Quantcast
Channel: Beyond Blogging - Kompasiana.com
Viewing all 10549 articles
Browse latest View live

Manusia dan Simbol-simbol

$
0
0

Foto: Pixabay.comKadang kita begitu mengagumi Simbol-simbol, sampai lupa mengagumi yang seharusnya. Simbol-simbol itu begitu melekat dikepala, bahkan di Tuhan-kan melebihi Tuhan yang sangat Maha, tidak ada selain-Nya.

Kadang kita begitu takut pada Simbol-simbol, melebihi ketakutan kita kepada-Nya. Itu karena kita lebih mendahulukan nafsu daripada nalar dan logika. Sangat marah kalau dikatakan lebih me-Nuhan-kan Simbol-simbol daripada-Nya.

Kadang kita tidak sadar disesatkan oleh Simbol-simbol, meninggalkan akal untuk memaknai perwujudan apa yang seharusnya disembah. Mendahulukan amarah untuk memahami sebuah kebenaran, sehingga hanya berputar dalam lingkaran setan kesesatan pikiran.

Tidak bisa beragama dengan menanggalkan akal, karena akan seperti memakai kacamata kuda. Tuhan anugerahi akal bukanlah sia-sia, agar manusia mengenal-Nya dengan ilmu dan pengetahuan, beriman kepada-Nya dengan keyakinan dan pengetahuan, bukan cuma takut nerakanya.

Mengagumi Simbol-simbol, sama saja dengan mempersekutukan-Nya. Syeitan sangat suka bersembunyi pada Simbol-simbol, begitulah caranya menyesatkan manusia, mengalihkan pandangan manusia dari Tuhannya, memutarbalikan fakta menjadi fatamorgana.




Baca juga:
Persija, Kerja Keras yang Membuahkan Hasil
[Topik Pilihan] Bagaimana Caramu Menyikapi Pelecehan Seksual di Ruang Publik?
Menelaah Permintaan Maaf Prabowo-Sandi yang Terus Berulang

"The Princess Switch", Suguhan Romantis di Bulan Desember

$
0
0

www.popsugar.com.au

Film bergenre komedi romantis selalu mendapatkan peringkat utama dalam bucket list saya apalagi cerita tentang pangeran dan putri layaknya Cinderella. di akhir bulan November 2018, Netflix kembali menghadirkan film bergenre romantis berjudul The Princess Switch yang  dibintangi oleh Vanessa Hudgens (Stacy Denovo dan Putri Margaret) Sam Palladio (Pangeran Edward) dan  Nick Sagar (Kevin) dan disutradarai oleh Mike Rohl. 

Film bertema  pertukaran identitas seperti halnya film Parent Trap (1998)  ini memberikan kisah menarik bagaimana sang karakter utama harus bisa beradaptasi dalam identitas barunya tersebut.

Sinopsis

Stacy Denovo  seorang pembuat kue asal Chicago diundang oleh kerajaan Belgrovia untuk mengikuti perlombaan membuat kue natal di negara tersebut. Pada awalnya ia menolak karena ia masih berharap untuk bisa berkencan dengan mantan kekasihnya di malam natal tetapi suatu ketika, ia bertemu kekasihnya yang sudah memiliki kekasih baru. 

Akhirnya Stacy memutuskan untuk mengikuti perlombaan tersebut. Ia berangkat bersama Kevin  yang  merupakan seorang asisten koki dan juga teman dekatnya serta Olivia, anak perempuan Kevin. 

Pada saat Stacy melakukan gladi resik perlombaan, seseorang dengan sengaja menumpahkan air pada celemeknya. Saat ia akan mengganti celemeknya, tanpa disangka ia bertemu dengan  putri Margaret, seorang wanita yang sangat mirip dengannya yang merupakan seorang putri dari kerajan Montenaro dan sebentar lagi akan  menikah dengan pangeran Edward. 

Menyadari hal tersebut, putri Margaret memutuskan untuk bertukar identitas dengan Stacy karena ia ingin mengetahui lebih jauh tentang kehidupan orang biasa sebelum ia menikah. Stacy menyetujuinya dengan sebuah syarat. Lalu mereka pun saling bertukar infomasi tentang kehidupannya masing-masing. 

Edward yang tidak jadi untuk melakukan perjalanan bisnisnys, memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama dengan putri Margaret yang membuat Stacy kebingungan karena ini diluar rencana mereka. Pada saat itulah Stacy harus berupaya dengan keras menampilkan sisi terbaik dari  seorang putri. 

Pangeran Edward yang melihat sisi lain dari putri Margaret yang tidak seperti biasanya lambat laun mulai terpikat oleh kharismanya. Pun sebaliknya Stacy yang setiap hari harus bertemu dengan Edward mulai merasakan hal yang sama. 

Di sisi lain, putri Margaret  yang menjalani kehidupannya sebagai Stacy Denovo, menikmati kehidupannya bersama Olivia dan Kevin hingga akhirnya ia mulai terpikat oleh Kevin dan ia mulai menyadari bahwa mereka pun saling jatuh cinta. 

Pada malam sebellum perlombaan dimulai, Satcy dan putri Margaret yang harus bertukar tempat dan kembali ke tempat mereka masing-masing hingga membuat mereka sedih karena mereka jatuh cinta pada psangan yang tidak seharusnya sehingga  membuat mereka harus  memutuskan untuk tetap tinggal atau mengejar cinta mereka.

Nuansa Natal yang kental

newsok.comSebagai penerus film natal romantis sebelumnya yaitu A Christmast Prince,film yang bersetting dalam kurun waktu menjelang natal ini sukses membuat film ini menjadi film yang penuh cinta dan kebahagiaan seperti film-film natal lainnya.

Salju yang turun, nyanyian natal, suasana natal yang diwarnai dengan hiasan-hiasan natal di sepanjang jalan cerita memberikan pemandangan yang berwarna khususnya bagi anda pecinta film-film bergenre Natal. 

Adegan pada saat Stacy dan Edward berkunjung ke panti asuhan dan memberikan kado natal pada anak-anak tersebut merupakan salah satu adegan yang sangat menyentuh dalam film ini. 

Romantis, penuh haru, dan menghibur

www.bustle.comSeperti dalam film-film romantis lainnya, film ini memang disipakan untuk menampilkan sisi romantis dari para karakternya.  Chemistry mereka yang sangat baik membuat adegan manis dalam film ini menjadi sangat menyentuh hati dan membuat kita terpesona tanpa sadar. 

Seperti saat mereka bermain piano, berdansa dan saat bermain salju bersama. Tatapan penuh cinta dari para karakternya pun turut menambah keromantisan dalam film ini. Diselilingi dengan adegan -adegan kocak yang menghibur membuat film ini sangat pas untuk ditonton di bulan desember ini.

Tipikal film bergenre komedi romantis kerajaan memang selalu memuaskan khususnya bagi saya yang selalu mencintai kisah-kisah putri bak negeri dongeng sehingga saya sangat merekomendasikan film ini untuk ditonton.




Baca juga:
Inilah Penampakan Jamur "Tangan Setan"
Persija, Kerja Keras yang Membuahkan Hasil
[Topik Pilihan] Bagaimana Caramu Menyikapi Pelecehan Seksual di Ruang Publik?

Tidak Musti Berlebih untuk Bisa Berbagi

$
0
0

piah.com

Beberapa minggu terakhir, ada yang berbeda sedang terjadi dengan tetangga kami yang rumahnya selang beberapa gang. Setiap sabtu  siang (melalui anaknya yang masih kelas dua SD), mengantarkan makanan kepada beberapa rumah (termasuk rumah kami). 

Makanan diantar adalah makanan rumahan biasa, tapi (bukan jenis makanannya yang jadi masalah) ada yang membuat hati kami tersentuh. Kebiasaan baru yang dilakukan tetangga, (tidak bisa saya sangkal) diam-diam memantik inspirasi bagi keluarga kecil kami.

Misalnya, beberapa waktu lalu, tetangga mengiirim mie goreng dengan irisan baso dan telur dadar di atasnya --masakan ini sangat biasa kan, masak dengan mie instan-pun bisa. 

Kemudian pada seminggu berikutnya, diantar seporsi nasi putih dengan ayam goreng tepung, jengkol teri balado, sayur daun pepaya tumis (seperti kalau kita membeli di warteg).

Setelah menyerahkan piring, biasanya si anak kecil (yang bertugas mengantar) berpesan agar piring langsung dikembalikan saja. Hal ini menyiratkan, bahwa kami si penerima hantaran tidak perlu repot, mengembalikan piring dengan mengisi makanan yang baru sebagai balasan.

Apakah tetangga ini kaya raya? 

Kalau ukuran kaya, dilihat dari kepemilikan harta, saya hanya bisa memberi gambaran begini.  Rumah tetangga ini, seperti rumah warga kebanyakan lainnya.

Bangunannya menjorok ke dalam dan tidak terlalu menyolok, cenderung sederhana (seperti rumah kami juga). Ruangan di terasnya penuh dengan jemuran baju bayi, berhimpit dengan motor dan sepeda anak-anak.  Tiga anak mereka belum baliq, yang paling besar masih SD kelas lima, anak tengah kelas dua, sementara bungsunya belum genap satu tahun.

***

guromis.com

Setiap hari jumat, melongok ke time line medsos saya terpasang gambar, seorang  teman dumay membagikan nasi bungkus, kadang baju, kadang buku dan lain sebagainya. Saya memperhatikan dengan seksama, kebiasaan ini berlangsung (sekitar) satu tahun terakhir (sejauh pengamatan saya dilakukan cukup ajeg).

Beberapa kali bersua dan ngobrol, teman ini jauh dari kesan ingin pamer atau ingin dipuji, dengan kebiasaan memasang foto bagi-bagi nasi. "saya menyampaikan donasi dari teman di medsos, dan saya pasang gambarnya, sebagai bentuk reporting ke donatur" ujarnya memberi alasan.

Kehidupan teman ini, seperti orang kabanyakan (termasuk saya). Rumah ditinggali masih menyewa bulanan, beberapa hari belakangan sibuk mencari kontrakan baru. Dua anaknya duduk di bangku sekolah dasar, (sama seperti pengalaman saya pribadi) membutuhkan biaya ini dan itu untuk urusan sekolah. Perihal kebiasaan berbagi, saya yakin ada uang pribadinya yang disisishkan, terutama untuk pengadaan nasi bungkusnya.

***

foto koleksi pribadi

Dari dua kisah inspiratif tersebut, membawa saya pada satu permenungan. Bahwa siapapun (tanpa pandang bulu), sangat bisa berbagi tanpa menunggu berlebih. Berbagai kepada orang lain, bisa dimulai mulai dari sekarang sesuai kemampuan diri, tidak perlu merisaukan penilaian orang lain.

Misalnya, mampunya berbagai mie goreng, ya tidak apa-apa mengantarkan mie goreng kepada tetangga, tanpa perlu takut dikomentari (misal) "Ya,mie goreng doang." Atau kalaupun ada orang (iseng) berkomentar seperti itu, biarkan saja, toh niat kita memang berbagi, mau diterima syukur, tidak terima bukan urusan si pemberi.

"Kalau kita sendiri masih merasa kurang, masak harus berbagi" celetuk seorang teman.

Memang kalau kita sudah punya rumah dan mobil bagus, menjadi jaminan bahwa kita tidak akan merasa kurang. Koruptor yang kerap kita lihat dan baca di media, sejatinya mereka bukan orang yang miskin harta, bahkan pundi pundi dimiliki melebih orang kebanyakan.

Manusia dibekali nafsu, dan nafsu inilah yang membuat kita manusia selalu dan selalu merasa kekurangan. Kekurangan adalah masalah bagaimana mengelola apa yang dimiliki, kemudian (memaksa diri) bisa berbagi kepada orang lain sesuai kemampuan diri.

Nah, kalau kita yang saat hidup sederhana sudah memiliki niat berbagi, itu artinya kita sedang berusaha mengelola dan menekan nafsu yang selalu merasa kekurangan.

Kemudian apa yang didapati setelah berbagi ? adalah perasaan lapang dan keinginan untuk berbagi lebih dan lebih. Hukum kehidupan ini berlaku adil, (saya yakin) akan ada karma baik bagi pelaku kebaikan, demikian pula karma buruk bagi pelakunya.

Yang pasti, tidak mungkin sama hasilnya, antara orang yang menyediakan diri untuk menempuh proses untuk mengelola ego, dengan orang yang selalu mengedapankan nafsu pribadi. -- wallahu'alam-




Baca juga:
Duta Besar Kamboja: Saya Jatuh Cinta dengan Keindahan, Budaya, dan Orang-orang RI
Inilah Penampakan Jamur "Tangan Setan"
Persija, Kerja Keras yang Membuahkan Hasil

Bikin Konten Tak Sembarang Receh bersama Pijaru

$
0
0

workshop

Bagaimana caranya membuat konten-konten yang, bukan hanya berbeda, tetapi unik dan menarik di YouTube?

Sebagaimana kita tahu, ketika kita mengunggah 1 video saja ke YouTube maka secara langsung konten tersebut akan bersaing dengan ratusan --bahkan ribuan-- konten lainnya. Lalu, bagaimana konten kita bisa ditonton? Bagaimana bisa mendapat subscriber dan ... boom! Kita menjadi YouTuber terkenal.

Kuncinya hanya satu: mulai membuat konten. Dan mungkin inilah yang terberat yaitu keberanian untuk memulai. Tetapi, ketika peralatan untuk membuat sudah ada lalu keberanian terkumpul, bagaimana mengolah ide untuk membuat konten? Bagaimana ide itu dikembangkan menjadi satu konten utuh yang bisa kita sajikan kepada (calon) penonton kita?

Mari kita bertemu dan mencari tahu dari Pijaru dalam Workshop Kompasianival 2018. Jika kamu tertarik dengan workshop ini, silakan simak informasi berikut:

  • Tema: Membongkar Ide Kreatif dalam Membuat Video
  • Hari/Tanggal: Sabtu, 8 Desember 2018
  • Waktu: 18.30 - 19.30 WIB
  • Tempat:
  • Pembicara: Getar Jagatraya (Script Writer Pijaru)
  • Kuota: 30 Kompasianer
  • Aktivitas:
    Diskusi interaktif,
    Video screening Pijaru, dan
    Bagi-bagi merchandise Pijaru

Untuk mendaftarkan diri, klik tombol "DAFTAR" yang terdapat di bagian atas halaman ini. Jika ingin melihat informasi lainnya tentang Workhop Kompasianival 2018 bisa lihat laman ini.




Baca juga:
Tol Bocimi Diresmikan, Transportasi Umum Bogor-Sukabumi Belum Memadai
Duta Besar Kamboja: Saya Jatuh Cinta dengan Keindahan, Budaya, dan Orang-orang RI
Inilah Penampakan Jamur "Tangan Setan"

Sumadi, Puluhan Tahun Menggosok Tempurung Kelapa

$
0
0

Sumadi, pembuat kerajinan berbahan tempurung kelapa di Purbalingg Wetan, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah (dok. pri).

Bagi Sumadi, hidup selalu biasa saja. Setiap hari setelah bangun dan menyaksikan  sinar matahari merambat mengenai tubuhnya dan semua di sekitarnya, apa yang ia kerjakan tidak banyak berubah. 

Selama hampir 40 tahun ia tetap menggosok tempurung kelapa untuk membuat centong atau sendok sayur. Pekerjaan itulah yang telah menghidup dirinya serta menafkahi keluarganya.

Sumadi adalah seorang perajin limbah kelapa di Kelurahan Purbalingga Wetan, Kecamatan Purbalingga, Jawa Tengah. Di kampungnya itu, Sumadi yang saat ini berusia 66 tahun bisa dikatakan sebagai perajin tertua yang masih aktif. Rata-rata perajin di Purbalingga Wetan saat ini berusia 35-45 tahun. 

Berbeda dengan kebanyakan perajin di kampungnya yang berkumpul di bangunan bekas SD Negeri 2 Purbalingga Wetan sebagai pusat pembuatan kerajinan, Sumadi memilih bagian samping rumahnya yang sederhana sebagai tempat bekerja. 

Di tempat yang sempit itu terserak tempurung dan potongan kayu. Dua lembar seng yang sudah karatan menjadi pelindungnya dari terik matahari atau hujan saat sedang bekerja.

Sumadi mulai aktif membuat kerajinan dari limbah kelapa sejak tahun 1981. Ia mengikuti orang tuanya yang juga perajin. Keterampilan membuat kerajinan limbah kelapa juga ia pelajari hanya dengan melihat orang tuanya dulu membuat. 

Kerajinan limbah kelapa di Purbalingga Wetan memang sudah berlangsung sejak lama dan diwariskan dari generasi ke generasi. Namun, hanya sedikit yang terus mempertahankannya hingga kini. Generasi muda setempat kurang tertarik pada kerajinan limbah kelapa. Dua anak Sumadi pun memilih pekerjaan yang lain.

Sumadi bekerja di bagian samping rumahnya (dok. pri).

Produk kerajinan limbah kelapa yang masih sering dibuat oleh Sumadi saat ini adalah irus atau sendok sayur berbahan tempurung kelapa. Pembuatannya yang relatif mudah dan sederhana ia anggap sesuai dengan usia dan tenaganya saat ini.

Meski hampir setiap hari membuat irus, Sumadi sudah jarang menerima pesanan dalam jumlah banyak atau dengan tenggat waktu yang singkat. Ia tidak ingin memaksakan kondisinya untuk mengerjakan pesanan yang memberatkan.

Hasil produksinya setiap hari dikumpulkan di rumah sambil menunggu pedagang pengepul datang mengambil. "Yang penting buat, nanti kalau ada yang ambil ya seadanya itu", katanya. Kadang produksinya bisa lebih banyak jika kedua anaknya ikut membantu setelah pulang dari tempat mereka bekerja.

Saat ini Sumadi mengandalkan pedagang pengepul untuk memasarkan hasil produksinya ke luar daerah seperti Purwokerto, Yogyakarta, dan Jakarta. Berbeda dengan beberapa puluh tahun lalu saat ia masih muda dan sanggup bepergian hingga ke Bandung dan Jakarta untuk menjual sendiri produk buatannya. 

Keberadaan pedagang pengepul memang membantu, meski itu membuat perajin seperti Sumadi kurang leluasa menentukan harga. Saat ini harga irus di tingkat perajin rata-rata hanya Rp2000. Bahkan, harga borongan per kodi (isi 20) kadang lebih rendah lagi.

Sumadi tetap bertahan membuat produk kerajinan dari tempurung kelapa (dok. pri)

Walaupun demikian, Sumadi tetap pada pilihan hidupnya. Baginya bertahan menjadi perajin limbah kelapa bukan sekadar bekerja untuk mencari nafkah. Pilihan hidupnya itu juga dijalani sebagai upaya mewarisi dan menjaga apa yang ditinggalkan oleh orang tuanya dahulu. Meski melelahkan, ia bahagia melakoninya. Bahkan, jika sehari saja tidak membuatnya ia merasa bingung. "Memang capek, tapi saya masih suka begini (membuat kerajinan)", katanya pada Sabtu (24/11/2018) pagi.

Selama puluhan tahun sudah tak terhitung berapa banyak irus yang ia buat. Sepanjang itu pula ia terus menggosok tempurung kelapa sampai halus, lalu disatukan dengan gagang kayu hingga menjadi irus. Bisa jadi irus di rumah dan di warung langganan kita adalah buatan Sumadi.




Baca juga:
Ayo, Ceritakan Potensi UMKM di Pelosok Negeri Versi Kamu!
Tol Bocimi Diresmikan, Transportasi Umum Bogor-Sukabumi Belum Memadai
Duta Besar Kamboja: Saya Jatuh Cinta dengan Keindahan, Budaya, dan Orang-orang RI

Mempertanyakan Tanggung Jawab Akuntan dalam "Mencetak" Laba Perusahaan

$
0
0

Sumber: clarksvillenow.com

Berbagai kasus yang menimpa beberapa perusahaan yang tergolong besar di tanah air, menguak ke permukaan silih berganti. Sebagai contoh, Jiwasraya, sebuah perusahaan asuransi milik negara, belum lama ini mengalami kesulitan likuiditas yang parah, sehingga belum mampu memenuhi kewajibannya kepada nasabah yang sudah jatuh tempo.

Jiwasraya tampaknya mengikuti jejak perusahaan asuransi yang sudah lama mengidap penyakit, Bumiputera 1912. Ada pula perusahaan pembiayaan SNP Finance yang merugikan beberapa bank yang mengucurinya pinjaman sekitar Rp 14 triliun dan setelah itu mengalami pailit atau bangkrut.

Pada kasus Jiwasraya dan SNP Finance, sebelum kasusnya terkuak, laporan keuangannya tidak mengindikasikan adanya hal yang mencurigakan. Apalagi Kantor Akuntan Publik (KAP) yang mengaudit di SNP Finance memberikan opini "Wajar Tanpa Pengecualian", yang membuat bank-bank percaya untuk memberikan kredit.

Sedangkan di Jiwasraya untuk tahun buku 2017, terjadi penurunan laba yang signifikan antara catatan perusahaan dengan hasil audit dari akuntan publik.  Menurut infobanknews.com (12/10/2018), dari laba bersih unaudited sebesar Rp 2,4 triliun, setelah diaudit oleh Price Waterhouse Coopers, labanya anjlok tajam menjadi hanya Rp 360 miliar, akibat ketidaksesuaian pencadangan yang dibuat aktuaris internal hingga senilai Rp 7,6 triliun.

Jadi, untuk kasus di Jiwasraya yang dipertanyakan bukan tanggung jawab KAP, tapi tanggung jawab akuntan internalnya, apakah karena ketidakmampuan dalam menguasai teknis akuntansi atau tidak mampu mengelak dari perintah pejabat yang lebih tinggi di perusahaan itu untuk "mencetak" angka laba yang dikehendaki.

Bahkan terhadap perusahaan yang saat ini kelihatan baik-baik saja, belum tentu akan terus stabil seperti itu, karena bisa saja menyimpan bom waktu yang akan meledak bila rekayasa akuntansi yang dilakukan tidak lagi bisa disembunyikan.

Coba perhatikan laporan keuangan dari perusahaan yang sudah go public, yang secara regulasi memang diwajibkan mempublikasikan laporan tersebut secara periodik. Tak jarang ditemukan adanya perusahaan yang kinerjanya selalu meningkat, herannya dengan pertumbuhan laba yang stabil, setiap tahunnya naik sekitar 10-15%.

Memang kinerja yang selalu meningkat secara stabil setiap tahun dalam jangka panjang, belum tentu karena ada rekayasa akuntansi atau yang dalam istilah akuntansi disebut window dressing

Manajemen yang jago, telah teruji dalam berbagai kondisi, sangat mungkin bisa membangun strategi yang pas untuk masing-masing kondisi gejolak perekonomian, sehingga kinerja perusahaan tetap mengalami pertumbuhan.

Namun tidak tertutup pula kemungkinan angka laba yang selalu mengalami pertumbuhan terjadi karena keahlian akuntan internal dalam "mencetak" laba yang diinginkan oleh manajemen. Bila hal ini tidak tercium oleh KAP yang harusnya mampu menjaga independensinya, maka laporan yang "berbunga-bunga" tersebut telah terlegitimasi dengan stempel KAP.

Ambil contoh untuk perusahaan perbankan. Meskipun telah ada standar akuntansi yang harus dipatuhi, tetap ada koridor bagi manajemen bank untuk "bermain", seperti pada pembentukan cadangan atas kredit yang tidak tertagih. Bila laba yang dikehendaki belum tercapai, bisa dibantu dengan memperkecil cadangan tersebut di atas. 

Tak heran bila terjadi pergantian Direktur Utama di sebuah bank, hal utama yang dipelajarinya adalah cadangan yang ada apakah terlalu kecil untuk mengantisipasi kredit yang tertunggak oleh nasabah. 

Biasanya manajemen baru cenderung memperbesar cadangan dalam rangka "bersih-bersih", khawatir manajemen lama melaporkan laba terlalu tinggi. Jangan sampai manajemen lama yang makan nangka tapi manajemen baru yang kena getahnya.

Namun kekhawatiran di atas tidak perlu terjadi bila integritas akuntan, baik akuntan internal perusahaan dan terlebih lagi akuntan dari KAP, selalu terpelihara.




Baca juga:
Pengalaman Menonton Guyonwaton dan Fenomena Anak Muda Penyuka Koplo
Efektifkah Kampanye Hiperbola Prabowo-Sandi?
Ayo, Ceritakan Potensi UMKM di Pelosok Negeri Versi Kamu!

Mengenal Aturan Menerbangkan Drone di Jakarta

$
0
0

Drone Istiqlal | Dokumentasi pribadi

Ada cerita dari sisa acara 212 kemarin. Bukan, tenang saja aku bukan mau berkisah tentang acara tersebut yang dibumbui dengan orasi-orasi kok. Ini soal aturan menerbangkan drone. Ya, drone punya aturan untuk diterbangkan. Mau itu sekadar terbang untuk hobi ataupun kepentingan komersil.

Tagar #DroneTaatAturan berseliweran di timeline twitterku beberapa jam setelah acara 212 berakhir di monas. Akun twitter TNI Angkatan Udara @_TNIAU memposting cuitan yang cukup memmbuatku gentar. Ya bagaimana tidak, beberapa kali aku pernah menerbangkan drone di wilayah Jakarta.

Airmen sekalian, masih ingatkah kalian ttg twit airmin soal larangan terbang bagi drone yang tidak sesuai aturan yg berlaku? Pada kesempatan ini airmin akan membagikan contoh-contoh pemilik drone yang dk mengerti bgmn prosedur mengoperasikan drone.

Benar saja, twit selanjutnya berisi foto-foto udara aksi 212 yang diambil dengan menggunakan drone. Sah-sah saja mengambil foto udara, tapi wilayah monas yang merupakan ring 1 punya regulasi tersendiri.

Wilayah DKI Jakarta merupakan NO FLIGHT ZONE (NFZ), dimana segala penerbangan di atas wilayah tersebut HARUS seizin instansi terkait. Beberapa saat pelaksanaan parade budaya menjelang Asian Games 2018, Paspampres menembak jatuh beberapa drone.

Patokan aturan menerbangkan drone itu ada pada UU keselamatan penerbangan, permenhub, maupun KKOP. Ada batas ketinggian yang tak boleh dilanggar siapapun, hal ini kaitanya dengan keselamatan penerbangan. Lintasan terbang itu tidak hanya pesawat, namun juga helikopter yang lalu lalang di dalam kota.

WILAYAH UDARA 2 KM DARI ISTANA adalah area terlarang. Jangankan drone, pesawat militer saja harus izin paspampres. Area 2 km itu berarti mana saja ya? Gampangnya sih sekitaran Monas itu, seperti wilayah Tugu Tani, Lapangan Banteng, Stasiun Gambir, AMAN. Yay, tapi ingat nggak boleh tinggi-tinggi ya.

Monas saja dilarang terbang di atasnya kok, apalagi istana? Kamu bisa terkena pasal "percobaan penerobosan ke lingkungan terbatas". Istana negara dengan radius 2 km adalah prohibited area dari ground sampai dengan 10.000 ft untuk semua jenis pesawat. Kok pas Agustusan ada atraksi pesawat? Boleh saja kalu sudah ada Notam izin terbang dari Airnav, Paspampres/Setmilpres, dan TNI AU.

Kok pilot drone kayak liar gitu? Eheem...begitulah. Aku sendiri sebagai pemula juga masih merasa aturan-aturan ini abu-abu kok. Sebaiknya memang di tempat-tempat ramai seperti Monas dipasang larangan "no flight" atau sejenisnya. Yang lebih ampuh lagi, harusnya 2 km dari istana dipasangi jammer saja biar drone nggak bisa terbang.

Beberapa lokasi wisata seperti Uluwatu di Bali sudah memberlakukan sekadar tulisan larangan menerbangkan drone seperti itu. Tapi jangan pula melarang, tapi memperbolehkan jika membayar...namanya komersil ahhaha. Dimana tuh? Banyakkk. Misalnya Borobudur, Tangkuban Perahu, dan mungkin lokasi lain yang aku belum tahu.

FASI (Federasi Aero Sport Indonesia) merupakan organisasi yang mengatur penyelenggaraan kegiatan penerbangan hobi. Aku belum gabung sampai tulisan ini dibuat. Tapi, ya makin ke sini makin aware sama aturan drone.




Baca juga:
Mengintip Cara Unik Penulis Dunia Mengatasi "Writer's Block"
Pengalaman Menonton Guyonwaton dan Fenomena Anak Muda Penyuka Koplo
Efektifkah Kampanye Hiperbola Prabowo-Sandi?

"One Cut of The Dead", Sajian Horor dan Komedi Satir yang Menggigit

$
0
0

Horrorfuel.com

Sejak kemunculan zombi atau mayat hidup pertama kalinya dalam film Night of the Living Dead garapan sutradara George A.Romero di tahun 1968 silam, sudah tak terhitung lagi jumlah film zombi yang muncul menghiasi layar bioskop dengan berbagai temanya. 

Ada yang tetap mempertahankan unsur horor semisal pada film 40 Days of Night atau World War Z. Kemudian ditambahi bumbu aksi yang memukau semisal pada seri Resident Evil dan Overlord. Hingga Ditambahi unsur drama kemanusiaan seperti pada film I Am Legend, Cargo hingga serial tv The Walking Dead.

Terlalu banyaknya film zombi itu jugalah yang membuat kita sebenarnya cukup bosan terhadap film bertema zombi. Meskipun kemudian ada film zombi yang ditambahi unsur komedi cerdas semisal pada film Shaun of the Dead dan Zombieland, namun nampaknya belum cukup untuk menghadirkan sebuah kisah zombi yang baru, unik dan segar.

One Cut of the Dead yang merupakan film Jepang dengan menyertakan zombi sebagai unsur utama kisahnya, kemudian menawarkan sebuah film komedi satire yang cukup cerdas dengan ide cerita yang orisinil. 

Sebenarnya gegap gempitanya film ini di berbagai festival film dunia sudah saya dengar sejak beberapa bulan lalu karena diberikan rating positif oleh media asing semacam Variety dan Hollywood Reporter. Pun film ini mendapatkan predikat juara di 4 gelaran festival film dunia yaitu Austin Fantastic Fest, Fantaspoa Fantastic Film Festival, MotelX Film Festival dan Yubari International Fantastic Film Festival.

Hanya saja twit dari Joko Anwar yang membahas film ini serta menginformasikan bahwa film ini ditayangkan juga di Indonesia, semakin menambah keinginan saya untuk menyaksikan film ini. Kapan lagi bisa menyaksikan film festival seperti ini ditayangkan di bioskop reguler bukan?

Untuk itulah, akan saya bahas film unik yang tempo hari saya saksikan pada tulisan kali ini. Hanya saja cukup mustahil membahas film ini tanpa spoiler. Jadi bagi yang tidak mau menanggung risiko spoiler, bisa berhenti membaca hingga sinopsis saja. Let's go!

Sinopsis

Variety.comAdalah Higurashi( Takayuki Hamatsu)yang merupakan sutradara film indie, ingin membuat sebuah film zombi yang berbeda dari biasanya dengan judul One Cut of the Dead. Namun di tengah syuting, dia terkendala dengan para aktor dan aktrisnya yang nampak tidak meyakinkan untuk diajak bekerja sama.

Masalah baru kemudian muncul. Di lokasi yang berupa tempat pengolahan air zaman Perang Dunia II tersebut, muncul serbuan zombi asli yang mengancam segenap aktor dan kru film tersebut. Apa yang terjadi 37 menit kemudian dalam rekaman single take, menjadi jawaban akan semua hal aneh yang terjadi sejak awal.

Kualitas Film yang Melebihi Budgetnya

Creativetourist.comDikutip dari laman businessinsider.com, film berbiaya 27,000 USD atau setara dengan 370 juta-an Rupiah ini berhasil memperoleh pendapatan sebesar 7,2 Juta USD atau sekitar 100 milyar Rupiah atau 250 kali angka budgetnya. Itu pun hanya dengan penayangan di Jepang saja. Jumlah itu tentu bakal terus meningkat seiring meluasnya negara yang akan menayangkan film tersebut di akhir tahun ini.

Tak hanya pendapatannya yang berhasil melebihi budgetnya, kualitas film ini pun sejatinya melewati ongkos pembuatannya. Bagaimana tidak, selain suguhan kisah yang segar, kita pun seakan disuguhi 3 film berbeda dalam satu film ini. Munculnya film dalam film atau biasa disebut dengan movieception, berhasil membuat setiap penonton terkecoh akan akhir kisahnya. Kekuatan cerita film ini benar-benar membuat lupa desain zombi yang apa adanya itu.

Sutradara dan Aktor Debutan

Indiewire.comYang membuat film ini tambah luar biasa adalah fakta bahwa sutradara serta deretan aktor film ini merupakan debutan. One Cut of the Dead merupakan debut sutradara Shinichiro Ueda yang biasanya membesut film pendek. 

Pun merujuk data milik iMdb.com, nama-nama aktor semisal Takayuki Hamatsu, Yuzuki Akiyama serta Harumi Shuhama tidak memiliki database film lain. Namun begitu, semua aktor dan aktris di film ini mampu berperan dengan maksimal dan menguatkan cerita di film ini.

Lebih dari Sekedar Film Zombi

Hollywoodreporter.comBila mengatakan film ini merupakan film zombi, tentu tidak benar. Namun jika mengatakan film ini bukan film zombi pun juga salah. Hal tersebut karena film ini memang menggunakan zombi sebagai latarnya namun dengan kisah yang lebih kaya dari sekedar film zombie survival ala Hollywood.

Pada 37 menit pertama film ini benar-benar diproses dengan kamera handheld layaknya syuting acara reality show dan diproses dalam satu single take atau pengambilan gambar tunggal secara terus menerus tanpa cut. Bahkan teknik single take tanpa editan CGI ini melebihi film Touch of Evil nya Orson Welles yang melakukan teknik single take selama 11 menit. 

Di fase 37 menit single take ini, unsur horor diutamakan karena menampilkan banyak darah dan adegan kekerasan lainnya. Namun setelah adegan penutup film tersebut muncul, tombol reset seakan ditekan dan membawa kita ke cerita 1 bulan sebelum film horror murahan tersebut diproduksi hingga ke proses syutingnya. 

Proses syutingnya pun ternyata banyak kesalahan dan tak sesuai skripnya. Namun semuanya berhasil menyatu menjadi film utuh dan prosesnya ditampilkan dengan adegan komedi segar dan komikal khas Jepang yang benar-benar mengocok perut.

Camerajapan.nl

Kita pun tidak hanya disuguhi sajian horor zombi, namun juga kisah drama yang kuat selama proses perencanaan hingga pembuatan film zombi murahan tersebut. 

Sisi emosional terkait hubungan antara sang sutradara dengan anak semata wayangnya pun ditampilkan dengan porsi yang cukup dan menjadi titik balik produksi film tersebut nantinya. Bahkan komedi satire yang sekaligus menjadi pelajaran akan realita pertelevisian serta proses kerja para kru pembuat film selama syuting berlangsung, menjadi sebuah visualisasi yang unik dan menyegarkan dari film ini.

Dengan ditampilkannya kejadian serta realita di depan serta di belakang kamera, jelas film ini tidak hanya menyuguhkan cerita untuk para penikmat film saja. Film ini jelas dibuat juga sebagai bentuk penghormatan bagi segenap kru film di seluruh dunia. 

Sindiran Acara Televisi dalam Komedi Satire yang Kuat

Horrortalk.comFilm ini jelas menghadirkan komedi satir tingkat tinggi. Rencana pembuatan film One Cut of the Dead dengan menggandeng sutradara tidak terkenal yang memiliki moto "cepat, murah dan kualitasnya biasa saja", tentu menjadi sindiran terhadap stasiun televisi dan manajemennya yang lebih mementingkan rating dibanding kualitas acaranya. Mereka cenderung senang menciptakan acara yang mudah viral namun dengan isi yang sebenarnya jauh dari esensi seni itu sendiri. 

Adegan saat sang sutradara melawan keputusan produser terkait bagaimana ending film ini harus berjalan namun pada akhirnya menemui jalan buntu, juga merupakan sindiran bahwa seidealis apapun seorang sutradara pada akhirnya akan kalah dengan keputusan manajemen televisi yang lebih mementingkan rating dibanding isi. Sebuah sindiran dalam balutan komedi satir yang tentunya relevan dengan perkembangan pertelevisian saat ini.

Penutup

Gizmodo.com.auOne Cut of the Dead jelas menjadi sebuah film wajib tonton tahun ini. Kisah orisinilnya menjadi sebuah sajian yang segar diantara gempuran film-film Hollywood berteknologi tinggi di akhir tahun ini.

Dengan membayar harga 1 tiket bioskop, kita tidak hanya disuguhi sebuah film horor menggigit dengan tampilan produksi murahan ala film kelas B, namun juga kisah drama kehidupan dan komedi satir yang cerdas serta mengocok perut sejak pertengahan hingga akhir film. Tak hanya itu, sajian movieception nya juga membuat kita geleng-geleng kepala dan tak ragu untuk berdecak kagum serta bertepuk tangan pada beberapa adegannya.

Sepantauan saya, film ini masih ditayangkan sejak seminggu lalu hingga hari ini di jaringan bioskop CGV, Cinemaxx dan Flix. Namun jika kelewatan, film ini masih bisa ditonton di gelaran Japan Film Festival tanggal 15 Desember 2018. Silakan cek jadwal tayangnya dan pesan tiketnya, karena sayang sekali jika melewatkan film yang sungguh ciamik ini.

Sebenarnya nilai atau rating film sudah tidak pernah lagi disematkan dalam tulisan review film saya. Karena sejatinya nilai sebuah film itu tergantung persepsi dan selera orang yang menonton. Namun khusus film ini, saya sematkan nilai pribadi dari saya.

Ya, saya memberikan nilai 8,5/10 untuk filmnya yang benar-benar segar dan menggugah. Karena sejatinya nilai 9 hanya milik Steven Spielberg dan Christopher Nolan semata, heuheuheu.

Salam Kompasiana.





Baca juga:
Ketika Buku Tak Ber-ISBN
Mengintip Cara Unik Penulis Dunia Mengatasi "Writer's Block"
Pengalaman Menonton Guyonwaton dan Fenomena Anak Muda Penyuka Koplo

Keluar Rumah Tanpa Dompet, Kenapa Enggak?

$
0
0

Blog Competition

Dulu, dompet adalah segalanya bagi semua orang. Bayangkan saja, apa jadinya kalau kita pergi keluar rumah tapi enggak bawa dompet? Duh, bikin pusing pastinya.

Tapi di era modern seperti sekarang, smartphone dalam genggaman adalah hal terpenting dalam hidup setiap orang. Selain untuk berkomunikasi, eksis di media sosial, cek kerjaan atau urusan kantor, smartphone juga bisa jadi dompet dalam versi elektronik. Semua transaksi perbankan pribadi seperti tarik tunai uang, pembayaran, transfer, dan lainnya bisa dilakukan hanya dengan aplikasi dalam smartphone kamu.

Pernah punya pengalaman serupa? Atau punya opini tentang penggunaan uang elektronik dan transaksi perbankan  Ayo, ceritakan pengalaman dan opinimu tersebut dalam blog competition "Pede Keluar Rumah Tanpa Dompet" yang diadakan oleh BCA bersama dengan Kompasiana. Mau ikutan, simak detailnya dulu ya di bawah ini.

SYARAT & KETENTUAN

  • Peserta telah terdaftar sebagai anggota Kompasiana. Jika belum terdaftar, silakan registrasi terlebih dahulu di Kompasiana.com
  • Tulisan bersifat baru, orisinal (bukan karya orang lain atau hasil plagiat), dan tidak sedang dilombakan di tempat lain)
  • Konten tulisan tidak melanggar Tata Tertib Kompasiana

MEKANISME

  • Tema: Pede Keluar Rumah Tanpa Dompet
  • Kompasianer diminta untuk menuliskan cerita pengalaman dalam melakukan aktivitas harian tanpa membawa dompet, tanpa menggunakan uang tunai (cashless) ataupun kartu (cardless), melainkan hanya dengan aplikasi dalam smartphone. Ceritakan juga pengalaman Anda dalam melakukan transaksi pribadi seperti melakukan pembayaran tagihan kartu kredit / Telpon dll, transfer (dengan QR Code), tarik tunai di ATM tanpa kartu, Split Bill Sakuku, dll. Tulisan dikaitkan dengan pengalaman peserta menggunakan SAKUKU dan BCA mobile
  • Peserta wajib mencantumkan kata kunci "BCA Mobile", "Sakuku", "#DibikinSimpel", "QR kode" dalam setiap tulisan
  • Periode: 15 November -- 10 Desember 2018
  • Mencantumkan label SimpelTanpaDompet dan NoWalletNoWorry dalam setiap tulisan
  • Tulisan tidak lebih dari 1.500 kata
  • Tulisan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan tema lomba tidak bisa diikutkan lomba
  • Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat
  • Pemenang akan diumumkan setelah 10 hari kerja periode lomba usai

HADIAH 

  • 10 artikel terbaik: saldo SAKUKU @ Rp 1.000.000
  • 10 artikel dengan vote terbanyak: saldo SAKUKU @ Rp 500.000 (note: untuk artikel vote terbanyak akan dihitung per tanggal 12 Desember 2018)

Ayo, segera kirimkan cerita terbaik Anda dan menangkan hadiahnya! Untuk mengikuti event Kompasiana lainnya, silakan kunjungi halaman ini. (GIL)




Baca juga:
Jokowi Jangan Jemawa Meski Kans Menang Besar
Ketika Buku Tak Ber-ISBN
Mengintip Cara Unik Penulis Dunia Mengatasi "Writer's Block"

"Invisible Hand" dan Prestasi Sepak Bola Indonesia

$
0
0

Sumber: Alliance/DPA

Lihatlah fakta ini; Penduduk terbanyak di kawasan Asia Tenggara, sepak bola menjadi olahraga nomor satu, jumlah klub sepak bola terbanyak, sepak bola dimainkan oleh semua kelompok umur, ditambah suporter yang melimpah dari ujung negeri. 

Namun bicara prestasi timnas, sepak bola Indonesia masih nol besar.

Tentunya ada yang salah dengan hal ini, jangankan berbicara di tingkat Asia atau dunia, di tingkat Asia Tenggara saja Indonesia masih harus tertatih-tatih. Sudah lama sekali Timnas Senior tidak merasakan gelar bergengsi sekedar di kawasan regional saja. Emas Sepak Bola SEA Games mungkin sudah lupa kapan terakhir kita mendapatkan. 

Begitu juga gelaran 2 tahunan Piala AFF, mentok di babak Final saja. Apalagi mau bicara Piala Asia? Olimpiade? Bahkan Piala Dunia? Seperti mimpi. Paling banter kita hanya sampai pada istilah "nyaris", "kurang beruntung" kita evaluasi" dan sederet kata pemakluman lainnya.

Entah ini hanya pengamatan penulis saja, namun sepertinya ada sesuatu kekuatan besar yang selalu menghalangi prestasi Indonesia untuk mencapai tangga juara. Sudah beberapa turnamen diamati khususnya di kawasan Asia Tenggara. 

Timnas Indonesia bisa begitu mempesona di babak grup bahkan lolos ke final. Namun apa daya pertandingan final sepertinya menjadi antiklimaks permainan Timnas. Masih ingat kejadian final AFF di Malaysia beberapa tahun lalu saat sang pelatih kepala Alfred Riedl pun seperti bingung dengan apa yang terjadi. Indonesia akhirnya kalah 3-0 dari Malaysia.

Atau kalau mau lebih sahih lihatlah permainan Timnas Indonesia saat bermain dengan Singapura pada pertandingan pertama Piala AFF 2018 kemarin. Dengan mayoritas pemain yang sama saat Asian Games, pola dan taktik yang sama, pelatih yang sudah menjadi asisten pelatih sebelumnya selama 1,5 tahun. 

Harusnya permainan Indonesia bisa lebih baik lagi. Toh Gelaran Asian Games dan AFF tidak lama berselang. Saat bermain dengan Singapura nampak sekali segala hal yang ditunjukan saat Asian Games nyaris tidak terlihat. Para pemain di lapangan bermain seperti menanggung beban yang sangat berat.

Seiring dengan gagalnya Timnas Senior di AFF, publik sepak bola kembali dikejutkan dengan adanya berita tentang skandal pengarutan skor di kompetisi domestik. Bukan hanya di Liga 1 saja tapi juga Liga 2. Hal ini tentunya menjadi para pencinta sepak bola berpikir. Kalau di dalam negeri dengan kekuatan uang yang tidak sebegitu besar saja semua bisa diatur. Hal itu juga bisa saja berlaku untuk Timnas kita saat bertanding. Dengan perputaran uang yang pastinya lebih besar dan berkali-kali lipat.

Masalah ini jugalah yang disinggung oleh mantan pemain nasional yang terkenal gaya nyentriknya Rochy Putiray. Kata- kata Rochy tentunya bukan sembarangan karena dia sendiri adalah bagian dari sejarah sepak bola Indonesia sendiri. Perkataannya bahwa; "Luis Milla tak bisa diatur, Timnas menang tapi federasi tak dapat duit," sebenarnya merupakan perkataan yang tajam dan keras. 

Mungkin itulah curahan isi hati seorang Rochy yang pada zamannya sempat merumput sampai ke Liga Hongkong. Rochy ingin menyampaikan kebenaran yang dia tahu dari sudut pandang seorang pemain sepak bola yang sudah malang melintang di dunia sepak bola Indonesia.

Perkataan Rochy memang masih harus dibuktikan, tetapi jelas bahwa pembuktian tersebut bukan perkara mudah. Tangan-tangan hantu yang tak kasat mata (invisible hand) pastinya memiliki jaringan yang sangat-sangat kuat dan dengan dukungan dana yang nyaris tanpa batas mereka bisa di mana saja dan menjadi apa saja.

Pembuktian secara hukum formal memang butuh waktu dan keberanian semua pihak, pemain, pelatih, pengurus yang masih bersih, serta pihak aparat hukum (kepolisian), serta lembaga pemerintah lainnya seperti PPATK untuk menelusuri transaksi mencurigakan. Apalagi kalau pengaturan skornya sudah lintas negara, tentunya bakalan lebih repot lagi. Karena setiap negara memiliki aturan yang berbeda-beda.

Setuju dengan pendapat Rochy bahwa dari dalam diri orang yang ditawari suap lah yang bisa menolak, baik pemain dan pelatih atau pengurus yang berintegritas harus berani menolak tawaran menggiurkan tersebut. 

Menolak uang instan dalam jumlah besar di depan mata bukan perkara mudah. Godaan atau pemikiran kebutuhan hidup keluarga, gaya hidup hedon, masa depan yang tidak menentu bahkan sampai ancaman fisik kadang membuat orang akhirnya mengalah pada keadaan.

Jangan biarkan tangan-tangan jahat itu terus memangkas perkembangan sepak bola di Indonesia, Mungkin kalau memang Federasi sudah tidak sanggup lagi. Pemerintah harus campur tangan kembali. Kena sanksi FIFA lagi karena intervensi? 

Nampaknya tidak masalah, toh kita tetap bisa menjalankan roda kompetisi sendiri. Mengenai Timnas tidak boleh bertanding di luar? Lantas apa bedanya bertanding tapi spiritnya sudah digembosi dari sebelum bertanding. Hanya menambah derita para pencinta sepak bola di Indonesia.

Salam




Baca juga:
Cari Tahu 101 Belanja Hunian Ideal di Workshop Kompasianival 2018
Jokowi Jangan Jemawa Meski Kans Menang Besar
Ketika Buku Tak Ber-ISBN

Penempatan Berita "Reuni 212" di Harian Kompas Sepenuhnya Kebijakan Redaksi

$
0
0

Sumber: Harian Kompas

Ramai juga diskusi di lapak rekan saya Tomi Satryatomo yang mempertanyakan kebijakan harian Kompas. 

Pada edisi Senin, 3  Desember 2018, harian Kompas menempatkan peristiwa Reuni 212 di  Monas yang dihadiri massa yang masif, panitia konon mengklaim ada 8-10 juta massa yang hadir di sana, di halaman 15. Bukan di halaman utama atau headline.

Sebelum mengomentari persoalan media ini--dan saya  hanya ingin menyoroti dari sisi ilmu jurnalistik--saya ingin mengutip unek-unek Mas Tomi selengkapnya sebagai berikut: 

"Kebijakan redaksional memang diskresi redaksi. Tapi menyengaja menutup mata atas fakta berkumpulnya jutaan orang dengan damai sebagai ekspresi demokrasi yang dijamin konstitusi, sama saja dengan merenggut hak publik untuk tahu.

Pesannya jelas, buat redaksi Harian Kompas, kebebasan umat Islam untuk mengekspresikan pandangan yang berbeda dengan penguasa, kalah penting daripada sampah plastik.

Bye Kompas..."

Benar seperti dikatakan rekan saya itu, bahwa redaksi, termasuk harian Kompas, punya kebijakan sendiri dalam hal redaksional. 

Punya kebijakan tertentu dalam hal menurunkan atau tidak menurunkan sebuah berita peristiwa, apalagi berita yang sifatnya agenda. Misal, soal pemuatan sampah plastik di hari yang sama dengan pemuatan peristiwa Reuni 212, yang pemuatannya bisa kapan-kapan (timeless).

Mestinya diskusi selesai dengan memahami adanya pakem atau "aturan" ini. Bahkan, secara ekstrem harian Kompas boleh-boleh saja tidak menurunkan berita peristiwa itu (istilah Mas Tomi "menutup mata") meski terjadi di depan mata sekalipun dengan melibatkan jumlah massa yang demikian besar.

Toh, hal itu kembali kepada kebijakan redaksional. Itulah sebabnya siapapun bisa menjelaskan mengapa Republika justru menempatkan berita peristiwa itu sebagai headline. Khalayak pembaca adalah salah satunya. "Known your  audiences", selalu berulang-ulang saya katakan dalam setiap sesi pelatihan menulis.

Saya yang menggeluti jurnalistik dan biasa mengajar ilmu jurnalistik, termasuk menulis berita peristiwa, terpaksa harus mengunyah kembali pemahaman sekaligus penerapan apa yang disebut "News Value" atau Nilai Berita. 

"Penting" atau "Menarik" sabagai unsur-unsur nilai berita mungkin tidak  relevan lagi saat menilai peristiwa Reuni 212. 

"Menarik" mungkin ya, karena acara itu dihadari massa yang sedemikian masif. 

"Penting", ini  ada pertanyaan lain; penting buat siapa? Buat pembaca atau peserta Reuni 212? Bagi peserta Reuni 212, jelas itu sangat penting! Tetapi, bagi pembaca Kompas yang bersifat umum, belum tentu penting, malah ga penting sama sekali. 

"Berdampak" (Impact) sebagai salah satu Nilai Berita, juga menjadi ukuran apakah berita peristiwa itu layak di-HL-kan di halaman 1 atau cukup berita tanpa foto di halaman 15, sebagaimana yang ditempuh harian Kompas edisi Senin, 3 Desember 2018. 

Dampak di sini harus selalu berkaitan dengan kepentingan orang banyak.

Nah, mengukur dampak itu sederhana, cukup dengan pertanyaan asumtif. Misalnya, apa dampak Reuni 212 itu buat masyarakat luas? 

Apakah kalau berita peristiwa itu  dimuat sebagai berita utama akan menjadikan kesejahteraan masyarakat menurun atau malah sebaliknya. 

Apakah jalannya kendaraan pemerintah  terguncang dan roda-rodanya macet?

Setiap jawaban asumtif atas pertanyaan itu akan mempengaruhi kebijakan redaksional (newsroom) dalam menentukan pilihannya. 

Jika jawabannya tidak berdampak sama sekali terhadap jalannya roda pemerintahan dan perekonomian rakyat tidak terganggu, sementara masyarakat bersama TNI/Polri adem ayem saja menanggapinya, maka peristiwa itu tidak berdampak terhadap sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara lainnya.

Untuk contoh kontrasnya, pemberlakukan nomor kendaraan roda empat ganjil genap akan berdampak bagi warga Jakarta yang biasa masuk ke jalan-jalan protokol Jakarta. Atau, pelemahan rupiah jelas berdampak bagi masyarakat luas.

Apakah Reuni 212 berdampak bagi masyarakat luas khususnya pembaca harian Kompas?

Satu-satunya Nilai Berita yang mungkin disoroti Mas Tomi adalah "magnitude" (besaran) atau sementara orang menyebutnya "numbers" (angka-angka). 

Benar, bahwa massa yang besar, apalagi jumlahnya diklaim antara 8-10 juta orang (artinya hampir seluruh penduduk DKI Jakarta tumplek blek di satu titik), itu punya Nilai Berita. 

"Magnitude"  dan "Numbers" dalam ilmu jurnalistik adalah Nilai Berita. 

Tetapi bagi saya, dan mungkin juga redaksi harian Kompas, "Magnitude" dan "Numbers" ini kalah bersaing atau bahkan kalah penting dengan Nilai Berita lainnya, yaitu "dampak" itu tadi. 

Besaran angka atau jumlah peserta boleh jadi hanya ditempatkan sebagai memenuhi unsur "menarik"  daripada "penting". 

Dan, bagi koran umum seperti harian Kompas atau koran manapun, berlaku "kaidah jurnalistik", yaitu kedepankan (tampilkan) yang penting-penting terlebih dahulu, baru kemudian yang kurang penting. 

"Menarik", meski itu sebuah Nilai Berita, bisa saja dimasukkan kepada berita kurang penting, untuk mengatakan tidak penting.

Tetapi, toh harian Kompas tidak menganggap peristiwa Reuni 212 yang berlangsung pada 2 Desember 2018 lalu sebagai tidak penting. 

Buktinya, ia memuatnya, meski tidak dipilih sebagai berita utama atau headline.




Baca juga:
Mengapa Indonesia Tak Pernah Lepas dari Isu Agama?
Saat "Si Merah" (Kembali) Membuat Kejutan
Lezatnya Nasi Krawu Buatan Dewi Bohay

Kompasianer, Yuk Kita Piknik di Kompasianival 2018!

$
0
0

Piknik di Area Kompasianer Zone!

Kompasianival hadir kembali di penghujung akhir tahun 2018 ini. Mengusung tema “Beyond Generation”, Kompasianival 2018 mengajak seluruh Kompasianer dan warganet dari berbagai pelosok untuk bersama-sama hadir dengan serangkaian acara yang menarik.

Lalu, apa yang membuat kamu harus datang ke Kompasianival 2018?

Sebagai sebuah platform blog yang sudah berdiri selama 10 tahun, selain sebagai wadah menulis, Kompasiana juga menghubungkan Kompasianer untuk saling berinteraksi lewat kegiatan online maupun offline.

Kami mendapat beberapa masukan terkait area yang bisa Kompasianer untuk saling mengenal lebih akrab di Kompasianival. 

Oleh karena itu, untuk melepas rasa rindu serta mengembalikan keakraban, kini “Kompasianer Zone” hadir di Kompasinival 2018. 

Apa sih Kompasianer Zone itu?

Kami menyediakan area khusus bagi Kompasianer untuk saling berinteraksi satu sama lain dengan suasana yang lebih intim. Di area ini kami akan menyediakan makanan ringan, kopi dan teh sepanjang Kompasianival berlangsung. 

Kompasianer juga dapat membawa makanan sendiri yang bisa dihidangkan untuk Kompasianer lainnya, semacam potluck. Kami sudah sediakan tempat untuk mengumpulkan makanan yang kalian bawa.

Area ini hanya terbuka untuk Kompasianer tervalidasi (centang hijau) atau terverifikasi (centang biru) dan/atau akun yang sudah memiliki pangkat "Taruna" ke atas.

Kami juga menggelar acara sederhana yang dapat Kompasianer ikuti, dengan rincian acara sebagai berikut:

Dok. Kompasiana

Adapun bagi kompasianer tervalidasi (centang hijau) dan tulisan telah mencapai lebih dari 50 artikel, akan mendapatkan merchandise eksklusif dari Kompasiana, namun tentunya hanya 100 pendaftar pertama sekaligus peserta yang mengikuti rangkaian tukar kado sesama Kompasianer.

Nilai kado yang dapat diikutsertakan sebesar: Rp 25.000 dan dibungkus dengan kertas koran. 

Sampai jumpa Kompasianer di Kompaisner Zone pada Sabtu 8 Desember 2018!!




Baca juga:
Permasalahan Mahasiswa Hari Ini, Sulitnya Mencari Teman Membaca dan Diskusi
Mengapa Indonesia Tak Pernah Lepas dari Isu Agama?
Saat "Si Merah" (Kembali) Membuat Kejutan

Petani Makmur di Sanur

$
0
0

Made Cetug, petani makmur dari Sanur. Setiap hektar sawah yang digarapnya bisa menghasilkan 11 ton gabah.(Dokumen Pribadi)Kepemilikan lahan yang terbatas, biaya produksi yang naik tapi harga produk pertanian yang anjlog menjadikan petani menghadapi dilema. Diteruskan menjadi petani seperti tenggelam dalam gelas, berhenti jadi petani mereka tidak memiliki ketrampilan lain diluar bajak, cangkul sabit dan linggis.

Beberapa kawasan pertanian di Bali seperti di Canggu, Seminyak, Dalung sudah sejak 10 tahun yang lampau mengucapkan selamat tinggal kepada cangkul dan sabit. Ribuan hektar kawasan pertanian di kawasan tersebut berubah jadi villa atau resort dan sarana pendukung wisata.

Alih fungsi lahan yang sporadis karena petani yang sudah bosan dengan bajak dan pragmatis ingin hidup tenang, tidak terjadi di Sanur Bali

"Petani disini pantang menjual sawahnya, kalaupun ada bangunan pendukung pariwisata itu merupakan tanah tegalan yang memang tidak mendapatkan aliran air," tutur Made Cetug 72 tahun petani asli Sanur. Subak atau organisasi pertanian tradisional di Intaran itu melingkupi kawasan seluas 100 hektar. Seluruh petani penggarap dan pemiliknya asli sanur.

"Selain pantang menjual sawah, juga karena sawah disini termasuk kelas satu, mendapat aliran air langsung dari sungai Ayung," tutur kakek 3 cucu ini.

Saat mengikuti lomba pertanian tingkat nasional subak Intaran membukukan hasil yang mencengangkan. Perolehan gabah perhektar mencapai 11 ton jauh diatas rata rata nasional yang hanya 9 ton saja.

"Karena tidak percaya dewan jurinya langsung terjen melakukan penimbangan ulang dan mereka kagum karena itu hasil sebenarnya," tutur Cetug.

Persawahan di bagian barat Sanur ini memang mendapatkan aliran air yang melimpah, kemudian kontur tanahnya datar tidak berundak, sehingga pemerataan air menjadi sempurna.

Disamping itu petani juga menerapkan sistim berimbang dalam memberlakukan areal persawahan mereka. Sekali tanam palawija berupa jagung atau semangka setelah itu 2 kali ditanami padi.

"Ini demi menghindarkan hama sangit dan wereng berkembang dengan leluasa, karena siklus perkembangannya diputus dengan jeda selama 3 bulan," tutur Cetug lagi.

Dia sendiri menggarap lahan seluas 2 hektar, dengan hasil gabah sekitar 20 ton setiap kali panen. Dengan harga gabah perkilonya saat ini sekitar Rp 4000 dalam satu musim panen dia mendapatkan tak kurang dari Rp 80 juta.

"Dipotong ongkos traktor, bibit dan obat semprot hasil bersihnya tak kurang dari Rp 50 juta sekali musim tanam," tambahnya. Ini disebutnya sebagai pemberontakan terhadap kesan umum bahwa petani itu gurem terpinggirkan.

"Di Sanur petaninya sejak zaman Jepang, zaman revolusi sampai zaman reformasi tetap diatas angin, kami tidak pernah disebut sebagai petani miskin karena kami juga berhak untuk hidup makmur," ungkap Cetug. Dan itu terlihat jelas ketika dia memberikan solusi bagaimana saluran air mestinya dibuat. Dihadapan aparat desa, kepala subak yang disebut pekaseh dia mengusulkan agar senderan saluran air dibuat tidak terlampau menyudut.

"Sebagai petani kami lebih paham bagaimana tabiat air dan bagaimana daya tahan saluran air mesti di bangun," tuturnya dengan penuh semangat.

Areal persawahan di Sanur saat ini memang sedang direvitalisasi, tidak ada lagi pematang yang jebol kanan kiri. Semuanya di beton dengan lapisan paving warna merah diatasnya.

Petani seperti Cetug dan ratusan petani lainnya di Sanur tentu saja diuntungkan mereka tidak kewalahan mengangkut pupuk ataupun hasil panen mereka keluar areal persawahan.

"Dengan jalan yang bagus kami tidak rugi untuk menggarap sawah dengan cara optimal karena gabah bisa diangkut tanpa kendala juga pengangkut rabuk dan traktor bisa melintas dengan leluasa," tambahnya.

Petani di Sanur selain mendapatkan limpahan air sepanjang tahun dari sungai Ayung, secara turun temurun juga menerapkan cara tanam yang unik. Jarak tanam tidak boleh kurang dari 15 sentimeter. Hanya ditanami 3 bibit dalam satu rumpun sehingga anakannya akan maksimal sekitar 150 rumpun tiap kelompok. Dan pengawasan semacam itu diimbangi dengan pengetahuan yang mumpuni seputar pestisida pembasni hama sampai obat untuk merontokkan keong racun.

"Wereng dan sangit tak pernah muncul di Sanur hanya ada keong racun dan itupun cara basminya sudah kami temukan yakni dengan menyemprotkan furadan," ungkap Cetug.




Baca juga:
Keluar Rumah Tanpa Dompet, Kenapa Enggak?
Permasalahan Mahasiswa Hari Ini, Sulitnya Mencari Teman Membaca dan Diskusi
Mengapa Indonesia Tak Pernah Lepas dari Isu Agama?

Karena Tulisan Bagus Saja Tak Cukup

$
0
0

Sumber ilustrasi: videobanhang.comPada era medsos ini, akan mudah bagi kita untuk menjumpai tulisan-tulisan bagus bertebaran di mana-mana, baik itu di Facebook, Twitter, Instagram, maupun blog. 

Tulisan-tulisan itu sangat kreatif karena memotivasi, menggugah, menjengkelkan, atau berisi humor-humor yang sangat lucu meski receh. Setelah mendapat begitu banyak atensi dan respon, tulisan-tulisan itu pun kemudian viral.

Pengunggah tulisan-tulisan viral itu kemudian dikenal luas sehingga menjelma selebritas. Dan berhubung yang mereka geluti bagaimanapun adalah produk seni menulis, wajar bila mereka kemudian berpikir pasti akan bisa jadi penulis yang berkelas, terutama untuk menulis buku fiksi. Logika awam pun menyatakan demikian. Siapapun yang memiliki tulisan bagus, pasti akan dengan mudah bergerak makin dalam untuk menulis buku.

Benarkah demikian?

Kenyataannya adalah serupa dengan aksi-aksi lihai seorang pemain freestyle football. Sudah adakah seorang pesepakbola freestyle dengan skill yahud kemudian menjadi pesepakbola profesional sekelas Harry Kane, Richarlison, atau Mohamed Salah? Jika tak banyak---kalau tak boleh dibilang belum ada sama sekali---itu tak lain karena urusan sepakbola profesional tak semata hanya mengandalkan skill mengontrol dan mengolah bola.

Banyak skill lain harus juga dikuasai, atau terlebih dulu dikuasai, seperti soal patuh pada perintah (pelatih), kemampuan menekan ego sehingga bisa bekerjasama dengan orang lain, serta kemampuan mengeksekusi strategi sehingga lancar menerima instruksi pelatih.

Hal yang sama berlalu dalam dunia kepenulisan. Level tertinggi dalam dunia ini, yaitu menulis buku, apalagi secara rutin dan kontinu, membutuhkan banyak skill lain yang cukup njelimet selain hanya urusan tulisan bagus. Bahkan, khusus untuk kepenulisan fiksi, peran banyak skill lain itu justru lebih penting ketimbang basis dasar atau talenta kemampuan menulis semata.

Tulisan bagus, biarpun selama ini terbukti selalu viral di medsos, tak akan menolong penyelesaian sebuah buku tanpa terkuasainya kemampuan-kemampuan itu terlebih dulu. 

Sebaliknya, kemampuan menulis yang pas-pasan bisa dipoles jadi matang setelah hal-hal tersebut dipahami dan dipraktikkan secara nyata. Mengapa begitu? Sebab aspek-aspek krusial dalam kemampuan menulis hampir seluruhnya adalah urusan mental dan emosi, bukan yang berkaitan dengan hal-hal teknis semata.

Ada beberapa hal penting harus dicermati.

Pertama, bidang ini harus dijalani dengan tingkat kesabaran yang supertinggi. Buku fiksi tidak diproduksi kilat semacam tulisan jurnalistik yang terbatasi tenggat mepet atau buku-buku nonfiksi yang dirilis berdasar jendela tren. Ia adalah anak ideologis penulis, yang harus hadir sesempurna mungkin, memenuhi semua standar teknis kepenulisan umum, dan telah sesuai benar dengan ukuran-ukuran personal sang penulis.

Tak jarang sebuah karya fiksi ditulis dalam jangka waktu lama, dan diedarkan setelah melewati kurun waktu panjang sesudah manuskrip diselesaikan. Tak ada buku fiksi, terutama novel, yang mulai ditulis hari ini dengan target sudah harus ada di toko buku bulan depan---kecuali novel-novel tie-in dengan film yang diproduksi secara kilat karena mengikuti jadwal edar filmnya.

Seandainyapun bisa, hasilnya tak akan maksimal. Itu sebabnya mayoritas novel tie-in dengan film pasti berkategori semenjana--bahkan buruk--karena hanya dikerjakan selama 4-5 hari dan langsung segera dimasukkan percetakan secepat mungkin. Hasil cetakannya pun kadang menyedihkan pula. Baru saja dibeli, lemnya memudar dan semua kertasnya terlepas dari kover!

Tulisan nonfiksi bisa dikejar secepat mungkin, namun tulisan seni tak bisa dibuat dengan pendekatan serupa. Nanti pasti akan lebih terasa seperti barang dagangan dan bukan karya seni. Saat penulis medsos bertulisan bagus itu ingin berkarier menulis buku fiksi, ia harus mudeng bahwa yang ia kerjakan saat ini selayanya memang akan menempuh waktu yang tidak singkat dalam penggarapan.

Kedua, kita tidak bisa memasang ekspektasi terlalu tinggi pada buku pertama. Adalah sangat wajar kita idealis, ingin melahirkan buku yang "pembaca tak hanya baca cerita, namun juga mendapatkan sesuablablablah", atau buku pertama itu langsung best seller (lalu difilmkan) dan memberi impact yang nyata pada kebudayaan seperti Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata.

Sayang dunia nyata tak bekerja seindah itu. Pada satu judul buku best seller akan terdapat sejuta judul yang biasa-biasa saja dan menghasilkan dampak yang juga standar-standar saja. Semua penulis harus mengantisipasi ini. Jika tidak, kita akan tetap saja mengalami hal buruk entah ekspektasi tinggi tersebut jadi nyata atau tidak.

Jika buku pertama itu langsung berdampak sosial budaya tinggi dan sekaligus juga best seller, sang penulis akan mengalami semacam hangover saat akan menuliskan buku kedua. Harapan yang muncul tentu adalah bahwa buku itu lebih bagus daripada buku pertama. Namun jika kita sudah telanjur mengerahkan seluruh kemampuan terbaik pada judul pertama, kemampuan lebih baik mana lagi yang harus digunakan untuk karya berikut?

Kita akan pusing duluan memikirkan ini. Dan karena terlalu keras berpikir, ujung-ujungnya malah naskah kedua tak segera selesai-selesai karena telanjur memasang ekspektasi dan standar yang kelewat tinggi.

Harapan jadi nyata saja menghasilkan dampak buruk, apalagi jika yang terjadi adalah sebaliknya. Buku kita berdampak biasa saja padahal kita merasa sudah mengeluarkan segala yang terbaik. Ini fatal. Jika mental belum terdidik sebagai penulis sejati, bisa saja kita patah arang dan kehilangan motivasi untuk menulis.

Dan aspek krusial ketiga adalah yang tersulit di antara segala. Apa itu? Kita harus berlatih untuk diam dan tidak membantah dalam sebuah diskusi atau perdebatan sekalipun kita yakin---atau bahkan tahu persis---bahwa kita sedang berada di pihak yang benar. Kemampuan ini berguna saat buku kita nanti sudah melanglah buana ke dunia luas dan dibaca ratusan atau ribuan orang.

Sekadar informasi saja, rimba belantara di luar sana bisa sangat kejam dan telengas. Sekalipun kita merasa tulisan kita sudah bagus, pengkritik dan orang yang tidak satu selera akan selalu ada. Mereka beredar di Goodreads dan blog-blog pribadi lewat berbagai resensi amatir, tak jarang dengan bahasa yang sangat telanjang. Jika kita masih selalu berhasrat untuk berargumen, waktu dan energi hidup akan habis hanya untuk ngurusin semua ulasan tersebut satu demi satu---membantah, menjelaskan, mengklarifikasi. Terus nulisnya kapan?

Memang jika kita kaji lebih jauh, profesi sebagai penulis fiksi unik karena sisi-sisi mental justru lebih berperan untuk meningkatkan skill daripada urusan pendalaman teknis dan jam terbang. Maka sekadar bisa nulis bagus (di medsos) saja tak pernah cukup. Banyak hal genting harus digali lebih dulu sebelum memutuskan untuk terjun sebagai penulis permanen.

Lain soal kalau kita memang hanya akan melahirkan satu-dua buku saja sekadar untuk mempercantik CV, seperti yang kerap dilakukan para selebritas dunia hiburan.




Baca juga:
"Sugar Man" Tidak Pernah Tahu Dirinya adalah Rock Ikon
Keluar Rumah Tanpa Dompet, Kenapa Enggak?
Permasalahan Mahasiswa Hari Ini, Sulitnya Mencari Teman Membaca dan Diskusi

Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pengelolaan Dana Kelurahan

$
0
0

Ilustrasi: Kompas Ekonomi

Dalam APBN 2019, Pemerintah telah menyiapkan anggaran dana bantuan untuk kelurahan atau Dana Kelurahan sebesar Rp3 triliun. Dana ini akan disalurkan dengan mekanisme Dana Alokasi Umum tambahan untuk 8.212 kelurahan di semua provinsi selain kelurahan di DKI Jakarta. 

Dana Kelurahan muncul setelah Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) mengusulkan kepada Presiden pentingnya Kelurahan mendapatkan seperti Dana Desa yang terbukti telah banyak membantu meningkatkan ekonomi warga desa. 

Berdasarkan penyampaian APEKSI, banyak kelurahan yang dari karakteristik ekonomi dan mata pencaharian warga memiliki banyak kemiripan dengan desa. Selain itu, terdapat beberapa persoalan yang perlu diselesaikan dengan lebih cepat antara lain pengangguran, kemacetan, tingkat pendidikan yang masih rendah, masih banyaknya tingkat ekonomi masyarakat dalam kategori miskin, dan masih sering munculnya permasalahan sosial.

Sebelum masuk pembahasan tentang dana kelurahan, perlu kita pahami selama ini seperti apa mekanisme pendanaan kebutuhan untuk kelurahan. Pendanaan untuk kelurahan diatur dalam Pasal 230 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (UU Pemda). Bagi Kotamadya, yaitu Pemda yang tidak memiliki Desa, alokasi anggaran untuk pembangunan melalui sarana dan prasarana lokal kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di kelurahan. 

Dalam ketentuan lebih lanjut yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan pasal 30, anggaran yang wajib dialokasikan untuk kelurahan adalah paling sedikit 5% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK).

Hal mendasar yang juga harus diperhatikan adalah dalam UU Pemda, kelurahan merupakan perangkat dari kecamatan. Oleh karena itu mekanismenya akan berbesa dengan desa, yang secara kedudukan merupakan pemerintahan otonom. 

Dengan UU Pemda ditetapkan pada tahun 2014, kedudukan kelurahan sebagai satker hilang dan yang paling rendah adalah kecamatan. Kelurahan menjadi satker kecamatan. Di APBD juga tidak ada pos anggaran sendiri kelurahan sehingga proses pengelolaan anggaran adalah camat. 

Kelurahan adalah aparat kecamatan yang adanya di kantor kelurahan. Ini yang harus menjadi perhatian, dimana kalau kemudian diberikan dana kelurahan lurah sebagai apa? 

Dari sisi fiskal, perlu menjadi perhatian bahwa lurah bukan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). KPA adalah camat, dan Pengguna Anggaran adalah Walikota. Di satu sisi, adanya Dana Kelurahan penting agar Lurah bisa lebih fleksibel dalam menggunakan anggaran yang siafatnya segera dan urgent.

Solusi yang diberikan adalah Dana Kelurahan masuk dalam mekanisme Dana Tambahan Dana Alokasi Umum (DAU tambahan) Solusi ini dinilai banyak pihak sudah tepat dan memiliki landasan hukum yang lebih kuat karena APBN ditetapkan dengan Undang-Undang. 

Tambahan DAU untuk kegiatan produktif juga penting karena masih banyak penggunaan DAU di daerah yang kalau dipilah komponennya, sebagian DAU di daerah dipakai untuk gaji pegawai. Kalau DAU tidak signifikan perubahannya, perlu dilihat apakah tambahan dana kelurahan akan terakomodir.

Di era sekarang dimana masyarakat mudah menyampaikan masukan kepada aparat melalui media sosial, aplikasi dan lain-lain, diperlukan penanganan yang cepat apabila ada masukan dari masyarakat. 

Dana Kelurahan ini bisa menjadi salah satu solusi pengeluaran anggaran yang cepat untuk kebutuhan masyarakat. Namun demikian, terdapat hal-hal yang harus diperhatikan terkait dengan dana kelurahan ini. Jangan sampai terjadi kasus-kasus yang mirip dengan dana desa yaitu ditangkapnya beberapa kepala desa karena adanya penyalahgunaan penggunaan dana desa. 

Berdasarkan diskusi publik yang dilakukan oleh Direktur Dana Perimbangan Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, terdapat beberapa PR untuk dana kelurahan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dengan adanya dana kelurahan adalah:

Pertama, kejelasan debirokratisasi. Dalam kenyataan di lapangan, adanya terjadi proses birokratisasi pengurusan pendanaan ketika dana keluar dari kecamatan. Prosedur pengajuan anggaran yang harus dilihat dari APBD, kemudian melalui serangkaian prosedur akan menghambat beberapa pos anggaran yang mendesak dikeluarkan. 

Prosedur yang lama dipotong birokrasinya melalui anggaran kelurahan. Dalam anggaran kelurahan harus ada kejelasan debirokratisasi anggaran mana yang bisa dibelanjakan dengan dana kelurahan dan anggaran mana yang dikeluarkan dengan dana APBD.

Kedua, pelimpahan wewenang yang jelas. Proses pengeluaran dana kelurahan yang cepat bisa berpotensi saling mengalihkan tanggung jawab. Ketika ada permasalahan yang terjadi, jangan sampai terkesan saling lempar siapa yang harus mengeluarkan anggaran untuk perbaikan infrastruktur dan layanan masyarakat. Kalau terjadi kesalahan, apakah camat bisa mengatakan ini adalah pekerjaan lurah. 

Kalau dana desa, kepala desa bisa tanggung jawab. Kelurahan bukan entitas akuntansi sehingga tidak bisa membuat laporan sendiri. Dalam konstruksi pemerintahan kita, kelurahan adalah bagian dari kecamatan namun secara fiskal dana kelurahan langsung turun dari Walikota.Hubungan kelembagaan dan hubungan fiskal harus selaras dan harus jelas dari aturannya.

Ketiga, pengawasan yang ketat. Sebagaimana dana desa, di awal peluncuran kebijakannya karena ini gelondongan dan penggunaan berdasarkan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Instansi pengawas keuangan daerah dan masyarakat perlu melakukan pemantauan, apakah kabupaten kota ini benar-benar disalurkan. Perlu dipastikan apakah alokasi Rp 300 juta per kelurahan benar-benar terlihat dalam dokumen APBD. 

Jangan sampai kelurahan hanya mendapatkan sisa, atau bahkan ada yang tidak mendapatkan. Ini perlu riviu dari Kementerian Dalam Negeri, apakah dana kelurahan sudah dianggarkan dalam APBD.

Keempat, sustainabilitas. Karena ini adalah dana bantuan, akan ada kemungkinan kalau tidak ada di tahun berikutnya. Berbagai pihak harus melakukan evaluasi penggunaan dan pemanfaatan dana ini serta pengaruh positifnya terhadap kemajuan ekonomi masyarakat. Hasil evaluasi tersebut bisa menjadi bahan untuk keberlanjutan di tahun berikutnya. 

Output berupa pembangunan sarana dan prasarana fisik serta pengaruh positifnya bisa disampaikan ke berbagai media dan sebagai laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran ini.

Kelima, perencanaan penggunaan. Mengacu kepada dana desa,  dana kelurahan bisa menjadi kantong belanja dan bisa menjadi kluster belanja tertentu. Yang diharapkan adalah stimulan yaitu nilai tambah beberapa tahun kemudian berapa jumlah wirausaha, dan menjadikan kelurahan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Meskipun alokasi utk pembangunan sarana dan prasarana serta pemberdayaan masyarakat, stimulasi ini harus menjadi target sehingga nilai ekonomi lebih nyata. 

Jangan sampai menjadi belanja tapi terobosan dari dana ini tidak tampak. Perlu strategi dan inovasi serta target yang terukur dan bisa menggerakkan kelurahan secara utuh. Strategi ini perlu diterapkan secara nasional sehingga pengukuran keberhasilan penggunaannya bisa diukur dalam skala nasional.

Keenam, harus ada kapasitas dan integritas. Dalam kapasitas butuh pendampingan. Jangan mengasumsikan karena kelurahan isinya Aparatur Sipil Negara, maka sudah ada pengelola dana yang bagus. 

Adanya pendampingan untuk peningkatan kapasitas aparat kelurahan diperlukan untuk membantu merencanakan, mencatat, mengeluarkan dan mempertanggungjawabkan penggunaan dana kelurahan. 

Tenaga pendamping dilakukan oleh tenaga yang memiliki kapasitas dan kompetensi. Dengan tenaga pendamping yang memiliki kemampuan teknis dan integritas akan menjadi hal yang bermanfaat untuk keberlangsungan dan keberhasilan dana kelurahan.




Baca juga:
Puisi | Cerlang yang Terlarang
"Sugar Man" Tidak Pernah Tahu Dirinya adalah Rock Ikon
Keluar Rumah Tanpa Dompet, Kenapa Enggak?

Seharusnya Saat Itu RIM Membangun Server dan Pabrik Blackberry di Indonesia

$
0
0

(tekno.kompas.com)

Pada tahun 2011 Badan Regulasi dan Telekomunikasi Indonesia menghimbau RIM (Research In Motion) selaku produsen Blackberry untuk membangun server dan pabrik di Indonesia.

Tapi Blackberry (RIM), dengan berbagai alasan abai terhadap imbauan pemerintah Indonesia tanpa menyadari betapa besar potensi Indonesia dalam pertumbuhan pengguna Internet yang salah satunya, bisa diakomodasi oleh ponsel Blackberry.

Blackberry hanya mematuhi salah satu desakan Pemerintahan Republik ini, yaitu membangun perwakilan. Tak dijelaskan perwakilan apa yang dimaksud. Apakah itu perwakilan distributor, perwakilan customer service, atau perwakilan apa.

Akhirnya RIM malah membangun server di Singapura. Orang bilang, jatuhnya Blackberry dilibas para kompetitor, karena Blackberry "kualat" sama Indonesia. Bagaimana tidak, per tahun 2017 saja masih ada sekitar 60 juta pengguna BBM aktif di Indonesia! Pengguna terbanyak di Asia tenggara adalah Indonesia. Tapi malah bangun Servernya di Singapura.

Memang sih, BBM bisa dipasang lintas platform. Bisa Android maupun iOs, dan tentu saja ponsel dengan sistem operasi Blackberry. Tapi menurut opini pribadi saya, BBM-an lebih asyik di Blackberry. Masalahnya ponsel Blackberry dengan OS Blackberry sudah out of date. (Sekarang beredar Ponsel Blackberry dengan Platform Android)

Foto: Blackberry Bellagio (Koleksi Pribadi)

Angka yang saya tulis di atas bukan angka sembarangan. Ini menunjukkan betapa besar ceruk pasar Messenger fenomenal ini di Indonesia. Bandingkan dengan penduduk Singapura yang pada tahun 2017 hanya sekitar 5,612juta jiwa. Bahkan tidak ada sepersepuluh dari pengguna BBM aktif di Indonesia.

Mungkin yang luput dari pengamatan RIM adalah, bahwa penduduk Indonesia sangat suka messenger. Penduduk Indonesia suka berkomunikasi dengan messenger untuk berbagai keperluan. Mulai dari urusan kantor, keluarga, atau sekedar chit-chat alias ngerumpi! Ini yang seharusnya jadi perhatian RIM, bahwa penduduk Indonesia suka ngerumpi.

Malahan sekarang debat politik lebih sering dilakukan di ranah dunia maya daripada di warung kopi. Dan untuk urusan satu ini (debat politik), di tahun-tahun politik seperti ini, jumlahnya meningkat tajam. Kita bisa bayangkan, seandainya Blackberry masih bisa bersaing, tentu akan mengalami kenaikan penjualan yang signifikan.

Tidak seperti penduduk Singapura yang sangat sibuk kerja. Saya tidak tahu berapa besar jumlah pengguna BBM di Singapura, tapi kalau dilihat dari karakter penduduknya, saya yakin tidak sampai 10% pengguna BBM di Singapura.

Warga Singapura tidak suka basa-basi. Tidak suka ngerumpi. Mereka suka kerja, disiplin, karena segala pajak mahal di sana. Maka wajar kalau saya punya perkiraan seperti itu.

Awal-awal di pasarkan di Indonesia Blackberry laris manis. Bahkan di tiap peluncuran seri terbaru, selalu ada daftar antrean panjang. Ada yang sampai menginap demi menjadi yang pertama menggunakan Blackberry. Waktu itu pada peluncuran Blackberry Bellagio.

Lantas kenapa RIM enggan mambangun Server di Indonesia? Menurut sumber yang layak dipercaya, mereka ragu dengan Kesiapan Indonesia kalau misalnya RIM membangun Server dan pabrik di sini. Kesiapan dalam hal apa, Deddy Avjanto selaku ketua IdBerry (Pembuat Theme Blackberry pertama di Dunia), mengatakan, " Infrastruktur belum memadai," Itu yang diucapkan kepada Detik dotcom pada 15 Desember 2011.

Mungkin ada beberapa, atau sebagaian kecil orang Indonesia, yang berpikir secara idealis, bahwa dia mengganti perangkat Blackberry demi alasan nasionalisme. Karena alasan Blackberry tidak mau membangun fasilitas server dan pabrik di Indonesia. Saya termasuk salah satu orang seperti yang saya tulis barusan.

Buat apa pakai Blackberry, memperkaya negeri orang saja. Jualannya lebih banyak di sini, tapi tidak mau bangun server dan pabrik di sini. Coba kalau mau bangun pabrik di sini, tentu bisa menyerap banyak lapangan pekerjaan kan? Tentu bisa menyelamatkan urusan perut ribuan warga negara ini, kan?

Selebihnya saya meninggalkan Blackberry karena alasan teknis. Karena ada yang lebih canggih, murah, dan menyenangkan.

Saya masih bingung dengan pernyataan bahwa Indonesia belum siap secara infrastruktur untuk bisa membangun pabrik Blackberry. Infrastruktur seperti apa?

Lha wong pembuat Theme Blackberry pertama di dunia ya di Indonesia kok. Lha wong Samsung saja bisa membuat pabriknya di sini kok. Apanya yang belum siap?

Waktu itu bahkan pihak BRTI (Badan Regulasi dan telekomunikasi Indonesia) menuding pihak RIM hanya menjadikan Indonesia sebagai obyek market (ponsel) Blackberry. Nurut saya ya memang seperti itu adanya! Nggak kurang, nggak lebih.

Tanpa mereka sadari, ancaman yang datang dari pabrikan ponsel berbasis Android yang diam-diam mulai merangsek menggerogoti pasar ponsel berbasis Blackberry di negeri ini.

Ponsel Android yang lebih user friendly, lebih menyenangkan dengan tampilan antar muka yang jauh lebih menarik dari Ponsel-ponsel blackberry ,membuat pengguna mulai beralih pilihan.

Lambat tapi pasti, Blackberry seolah tinggal kenangan. Walau pada akhirnya Blackberry harus 'menyerah' dengan membuat ponsel bersistem operasi Android, masyarakat tetap bergeming.

Mungkin secara teknis, blackberry 'lengah', hingga membiarkan Android memasuki pangsa pasar yang telah dibangunnya sejak tahun 2004. Belum lagi serangan dari iPhone.

Pada tahun 2013 akhirnya Backberry merilis OS baru yang disebut OS 10 yang mereka bilang revolusioner. Tampilan antar muka tak kalah dengan dua kompetitor utamanya, yaitu Android dan iOs. Tapi tetap saja kalah jualan.

Pada tahun itu pula Blackberry merilis Blackberry Z3 dengan Nickname 'Jakarta', tapi pengguna Indonesia tak banyak yang tertarik.

Meskipun dikasih nama sangat Indonesia. Mungkin para petinggi RIM mengira kita akan tergoda rayuannya dan akan membeli Z3 Jakarta karena akan menggugah rasa nasionalisme kita. Karena mereka berpikir, bahwa dengan membeli Z3 Jakarta akan menunjukkan nasionalisme kita, menunjukkan kecintaan terhadap barang buatan negeri sendiri.

Mungkin saja mereka menilai kita sebodoh itu. Kalau hanya masalah nama nasional, pernah juga ada Mobnas yang diimpor utuh dari Korea kok. Kita semua tahu itu. Dan kita cukup pintar menyikapi hal-hal kayak gini.

Karena kita juga tahu, bahwa Blackberry diimpor secara utuh oleh distributornya dari negara-negara yang ditunjuk (dipercaya) oleh RIM untuk membuat ponsel Blackberry.

Yang jelas Indonesia bukan salah satu negara yang ditunjuk, dan RIM tidak memberi kontribusi apapun terkait penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Itu saja.

Menurut saya, Blackberry "menuai" apa yang telah dilakukannya. Nggak mungkin menabur di ladang sempit akan menuai hasil yang besar. Betul?

Kualat? Bisa jadi.




Baca juga:
Tips agar Tetap Tenang dan Terhindar dari Hingar Bingar Politik
Menhan Ryamizard dan Suksesnya Diplomasi Pertahanan RI-AS
Begini Gilanya Sopir Zaman Dahulu

[KETAPELS] Kelas Youtube bersama IniMasabi

$
0
0

Dokumentasi Ketapels

Banyak yang bingung untuk memulai menjadi seorang Youtuber. Padahal saat ini konten Video mempunya impresi lebih tinggi jika dibandingkan dengan artikel atau foto saja.

Untuk itulah Komunitas Kompasianer Tangerang Selatan (Ketapels) mengajak Kompasianer untuk belajar tentang Vlogging dari seorang Youtuber kenamanaan bernama IniMasabi.

Inimasabi sudah diundang oleh beberapa brand termasuk oleh Google ke ajang Creator for Change di Bangkok, Thailand. Kini kegiatannya didedikasikan untuk membuat konten-konten positif di Youtube. Penasaran kan bagaimana ia bisa menjadi seorang Youtuber. Bookmark tanggalnya ya. 

  • Tanggal: 15 Desember 2018
  • Waktu: 09.00-11.00 WIB (Harap hadir tepat waktu)
  • Lokasi: Sinar Mas Land BSD, Tangerang Selatan (Peta)
  • Fasilitas : Workshop Eksklusif, Lunch dan Goodie Bag
  • Kewajiban : 1 Artikel, Post IG dan Twitter
  • Kuota: 30 Kompasianer

NB:

Pada akhir acara Kompasianer diminta untuk menuliskan artikel sekaligus menautkan 1 video di Video.Kompasiana.com tentang workshop.

Pendaftaran: Email ke temanketapel@gmail.com

Format:

1. Subject E-Mail: Daftar Workshop Youtube Inimasabi

2. Isi E-Mail: Nama Lengkap, Url Kompasiana, No HP/WA

Penutupan peserta 13 Desember 2018.

Motto ketapels : punctual is me (Punctualism)

Peserta:

  1. Ani Berta
  2. Alia
  3. Ngesti
  4. Marla
  5. Ina
  6. Tuty
  7. Ono
  8. Sutiono
  9. Charles
  10. ....
  11. ...
  12. ....
  13. ....
  14. ...
  15. ...
  16. ....



Baca juga:
Karakter Manga dan Anime Jagoan Jepang yang Super Keren di "Jump Shop" Dome City
Tips agar Tetap Tenang dan Terhindar dari Hingar Bingar Politik
Menhan Ryamizard dan Suksesnya Diplomasi Pertahanan RI-AS

Eka Kurniawan Meraih Prince Claus Award 2018

$
0
0

Photo credit: Pontas Agency

Penulis Eka Kurniawan meraih penghargaan Prince Claus Awards 2018 kategori Sastra/Literatur, pada Kamis (6/12) malam, di Belanda. Penghargaan tahunan ini diberikan kepada individu, kelompok, atau organisasi yang bergerak di bidang kebudayaan, yang karya-karyanya yang memberikan dampak positif pada pengembangan masyarakat, terutama di Afrika, Asia, Amerika Latin dan Karibia.

Tercatat 213 orang diundang secara resmi untuk mengajukan diri sebagai nominasi Prince Claus Awards 2018. 85 di antaranya kemudian diterima dan diseleksi kembali oleh Biro Prince Claus Awards.

Mereka yang terpilih selanjutnya diundang untuk menerima penghargaan pada sebuah upacara formal di Royal Palace, Amsterdam, di hadapan anggota keluarga kerajaan dan tamu-tamu dari seluruh dunia. Penghargaan ini juga akan diberikan di negara masing-masing penerima, disertai upacara oleh Duta Besar Belanda.

Selain Eka Kurniawan, beberapa nama lain yang juga menerima Prince Claus Awards 2018, yaitu Adong Judith dari Uganda untuk bidang Teater, Marwa al-Sabouni dari Syria untuk kategori Arsitektur dan Urbanisme, Kidlat Tahimik dari Filipina untuk Visual Arts/Film, dan O Menelick 2 Ato dari Brasil, untuk kategori Media/Jurnalistik. 

Sementara, Market Photo Workshop dari Afrika Selatan meraih Principal Prince Claus Award 2018 untuk bidang Fotografi, dan Dada Masilo yang juga berasal dari Afrika Selatan meraih Next Generation Award 2018 untuk bidang Tari.

Cantik Itu Luka 2017

Berdasarkan keterangan dari panitia Prince Claus Award, Eka Kurniawan terpilih sebagai peraih Prince Claus Award 2018 karena kemampuannya menarasikan kisah-kisah imajinatif lewat keindahan prosa-prosanya, dan juga universalitas materinya.

Eka dianggap mampu memberikan perlawanan terhadap tindakan politik yang sewenang-wenang, membawa isu-isu sosial dalam bentuk yang akrab dengan masyarakat, juga membentuk pemahaman sejarah di masyarakat, guna membangun persepsi tentang sebuah negara dengan lebih baik.

Tidak hanya itu, Eka juga dinilai berhasil mengangkat budaya Indonesia lewat penceritaan kembali kisah dan mitologi lokal yang selama ini mulai terabaikan. Ia menggunakan kekuatan sastra dan literatur sebagai penyampai topik-topik krusial, terutama dalam masa-masa ketika kebebasan berpendapat banyak dibungkam.

Dan yang terakhir, terutama karena Eka berhasil menarik perhatian dunia dengan menyampaikan sejarah Indonesia alternatif, yang berdampak pada meningkatnya kesadaran dan pemahaman terhadap Indonesia.
Eka Kurniawan

Eka Kurniawan lahir 28 November 1975 di Tasikmalaya. Penulis yang pernah mengenyam pendidikan filsafat di Universitas Gadjah Mada ini sangat menggemari karya-karya Pramoedya Ananta Toer. Eka pun memilih menulis dan kesusastraan sebagai jalan hidupnya.

 Novel pertamanya Cantik Itu Luka telah diterjemahkan ke lebih dari 30 bahasa, sementara novel keduanya, Lelaki Harimau, telah diterbitkan dalam bahasa Inggris, Italia, Korea, Jerman dan Prancis. Novel keduanya ini juga berhasil mengantar Eka Kurniawan ke jajaran sastrawan dunia, sehingga pada 2015 Jurnal Foreign Policy menobatkannya sebagai salah satu dari 100 pemikir paling berpengaruh di dunia, karena berhasil menegaskan posisi Indonesia di peta kesusastraan dunia.

Pada Maret 2016, Lelaki Harimau berhasil mencatatkan prestasi sebagai buku Indonesia pertama yang dinominasikan di ajang penghargaan sastra bergengsi dunia: The Man Booker International Prize. (Wisnu/GPU)




Baca juga:
Bikin Konten Tak Sembarang Receh bersama Pijaru
Karakter Manga dan Anime Jagoan Jepang yang Super Keren di "Jump Shop" Dome City
Tips agar Tetap Tenang dan Terhindar dari Hingar Bingar Politik

Menerjemahkan Rasa Bersama Sapardi Djoko Damono dan Sena Didi Mime di Kompasianival 2018

$
0
0

berita-admin-entertaimen-5c0a0b22bde575467365d116.jpg

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada 

Kami yakin tentu Anda pernah mendengar penggalan puisi di atas. Ya, cuplikan bait-bait puisi karya Sapardi Djoko Damono tersebut rasanya cukup familiar di kalangan generasi muda ataupun generasi di tahun-tahun sebelumnya.

sumber: Kompas.com

Sapardi Djoko Damono, pujangga kebanggaan Indonesia yang dikenal juga dengan sebutan SDD telah berkarya di bidang sastra sejak tahun 1969. Beliau dikenal melalui berbagai karya puisinya yang bercerita tentang hal-hal sederhana namun penuh makna kehidupan, tentang hal-hal di sekitar kita yang seringkali terlupakan, tentang mencari jati diri, perihal Tuhan, kehilangan, jatuh bangun, sepi, dan juga kenangan.

Beberapa karya SDD antara lain Hujan di Bulan Juni, Yang Fana adalah Waktu, Duka-Mu Abadi, Mata Abadi, Hujan Bulan Juni, Ayat-ayat Api, dan Pingkan Melipat Jarak. Sampai saat ini, karya-karya SDD telah diterjemahkan ke bahasa daerah dan beberapa bahasa asing. Tak hanya puisi, SDD juga kerap menuliskan cerita pendek, esai, kritik sastra, sejumlah artikel di surat kabar, hingga menerjemahkan karya penulis asing.

Soal menuangkan sebuah rasa dan peristiwa tidak melulu hanya lewat goresan tangan atau larik-larik puisi saja. Tapi kerapkali hal tersebut diterjemahkan dalam gerak tubuh, melalui seni teatrikal misalnya.

Sumber: Sena Didi Mime

Adalah Sena Didi Mime, kelompok teater pantomime yang didirikan tahun 1987 oleh Alm. Sena A. Utoyo dan Alm. Didi Petet. Pertunjukan kolosal pertama Sena Didi Mime berjudul "Becak" didukung oleh 70-100 aktor dan dibawakan dalam durasi 2 jam tanpa jeda.

Sudah hampir 30 tahun berdiri, saat ini kelompok teater pantomime Sena Didi Mime berada di bawah pimpinan sutradara Yayu Unru. Sena Didi Mime tetap memiliki jati diri dan keunikannya tersendiri, tidak hanya sebagai kelompok teater pantomim saja tetapi juga melibatkan dialog dan interaksi dalam suguhan pertunjukannya. Yang berbeda hanyalah bentuk pertunjukannya yang semakin minimalis dan efisien, tidak lagi melibatkan lebih dari 10 pemain di atas panggung.

Kepiawaian generasi penerus Sena Didi Mime dalam berkarya telah menorehkan prestasi baik di dalam negeri ataupun di luar negeri. Dalam ajang Istropolitana Project 2016 di Bratislava, Slovakia, Sena Didi Mime mendapatkan penghargaan "The Craziest Production" untuk pertunjukkan "Classroom" yang dibawakannya.

Di tahun berikutnya, Sena Didi Mime kembali menggelar nomor pertunjukan baru bertajuk "Mati Berdiri" yang dipertontonkan dalam ajang Hela Teater di Komunitas Salihara, dan mendapatkan respon sangat positif dari penonton saat ini.

Tentunya kalian tidak ingin ketinggalan untuk menikmati karya-karya dari kedua sastrawan dan seniman Indonesia ini kan? Yuk, kita bersama-sama menerjemahkan rasa melalui bait-bait puisi yang akan dibacakan langsung oleh Sapardi Djoko Damono dan pertunjukan teatrikal dari kelompok teater pantomim Sena Didi Mime di panggung utama Kompasianival 2018.

Segera daftarkan diri kamu di www.kompasianival.com! Ayo, kita malam mingguan bersama di Kompasianival 2018.




Baca juga:
Pemain Tua-tua Keladi di Liga 1, Pertanda Regenerasi yang Tersendat?
Bikin Konten Tak Sembarang Receh bersama Pijaru
Karakter Manga dan Anime Jagoan Jepang yang Super Keren di "Jump Shop" Dome City

Bertahun-tahun Menikah Belum Dapat Momongan? Konsumsi Buah Ini!

$
0
0

Sumber ilustrasi : Kompas LifestyleDari kecil sampai dewasa, emak melarang saya makan buah pada pagi hari sebelum makan nasi. Katanya dapat menyebabkan perut sakit dan kembung. Alasan lain, tubuh akan mengeluarkan keringat berlebihan, termasuk organ intim. Dan yang lebih memalukan kebanjiran sampai membasahi ketiak baju. "Malu dilihat orang anak gadis keteknya basah." Demikian beliau menakut-nakuti.

Anehnya ketika pepaya di kebun musim berbuah, beliau justru memberikan kami menyantap buah matangnya pada pagi hari. Tetapi dikasih kuah santan kental, dibubuhi sedikit garam, plus gula kalau kebetulan lagi punya. Gulanya gula aren. Sebab emak tak mampu membeli gula pasir yang harganya tidak terjangkau oleh kantong. Uenaknya luar biasa.

Pantangan makan buah pada pagi hari telah mendarah daging bagi masarakat kampung saya dari generasi ke generasi. Kalau ada yang berani melabrak dan kebetulan ada yang nengok, siap-siaplah menerima ejekan, dituding makan serampangan.

Semasa saya ke UK pertengahan 2015, saya kaget. Pihak Primary Raddlebarn Scholdi Selly Oak Birmingham sengaja menyiapkan buah segar dan sayuran mentah untuk sarapan pagi siswanya. Siang dikasih makanan yang katanya agak berat. Misalnya roti atau menu lainnnya. Saya tanyakan ke putra saya. "Apa boleh sarapan buah pagi-pagi tanpa didahului makan nasi atau makanan hangat. Mengingat suhunya dingin serasa berada di dalam kulkas?"

Dia tertawa. "Mana ada orang sini makan nasi, Nek? mengonsumsi buah pagi-pagi lebih bagus manfaatnya bagi tubuh ketimbang makan pisang goreng, atau nasi panas. Sebab, makanan yang dimasak sebagian nilai gizinya telah rusak. Sedangkan buah yang langsung disantap dalam kondisi segar masih alami, khasiatnya tiada tertandingi. Untuk apa makan nasi? 

"Buah itu kaya karbohidrat yang dapat memberikan energi, kaya enzim untuk membatu tubuh menyerap nutrisi, bagus untuk pencernaan. Kalau dimakan di pagi hari dapat meningkatkan mood sepanjang hari dan bebas stress."

Saya baru menyadari, bahwa tidak semua pesan atau pantangan para leluhur mengandung kebenaran seratus persen.

Dokumen Pribadi

Terkait kontek buah pepaya matang, saya punya pengalaman dari Bapak Anwar rekan kerja saya. Sembilan tahun berumah tangga beliau belum dikaruniai momongan. Dia telah berobat ke mana-mana. Mulai ke tenaga medis biasa, spesialis kandungan, sampai ke orang-orang pintar. Namun penyakit belum juga ketemu obatnya.

Salah satu kenalannya menganjurkan beliau mengonsumsi buah pepaya matang berkuah santan, setiap pagi tanpa absen. Saya tidak ingat lagi ceritanya berapa lama dia dan isterinya menjalani rutinitas tersebut. Yang pasti, setelah menekuninya, berbulan-bulan isterinya hamil. Pak Anwar berbahagia bukan kepalang.

Kelahiran sang buah hati disambutnya dengan nama Khairil Anwar. Anaknya cerdas luar biasa. Kabarnya, sekarang Khairil telah memberikan beliau beberapa cucu (semenjak berpisah hampir 10  tahun kami tak pernah bertemu lagi).

Direkomendasikan mengonsumsi pepaya segar alami. Hindari yang keluar dari kulkas. Santannya dari kelapa asli dan diperas pakai air matang, bukan santan kara. Bubuhkan sedikit garam dan satu sendok makan nasi dingin yang sudah bermalam. Yaitu nasi sisa makan malam sengaja disisihkan, bukan nasi bekas berkuah. Bukan pula nasi dari magic yang didinginkan sesaat. Tidak usah pakai gula. Jangan lupa, anjuran ini untuk suami isteri. Terakhir yang paling penting, iringi usaha dengan doa yang khusuk.

Apabila dicermati bukti khasiat buah pepaya ini sebagai obat memperoleh keturunan, semakin menguatkan keyakinan saya bahwa memulai hari dengan sarapan buah, dampak positifnya bagi kesehatan memang luar biasa. Selamat mencoba.

****




Baca juga:
Jangan Menunggu Datangnya Inspirasi untuk Mulai Menulis
Pemain Tua-tua Keladi di Liga 1, Pertanda Regenerasi yang Tersendat?
Bikin Konten Tak Sembarang Receh bersama Pijaru
Viewing all 10549 articles
Browse latest View live