perayaan tahun baru Imlek, pesanan Kue Bakul ini akan meningkat. Di sinilah para pembuatnya akan mendapat untung yang sangat besar, karena harga per kotaknya akan naik.Dokumentasi @PerempuanKopiDokumentasi @PerempuanKopiSelain itu, di Kota Medan juga terdapat beberapa Wihara, seperti Wihara Gunung Timur, Wihara Borobudur, dan Wihara Setia Budi. Pada ketiga Wihara tersebut biasanya, akan diramaikan oleh ribuan umat Buddha, saat jelang malam Imlek. Tak hanya itu, di kota yang multi etnis, terdapat juga Wihara Buddha Tamil, di mana biasanya dihadiri oleh warga sekitar yang merupakan keturunan Tamil, India. Pada wihara ini, biasanya ibadah akan dimulai sekitar pukul 5.00 pagi.

Perayaan tahun baru Imlek di Kota Medan, selalu semarak setiap tahunnya, dilengkapi atraksi Barongsai, yang tentunya, akan menambah rasa persaudaraan dalam keberagaman ini, karena yang pernah saya ketahui, banyak umat agama lain yang turut serta berpartisipasi dalam kesenian ini.

Untuk itu, demi ikut menyemarakkan perayaan tahun baru Imlek yang akan jatuh pada 5 Februari 2019 mendatang, Kompasianer Medan (baca di sini) mengadakan lomba tulisan bertema: Kebiasaan Imlek Dulu dan Kini. Lomba ini akan berlangsung dari 5 - 7 Februari 2019.

Syarat dan Ketentuan tulisan:

  • Pastinya memiliki akun kompasiana. Yang ingin ikutan tapi belum punya akun, segera registrasi terlebih dahulu, ya. Setelah itu, segera posting sesuai tanggal yang sudah ditetapkan di atas.
  • Sertakan [Imlek Komed] Judul tulisan. Misalnya: [Imlek Komed] Rayakan Imlek di Kompasiana. Posting sesuai tanggal di atas.
  • Isi tulisan, tentu saja fleksibel dengan tata bahasa Indonesia yang baik, berisi pengalaman pribadi peserta dalam merayakan imlek atau melihat segala sesuatunya tentang imlek (bukan fiksi).
  • Peserta boleh memberikan beberapa tulisan. Tapi yang akan dinilai, satu tulisan terbaiknya. Panjang tulisan maksimal 1000 kata.
  • Tulisan juga dilengkapi ilustrasi sendiri atau di beberapa tempat, yang jelas sumbernya
  • Sertakan logo Komed di bawah tulisan. Logo Komed yang di atas dan di bawah tulisan pengumuman ini.
  • Sertakan juga label: #imleknusantara #imlekbersamakomed #imlekkomed
  • Pastinya peserta harus mengikuti semua syarat di atas.
  • Kalau sudah, jangan lupa berdoa.
  • Komed percaya, para kompasianer adalah orang-orang  hebat yang dapat menyajikan tulisan dengan baik. Yang pasti, tentu saja, terkait dengan tema. Jangan keluar dari tema, ya.
  • Berikan link tulisan yang diikutsertakan, pada kolom komentar di bawah ini, ya.

Untuk 5 peserta yang tulisannya sesuai tema, syarat dan isinya menarik, akan mendapatkan hadiah masing-masing Rp 500.000,00.

Bagaimana? Tentu saja hadiahnya menarik, bukan. Jadi, segera gabung di event ini, ya. Segera berikan tulisan terbaikmu. Komed tunggu. 

Selamat berkreasi. [Komed]

Dok. Komed




Baca juga:
Fenomena PUBG dan Kenikmatan Berimajinasi, Apakah itu Unfaedah?
[Topik Pilihan] Kembali, Pegawai KPK Alami Penganiayaan
Kasus Ahmad Dhani Bisa Menjadi Preseden Buruk di Masa Mendatang

Kualifikasi Liga Champions Asia, Persija Taklukan Home United

$
0
0

Beto dan Simic (Foto Persija.co.id)Persija Jakarta harus mengikuti kualifikasi putaran pertama untuk lolos ke babak utama Liga Champions Asia 2019. Pertandingan dengan format laga tunggal dijalani Persija melawan Home United FC pada Selasa (5/2/19) pukul 18.30 WIB di Stadion Jalan Besar, Singapore. Akhirnya laga ini dimenangkan Persija dengan skor 3-1.

Ivan Kolev, pelatih Persija, mengaku sudah memprediksi dari awal menghadapi laga ini. Pelatih asal Bulgaria ini memahami celah yang bisa dimanfaatkan.

"Saya melihat mereka tim yang bagus dan punya organisasi permainan rapi. Para pemainnya juga baik," ujar Ivan Kolev seperti dilansir Liga-indonesia.id (5/2/19).

Persija turun bertanding dengan mengusung formasi 4-4-2 menempatkan Beto Goncalves dan Marko Simic sebagai duet striker. Mereka didukung dua sayap dan dua gelandang yaitu Riko Simanjuntak, Ramdani Lestaluhu, Sandi Sute dan Novri Setiawan. Lini belakang dijaga oleh Andritany Ardhiyasa sebagai kiper dan 4 bek Ismed Sofyan, Ryuji Utomo, Maman dan Tony Sucipto.

Menurut laporan The AFC.com (5/2/19), laga baru berjalan 9 menit tuan rumah Home United harus kebobolan lebih awal akibat gol bunuh diri pemain mereka, Loon Ho Wai. Gol fatal itu berawal dari tendangan bebas di luar kotak penalti namun salah diantisipasi bek kiri Home United tersebut dengan sundulan yang jutru masuk ke gawangnya sendiri.

Persija Jakarta (Foto The AFC.com)

Gol tersebut memotivasi pemain Persija sehingga mulai mampu mengontrol penuh jalannya pertandingan. Namun demikian Macan Kemayoran sempat kecolongan di menit ke-43 ketika Home United mampu menyamakan kedudukan menjadi 1-1 lewat pemain mereka asal Korea Selatan, Song Ui-Young.

Pada babak kedua tuan rumah terus berupaya untuk memenangkan laga ini. Namun seorang Alberto Goncalves alias Beto dan Marko Simic membungkam mereka dengan menciptakan gol masing-masing pada menit ke-54 dan 6 menit sebelum laga berakhir. Riko Simanjuntak merupakan arsitek terciptanya dua gol di babak kedua tersebut dengan umpan silangnya dari sayap kanan.

Sepanjang laga babak kedua Persija sendiri dihadapkan oleh serangan gencar tuan rumah, Home United yang agresif untuk mencari gol penyama kedudukan. Mereka  punya banyak peluang yang berpotensi jadi gol. Paling tidak peluang nyata pertama mereka melalui tendangan bebas di luar kotak, tetapi tedangan Izzdin Shafiq tidak mampu menembus dinding pemain Persija.

Song Ui-young, pemain Home United asal Korea Selatan ini banyak mendapatkan kesempatan dikotak penalty Persija tapi setiap usahanya mampu digagalkan oleh kiper Andritany Ardhiyasa.

Tahun lalu Home United adalah juara ASEAN Zona Piala AFC 2018. Mereka pernah bertanding dengan Persija dan memenangkan kedua leg di semifinal ajang tersebut. Kekalahan tersebut membuat klub Singapore ini gagal melanjutkan kiprahnya di ajang Liga Champions Asia.  

Sedangkan bagi Persija, kemenangan ini membuat sang juara Indonesia melaju kebabak penyisihan kedua melawan Newcastle Jets Australia pada 12 Februari. Klub Australia itu sudah menunggu untuk memperebutkan tiket ke play-off atau kualifikasi akhir.

Permainan Persija mengingatkan racikan Ivan Kolev saat menangani Timnas Garuda di Piala Asia 2007 Jakarta. Walaupun belum begitu optimal permainan mereka namun sudah nampak prospek cerah tim ini untuk laga-laga di depan.

Selamat untuk Persija Jakarta. Bravo Indonesia.

#hensa #kompasiana #Persija 




Baca juga:
Memahami Konteks "Satu Penduduk Tanggung Utang Rp 13 Juta"
Fenomena PUBG dan Kenikmatan Berimajinasi, Apakah itu Unfaedah?
[Topik Pilihan] Kembali, Pegawai KPK Alami Penganiayaan

Wahai Para Caleg, Biarkan Kami Mengetahui Profil Anda

$
0
0

Menjelang pemilu, beberapa orang ada yang memutuskan untuk golput. Sejauh mana bahayanya golput? (sumber: tempo.co)

Baliho-baliho caleg yang terpajang di segala penjuru kota hingga pelosok-pelosok desa tak membuat saya tertarik untuk memilih sosok-sosok yang terpampang di sana. Kadang-kadang yang terjadi malah sebaliknya, keberadaan baliho justru menumbuhkan keengganan untuk mengarahkan pilihan kepada mereka.

Saya sempat berpikir, seorang caleg yang semakin banyak "mencecerkan" wajahnya di baliho-baliho, makin membuat saya bersemangat untuk menghindarinya. Semakin besar dan berderet-deret baliho yang menampilkan wajah seorang caleg, semanis apa pun senyumnya, semakin menjauhkan minat saya kepadanya.

Selain menampilkan wajah yang berusaha tersenyum seramah mungkin atau mengepalkan tangan ingin menunjukkan semangat dan tekadnya yang membara, umumnya baliho juga dilengkapi dengan kalimat yang menyatakan misi atau semboyan sang caleg.

Kata-kata indah sudah pasti bertaburan di sana. Beberapa kata atau frasa yang terpajang mengiringi senyum manis atau semangat yang gagah para caleg antara lain "jujur", "amanah", "merakyat", "suka bekerja keras", dan kata-kata lain yang semacam itu.

Namun, bagaimana cara kita memverifikasi kata-kata itu? Apakah "kelakuan" si caleg benar seperti yang tercantum di baliho?

Membuka Profil Caleg

Harian Kompas edisi Senin tanggal 4 Februari 2019 menulis tentang perlunya KPU membuka profil caleg kepada publik. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat, khususnya warga negara yang telah memiliki hak pilih, mendapatkan informasi yang cukup tentang rekam jejak calon anggota legislatif secara memadai.

Calon pemilih perlu tahu latar belakang atau pandangan-pandangan para caleg. Sudah saatnya pemilih bisa menetapkan pilihan dengan keyakinan, bukan berdasarkan tampilan wajah dan kalimat manis di baliho.

Sebenarnya KPU telah mulai melakukan pembukaan profil caleg, yakni dengan mengumumkan caleg mantan narapidana kasus korupsi. Ini merupakan hal bagus, tetapi belum cukup. Pengumuman daftar caleg mantan koruptor hanya merupakan salah satu petunjuk awal bagi pemilih untuk menetapkan pilihan mereka.

Namun setelah calon pemilih mengetahui daftar caleg mantan napi korupsi, kebanyakan akan kembali bingung seandainya mereka telah menentukan pilihan "di luar daftar" yang diumumkan oleh KPU. Sebab, masih banyak lagi alternatif daftar nama yang bisa dipilih.

Bisa jadi, seperti yang disinyalir oleh beberapa pengamat, kondisi kebingungan masyarakat semacam ini menjadi salah satu faktor pendorong tingginya angka golput. Nah, paparan KPU tentang profil caleg bisa membuka wawasan para calon pemilih untuk menetapkan pilihan mereka. Jika pemilih telah memiliki gambaran yang lebih jelas tentang para caleg, mudah-mudahan kecenderungan golput bisa ditekan.

Namun sayang, seperti diakui seorang anggotanya, KPU tidak bisa memaksa caleg untuk membuka data mereka. Hal tersebut diserahkan sepenuhnya kepada para caleg dan partai politik yang menaungi mereka.

Tinggal kini ada kemauan atau tidak dari para caleg dan parpol untuk membuka data diri mereka. Mudah-mudahan caleg dan parpol melihat kesempatan ini sebagai peluang untuk mempromosikan diri mereka, bukan malah menyembunyikan identitas caleg yang sebenarnya.

Kecuali jika caleg dan parpol masih tetap merasa cukup puas setelah memasang baliho di perempatan jalan dengan memajang tampang mereka dan sedikit kata atau kalimat yang sering kali diambil dari kamus bahasa dewa.

Para Caleg, Menulislah

Selain membuka data profilnya, ada beberapa sarana lain yang bisa dimanfaatkan oleh para caleg untuk mempromosikan diri mereka. Salah satu cara yang menurut saya layak diupayakan adalah menulis.

Yang saya maksudkan dengan menulis tentu bukan sekadar menulis "secuit" ujaran dalam media sosial. Namun, alangkah baiknya jika mereka mau meluangkan waktu untuk menuliskan pandangan dan pemikiran mereka terkait dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat.

Menulis semacam ini bisa dilakukan di media arus utama maupun media daring. Materi tulisan tidak harus secara jelas mengungkapkan propaganda tentang apa yang akan dilakukannya kelak jika terpilih sebagai anggota dewan. Lebih baik mereka memberikan pandangan atas hal-hal yang terjadi di masyarakat, lalu menyampaikan pemikirannya dalam upaya mengembangkan sumber daya dan kemampuan masyarakat memperbaiki kondisi yang ada saat ini.

Tulisan dalam bentuk artikel atau opini tentu sangat berbeda dengan cuitan di media sosial. Menulis artikel membutuhkan daya nalar yang baik. Menulis opini yang terstruktur juga menuntut kesungguhan untuk mengumpulkan data, menganalisa dan menumpahkannya dalam wujud tulisan.

Tulisan bisa menunjukkan siapa penulisnya. Selain membuat pemikiran-pemikiran penulisnya akan mengemuka, tulisan juga bisa digunakan untuk melihat indikasi runtutnya pikiran seseorang.

Memang seseorang yang mampu memaparkan ulasan dan gagasan dalam bentuk tulisan belum menjamin ia akan melakukannya dalam wujud kerja nyata. Namun setidaknya, kita bisa sedikit menakar apa yang ada dalam pikirannya serta kemampuannya menyampaikan kepada publik secara elegan. Lumayan, daripada hanya kalimat-kalimat selangit yang terpampang di baliho-baliho yang seringkali merusak pemandangan.

Dengan demikian, kita lebih bisa berharap wakil-wakil kita kelak memiliki wawasan yang luas, mempunyai kemampuan menganalisa kejadian berdasarkan data yang valid, tidak asal bicara tanpa didasari data yang benar.

Pengetahuan pemilih terhadap profil caleg akan menurunkan proporsi pemilih yang "membeli kucing dalam karung". Dan kita akan lebih bersyukur lagi jika hal itu bisa menekan angka pemilih yang golput.

Kampanye lewat jalur baliho memang memiliki jangkauan luas dengan upaya dan biaya yang relatif sedikit. Jadi, tidak heran jika cara ini paling banyak diikuti.

Pasti para caleg dan parpol juga sudah sangat memahami sebesar apa jumlah anggota masyarakat yang melek literasi. Barangkali hitung-hitungan potensi perolehan suara tidak akan banyak diperoleh dari kegiatan literasi.

Kini perlu dihitung lagi, porsi besar golput itu berada di kalangan yang mana. Siapa tahu kegiatan yang cocok bisa merangkul mereka.

Referensi:

"Profil Caleg Perlu Dibuka", Kompas, Senin, 4 Februari 2019

Ini Daftar Nama 49 Caleg Eks Napi Koruptor




Baca juga:
Jaga Air Sungai, Belajar dari Kearifan Dayak Long Brun
Jangan Takut Menghadapi Pensiun
[Pro-Kontra] Alasan di Balik Maraknya Golput

Menyoal Akhir Kasus Pemerkosaan Mahasiswi UGM

$
0
0

Dari kiri ke kanan, Dekan Fakultas Teknik Nizam (menggunakan ikat kepala), Rektor UGM Panut Mulyono, Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni Paripurna P Sugarda dan Dekan Fisipol Erwan Agus saat jumpa pers terkait penyelesaian kasus dugaan pelecehan seksual di KKN UGM pada pertengahan 2017 lalu, di ruang Rektor UGM, Senin (4/2/2019).(KOMPAS.com / WIJAYA KUSUMA) Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Korban Pelecehan Seksual KKN UGM Keberatan dengan Istilah "Damai"", https://regional.kompas.com/read/2019/02/06/21170671/korban-pelecehan-seksual-kkn-ugm-keberatan-dengan-istilah-damai. Penulis : Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma Editor : Kontributor Jakarta, David Oliver Purba

Komika Muhadkly Acho melalui akun twitter @MuhadklyAcho menuliskan kegelisahannya:

Memperkosa berakhir damai.
Ngetwit berakhir di penjara.
Indonesia keren sekali.

Bisa ditebak, Acho memang sedang menyoroti peristiwa yang terjadi beberapa hari belakangan. Ada berita heboh, musisi Ahmad Dhani yang sudah divonis harus mendekam di penjara karena cuitannya ditwitter.

Berita ini kian ramai setelah "dibumbui" berita anak Ahmad Dhani yang menangis sedih saat konser (eks) Dewa 19 di luar negeri. Salah satu anaknya memang didaulat mengiringi lagu-lagu yang dinyanyikan diatas panggung. Tak hanya menggantikan posisi ayahnya, si anak juga didandani model pakaian yang sering digunakan Ahmad Dhani.

Sementara berkaitan dengan kasus pemerkosaan, yang dimaksud Acho tentulah kasus dugaan pemerkosaan mahasiswi UGM. Melalui pemberitaan media online tersiar kabar bahwa pihak kampus mengumumkan kasus tersebut dinyatakan selesai, setelah korban dan pelaku (HS) sudah sama-sama menanda tangani nota kesepakatan damai.Ilustrasi (Tribunnews.com)

Selain korban dan pelaku, Rektor UGM juga turut menanda tangani surat yang dibubuhi materai tersebut. Sementara itu Dekan Fisipol UGM, Erwan Agus Purwanto, menegaskan proses perdamaian antara mahasiswinya sebagai korban dengan pelaku berlangsung tanpa paksaan. Kesepakatan tersebut adalah keinginan korban sendiri.

Meski sudah berdamai, keduanya masih diharuskan mengikuti mandatory konseling dengan psikolog klinis. Psikolog tersebut bisa dari internal UGM maupun psikolog yang ditunjuk sendiri oleh keduanya.

Kasus ini sebenarnya terjadi pada akhir 2017 lalu saat mahasiswa UGM melakukan KKN di Maluku. Desas-desus sudah beredar di internal kampus, namun baru heboh saat BPPM (Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa) UGM secara khusus membuat ulasan investigasi dan kronologi kasus tersebut.

Ini langsung menjadi konsumsi publik, tak hanya di internal kampus. Tulisan berjudul "Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan" sempat sulit diakses karena banyaknya orang yang berebut ingin membaca.

Konon kasus ini sudah sempat dibawa ke ranah hukum, dilaporkan ke pihak kepolisian dan masih dalam proses penyelidikan. Entah masih akan terus dilanjutkan atau tidak, setelah kemarin sudah ada kesepakatan damai antara pelaku dan korban serta disaksikan oleh otoritas kampus.

Bila akhirnya kesepakatan damai tersebut menjadi akhir penuntasan kasus ini, memang akan menyisakan banyak tanya di benak publik. Benarkah kasus pemerkosaan akan selalu bisa (dianggap) selesai setelah adanya tanda tangan di atas surat kesepakatan damai bermeterai? Sesederhana itukah?

Sudah tepatkah otoritas kampus mengambil peran sebagai fasilitator "jalan damai" atas kasus pemerkosaan yang terjadi? Benarkah ini bisa menjadi bahan pembelajaran yang terbaik untuk kedepannya dan untuk semua?

Jangan lupa, sejak awal bergulir dan ramai diperbincangkan, sudah banyak yang mempertanyakan keseriusan dan sikap pihak kampus dalam menanggapi kasus ini. Terindikasi kuat, pihak kampus ingin kasus ini cepat selesai dan tidak diperpanjang.

Tidakkah lebih baik bila pihak kampus membiarkan bahkan ikut mendorong kasus ini dibawa ke ranah hukum sehingga ada proses pembelajaran yang seadil-adilnya baik untuk pelaku maupun korban.

Dalam kasus pemerkosaan, si korban tentu saja menjadi pihak yang paling dirugikan. Ia akan mengalami trauma mendalam bahkan malu atas peristiwa yang pernah dialaminya itu. Ia mungkin bisa mengampuni si pelaku, namun belum tentu bisa melupakan detail peristiwa naas yang dialaminya.

Dari sisi pelaku, kira-kira apa pelajaran penting yang akan didapatkannya? Apakah ia akan berkesimpulan bahwa ternyata "hukuman" memperkosa wanita di republik ini adalah (sekadar) menanda tangani surat perdamaian dan menyatakan penyesalan?

Saya membaca di salah satu media online, saat ini pelaku melalui kuasa hukumnya sedang menyiapkan surat yang ditujukan ke Rektor UGM, menuntut agar yang bersangkutan (HS) tetap diwisuda bulan Februari ini. Hebat sekali, bukan?

Sindiran Acho memang benar. Saat ini di negara kita, sepertinya memang lebih berbahaya dan lebih berat hukumannya bermain twitter daripada mempermainkan kehormatan (memperkosa) wanita. 

***

Jambi, 5 Februari 2019




Baca juga:
Menyelisik Aksi Teror yang Terjadi di Tiga Wilayah Jawa Tengah
Jaga Air Sungai, Belajar dari Kearifan Dayak Long Brun
Jangan Takut Menghadapi Pensiun

Bayi-bayi Aedes Itu Bernama Jentik

$
0
0

Spanduk Jentik Terpampang di Tikungan Jalan Perumahan, Buciper - Cimahi, Foto Dok Pribadi, J.Krisnomo (06/02/19).

Gelitik penasaran, menyimak anjuran bersih-bersih rumah dari jentik. Pasalnya, spanduk 75 kali 125 cm itu, berbahasa daerah, Sunda. Intinya sich, mengajak rutin bersihkan lingkungan rumah dari bayi-bayi nyamuk atau jentik, saat penyakit DBD - Demam Berdarah Dengeu mewabah di awal musim penghujan.

Telah diketahui bahwa penyebab DBD itu adalah virus dengue yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.

Dilansir dari laman kompas.com, Jumat (1/2/19), Direktur Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan, satu nyamuk Aedes aegypti betina dewasa dapat bertelur menjadi ratusan jentik di permukaan basah atau air tergenang.

Ajakan rutin, seperti terpampang dalam spanduk, merupakan salah satu tindakan memutus mata rantai perkembangbiakan nyamuk Aedes aegyptiyakni mematikan nyamuk sejak masih bayi atau jentiknya.

Selain itu, nyamuk-nyamuk  Aedes aegypti dewasa tetap harus dibasmi, umumnya dengan pengasapan atau fogging, karena nyamuk pembawa virus dengeu tersebut sangat agresif menyuntikan racun penyebab DBD kepada manusia.

Sumber : http://style.tribunnews.com Nyamuk DBD sedang beraktifitas.Situs resmi Kemenkes menjelaskan bahwa virus DBD biasanya menginfeksi nyamuk Aedes aegypti betina ketika menghisap darah seseorang yang tengah dalam fase demam akut (viraemia).

Fase ini terjadi dua hari sebelum panas sampai lima hari setelah demam timbul. Nyamuk menjadi infektif, dapat menyebabkan infeksi, dalam waktu 8-12 hari (periode inkubasi ekstrinsik) setelah mengisap darah penderita yang sedang viremia dan tetap infektif selama hidupnya.

Setelah periode inkubasi ekstrinsik terlalui, kelenjar ludah nyamuk tersebut akan terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk menggigit dan mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh orang lain.

Setelah masa inkubasi di tubuh manusia selama 3-4 hari (rata-rata selama 4-6 hari) akan timbul gejala awal penyakit, seperti demam tinggi mendadak yang berlangsung sepanjang hari, nyeri kepala, nyeri saat menggerakkan bola mata, nyeri punggung, terkadang disertai adanya tanda-tanda pendarahan.

Pada kasus yang lebih berat dapat menimbulkan nyeri ulu hati, pendarahan saluran cerna, syok, hingga kematian.

Spanduk Anjuran Tentang Jentik DBD. Foto Dok Pribadi J.Ktrisnomo (06/02/19).

Menyikapi jentik-jentik nyamuk yang telah terlanjur menjadi nyamuk dewasa, dapat dilakukan dengan cara pengasapan atau foging.

Hal lainnya, melakukan pensortiran barang-barang yang tak bergerak, semisal di gudang, lama tak digunakan, dapat dibersihkan atau dibuang, agar tidak menjadi sarang nyamuk. Atur posisi ulang, perlengkapan rumah tangga seperti lemari, meja kursi, lemari pakaian, lemari buku-buku, tempat tidur, untuk dibersihkan dan dirapikan agar terbebas dari tempat sembunyi nyamuk. Jangan biarkan baju atau lainnya yang berbau keringat manusia, bekas pakai, dan bergelantungan, karena akan menjadi tempat nyamannya nyamuk.

Selain itu, tata pencahayaan ruang agar terkena sinar matahari, dan juga atur sirkulasi udara agar tidak lembab, yang menjadikan tempat disukai nyamuk.

Nyamuk amblas, atau tewas belumlah cukup. Masih ada jentik nyamuk yang perlu disikapi.

Periksa genangan air, tempat hidupnya jentik, yang ada di rumah atau sekitarnya. Banyaknya barang-barang berbentuk mangkuk atau cekungan perlu diwaspadai. Contohnya penampung air seperti seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air lemari es, alas vas bunga, selokan air, kaleng-kaleng bekas berisi air hujan, dan lain-lain, perlu dikuras atau dibersihkan.

Suasana Pagi di Tikungan Perumahan Buciper- Cimahi, Spanduk Jentik, Foto Dok Pribadi J.Krisnomo, 06/02/19.

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dimudahkan ingat dengan cara 3M Plus. Pertama yaitu menguras sejumlah tempat penampung air. Kedua, menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti drum, kendi, toren air. Ketiga, memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular demam berdarah.

Sementara itu, kata Plus maksudnya adalah upaya pencegahan tambahan. Di antaranya, menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan, menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk, menggunakan kelambu saat tidur, memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, dan menanam tanaman pengusir nyamuk.

Terima kasih buatmu, spanduk pengingat jentik di tikungan jalan. Agar terbebas dari nyamuk DBD, memang harus bersegera dan rutin membasmi jentik-jentik atau bayi-bayi nyamuk Aedes aegypti, bersama-sama, serentak dan jangan biarkan mereka dewasa.

Cimahi, 07 Februari 2019




Baca juga:
Eufimisme Kebohongan
Menyelisik Aksi Teror yang Terjadi di Tiga Wilayah Jawa Tengah
Jaga Air Sungai, Belajar dari Kearifan Dayak Long Brun

Punya Momen Berkesan atau Ucapan untuk HUT ke-69 BTN? Bagikan di Sini!

$
0
0

image-berita-admin-2-5c5804f043322f604456fba6.png

Perkembangan teknologi dan pertumbuhan ekonomi yang semakin dinamis membawa BTN untuk merangkul generasi digital dan milenial karena keberadaan generasi milenial dipandang penting untuk kemajuan dunia properti di Indonesia pada masa mendatang. Selama 69 tahun Bank Tabungan Negara (BTN) mengabdi untuk negeri, BTN selalu melayani dan memfasilitasi keluarga Indonesia dalam sektor perumahan dan keuangan  sesuai dengan visi BTN yaitu terdepan dan terpercaya dalam memfasilitasi sektor perumahan dan jasa layanan keuangan keluarga.

Nah Kompasianer, apakah kamu memiliki momen berkesan ketika menjadi nasabah BTN? Atau bahkan opini dan harapan untuk BTN yang menginjak usia ke-69 tahun? Yuk utarakan dalam Kompasiana Blog Competition bersama BTN! Sebelum mulai menulis, rincian kompetisi di bawah ini dulu ya:

SYARAT & KETENTUAN

  1. Peserta telah terdaftar sebagai anggota Kompasiana. Jika belum terdaftar, silakan registrasi terlebih dahulu di Kompasiana.com
  2. Tulisan bersifat baru, orisinal (bukan karya orang lain atau hasil plagiat), dan tidak sedang dilombakan di tempat lain).
  3. Konten tulisan tidak melanggar Tata Tertib Kompasiana.
  4. Setelah tayang, Tim Moderator akan memberlakukan kunci artikel pada artikel lomba Anda. Setelah dikunci, Anda tidak dapat melakukan perubahan apapun pada artikel tersebut. Hal ini diberlakukan demi menjaga sportivitas para peserta. Informasi lebih lengkap baca di sini.

MEKANISME

  1. Tema: 69 tahun BTN: Sahabat Generasi Digital & Milenial Indonesia
  2. Tulisan mengenai opini/pengalaman pribadi ketika menjadi nasabah BTN/ harapan untuk BTN yang berulang tahun dan kini menjadi sahabat generasi digital dan milenial Indonesia di era digitalisasi perbankan
  3. Periode: 4--28 Februari 2019
  4. Tulisan tidak lebih dari 1.500 kata
  5. Peserta wajib mencantumkan label #69TahunMengabdiUntukNegeri dan 69BTN dalam setiap tulisan
  6. Tulisan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan tema lomba tidak bisa diikutkan lomba.
  7. Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat.
  8. Pemenang akan diumumkan paling lambat 14 hari kerja setelah periode lomba berakhir

HADIAH

  • Pemenang pertama mendapatkan tabungan BTN senilai Rp 5.000.000
  • Pemenang kedua mendapatkan tabungan BTN senilai Rp 3.000.000
  • Pemenang ketiga mendapatkan tabungan BTN senilai Rp 2.000.000
  • 10 Pemenang dengan Artikel Favorit mendapatkan tabungan BTN senilai @ Rp 500.000

Ayo segera kirimkan tulisan terbaik Anda dan menangkan hadiah jutaan rupiah! Untuk mengetahui event Kompasiana lainnya, silakan kunjungi halaman ini. (DIN)




Baca juga:
Tim Bulu Tangkis Indonesia Mendominasi Final Iran Fajr IC 2019
Eufimisme Kebohongan
Menyelisik Aksi Teror yang Terjadi di Tiga Wilayah Jawa Tengah

Selama Kasus Novel Baswedan Tidak Dituntaskan, KPK Akan Terus Dilawan

$
0
0

Ilustrasi penyiraman air keras kepada Novel Baswedan.(KOMPAS.com/LAKSONO HARI WIWOHO)

Penyerangan terhadap pegawai KPK kembali terjadi Sabtu lalu.  Dua pegawai KPK yang sedang menyelidiki kasus korupsi hotel Borobudur mengalami penganiayaan.

Namun sebenarnya hal itu tidak mengherankan. Karena tidak semua pihak takut pada lembaga anti rasuah tersebut. Terutama mereka yang merasa memiliki kekuasaan dan kekayaan besar. 

Bukan rahasia lagi bahwa hukum di negeri ini bisa dibeli. Bagi orang dengan kekuasaan dan kekayaan, tidak takut pada jerat hukum, sebab mereka merasa bisa membeli dan mengubah sekehendak hati.

Kekuasaan dan kekayaan digunakan untuk memengaruhi proses hukum agar mereka selamat. Maka para penjahat di negara ini bebas berkeliaran.

Demikian pula pelaku korupsi kelas kakap, biasanya mereka adalah orang yang memiliki kekuasaan dan kekayaan yang besar.  Lembaga seperti KPK tidak akan membuat mereka takut. Mereka yakin bisa meloloskan diri dengan senjata itu.

Jangankan para penyidik yang masih yunior, penyidik terbaik sekelas Novel Baswedan pun tidak membuat mereka gentar. Bahkan mereka berani mencelakakan Novel Baswedan.

Sampai sekarang kasus Novel Baswedan belum menemukan titik terang. Seakan semua pihak berkonspirasi untuk tutup mulut. Masih gelap, entah bagaimana nasibnya.

Ini menunjukkan bahwa tidak ada kesungguhan dari aparat terkait untuk menuntaskan kasus tersebut. Kemungkinan besar berkat campur tangan seseorang yang memiliki kekuasaan dan kekayaan yang besar itu karena dia terlibat dalam kasus yang diselidiki oleh Novel Baswedan.

Tidak selesainya kasus Novel Baswedan memberikan dampak yang sangat besar. Para koruptor menjadi semakin yakin bahwa KPK bisa dilawan. KPK bisa dilemahkan dengan kekuasaan dan kekayaan.

Akibatnya, mereka menjadi tambah percaya diri melakukan tindak korupsi. Mereka begitu tenang menjalankan aksinya. Apalagi jika dilakukan secara bersamaan, tentu KPK tidak berdaya.

Apa yang harus ditakutkan? Para penyidik KPK adalah manusia biasa, bukan manusia super. Mereka bisa sakit dan mati. Beri saja mereka teror terus menerus sehingga penyelidikan terhambat atau berhenti.

Para koruptor ini sudah seperti mafia, memiliki kaki tangan di mana saja. Mereka bisa membayar siapa saja untuk melakukan apa yang mereka inginkan.

Dalam keadaan ekonomi sulit, mencari uang dengan cara haram adalah pilihan orang yang tidak beriman. Termasuk juga mencelakai orang lain, yang penting mereka selamat.

Jika pemerintah bersungguh sungguh hendak memberantas korupsi, seharusnya berupaya menuntaskan kasus Novel Baswedan. Kalau kasus ini dibongkar, barulah akan membuat ciut nyali para koruptor.

Sebaliknya kalau tetap dibiarkan, jangan harap KPK akan bisa maksimal. KPK harus tertatih-tatih menjalankan tugasnya karena mafia merajalela di negeri ini.




Baca juga:
[Topik Pilihan] Ketika Air Baku Kian Tercemar
Tim Bulu Tangkis Indonesia Mendominasi Final Iran Fajr IC 2019
Eufimisme Kebohongan

Yang Luput Kita Pahami dari "Propaganda Rusia"

$
0
0

Chess oleh Markus Spiske temporausch.com - Foto: pexels.comBuzzword atau frasa nge-trend saat ini adalah Propaganda Rusia (PR). Walau frasa ini sudah diteliti dan dipublikasi sejak 2017. Namun di ajang Pilpres 2019 di Indonesia. Frasa PR dipolitisasi dan dibuat sensasi berita semata. Sampai-sampai ada kelompok melaporkan kubu petahana soal statement PR ini. 

Walau mungkin secara kontekstual maksud yang diucapkan adalah propaganda ala Russia. Karena tanpa kata 'ala', tersurat makna bahwa negara Rusia turut campur dalam Pilpres 2019 Indonesia. 

Terlepas dari pemaknaan kontekstual tersebut. Ada tiga proposisi yang perlu kita pahami dari PR. Berikut yang bisa saya rangkum.

  • Pertama, memang ada keterlibatan pihak Rusia dalam Pilpres US di tahun 2016
  • Kedua, terlalu prematur jika mengaitkan Pilpres kita dengan propaganda 'ala' Rusia
  • Ketiga, publik kita sudah melek hoaks pada Pilpres 2019

Pertama, memang ada pihak di Rusia yang terlibat dalam Pilpres 2016 di US. 

Tetapi belum terbukti apakah pemerintahannya juga turut serta. Walau banyak tuduhan dan bukti yang didapat. Rekam jejak digital masih bisa disangkal dan dianggap tidak mengancam keamanan nasional.

Dirangkum dari Wired usai Pilres US 2016, Jonathan Albright menemukan fingerprints atau jejak digital troll yang dikelola di Rusia. Trolls atau kelompok ini menggunakan bot untuk membuat gaduh dengan hoaks dan menggiring opini via Facebook, YouTube, dan Google.

Albright adalah seorang periset dari Columbia University. Jejak digital troll dari Rusia terendus Albright di Oktober 2017. Dan sempat diberitakan Washington Post pada 5 Oktober 2017.

Albright menemukan 470 situs yang dibeli pihak Rusia menyebarkan lebih dari 500 laman konten. Dengan bantuan bot laman konten ini di-share atau disebar ke Facebook. Diperkirakan jumlah share mencapai miliaran kali. 

Setelah ditelusur secara digital forensic. Pelakunya adalah sebuah troll farm Rusia bernama Internet Research Agency (IRA). Ada 6 situs yang dipublikasi Albright menjadi troll IRA yaitu Blacktivists, United Muslims of America, Being Patriotic, Heart of Texas, Secured Borders dan LGBT United.

Sejak 2015, IRA membeli 3.000 iklan di Facebook. Iklan-iklan ini gencar mempromosikan iklan berideologi politik yang ekstrim. Iklan ini dikabarkan sudah mencapai lebih dari 10 juta users Facebook saat kampanye US 2016.

Ditambah, ditemukan pula lebih dari 80.000 video yang diunggah ke YouTube secara sporadis ribuan kali. Video-video ini dijadikan referensi pada ratusan situs yang dikelola IRA. Dengan kata lain menjadi pemvalidasi opini via Facebook. Dan juga menjadi 'recommended video' di platform YouTube sendiri.

Dengan kata lain, di US sendiri munculnya terma PR terbukti setelah ada riset digital forensic yang komprehensif dan longitudinal. Disertai data berupa digital fingerprints mendetail. Maka 'menuduh' ada pihak dari Rusia yang membuat propaganda pada Pilpres US 2016 sudah cukup valid.

Walau sayangnya, kini pihak FCC maupun FBI tidak menganggap intervensi pihak dari Rusia ini adalah kejahatan. Walau bukti jejak digital dan upaya penggiringan opini via sosial media sudah cukup jelas.

Play Stone - Foto: pexels.com

Sehingga muncul proposisi kedua. Yaitu, masih sangat dini mengasosiasi PR dengan Pilpres 2019 di Indonesia.

Dengan kata lain, pernyataan soal adanya intervensi ala Rusia pada Pilpres 2019 di Indonesia cukup gegabah. Saat bukti secara digital forensic belum cukup memadai. Sistematika pengolahan dan penyajian data pun masih tersebar dan mungkin belum cukup valid.

Pemaknaan terma PR sendiri berarti ada pihak asing atau pihak ke tiga dalam kontestasi Pilpres di US. Seperti yang telah ditelaah Albright dalam setiap laporan riset digitalnya. Ada IRA di Rusia yang mengelola ratusan troll digital untuk menggiring opini publik US saat Pilpres 2016.

Dalam memaknai PR sebagai propaganda 'ala' Rusia sendiri. Harus setidaknya tersirat pola penggiringan opini pihak lain yang campur tangan dalam peta perpolitikan saat Pilpres.

Apakah di Pilpres 2019 di Indonesia terlihat ada pihak asing? Atau adakah pola PR dari pihak ketiga yang terlibat?

Perang tagar yang dihimpun tim Drone Emprit (DE) pimpinan Ismail Fahmi pun belum bisa melihat adanya kaitan asing. Dalam 'perang tagar' antar simpatisan, DE menemukan jika ada kubu yang menggunakan bot dalam perang tagar yang sering terjadi.

Ada yang menarik dari perang tagar #VisiMisiJokowiMenang versus #HaramMemilihPemimpinIngkarJanji. DE menemukan kubu pembuat tagar yang kedua lebih organik dan interaksinya tinggi. Dengan kata lain, akun yang mendongkrak tagar ini bisa disebut akun asli.

Sedang untuk tagar yang pertama, akun yang digunakan diindikasi adalah bot. Akun bot biasanya dibuat masif, sedikit followers, dan sporadis dalam mendukung sebuah tagar. Interaksi untuk mendukung tagar pun dianggap lemah.

Akun pendukung tagar #HaramMemilihPemimpinIngkar diindikasi DE adalah sebagai pendukung HTI. Hal ini diamati dari akun-akun ini juga sempat mengusung tagar #UdahKhilafahAja atau #TerbuktiDustaJadiPetaka. Dan laporan lengkap dari kedua contoh tagar DE bisa dilihat disini.

Kembali kepada proposisi kedua. Apakah ada intervensi digital pihak asing ala PR di Pilpres 2019? Dari pengamatan DE dan saya pribadi, belum cukup signifikan bukti metode PR telah dijalankan pada Pilpres kita saat ini.

Pembuat sentimen dengan tagar untuk trending masih diindikasi dari pendukung kedua pasang Capres. Belum ditemukan jejak digital pihak asing yang yang secara masif dan sistematik bahkan random menyusupi perang tagar Pilpres.

Dan yang saya pribadi lihat, peran tim siber masing-masing timses masih cukup dominan. Hal ini mengindikasikan bahwa intervensi langsung pihak asing diluar negara kita belum begitu nampak.

Namun, sepertinya ada pola 'hybrid' yang coba diterapkan untuk menggiring opini. Gabungan diseminasi hoaks dan ajakan golput bisa jadi dilakukan pihak tertentu untuk mendelegitimasi hasil Pilpres nanti.


Network oleh Markus Spiske temporausch.com Foto: pexels.com

Sehingga muncul proposisi ketiga. Yaitu publik kita sudah melek hoaks saat Pilpres sekarang ini.

Perlawanan pemerintah dan banyak komunitas menangkal hoaks saat Pilpres bukan main-main. Karena publik sudah cukup terinformasi dan paham bahaya hoaks. Hoaks politik yang beredar saat Pilpres 2019 kini diawasi, dibongkar, dan disebarkan banyak pihak yang peduli.

Kemenkominfo pun sering mempublis verifikasi fakta hoaks. Melalui beragam akun sosmed milik Menkominfo, hoaks yang ada bisa dengan cepat dan real-time dihadapi. Bahkan beberapa kali Menkominfo merilis laporan hoaks secara berkala.

Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) pun sejak 2016 aktif melawan hoaks via fact-check, forum FB, dan aplikasi HBT. Tim cek fakta Mafindo sudah terverifikasi oleh IFCN (International Fact-Checking Network) dari Poynter Institute. IFCN juga memverifikasi Kompas, Tirto.id, Tempo.co dan Liputan6.

Cekfakta.com pun telah mengkolaborasikan Mafindo, AJI, bersama 22 media kredibel lain. Diharapkan, cekfakta.com ini menjadi crowdsource dan referensi bersama agar publik melihat fakta dari hoaks yang sudah ada. 

Jawa Barat pun belum lama membuat Tim Jabar Saber Hoaks. Tim ini selain men-debunking hoaks secara umum. Mereka juga merilis fakta hoaks yang bersifat kelokalan atau terjadi di Jawa Barat saja. Dan banyak tim cek fakta lain yang membongkar hoaks tanpa lelah.

Bisa kita simpulkan bahwa publik kita telah siap menghadapi hoaks secara teknis. Komunitas, media, bahkan aplikasi cek fakta sudah ada. Publik pun via sosmed sudah bisa bersinggungan dengan tim cek fakta manapun. 

Berbeda kenyataannya ketika Pilpres US di tahun 2016. Publik disana belum banyak menyadari penggiringan opini ala PR yang sedang terjadi. Skandal Cambridge Analytica (CA) sendiri baru terbongkar setahun kemudian. Setelah diungkap mantan periset CA bahwa 80 juta akun diduga telah dieksploitasi.

Publik kita lebih siap dan aware akan hoaks dan propaganda. Indikasinya terlihat dari sentimen trending topic saling serang yang berubah-ubah. Informasi hoaks atau misinformasi yang ada pun banyak yang didaur ulang dari tahun sebelumnya.

Kesimpulan

Ketiga proposisi diatas yang tidak banyak dinarasikan media. Karena media yang ada mungkin mencari sensasi. Dan mereka urung memberitakan kompleksitas dunia digital dan metode 'propaganda Rusia' itu sendiri.

Secara empiris, belum ada digital fingerprints yang menunjuk keterlibatan Rusia atau pihak asing diluar negara kita. Kegaduhan linimasa pun masih didominasi sentiman oleh akun asli dan bot yang bersifat lokal.

Dan yang paling utama, publik kita sudah cukup mengerti apa yang terjadi di Pilpres US. Walau literasi digital dan media belum menjadi bagian kurikulum pendidikan. Namun gaung dan kesadaran menangkal hoaks sudah cukup mengena dan bermanfaat untuk publik.

Salam,
Solo, 07 Februari 2019 
11:27 pm




Baca juga:
Simpan Dulu Sampahmu...
Kala Jokowi Dinilai Keluar dari Orisinalitasnya
Misi Valverde Belum "Plong"

Agar Program Literasi Tidak Hanya Basa-basi

$
0
0

Para pelajar SMP Negeri 2 Masjid Raya anthusias. Dokpri

Perjalanan menebar virus literasi di Kabupaten Aceh Besar tahun 2018 lalu, terhenti sejenak ketika para pelajar atau murid SD menghadapi kegiatan ujian dan pembagian rapor.

Padahal, kegiatan menebar virus literasi yang dirangkai dalam kegiatan memberikan motivasi, mengajak dan membimbing para pelajar tersebut sebenarnya bisa dilakukan di sela-sela waktu menunggu para guru menyelesaikan pengisian rapor. 

Namun, karena kesibukan di sekolah, sehingga program kegiatan literasi tersebut terhenti hingga selesai masa libur. 

Apalagi kegiatan ini bukan kegiatan regular yang menjadi program pemerintah, tetapi hanya sebagai sebuah inisiatif untuk membangun gerakan literasi yang lahir dari sebuah kesadaran dan keprihatinan terhadap persoalan literasi anak bangsa yang kini sedang belajar di sekolah-sekolah. 

Alhamdulilah, di antara begitu banyaknya sekolah yang masih belum terjaga dan bangun dari mimpi indah, di mana pihak pengelola sekolah-sekolah tersebut belum banyak yang sadar bahwa rendahnya kualitas anak didik, rendahnya capaian nilai ujian dan rendahnya kualitas sekolah, sebenarnya bersumber atau bermuara dari persoalan rendahnya kemampuan literasi anak-anak didik di sekolah. 

Namun, berbeda dengan sekolah yang satu ini. Ya, SMP Negeri 2 Kecamatan Masjid Raya, Aceh Besar. Sekolah ini rupanya tampak lebih cepat terbangun dan sadar bahwa kegiatan-kegiatan literasi di sekolah adalah jalan terbaik untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) sekolah, baik di level peserta didik, maupun di level atau tingkatan tenaga pengajar atau tenaga edukatif di sekolah, yakni guru, kepala sekolah dan semua piranti sekolah. 

Dok. Pribadi

Ya, sekolah yang dipimpin oleh seorang Kepala sekolah, seorang perempuan ini, berinisiasi lebih cepat. Tersebutlah nama Affilinda S.Pd, M.Pd yang sudah empat tahun menjadi nahkoda di SMP Negeri 2 Masjid Raya, Aceh Besar itu. 

Beliau pada hari Jumat, 1 Februari 2019 menelpon penulis untuk meminta kesediaan memotivasi para pelajar di sekolahnya untuk mau dan bisa menulis. Beliau mengundang penulis untuk bisa hadir ke sekolah beliau pada hari Senin, 4 Februari 2019 siang. 

Nah, sebagai orang yang sudah menghibahkan diri untuk kepentingan gerakan literasi, maka undangan ini penulis terima dengan suka cita. Penulis membuka hati dengan ikhlas untuk datang memotivasi dan membimbing mereka menulis. Walau waktunya hanya setengah hari.

Namun semua itu tidak menjadi alasan untuk tidak berbuat. Undangan ini juga sekaligus untuk menyelidiki apakah sekolah ini selama ini sudah terbiasa dengan kegiatan literasi sekolah atau belum. Kalau pun sudah terbiasa, penulis ingin tahu apa saja kegiatan yang dilakukan, bagaimana strateginya, apa hasil yang sudah didapat, serta berapa lama kegiatan tersebut sudah berlangsung. 

Jawabannya, ternyata mengejutkan. Bayangkan saja, sekolah yang letaknya tidak jauh dari kawasan wisata laut, yakni pantai Ujong Bate, tersebut. Selama ini sudah sangat kental dengan istilah literasi. 

Kentalnya atau dekatnya pemahaman soal literasi, bukan hanya sekadar tahu apa itu literasi, namun dari penjelasan kepala sekolah dan juga para guru, ternyata sekolah ini sudah sekian lama mempraktikan kegiatan membaca 15 menit sebelum jam pelajaran pertama berlangsung. 

Apa yang sudah dilakukan oleh sekolah ini, bukan saja membaca, tetapi juga sudah meningkat pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya lebih tinggi. Misalnya menceritakan kembali isi bacaan dengan berdiri di depan kelas, membuat rangkuman dari apa yang sudah dibaca dan sebagainya. Artinya kegiatan literasi sudah sampai pada tataran menulis. Hebat bukan? 

Bagi penulis yang segera memasuki ruangan aula SMP Negeri 2, Unggul, Kecamatan Masjid Raya ini, sudah mendapat gambar potensi literasi sekolah. Sehingga penulis bisa memetakan kemampuan literasi para pelajar di SMP Negeri 2 tersebut. Dengan demikian, kegiatan memotivasi, membimbing menulis menjadi lebih mudah dan cepat. 

Karena kalau para pelajar sudah sudah terbiasa dengan kegiatan literasi, maka untuk memotivasi para guru untuk menulis pun semakin lebih mudah. Ternyata memang benar. Para pelajar yang jumlahnya lebih dari 200 anak itu, berkumpul di aula SMP Negeri 2 tersebut dengan sangat antusias ingin menulis. 

Besarnya kemauan mereka untuk menulis. Maka, seperti biasanya, sebelum para pelajar diberikan tugas menulis, penulis sebagai orang yang memotivasi, membimbing dan menyediakan media untuk menampung karya-karya mereka di majalah POTRET. Oleh sebab itu, usai memberikan motivasi mengenai membaca dan menulis, mereka dengan penuh anthusias mengerjakan tulisan yang penulis tawarkan. 

Tulisan-tulisan mereka, akan diseleksi dengan baik, untuk menemukan tulisan siapa yang layak dimuat di www.potretonline.com, Karena ruangan aula yang dipenuhi oleh para pelajar agak sempit dan panas, maka sekitar sejumlah anak diminta untuk duduk bersila di tanah dengan menggunakan alas kaki di luar kelas, diajak ke luar ruangan kelas. 

Mereka duduk di bawah pohon, di halaman sekolah dan juga sebagian tinggal di ruang aula untuk menyelesaikan tulisan yang bakal dikumpul. Dalam waktu kurang dari 1 jam, para pelajar sudah mengumpulkan tulisan mereka. 

Mereka bisa menyelesaikan dalam waktu yang singkat. Semua termotivasi menulis, karena penulis menawarkan kesempatan menulis di media yang penulis kelola, yakni majalah POTRET dan potretonline itu. Apalagi, sang kepala sekolah berjanji akan memberikan hadiah kepada pelajar yang tulisan mereka dimuat di POTRET. Maka, wajar saja kalau semua mau menulis. Kondisi ini, bagi gayung bersambut. Inilah kondisi yang diinginkan. Sebab, selama ini apa yang penulis lakukan, tidak ingin sekadar berbasa basi. 

Penulis tidak mau hanya berkampanye, mengajak orang lain menulis, tetapi apa yang penulis lakukan adalah mengajak, memotivasi, membimbing dan bahkan menyediakan media untuk memuat tulisan atau karya-karya para siswa. 

Buktinya, ketika semua anak atau pelajar yang sudah selesai menulis, maka tulisan-tulisan mereka dikumpulkan dan diseleksi untuk kemudian dimuat di majalah POTRET. Tentu setelah proses seleksi. 

Lalu, apa yang unik dari setiap perjalanan ke sekolah untuk memotivasi dan membimbing anak-anak menulis itu adalah setiap sekolah yang melaksanakan kegiatan seperti ini, pada saat meninggalkan ruang, penulis akan mendapatkan banyak tulisan para pelajar ini yang ditulis tangan. 

Hal ini membuat penulis harus menjalankan tugas mengetik, sebelum melakukan editing. Baru setelah itu, penulis segera melakukan posting di www.potretonline.com, sehingga setiap anak akan bisa mengakses dan membaca tulisan-tulisan orang terkenal tersebut. 

Akhirnya, penulis mendapatkan setumpuk kertas yang berisi tulisan para pelajar yang harus segera diseleksi dan dipublikasi sebagai bukti bahwa apa yang sedang dilakukan adalah bukanlah sebuah retorika, tetapi mengajak, memotivasi, membimbing serta menyediakan media untuk menampung karya pelajar yang bisa diakses dengan sangat mudah. 

Apa yang harus ditindaklanjuti oleh kepala sekolah adalah pasca pelatihan ini. Para guru dan kepala sekolah harus mau menyediakan waktu agar anak-anak rajin membaca dan menulis. Guru bisa menjadi jembatan untuk membangun kesuksesan para pelajar dalam mengumpukan tulisan para pelajar dengan baik




Baca juga:
Menggerek Ekonomi Batam, Benarkah Ex Officio Solusi Terbaik?
Simpan Dulu Sampahmu...
Kala Jokowi Dinilai Keluar dari Orisinalitasnya

Fadli Zon dan Doa yang Ditukar

$
0
0


Fadli Zon dan Mbah Moen. Foto ini terpajang di akun Twitter Fadli Zon setelah menganggit puisi

Fadli Zon baru saja menuai kritik. Alumnus jurusan Sastra Rusia UI yang sekarang duduk manis di Senayan sebagai wakil rakyat itu menganggit puisi. Judulnya "Doa yang Ditukar". Sederhana, tetapi nyelekit. Sederhana karena mirip judul sinetron, nyelekit karena beberapa pihak menengarai puisi tersebut menghujat Mbah Moen, seorang ulama karismatik. 

Benarkah puisi tersebut menghujat ulama sepuh yang sangat dihormati umat? Pertanyaan itu sudah menggelitik benak saya tatkala membaca beberapa linikala sahabat di Twitter. Sebagai politikus, Wakil Ketua Umum Gerindra itu memang piawai memantik kontroversi. Beliau mahir menjadikan dirinya sebagai magnet pembicaraan. Ini patut diacungi jempol dalam perkara penjenamaan diri (personal branding)

Gara-gara seliweran kabar itu pulalah sehingga saya tergerak membaca dan menyelisik puisi beliau. Salah satu unsur puisi yang misterius dan berkelimun teka-teki adalah permainan simbol. Tiga kata yang digunakan Fadli Zon, selanjutnya saya sebut Zon (tanpa diakhiri konsonan /k/), sebenarnya dapat ditafsirkan sebagai simbol.

Pertanyaannya, simbol apa? Secara gamblang saya sebut sebagai simbol peristiwa. Belakangan ini Zon memang sedang keranjingan (sebenarnya saya lebih senang memilih diksi kegatelan) menganggit puisi. Apa saja yang tidak sesuai gagasan atau pandangan pribadinya maupun gengnya pasti digubahkan puisi.

Bertumpu pada kebiasaan Zon tersebut maka tidak bisa dimungkiri bahwa puisi terbarunya, dianggit pada 3 Februari 2019, jelas merupakan simbol peristiwa yang berkaitan dengan salah ucap doa Mbah Moen ketika duduk di sisi Pak Jokowi.

Mengapa saya berasumsi demikian? Jawaban saya sederhana. Tokoh yang salah ucap doa sebelum puisi tersebut digubah hanya Mbah Moen. Walau Zon berkelit sehebat apa pun, kelitnya hambar dan garing. Selain itu, belakangan ini sasaran puisi gubahan Zon selalu tertuju pada kubu lawan politiknya.

Dengan demikian, permainan simbol pada judul puisi sudah secara terang dan gamblang mengarah kepada sang kiai.

Telaah Nyeleneh Atas Puisi Zon

Sebagai politikus yang sudah melahirkan banyak kumpulan puisi, Zon bukan orang yang asing pada estetika. Dengan demikian, kita bisa menelaah puisinya. Dari mana bermula gagasan puisi itu? Ya, sekali lagi saya tedaskan, puisi itu bertumpu pada "kesadaran sepihak" Zon dalam memaknai peristiwa yang terjadi di sekitarnya.

Beberapa kumpulan puisi Fadli Zon [Sumber: akun @fadlizon]

Kesadaran sepihak, dalam analisis saya, lantaran Zon bertolak dari keberpihakan pada kesadaran politiknya. Andaikan salah ucap nama Prabowo ketika Mbah Moen berdoa tidak diralat, puisi ini tidak akan lahir. Yang ada justru sebaliknya, Zon menabuh genderang perang dan berdansa dengan girang.

Di sini terlihat "kesadaran yang meretakkan". Artinya, menyadari sekaligus mengingkari. Menyadari bahwa salah ucap doa dapat menjadi komoditas unggulan bagi kubunya dan mengingkari kenyataan bahwa sebenarnya itu hanyalah keseleo lidah.

Tidak heran jika serendeng kolega Zon beranggapan bahwa keseleo lidah itu adalah wangsit alias sabda alam. Mereka mengabaikan fakta bahwa Zon dan kolega juga pernah, bahkan sering, keseleo lidah. Kasus Ratna, di antaranya. Haiti, di antaranya lagi. Terlalu banyak kalau saya harus mencantumkan "kasus keseleo lidah di kubu Zon". Lagi pula, keseleo lidah Zon dan kolega  tidak dapat disamakan dengan kasus salah ucap doa oleh Mbah Moen. Jaka Sembung bawa golok, euy!

Pada bait pertama, Zon langsung mengobral gagasan inti puisinya. Ia membuka larik pertama dengan kalimat: doa sakral/ seenaknya kau begal/ disulam tambal/ tak punya moral/ agama diobral. Pada bait ini, Zon asyik bermain-main dengan rima. Persamaan bunyi pada akhir kata muncul di tiap baris.

Tidak perlu mengulik kamus untuk mengetahui makna sakral, begal, tambal, moral, dan diobral. Lima kata itu sangat ramah telinga. Namun, kata "begal" menduduki posisi penting selaku penanda ataupun petanda. Siapa yang begal? Untuk menemukan sosok "kau" dalam baris kedua tinggal dikaitkan dengan judul puisi. Kelar.

Cukup sampai di situ? Tidak. Masalahnya, ada baris "tak punya moral" dan "agama diobral". Saya tidak percaya kalau Zon tidak tahu menahu soal makna dua baris kalimat itu. Jangankan kalimat sesederhana itu, puisi penuh majas dan alegori saja dapat dimengerti oleh Zon. Lain perkara dengan menggubah puisi yang fasih memainkan majas, rasanya saya mulai meragukan kemampuan beliau.

Sekarang kita beranjak pada bait kedua yang berisi: doa sakral/ kenapa kau tukar/ direvisi sang bandar/ dibisiki kacung makelar/ skenario berantakan bubar/ pertunjukan dagelan vulgar. Sebagaimana bait pertama, bait kedua juga masih miskin majas.

Baris kedua pada bait kedua masih jalin-menjalin dengan baris kedua pada bait pertama. Pada hakikatnya, kenapa kau tukar merupakan perulangan dari seenaknya kau begal. Dengan kata lain, kau-yang-membegal masih sosok yang sama dengan kau-yang-menukar.

Mengapa ujung baris disulih dengan kata berakhiran -ar alih-alih mempertahankan kata berakhiran -al? Tampaknya Zon mulai kedodoran mencari kata-kata yang suku kata terakhirnya mengandung -al. Ini bisa dimaklumi sebab belakangan Zon tampak lebih banyak bacot dibanding banyak baca. Tidak, saya tidak mengatakan doi malas membaca. Saya cuma menandaskan bahwa belakangan ini beliau lebih sering bacar mulut daripada baca buku. Akibatnya, puisinya hambar.

Pertanyaan berikutnya mencuat. Siapakah sosok "bandar" yang merevisi doa? Ini jauh dari majas. Ini memang gaya bahasanya Zon yang tertata sejak bait pertama. Merujuk simbol pada judul puisi, pembaca menjadi kelimpungan menerka-nerka. Yang pasti bukan Zon atau siapa pun dari kubu beliau. Namun, kata "bandar" dan "kacung makelar" jelas-jelas tuduhan bersayap yang berpotensi meretakkan kesadaran umat.

Bait ketiga makin mengerucut. Maksud saya, kata-kata yang dipilih Zon makin kecut. Coba kita tilik: doa yang ditukar/ bukan doa otentik/ produk rezim intrik/ penuh cara-cara licik/ kau Penguasa tengik. Sebelum saya telaah kata per kata dalam bait ini, saya berharap semoga Zon menjauh dari cermin.

Baiklah, mari kita sisik bait ketiga. Sekarang Zon sudah menajamkan bilah katanya. Tuntas dan tandas. Tuntas sudah apa yang ingin Zon sampaikan lewat puisi ini, kepada siapa pelor ia tembakkan, dan apa yang ingin ia dapatkan dari desingan pelornya.

Kalau kita berbalik sejenak pada tumpuan judul, maka "produk rezim intrik" adalah pelor yang ditembakkan si bujangga (kata antik yang bersinonim dengan pujangga) kepada orang-orang yang dituding olehnya sebagai pelaku "dagelan vulgar".

Siapakah pelaku dagelan tersebut dalam benak Zon? Puisi ini menyatakan tiga tokoh: bandar, kacung makelar, dan begal. Tunggu, jangan kaitkan puisi ini dengan posisi Zon selaku wakil rakyat yang mengemban amanat selaku Wakil Ketua DPR. Kita tetap menempatkan puisi ini sebagai puisi yang lahir dari benak cetek Zon.

Bandarnya Pak Jokowi, kacung makelarnya Pak Romy, dan begalnya Mbah Moen. Seribu kali pun Zon berkilah dengan memajang foto-foto beliau bersama Pak Kiai Moen tidak akan mengubah kandungan puisi ini.

Masalahnya, Zon lupa bahwa dalam KBBI ada satu kata benda yang sangat keren. Kata itu adalah cermin. Cermin itu memantulkan baris berikutnya: penuh cara-cara licik. Siapa yang selama ini kerap menampilkan cara-cara licik. Pasang saja cermin di depan doi maka cermin langsung menunjuk siapa pelakunya.

Kurang licik apa seseorang yang berteriak lantang tentang ada orang yang mengeroyok koleganya sampai wajah koleganya babak belur dan lebam, kemudian ia berdalih dibohongi dan dizalimi setelah niat liciknya menembak kubu sebelah ternyata gagal total? Silakan bertanya pada cermin di depan Zon. Sebab, konon, hingga hari ini sang kolega yang lebam itu belum pernah sekali pun ditengok. Jangankan ditengok, diingat saja kagak!

Nah, lantaran doa Mbah Moen salah ucap maka lahirlah bait keempat. Zon memosisikan diri sebagai pihak yang dizalimi. Ia sedang berusaha membetot simpati. Ia sedang ingin mengatakan bahwa "sebenarnya junjungan kami yang didoakan, tetapi doanya ditukar".

Setelah menempatkan diri sebagai pihak yang dizalimi, Zon menobatkan dirinya dan koleganya sebagai "para pejuang". Ya, mereka memang para pejuang. Selama ini mereka membela agama dan ulama. Soal sekarang "mengejek ulama lewat puisi", gara-gara ulama karismatik tersebut tidak berdiri di pihak Zon. Andai kata ada di pihak Zon pasti bakal dibela mati-matian.

Sederhana, kan?

Meraut Kepekaan Gramatikal

Upaya Zon untuk berkarya dengan melahirkan puisi sebenarnya bukan ia hajatkan untuk seni. Apa yang ia karang sejatinya untuk meledek orang-orang yang berseberangan dengannya. Apa yang ia gubah sebenarnya untuk meletakkan kaumnya di tempat yang luhur dan agung.

Apakah hal sedemikian sah? Tentu saja sah. Adalah hak Zon untuk menganggit puisi. Mau sepuluh mau seratus, silakan saja. Akan tetapi, Zon sekarang dalam posisi sebagai wakil rakyat. Banyak perkara yang mesti ia tuntaskan di Kubah Hijau. Beliau digaji untuk melahirkan atau mengesahkan undang-undang, melakukan tugas pengawasan, dan menyusun atau menyetujui anggaran. Jadi, bukan untuk bacar mulut atau banyak bacot atau mengarang puisi abal-abal.

Mengapa saya menyebut puisi berjudul Doa yang Ditukar itu sebagai puisi abal-abal? Dari telaah sederhana di atas saja sudah terang dan gamblang. Saya tidak sanggup menguliti puisi tersebut, apalagi menelanjangi kata demi kata.

Sekalipun demikian, selaku penyuka puisi, saya berharap Bang Zon meraut kembali kepekaan estetis dan etisnya. O, maaf, sebaiknya Bang Zon tidak repot-repot mengasah kepekaan gramatikal. Tidak perlu pula mengasuh kepekaan batin. Jika itu terjadi, saya khawatir tidak dapat merasakan nikmat geli-geli kesal setiap membaca puisi Bang Zon. 

Sungguh, saya seakan mendapat hiburan terselubung dari puisi-puisi beliau. Sayang juga kalau Bang Zon berhenti menulis puisi. Maka dari itu, saya mendoakan supaya beliau terus berpuisi. Tidak apa-apa mutunya cetek, dangkal, abal-abal, atau ecek-ecek. Biarkan saja! [khrisna]





Baca juga:
Propaganda yang Serang Jokowi Lebih Jahat dari "Firehouse of Falsehood"
Menggerek Ekonomi Batam, Benarkah Ex Officio Solusi Terbaik?
Simpan Dulu Sampahmu...

Wihara yang Berawal dari Terdamparnya Sebilah Papan Nama Naga

$
0
0


sumber penulis

Apa hubungannya antara sebilah papan nama Naga dengan sebuah wihara atau klenteng yang diklaim sebagai klenteng tertua di Jakarta yang letaknya di daerah Cilincing, Jakarta Utara. Yang biasa disebut Wihara Lalitavistara.

Di antara Wihara dan sekolah yang masih dalam satu kawasan ini terdapat taman. Di dalamnya terdapat miniatur Borobudur. Selain itu kompleks ini terdapat juga gedung TK, SD, SMP Maha Prajna dan Sekolah Tinggi Agama Budha (STAB) Maha Prajna.

Cerita ini berawal pada saat saya mengikuti Wisata Bhinneka rute Cilincing yang diikuti oleh 4 sekolah pada tanggal 16 Januari yang lalu. Salah satu peserta adalah undangan yang berasal dari Kementrian Agama (Kemenag). 

Setelah ngobrol-ngobrol dengan saya, ternyata pernah bersekolah di  STAB, tetapi dia tidak pernah masuk sampai ke bagian dalam wihara.

Para peserta sebelumnya dikumpulkan dalam ruang ibadah di mana terdapat banyak patung Buddha. Sehingga sering disebut ruang altar seribu Buddha. 

Suwito adalah seorang Master Pendidikan Agama Buddha, yang pada saat itu menjadi salah satu pemandu wisata lokal di klenteng tertua di Jakarta ini. Dia menjelaskan sejarah Vihara Lalitavistara. 

Asal kata nama wihara ini adalah nama sebuah kitab yang menceritakan perjalanan kehidupan Sidharta Gautama. Cara ibadah di sini menggunakan dua bahasa, Bahasa Mandarin dan Bahasa Sansekerta.

Peserta sedang mendengarkan penjelasan (sumber penulis)

Sebelum ada Wihara Lalitavistara, sudah berdiri terlebih dahulu klenteng Sam Kuan Tai Tie. Awal mulanya pada abad ke-16 ditemukan papan naga bertuliskan Sam Kuan Tai Tie yang diperkirakan berasal dari negri China oleh awak kapal yang kandas di Pantai Cilincing. 

Mereka mengambil kesimpulan seperti itu karena ada klenteng bernama yang sama di negri mereka. Jadi dibawalah bilah nama tersebut ke kapal, selanjutnya mereka memanjatkan permohonan agar bisa kembali berlayar. 

Dalam doa, mereka berjanji kalau dikabulkan akan melakukan sembahyang buah. Ternyata permohonan dikabulkan. 

Tiba-tiba air pasang mengalir deras, kapal terangkat naik dan bisa melanjutkan berlayar. Mereka pun melakukan yang telah dinazarkan. Tepatnya dilakukan di bawah sebuah pohon, di mana para awak kapal meletakkan papan tersebut.

Setelah kejadian ini, papan nama Sam Kuan Tai Tie menjadi terkenal. Banyak orang yang berbondong-bondong untuk memanjatkan doa permohonan.

Suatu ketika, salah satu permohonan  seorang pengrajin sepatu dikabulkan, sehingga dibangunlah pondok sebagai tempat naung papan Sam Kuan Tai Tie dan pagar tembok oleh pengrajin yang berterima kasih tersebut.

Tiba-tiba, papan nama ini hilang, ternyata dicuri seorang perampok yang sepertinya berniat mau membakarnya. Karena papan nama ini sudah tergeletak di atas abu dan tidak mengalami kerusakan sedikit pun dengan jasad perampok di dekatnya. 

Sepertinya dia mempunyai permohonan yang tidak baik. Karena tidak dikabulkan maka muncullah rasa balas dendam. Penemuan menggegerkan ini membuat para pencari papan beranggapan papan ini harus dijaga baik-baik. 

Orang yang mencari papan nama ini mempunyai nama keluarga Oey yang berasal dari kalangan berada. Dia merupakan tuan tanah mempunyai istri pribumi walau berasal dari daratan Tiongkok.

Suatu hari, ada seorang Dalang Wayang Klitik didatangi oleh 3 orang asing. Mereka meminta agar dia mengadakan pagelaran wayang klitik di sebuah klenteng di daerah Cilincing pada hari dan tanggal yang mereka sebutkan. 

Entah mengapa Sang Dalang menyanggupi, mau melakukan apa yang mereka pinta. Pada saat Dalang dan rombongan datang, bertemulah mereka dengan keluarga Oey yang terheran-heran dan kaget, karena tidak ada klenteng di tempat tersebut.

Lagi pula didatangi oleh sekelompok orang mau melakukan pertunjukkan yang tidak ada tempat yang mereka maksud, tentu saya akan bereaksi yang sama. 

Jadi keluarga Oey langsung berfikir yang dimaksud dalang adalah papan Sam Kuan Tai Tie. Diberi petunjuklah di mana tempat tersebut, pertunjukkan digelar semalam suntuk. Semenjak itu dijadikan sebagai hari ulang tahun Klenteng.

Sampai saat ini papan nama tersebut masih diletakkan di bagian dalam klenteng. Jadi kalau pertama kali masuk ke tempat ini. Yang ditemui adalah wihara Lalitavistara, baru di bagian dalamnya bisa ditemukan klenteng ini. Tak ketinggalan terdapat ruang penitipan abu juga di tempat ini.

Pada kurun waktu kurang lebih lebih 20 tahun yang lalu, sebelum bangunan ini dipugar. Dimana masih berupa klenteng. Masyarakat tidak mengenal Buddha, Dharma dan Sangha. 

Bagi mereka ritual ibadah ini hanya membuang-buang waktu. Tapi perlahan-lahan mereka menerima ajaran ini. Berkat kesabaran Bhiksu Andhanavira. Tetapi tanpa meninggalkan kebiasaan tradisional mereka.

Vihara Lalitavistara telah membina ajaran agama Buddha sejak  Bhiksu Andhanavira membuka kebaktian umum untuk para umat Buddha. Beliau juga menyediakannya altar utama dan ceramah Dharma. 

Juga melakukan pembukaan umat Buddha yang ada di sekitar Vihara bersama dengan dibentuknya keluarga besar umat Buddha. Vihara Lalitavistara berdiri pada tanggal 20 September 1985.

Sedang berada di area Klenteng (sumber Wisata Kreatif Jakarta)

Oh ya saya belum menjelaskan kalau klenteng dan wihara adalah dua tempat ibadah yang berbeda. Mengapa dijadikan satu diakibatkan peraturan orde baru. 

Segala sesuatu berbau Tionghoa dikekang. Dan kebiasaan penyatuan rumah ibadah ini hanya terjadi di Indonesia. Padahal ada dua agama yang berbeda. Yaitu Buddha dan Kong Hu Cu (Konfusius). 

Setelah Gus Dur menjadi presiden, barulah perayaan, adat-istiadat bahkan sampai ke kewarganegaraan Tionghoa diperlakukan semestinya. 

Dan agama ke-enam diresmikan, yaitu Kong Hu Cu. Sekarang bisa terlihat perayaan imlek dirayakan secara besar-besaran tiap tahun di tiap daerah. Bahkan ada yang dijadikan agenda wisata spesial tiap tahunnya.

Sekarang tempat ini lebih dikenal sebagai Wihara Lalitavistara, demikian cerita ini disempurnakan oleh salah satu pemandu wisata Bhinneka, bernama Fanti. Yang sudah membawa kami berkeliling dari Gereja Kristen Jawa Cilincing, Masjid Al-Alam, Wihara Lalitavistara dan terakhir Pura Segara. (***)




Baca juga:
Populer di Kompasiana, dari Wacana Memasukan Esport dalam Kurikulum Pendidikan hingga Bahaya Depresi
Ahmad Dhani Itu Tahanan Politik atau Tahanan Biasa Saja Sih?
Propaganda yang Serang Jokowi Lebih Jahat dari "Firehouse of Falsehood"

Kabar Terbaru Laga Tandang Manchester United ke Markas Fulham

$
0
0

Marcus Rashford (Foto Premierleague.com)Laga ke-26 Manchester United di Premier League akan berlangsung di Craven Cottage, London yang merupakan kandang Fulham. Laga tersebut berlangsung Sabtu (9/2/19) pukul 19.30 WIB.

Dirilis Premierleague.com (8/2/19), saat ini posisi skuat Solskjaer berada ditempat ke-5 dengan 48 poin hanya selisih 2 poin dari Chelsea ditempat ke-4. Maka jika laga ini dimenangkan United, mereka menggeser posisi Chelsea dari posisi 4. Chelsea sendiri baru bertanding besoknya, Minggu (10/2/19) melawan Manchester City di Etihad. Dengan demikian target 4 besar yang dibebankan Manajemen United sudah mulai mendapatkan titik terang.

Menurut catatan Premierleague.com (8/2/19), Manchester United tidak terkalahkan dalam 10 pertandingan Premier League melawan Fulham yaitu memenangkan delapan laga dan bermain imbang dua kali. Dalam laga ini juga, United ingin memenangkan pertandingan tandang keenam berturut-turut di semua kompetisi untuk pertama kalinya sejak Mei 2009. Sementara itu Fulham mempunyai target memenangkan pertandingan kandang berturut-turut untuk pertama kalinya sejak April 2013.

Kabar terbaru yang dirilis Manutd.com (7/2/19) mewartakan bahwa menghadapi matchweek 26 Premier Leage, Ole Gunnar Solskjaer bisa memiliki banyak pilihan pemain. Solskjaer sangat leluasa memilih susunan pemain Manchester United untuk laga lawan Fulham pada akhir pekan ini.

Ada salah satu pemain yang mungkin yang mungkin diturunkan di Craven Cottage, London ini. Dia adalah Chris Smalling. Baginya laga ini sangat istimewa karena tampil melawan mantan klubnya. Bek tengah United itu tidak muncul dalam 10 pertandingan di bawah Solskjaer. Chris lama tidak bermain karena cedera, sejak pertandingan terakhir melawan Fulham pada bulan Desember lalu, yang dimenangkan The Reds dengan skor 4-1.

Saat ini pemain bernomor 12 ini sudah mulai aktif berlatih. Ole mengatakan sebelum laga melawan Burnley bahwa Smalling telah berlatih selama seminggu dan "terlihat baik". Bisa jadi ini pertanda dirinya akan menurunkan Chris Smalling sebagai starter.

Absennya Smalling selama ini, Ole selalu menurunkan Victor Lindelof, Eric Bailly dan Phil Jones secara bergantian beroperasi di jantung pertahanan United. Kabar baik lainnya adalah Marcos Rojo sudah kembali berlatih setelah dirinya melakukan perjalanan ke Argentina dalam rangka membantu program kesembuhannya dari cedera.

Dari data yang dirilis laman resmi klub, Manutd.com (5/2/19), The Reds berada dalam 10 pertandingan impresif yang tak terkalahkan di bawah Solskjaer. Pelatih caretaker ini akan terus berupaya menjaga semangat para pemain dalam skuatnya untuk laga-laga penting di depan termasuk dalam ajang Liga Champions.

Solskjaer (Foto Skysports.com)

Solskjaer juga telah menyatakan keinginannya untuk memiliki pemain yang dapat memecahkan masalah sendiri selama berada dilapangan. "Anda harus menemukan cara untuk memenangkan laga karena setiap laga berbeda. 

Kami mungkin mencetak gol pertama dan ini adalah laga yang berbeda. Demikian pula pihak lawan mungkin mencetak gol pertama. Untuk itu para pemain harus membuat keputusan di luar sana berdasarkan pengalaman dan kualitas mereka." katanya dilansir Manutd.com (5/2/19).

Ini adalah bagian yang penting untuk sebuah tim semacam Manchester United. Pelatih mempercayakan penuh semua keputusan kepada pemain selama berada di lapangan.




Baca juga:
Hari Pers Nasional: Menagih Peran Aktif Media dalam Penanggulangan AIDS
[Pro-Kontra] Artis Nyaleg, Strategi Parpol Guna Lolos ke Senayan
Gus Mus dan Mbah Moen, Rais 'Am dalam Kerendahan Hati Seorang Ulama

Gula, Pemanis Buatan dan "Sugar Tax"

$
0
0

Ilustrasi: healthguide.net

"Ih katanya ini minuman 'No Sugar', kok tetep manis?" teman saya berkomentar setelah meminum salah satu produk yang dia beli di minimarket stasiun ketika kami pulang kantor sama-sama.

Di label produk yang dia minum itu memang tertulis 'No sugar' yang berarti tidak ada penambahan gula. Jadi ceritanya teman saya ini sedang mencoba diet dan mengurangi konsumsi gula. Demi Healthy lifestyle katanya. 

Mendengar komentarnya saya jadi senyum-senyum sambil membalas, "Ya memang tidak ada penambahan gula. Tapi kalau manis berarti ada pemanis buatannya".

Edukasi tentang gaya hidup sehat dengan mengurangi konsumsi gula berlebih untuk mencegah kelebihan berat badan dan penyakit degeneratif semacam Diabetes Mellitus memang sedang gencar-gencarnya. Akibatnya produsen makanan dan minuman olahan mulai mengikuti tren yang berkembang di masyarakat dengan mengurangi gula dalam produk-produk mereka.

Beberapa klaim yang sering disematkan di label mulai dari 'No sugar added', 'Less Sugar', 'Sugar Free', 'No sugar', 'Rendah kalori' dan sebagainya. Tapi terbayang dong kalau rasanya hambar semua? Pastinya tidak begitu laku karena memang belum semua masyarakat kita aware dengan hal ini. Dan kalau menyangkut taste, pastinya setiap orang memiliki selera berbeda.

Namun perlu diketahui juga ada arti-arti tertentu dibalik klaim-klaim tersebut, misal:

1. 'No Sugar' atau 'Sugar Free' memang artinya bebas gula, tapi belum tentu tidak ada penambahan pemanis.

2. 'No sugar added' bisa berarti tidak ada penambahan gula selama proses, namun gula bisa muncul dari hasil pengolahan pangan (misal minuman jus buah).

3. 'Less Sugar' biasanya kandungan gula dikurangi sebanyak 25% dari aslinya.

4. 'Dietetic' bisa berarti ada pengurangan jumlah kalori, tapi bisa berarti lain juga.

Oleh sebab itu produk yang diklaim mengandung rendah atau tidak mengandung gula, bukan berarti rasanya harus hambar. Supaya rasanya tetap enak atau minimal ada manis-masinya (bukan endorse loh ya), produsen akan menambahkan pemanis buatan atau dikenal juga dengan Artificial  Sweetener. Walaupun rasanya sama-sama manis, tapi sumbernya berbeda sehingga efek jangka panjangnya tidak sama dengan gula.

Gula Vs Pemanis Buatan

Gula atau yang dikenal juga dengan Gula Kalori adalah pemanis yang mengandung kalori. Berdasarkan gugus rantainya, gula umumnya dibagi menjadi tiga yakni Monosakarida (Contoh: Glukosa, Fruktosa/gula buah, Galaktosa), Disakarida (Contoh: Maltosa, Sukrosa/gula pasir, Laktosa/gula susu)  dan Polisakarida (Contoh: Amilum).

Sementara Pemanis menurut Peraturan Kepala BPOM No. 4 tahun 2014 adalah, bahan tambahan pangan (BTP) berupa pemanis alami dan pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada produk pangan.

Pemanis Alami yang dizinkan oleh BPOM sebagai BTP misalnya Sorbitol, Mannitol, Xylitol, Glikosida Stevia, Maltol, Laktitol. Sedangkan Pemanis Buatan contohnya Acesulfam Potassium (Acesulfam-K), Aspartame, Cyclamates, Neotame, Saccharins, Sucralose dan lainnya.

Berbeda dengan gula, BTP pemanis ini tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan hanya ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah kecil karena tingkat kemanisannya lebih tinggi dari gula biasa.

Namun ada juga Table-top Sweetener yaitu pemanis siap dikonsumsi sebagai produk akhir dan biasanya berbentuk granul, serbuk atau cair. Contoh Table-top Sweetener adalah gula pasir (sukrosa) yang dikemas dengan ukuran 5-10 gram.

Apakah Pemanis Buatan Sehat dan Aman Digunakan?

Pada dasarnya baik BTP Pemanis Alami maupun Buatan aman digunakan jika dikonsumsi sesuai batasan yang berlaku atau dikenal juga dengan Acceptable Daily Intake/ADI (Asupan harian yang dapat diterima) yaitu, jumlah maksimum BTP dalam miligram per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan.

Jika dinyatakan ADI not specified / ADI not limited / ADI acceptable / no ADI allocated / no ADI necessary, itu berarti BTP yang digunakan memiliki toksisitas yang sangat rendah.

Oleh sebab itu BTP Pemanis memang umum dijadikan alternatif atau pengganti gula (sugar substitute) untuk memunculkan rasa yang mirip dengan produk yang menggunakan gula asli.

Berikut beberapa manfaat penggunaan BTP Pemanis dibandingkan gula:

1. Membantu mengontrol Berat Badan

Perlu diketahui bahwa penghasil kalori terbesar adalah lemak, protein dan karbohidrat (termasuk gula).  Dan sesuai tren hidup sehat sekarang ini, orang-orang berlomba mengurangi atau paling tidak menyeimbangkan asupan senyawa tersebut ke dalam tubuh, termasuk gula.

Meski jauh berkali lipat lebih manis daripada gula, BTP pemanis umumnya mengandung jauh lebih sedikit kalori dibandingkan gula sehingga dipilih sebagai pengganti gula dalam makanan dan minuman. Oleh sebab itu penggunaan BTP pemanis paling tidak berkontribusi untuk membantu mengontrol berat badan, tentunya disertai dengan pola diet tertentu serta olahraga dan asupan gizi seimbang.

2. Membantu mengurangi Resiko Diabetes

BTP pemanis tidak menimbulkan respon yang sama dengan gula terhadap produksi dan aktivitas  Insulin (hormon yang berfungsi mengubah glukosa menjadi glikogen/gula otot), oleh sebab itu BTP pemanis biasa digunakan oleh penderita Diabetes untuk membantu mengontrol kadar glukosa dalam darah, tanpa harus  menderita akibat rasa makanan yang tidak enak.

3. Kesehatan Gigi

Tidak seperti gula yang dapat menimbulkan kerusakan gigi, BTP pemanis mungkin memiliki  peran terhadap kesehatan gigi misalnya mencegah karies gigi, karena tidak bersifat kariogenik. Meski begitu, karena belum ada data ilmiah yang memadai, belum bisa disimpulkan juga bahwa konsumsi BTP pemanis (Xylitol misalnya) lebih baik untuk mencegah karies gigi.

Yang perlu dicatat bahwa disamping kebaikan-kebaikan tersebut, bukan berarti penggunaannya boleh sembarangan karena dapat menimbulkan kerugian tertentu, misal:

1. Kontraindikasi bagi penderita Phenylketonuria (PKU)

BTP pemanis  tertentu seperti Aspartame dikontraindikasikan (dilarang penggunaannya) oleh penderita PKU, yakni sebuah gangguan yang sifatnya genetik dimana tubuh penderita sulit memetabolisme senyawa asam amino Phenylalanine. Kadar Phenylalanin berlebih dalam tubuh dapat menyebabkan resiko kecacatan intelektual yang ditandai dengan kejang, tumbuh kembang yang terlambat, dan masalah perilaku. 

Dan karena Aspartame mengandung senyawa Phenylalanine, maka pemanis ini tidak boleh dikonsumsi oleh penderita PKU. Dan sesuai ketentuan labeling pada kemasan pangan, informasi ini harus di-declare supaya bisa menjadi perhatian bagi penderita PKU.

2. Kenaikan berat badan dan Gangguan Sistem Pencernaan

Meskipun penggunaan BTP pemanis berperan untuk membantu mengontrol kelebihan berat badan, efek sebaliknya bisa muncul apabila konsumen salah persepsi.

Mengkonsumsi pangan dengan BTP pemanis bukan berarti kita bisa makan atau minum semau kita, karena seperti yang sudah dijelaskan tadi bahwa masing-masing BTP pemanis memiliki level ADI tertentu. Jadi jika konsumsi kita berlebihan, tidak menutup kemungkinan akan berakibat pada obesitas dan DM Tipe 2.

Contoh, seseorang mengkonsumsi susu dengan klaim 'low fat' dan 'no sugar' tapi  secara berlebihan. Resiko kelebihan berat badan dan kenaikan kadar gula darah tetap ada karena pada dasarnya susu mengandung laktosa.

Selain itu, konsumsi berlebihan bahan pemanis tertentu juga dapat menimbulkan masalah pada sistem pencernaan (misal kembung, diare), sakit kepala hingga gangguan metabolisme.

3. Kekurangan nutrisi  tertentu

Anak-anak dan ibu hamil/menyusui tidak diperbolehkan mengkonsumsi pangan dengan BTP pemanis, mengapa? Karena pada dasarnya karbohidrat atau glukosa merupakan nutrisi atau senyawa penting yang dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang. Jangan sampai penggunaan BTP pemanis salah tujuan sehingga malah menyebabkan anak kekurangan nutrisi tertentu.

Sugar Tax

Sesuai rekomendasi WHO, saat ini ada sekitar 26 negara (termasuk Australia, Inggris, Singapore, Filipina, sejumlah negara bagian Amerika Serikat dan lainnya) yang telah menerapkan pengenaan pajak bagi produk minuman yang mengandung gula tinggi  (sugar tax/soda tax) sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap kesehatan warganya. 

Dengan kebijakan pajak yang tinggi ini, diharapkan pembelian dan konsumsi minuman dengan kadar gula tinggi (misal minuman bersoda) bisa menurun.

Awal tahun ini, Kementerian Kesehatan RI juga telah membahas wacana tentang pengenaan cukai pada produk minuman olahan yang mengandung tinggi gula guna mendukung rekomendasi WHO tersebut. Harapannya tentu kebijakan ini dapat mengontrol akses masyarakat terhadap konsumsi gula berlebihan dan dapat meningkatkan pemasukkan negara, sambil terus memperluas edukasi ke pada masyarakat akan bahaya konsumsi gula berlebih.

Bagaimana, apakah Anda setuju? Aku sih yes


Referensi:

WHO | Kemkes | NCBI | BDA | USDA




Baca juga:
Berbagai Interpretasi Ahok Gabung PDIP, Membaca Tujuan Besarnya
Hari Pers Nasional: Menagih Peran Aktif Media dalam Penanggulangan AIDS
[Pro-Kontra] Artis Nyaleg, Strategi Parpol Guna Lolos ke Senayan

Merangkai Puing-puing Kejayaan yang Redam oleh Zaman

$
0
0

Plang Karawang Theatre/dokpri

Sabtu (19/1/2019) saya berkesempatan ngobrol-ngobrol dengan Pak Iwan, 62 tahun, seorang karyawan senior bioskop Karawang Theatre (KT)----selanjutnya ditulis KT dengan pelafalan 'kat'. Ide ini muncul pada Jumat malam sebelumnya, ketika saya tengah mencari-cari inspirasi; saya ingin mengulik Karawang lewat wacana yang terpinggirkan dan mudah diakses oleh saya yang amatiran ini. 

Sebuah langkah kecil untuk mengenali kembali kota yang selama ini cuma jadi tempat persinggahan saja dalam kehidupan saya. Ide ini seperti benda yang telah tenggelam selama beberapa tahun, lalu timbul kembali ke permukaan. Suatu gagasan yang terlupa dan hampir berkarat.

Dulu, suatu hari di malam minggu, saya melewati gedung bioskop KT di jalan Tuparev dengan sepeda motor sambil memandang sekilas pada cahaya-cahaya bohlam yang bertengger di langit-langit gedung dan siluet keramaian orang yang tak seberapa jika dibandingkan dengan penonton di bioskop CGV di Festive Walk, dan bioskop 21 di Mal Karawang dan Resinda Park Mall yang baru dibangun beberapa tahun belakangan. Lantas pikiran saya menyentil suatu pertanyaan----yang diam-diam dipertanyakan juga oleh orang-orang Karawang. Bagaimana nasib KT di tengah pusaran kemajuan zaman?

Maka Sabtu siang itu, tanpa perencanaan yang matang dan hanya iseng sekadar bernostalgia, saya datang ke KT bersama seorang kawan lama, Devi. Singkat cerita, saya berhasil bertemu dengan Pak Iwan yang sedang berada dalam ruang loket yang sekaligus dijadikan kantor kecil untuk para karyawan. Saya meminta izin untuk mengobrol dengannya seputar sejarah KT----alih-alih dalam bahasa formal adalah wawancara. 

Membawa embel-embel topik 'sejarah', Pak Iwan tampak agak segan membicarakannya. Ia beralasan, "Saya takut salah bicara atau ngasih informasi yang keliru". Ia memohon maaf kalau informasi yang akan diberikannya tidak benar-benar lengkap dan utuh. 

Saya mencoba menjelaskan padanya bahwa informasi sesederhana apa pun darinya, akan berharga bagi pengetahuan saya yang sangat nol ini. Saya ingin mengobrol ringan-ringan saja. Pak Iwan menyetujui dan mulailah kami mengobrol seperti air mengalir.

Ruang kantor itu menghubungkan loket I dan II, lebarnya tak seberapa, hanya dua meter. Saya duduk di hadapan meja panjang yang berhimpitan dengan dinding, meja yang hanya ada satu-satunya di ruang itu. Di atas meja bertebaran kertas-kertas berisi catatan kecil dan tiket-tiket, juga beberapa ATK. Di dinding yang berhimpitan dengan meja, tergantung kalendar 2019 dan jam dinding yang sudah usang. 

Di atasnya lagi bertengger AC bewarna kusam, mengembuskan uap udara yang sama sekali tak terasa dingin. Di dinding itu pula bertengger lampu neon. Yang menarik perhatian saya adalah selembar kertas yang tertempel di dinding berisi instruksi dari pemilik bioskop, Pak Moksen, agar karyawan selalu menjaga kebersihan gedung ini. Tulisan itu bertanggal 3 Oktober 2018, tetapi masih ditik dengan mesin ketik manual. 

Aroma tua merebak di antara warna-warna dinding yang kusam. Tidak hanya itu, sebuah telepon kusam yang sudah lama tak berfungsi masih saja bertengger di dinding, membuktikan bahwa ruangan ini memang berusia tua.

Sederet instruksi untuk karyawan KT/dokpri

Pak Iwan mengawali ceritanya, tentang permulaan karirnya di bioskop ini. KT resmi dibuka tahun 1988 dan sejak itu pula Pak Iwan mulai bekerja. Sebelumnya, ia tinggal di Bandung. Ia memutuskan pindah ke Karawang karena Pak Moksen menawarinya pekerjaan tetap. 

Saat ini usianya menginjak 62 tahun, maka dapat dikatakan bahwa Pak Iwan mengawali karirnya di bioskop KT sejak usia 31 tahun. Saya bertanya-tanya, mengapa Pak Iwan mau bekerja dan bertahan dalam kurun waktu yang sangat lama itu. Alasannya sederhana, "Saya sudah kerasan di sini". Pasalnya, Pak Iwan juga ikut membangun gedung ini. 

Baginya, ia sudah seperti 'membidani' anak sendiri, mulai dari masih berwujud tanah lapang hingga jadi gedung kokoh yang masih hidup di masa sekarang. Saya membayangkan, hidup Pak Iwan semakin menua seiring dengan menuanya gedung ini. Pak Iwan tidak hanya bekerja semata-mata untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah, lebih dari itu, ia telah menjalin tali emosional dengan pekerjaannya dan tempatnya.

Pak Iwan (62 tahun)/dokpri

Di sini, usia karyawan rata-rata tidak jauh berbeda dengan Pak Iwan. Sebagian di antaranya sama-sama meniti karir sejak bioskop berdiri. Karyawan yang paling muda, usianya kira-kira 30-an. Semuanya laki-laki, berjumlah 9 orang termasuk tukang parkir. Padahal, dulu sewaktu KT masih berjaya, banyak karyawan perempuan yang bekerja di sini, misalnya di bagian penjaga loket. Pun dahulu jumlahnya banyak, tapi kini yang tersisa hanya 9 orang.

Seorang penjaga loket Teater II di KT/dokpri

Saya mengagumi arsitektur bioskop KT yang sarat dengan nuansa 80-an, gedungnya masih kokoh berdiri hingga hari ini tanpa adanya perubahan. Menurut Pak Iwan, gedung ini dirancang oleh arsitektur lulusan ITB, entah lupa siapa namanya. Tampaknya tak ada perbaikan yang signifikan, Pak Iwan hanya menjelaskan adanya perawatan kecil-kecilan yang rutin dilakukan.

Saya jadi teringat pula soal keluhan-keluhan yang pernah terlontar dari kawan-kawan sekolah saya dulu, bahwa kursi-kursi di dalam teater berbau pesing -meskipun memang masih bisa ditolerir oleh hidung kita- lalu AC yang tidak dingin, dan layar yang kusam sehingga gambar yang dihasilkan tidak jernih, seperti menonton layar tancap. Keluhan-keluhan semacam itu memang lazim terjadi pada bioskop-bioskop tua. 

Dalam kasus KT ini, setidaknya saya paham bahwa mengharapkan perubahan ke arah yang progresif memang diperlukan upaya yang sangat besar. Tentu tak bisa mengandalkan tenaga para karyawan yang sudah berumur ini. Pak Iwan mengaku belum adanya regenerasi. Tatapan Pak Iwan mengawang-awang seperti dilanda ketidakpastian akan masa depan. Ia tidak tahu apa yang sebaiknya dilakukan selain menjalani instruksi dari atasan.


Gedung Karawang Theatre tampak depan/dokpri

Tatapan Pak Iwan semakin redup ketika saya bertanya perihal bioskop-bioskop modern di beberapa mal yang berdiri sejak 2014. Menurutnya, dampaknya sangat besar, penonton semakin berkurang dan film yang diputar paling lama hanya bertahan dua minggu saja. 

Pada hari senin-jumat tidak ada penonton, maka kebijakan yang diambil adalah tutup di hari-hari biasa. Yang paling diharapkan adalah hari weekend dan hari libur, minimal harus ada 10 penonton, baru bisa memutar film. 

Hari saat saya bertandang itu, (19/1/2019), diperkirakan hanya 15 penonton per sesi, itu pun kebanyakan menonton di Teater I karena sedang diputar film yang populer, yaitu Preman Pensiun, sementara film Mata Batin 2 di Teater II tampak sangat sepi. 

Padahal jumlah kursi yang tersedia berjumlah 300 buah. Sementara itu harga tiket KT terbilang murah jika dibandingkan dengan bioskop-bioskop lainnya yang ada di mal. Tiket yang dijual saat ini seharga 20.000 rupiah. Seingat saya, di tahun 2010-an harga tiket pernah seharga 10.000 rupiah saja. Bahkan Pak Iwan menyebutkan harga tiket pernah seharga 5.000 rupiah.

Keluhan lain yang sering terdengar dari orang-orang adalah soal jenis film yang diputar. Sejak saya tinggal di Karawang tahun 2008, KT tidak pernah memutar film Hollywood. Padahal, film-film Hollywood menjadi favorit bagi masyarakat di era sekarang, terutama bagi kawula muda. Film yang diputar hanya film-film lokal, pun hanya yang berkategori populer. 

Penonton KT rata-rata adalah remaja. Pak Iwan mengatakan, di masa sekarang setidaknya masih sedikit untung karena ada "film-film produksi sendiri" yang diputar dan tidak sulit untuk didapatkan. Film yang dimaksud adalah film produksi Starvision. Pak Iwan hanya mengatakan secara sekilas bahwa kepemilikan bioskop KT memang masih ada kaitannya dengan Starvision.

Sebelum bertandang ke KT, saya sempatkan berselancar di internet untuk menggali informasi pertama saya soal bioskop KT ini. Saya hanya menemukan dua sumber tulisan yang menyinggung KT, yaitu di Radar Karawang dan Kompasiana

Pada dasarnya, informasi dua sumber itu memiliki simpulan serupa, bahwa ada beberapa bioskop yang lebih tua dari KT namun sekarang jejak fisiknya telah hilang. 

Menurut informasi Radar Karawang, yang sejalan dengan apa yang diceritakan Pak Iwan, bioskop-bioskop tua itu adalah bioskop Seroja (di sekitar pasar buah jalan Dewi Sartika; sebuah jalan di belakang bioskop KT), bioskop Rakyat yang berganti nama menjadi bioskop Nusantara (sekarang berubah menjadi toko buku AA, letaknya di seberang bioskop KT), dan bioskop Johar Studio (di pasar Johar). 

Sementara Djohan Suryana dalam tulisannya di Kompasiana menyebutkan ada bioskop Rakyat, Samudra, dan Angkasa. Entah informasi mana yang benar-benar valid.

Pak Iwan bercerita bahwa pamor bioskop-bioskop itu meredup seiring dengan kejayaan bioskop KT karena sudah menggunakan sistem operasi yang semi modern dan film-film yang selalu up-to-date. Ia juga menambahkan bahwa bioskop Nusantara pernah dijadikan tempat pertunjukan sandiwara sebelum berubah menjadi gedung bioskop dan sempat dibeli oleh KT untuk dijadikan kantor. Bioskop KT pada masanya tidak hanya memutar film-flm lokal, tetapi juga film Bollywood, Mandarin, bahkan Hollywood.

Di era yang semakin modern, KT setidaknya mengalami dua kali momen kejatuhan. Kejatuhan pertama yang dirasakan Pak Iwan adalah ketika menjamurnya sistem penyimpanan film dalam bentuk VCD/DVD. Di masa itu orang-orang lebih gemar membeli VCD/DVD agar bisa menonton film di rumah, tidak perlu repot-repot ke bioskop. 

Kejatuhan kedua adalah di dekade sekarang ketika teknologi semakin canggih dan KT tampak semakin tergilas oleh zaman. Pak Iwan beserta karyawan-karyawan lainnya hanya bisa berharap agar bioskop ini benar-benar berumur panjang, entah bagaimana caranya. Pun saya sangat berharap keaslian arsitektur bioskop KT terus lestari sehingga Karawang memiliki bangunan yang bernilai historis, selain tentu saja dengan candi Jiwa di Batujaya dan rumah Djiauw Kie Song di Rengasdengklok, sebuah rumah "penculikan" Soekarno-Hatta di masa silam. 

Sebuah kota rasanya tidak memiliki "roh" dan terasa gersang ketika minim penelitian sejarah dan kebudayaan. Sebab bukankah eksistensi dunia sekarang ini terbentuk dari masa lampau? KT tentu berpeluang luas atas titik tolak wacana sejarah dan kebudayaan yang akan berkelindan dengan sejarah daerah lainnya bahkan mungkin transnasional.




Baca juga:
Kelak Akan Banyak Bule Eropa Menjadi Pendekar Silat
Berbagai Interpretasi Ahok Gabung PDIP, Membaca Tujuan Besarnya
Hari Pers Nasional: Menagih Peran Aktif Media dalam Penanggulangan AIDS
Viewing all 10549 articles
Browse latest View live