Quantcast
Channel: Beyond Blogging - Kompasiana.com
Viewing all 10549 articles
Browse latest View live

Mengenal Gandum Tropika dan Kirab Panen

$
0
0

Malai gandum tropika, hijau menguning (dok pri)Mengenal gandum tropika

Gandum tropika? Cukup banyak bagian masyarakat yang belum mengenal gandum tropika. Selama ini, kosa kata gandum selalu mengait gambaran hamparan kuning keemasan di negara lain. 

Indonesia memiliki beberapa varietas gandum diantaranya Nias, Selayar hingga Dewata. Penamaan varietas dengan nama pulau, terbayang ribuan pulau Nusantara.

Bagi masyarakat Kota Salatiga, hamparan gandum mulai diperkenalkan sejak tahun 2000. Pusat Studi Gandum Tropika, UKSW merintisnya di pinggang G. Merbabu. Tidak hanya aspek teknis budidaya, pengolahan bulir dan tepung gandum dalam pangan lokal. Memadukan budidaya gandum dalam kearifan budaya lokal juga dilakukan melalui acara kirab panen.

Kirab panen gandum

Tradisi kirab panen atau lazim disebut wiwit, merupakan rangkaian ungkapan syukur petani atas panen padi raya di akhir musim penghujan. Kata kirab bermakna perjalanan bersama-sama atau beriring-iring secara teratur dan berurutan dari muka ke belakang dalam suatu rangkaian upacara (adat, keagamaan, dan sebagainya).

Kirab panen, diadopsi oleh keluarga besar Fakultas Pertanian dan Bisnis UKSW pada acara panen gandum di akhir musim kemarau. Periode tanam gandum adalah awal musim kemarau.

Untuk segala sesuatu ada waktunya, ada waktu menabur benih dan kini tuaian telah menguning sedia dipanen.

Pasukan kirab diawali oleh tim penari Prajuritan. Melambangkan mahasiswa bersama masyarakat petani bersama berikrar, sedia menjadi Panji Bumi Pertiwi.

Prajurit yang sigap merespon tantangan pemenuhan kebutuhan pangan seraya menjaga kelestarian bumi. Prajurit yang trengginas berpikir global dengan tetap meluhurkan nilai budaya lokal dalam tindakannya.Tari prajuritan Kopeng (dok pri)Elemen berikutnya adalah simbol empat unsur alam. Tanah, air, api dan angin. Keempat unsur penyala kehidupan yang saling melengkapi.

Unsur alam yang menyala membakar, mengobarkan, meneduhkan memadamkan serta rapat menyimpan. Keempat unsur yang disediakan di Taman Eden bahkan sebelum manusia diciptakan.empat unsur alam tanah-air-api-angin (dok pri)Dua ksatria gagah pengawal gunungan, bersenjatakan ilmu pengetahuan pengaman kehidupan. Pandang matanya siaga menatap ke depan masa depan sejahtera bangsa. Generasi kini yang akan menjadi pelaku pilar kadaulatan pangan.Penjaga gunungan (dok pri)Gunungan sayur yang dipikul oleh empat ksatria pilihan melambangkan pengucapan syukur atas anugerah alam nan subur di lereng Merbabu.

Sayuran menjadi emas hijau tumpuan harapan masyarakat Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.Gunungan sayur (dok pri)

Dalam pewayangan, gunungan menduduki peran sentral sebagai penanda pembuka dan berakhirnya pagelaran, tancep kayon. Gunungan berhiaskan simbol flora dan fauna, kiasan kesatuan ekosistem penunjang kehidupan. Rusaknya ekosistem menjadi penanda rusaknya kehidupan.

Bagi masyarakat gunung, kata gunung selalu memiliki daya pesona yang khas. Secara fisik kegagahan gunung menimbulkan rasa aman, 'berlari ke gunung' sering diungkapkan sebagai penanda gunung sebagai benteng perlindungan. Pemazmur yang menyeru "Allahku, gunung batuku" bermakna alegoris (kias) yang berarti, Allah tempat perlindunganku. Gunung dipergunakan dalam kiasan tempat berlindung.

Puncak gunung yang senantiasa menengadah mengajarkan pada titah untuk senantiasa menengadah dalam doa dan syukur. Badan gunung tak lelah memberikan dirinya sebagai sarana kehidupan kesejahteraan umat bersama. Kaki gunung dengan kuat mencengkeram bumi agar kuat menyangga kehidupan meneladankan kekuatan pengetahuan dan kerendahhatian.

Gunungan sayur juga mengingatkan kepada peneliti gandum untuk semakin kreatif merakit teknologi yang mengintegrasikan gandum dengan sayur. Meramunya menjadi elemen kesejahteraan masyarakat. Gunungan sayur merangkum pengakuan bahwa "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, ...."

Berduyun-duyun peserta kirab mengiring gunungan sayuran. Setiap warga sivitas akademika mengambil bagian dalam pengucapan syukur ini. 

Aneka wujud persembahan dibawanya sebagai perlambang bahwa setiap talenta dan kemampuan akan diracik menjadi persembahan bagi Ibu Pertiwi yang penuh kasih. Rangkaian buah yang disangga meneladankan bahwa hidup harus berbuah, buah sebagai identitas diri dan buah yang dapat dinikmati oleh sesama.

Kirab Wiwit Panen Gandum, mengisyaratkan kepada kita bahwa bertani adalah membangun relasi, relasi manusia dengan Sang Pencipta, antar sesama titah ngaurip serta relasi dengan alam. Indahnya berbagi, tertata dalam harmoni keselarasan. Ayo sungkem mring Ibu Pertiwi... selaras dengan gending Ketawang Ibu Pertiwi.

Gandum dan pangan lokalPanen gandum di Getasan (dok pri)Setiap kami berbicara tentang gandum, muncul harapan dan pertanyaan, mampukah gandum bersaing dengan padi dan sayur? Mengapa ya harus bersaing... Angan kami, bila budaya konsumsi pangan berbasis tepung ini diramu dengan sumberdaya lokal Nusantara.

Aneka sumber pangan kaya tepung dioptimalkan. Gandum menjadi bagian dari mata rantai penyambungnya. Jadi bukan masalah ganti mengganti. Semisal optimalisasi pangan berbasis MOCAF, modified cassava flour, si tepung ubi kayu. Ataupun tepung talas dan ubi-ubian yang lain.

Beberapa daerah mengandalkan pangan berbasis tepung jagung. Bila Amerika Selatan bangga dengan pangan tepung jagung semisal tortilla, mengapa kita harus menyeragamkan pangan? Begitupan pada daerah dimana bumi pertiwi menyediakan bahan pangan yang lain, mari optimalkan menjadi sarana kesejahteraan.

Mari bersyukur atas ibu pertiwi yang paring boga atau memberi kecukupan pangan selaras dengan alam budaya. [Narasi kirab..... sebagai apresiasi atas oleh tenaga pikir para teruna kebun. Selamat berkarya...]

Catatan: sebagian narasi ini, pernah menjadi bagian dari tulisan di Majalah Manager Scope.




Baca juga:
Jembatan Bambu sebagai Bukti Nyata Pendidikan Itu Mahal
Kepada Warga Jakarta, Selamat Datang di Kenyataan
Kala TVRI Membangkitkan Kenangan Masa Lalu

Memotret Syiria, Negeri Para Nabi yang Berkonflik

$
0
0

Anak2 dan perempuan sering menjadi korban perang, tak terkecuali dengan konflik yang terjadi di Syiria | Sumber ilustrasi: Reuters.Posisi Strategis Syiria Dulu

Syria sendiri merupakan negara yang memiliki kedudukan penting di dunia Arab, hingga Patrick Seale berani menyatakan bahwa tak ada orang yang mampu mengontrol Timur Tengah tanpa pertama kali mampu mengontrol Syria terlebih dulu. 

Kedudukan penting Syria disebabkan karena dua alasan pokok, yakni posisi geografisnya yang strategis dan posisi pentingnya di dunia Arab dan Islam sebagai sebuah pusat agama, budaya, dan intelektual serta sebagai sumber ide dan gerakan politik. 

Seale menyatakan bahwa banyak prinsip-prinsip politik dan arus intelektual dunia Arab mempengaruhi perkembangan Syria terlebih dulu sebelum pengaruhnya masuk ke negara lain.

Syria dapat dianggap sebagai head and heart nasionalisme Arab sejak gerakan itu mulai muncul. Masyarakat Syria mewariskan banyak aspirasi dan formulasi pokok tentang nasionalisme.

Syria merupakan garda depan bagi ide-ide dan gerakan di dunia Arab --seperti Pan-Arabisme-- yang pengaruhnya menyebar hingga ke seluruh dunia Islam. Bahkan Syria merupakan negara Arab yang merasa paling Arab di antara negara Arab lainnya. Identitas negeri yang tak lain adalah identitas kearabannya sangat kental dan dipegang kuat. 

Dalam masa pemerintahan partai Baats, terutama di tangan Asad, Syria merupakan pemimpin bagi negara-negara Arab lainnya dalam berjuang melawan Israel dan imperialisme Barat. Syria --seperti juga Mesir, Algeria, dan PLO-- dipandang sebagai kekuatan Arab yang progresif, bukan sebagai kekuatan reaksioner yang menjadi antek bagi imperialisme Barat, seperti Yordania dan Saudi Arabia. Oleh karena itu, Seale menyatakan:

Melihat Syria seperti memeriksa sebuah contoh yang luar biasa dalam aquarium politik Timur Tengah. Banyak prinsip-prinsip dan kecenderungan politik di dunia Arab sekarang bermula di sana atau dapat dilihat di sana pada karya dengan kejernihan yang khusus, sebelum prinsip dan kecenderungan itu muncul di negara-negara Arab lainnya.

Syiria, Negeri Para Nabi

Di samping itu, rekor Syria dalam menghasilkan para nabi, ulama, dan pemikir juga tidak dapat diabaikan. Konon Nabi Zulkifli (putra nabi Ayub) yang walaupun sekarang makamnya terdapat di Kifl (Iraq) dilahirkan di Syria. Nabi Hud, Zakariya, Yahya, dan Khidr ditemukan maqamnya di Syria. 

Dua diantara tiga putra Nabi Nuh yang beriman, Syam dan Ham, makamnya juga ditemukan di Syria, tepatnya di daerah Nawa. Husein yang meninggal di Karbala, maqamnya juga ditemukan di Syria yang dikenal dengan Masyhad Husein. 

Disamping para nabi, banyak ulama-ulama di masa lalu yang asli kelahiran Syria. Kita sebut saja diantaranya Majiduddn b. Taymiyyah (1093-1154), seorang ahli fiqh dan ushl fiqh Hanbali yang lahir di Haran dan dimakamkan di tempat yang sama, Ibn Qudamah (1147-1223), seorang ahli fiqh Mazhab Hanbali yang tinggal dan dimakamkan di Damaskus, Syihbuddn b. Taymiyah (1229-1283), seorang ahli fiqh dan ushul fiqh yang lahir di Haran tapi tinggal di Aleppo.

Taqiyuddn Ibn Taymiah (l. Haran, Damaskus, 1262-1327), seorang tokoh pembaharu yang makamnya berada di tengah Kampus Universitas Damaskus, Ibn Qayyim al-Jawziyyah (l. Damaskus, 1292-1350), Ibn Habb al-Halab (l. Aleppo, 1339-1405), seorang ahli ushl fiqh Hanafiyah yang pernah tinggal di Aleppo dan Damaskus, Muhammad al-Kawkb, (l. Aleppo, 1609-1685), dan Jamal ad-Dn al-Qsim (l. Damaskus, 1866-1913), seorang ahli Tafsir, fiqh, dan ushl fiqh Syafi'i. 

Saat ini ulama-ulama Syria merupakan ulama yang paling disegani di dunia Arab. Dalam hal kualitas, jumlah, dan pengaruh, ulama-ulama Syria tak dapat diperbandingkan dengan negara-negara Arab lain. Syria memiliki tradisi lokal yang berakar sangat dalam untuk mendidik ulama, seperti halaqah di masjid. Keluarga ulama-ulama terkemuka Syria sering mengajarkan ilmunya dari generasi ke generasi. 

Kota-kota seperti Aleppo dan Damaskus juga memiliki sejumlah institusi modern --terutama Fakultas Syariah di Universitas Damaskus-- yang telah memberikan sumbangan khusus pada kualitas ulama-ulama Syria secara keseluruhan.

Damaskus memang kota tua yang sangat bersejarah. Pada tahun 661, Kota Damaskus dijadikan sebagai Ibukota kerajaan Umayyah oleh Muawiyah bin Abi Sufyan.

Muawiyah menjadi Gubernur Damaskus selama 20 tahun yang wilayah kerjanya meliputi seluruh Syria, hingga ia mendirikan dinasti Umayyah di sana. Sementara ketika dinasti Umayyah runtuh, dan Bani Abbasiyah berdiri pada tahun 750, Syria hanya dijadikan salah satu propinsi dari kerajaan Abbasiyyah yang berpusat di Bagdad.

Syria pernah dikuasai oleh dinasti Ayybiyah yang berkuasa hingga tahun 1260. Dinasti ini runtuh setelah adanya pemberontakan oleh salah satu resimen budak (mamlk) milik Dinasti Ayybiyah sendiri. Pemberontakan ini berhasil membunuh sultan terakhir Ayybiyah dan mengangkat Aybeg, salah seorang pejabat mamlk, sebagai sultan baru. 

Sejak saat itu, Syria berada di bawah kekuasaan dinasti mamlk. Dinasti inilah yang berhasil menyelamatkan Syria dari serangan Mongol dalam perang di Ayn Jalut 1260. Syria dikuasai dinasti ini hingga Turki Usmani mengambil alih tahun 1516.

Kekalahan Bani Fatimiyyah di Mesir dari Bani Ayybiyah telah menghidupkan semangat keberagamaan Sunni baik di Mesir sendiri maupun di Syria. Penghidupan semangat Sunni ini juga dilakukan oleh dinasti Mamlk di Syria. Semoga kita bisa melihat sejarah secara jernih.




Baca juga:
Kisah Klasik Sheila On 7, Anugerah Terindah dari Sebuah Nostalgia
Jembatan Bambu sebagai Bukti Nyata Pendidikan Itu Mahal
Kepada Warga Jakarta, Selamat Datang di Kenyataan

Musuh dari Hobi Itu Bernama Prestasi

$
0
0

Sumber Ilustrasi pixabay.com

"I don't have time for hobbies. At the end of the day, I treat my job as a hobby. It's something I love doing."David Beckham

Sebagai manusia tentu kita semua memiliki hobi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hobi adalah kegemaran; kesenangan istimewa pada waktu senggang, bukan pekerjaan utama. Namun pengertian ini mulai bergeser kala cukup banyak orang berhasil membuktikan bahwa melalui hobi mereka bisa menghidupi diri.

Merasa terinspirasi banyak orang berjuang agar mereka juga bisa hidup dari menjalani hobi. Masalahnya, tak mudah hidup dari hobi. 

Hobi kita tersebut harus bisa membawa kita masuk ke dalam sebuah industri. Misalnya Lionel Messi, hobinya bermain bola, tapi tanpa bergabung dengan barcelona tentu dia tak akan bisa hidup dari sekedar menendang bola.

Inilah yang membuat banyak orang berhenti menekuni sebuah hobi. Kita merasa tak ada gunanya melakukan kegiatan yang kita suka karena tak menghasilkan apa-apa.

Berapa banyak orang yang kecewa karena hobinya tak menghasilkan apa-apa, sementara orang yang memiliki kegemaran yang sama dengannya, bisa hidup dari hobinya.

Saya sendiri sempat berhenti menulis karena merasa menulis tak membawa saya kemana-mana. Juga saya tak mendapat sesuatu yang hebat untuk ditunjukkan ke orang-orang.

Saya juga berhenti bermain gitar karena merasa tak expert dan tak bisa main Fingerstyle untuk direkam, lalu diunggah ke Instagram. Biar jadi terkenal (hahaha).

Banyak orang berhenti menekuni hobinya karena merasa tak memperoleh apresiasi. Oleh karena itu saya menyimpulkan, bahwa prestasi adalah musuh utama dari hobi. Loh kok? Kok apa? Kok aku ganteng maksudnya? Hahaha.

Berapa banyak orang berhenti menekuni hobinya karena tak mendapatkan uang dari karyanya. Berapa banyak orang melupakan hobinya karena tak pernah dipuji, tak jadi tersohor, tak dapat penghargaan, dan lain sebagainya. Kita menuntut diri agar kita berprestasi melalui hobi. Bahkan kita menuntut diri untuk sukses dan kaya melalui hobi.

Tak salah sih, tapi kalaupun belum kesampaian, jangan pernah tinggalkan hobi untuk menjadi orang yang hidup tanpa kegiatan yang menyenangkan diri.

Baru-baru ini saya membaca topik seputar post power syndrome yang merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan ketidakmampuan individu melepaskan apa yang pernah dia dapatkan dari kekuasaannya terdahulu

Ada banyak kesaksian buruk tentang orang mengidap gejala ini. Misalnya ada orang yang baru resign dari pekerjaannya selama empat bulan saja, tapi sudah merasa jadi orang yang tak berguna (useless). Biasanya nyuruh-nyuruh di kantor tiba-tiba jadi ibu rumah tangga, biasanya hidup dalam keramaian kantor, sekarang harus sendiri menjaga dagangan.

Post power syndrome adalah perasaan tidak bisa menerima kondisi hidup yang tengah dijalani. Merasa asing dan tak berguna, sekaligus merasa putus asa, mudah kecewa dan semua yang dikerjakan terasa sia-sia.

Memahami tentang gejala ini, maka saya coba memaknai hobi bukan sekedar skill yang diusahakan untuk mencapai prestasi dan pengakuan. Karena saat hal tersebut tak tercapai, saya akan kecewa dan meninggalkan apa yang saya suka. Hobi buat saya adalah anugerah yang diberikan Tuhan untuk saya bersenang-senang.

Dengan menekuni hobi sembari terus mengembangkannya saya merasa berguna. Imbal hasilnya tak selalu berbentuk uang, barang ataupun penghargaan.

Saya merasa hidup, saya lupa waktu, dan saya merasa teraktualisasi. Maka sekalipun kelak hobi ini, seperti menulis misalnya, tak memberikan saya banyak pengakuan serta materi saya akan tetap menekuninya.

Mungkin kelak kita akan menulis di platform lain, mungkin juga nanti kita menemukan hobi baru. Tapi, yang perlu diingat adalah, hobi itu merupakan anugerah dari yang kuasa.

Jangan terlalu membebaninya dengan upah instan dari sekitar. Hobi harus tetap dijalani karena manfaatnya terlebih dulu merasuk ke dalam diri. Jikalau hobi itu kelak menghasilkan materi, ya syukur, kalau tidak ya.. jangan juga kecewa.

Jika ingin hobi itu menghasilkan uang, berpikirlah lebih keras, buat konsepnya, lebih kreatiflah, dan teruslah berlatih. Hobi itu tidak salah, prestasi yang kita harapkan dari hobi yang kita jalanilah yang terkadang membuat kita salah kaprah dalam menjalaninya..

Ah jangan terlalu serius ya bacanya hehe..
Penikmat yang bukan pakar




Baca juga:
Gerakan Penghematan ala Wali Kota Istanbul, Bersepeda ke Tempat Kerja
Kisah Klasik Sheila On 7, Anugerah Terindah dari Sebuah Nostalgia
Jembatan Bambu sebagai Bukti Nyata Pendidikan Itu Mahal

Verifikasi Hijau Diubah Menjadi Validasi, Begini Caranya!

$
0
0

Ilustrasi: Kompasiana

UPDATE
Mulai bulan Maret 2018, Kompasiana akan mengubah nama untuk verifikasi hijau menjadi validasi agar memudahkan Kompasianer maupun pembaca yang belum dapat membedakan hijau dan biru.

Secara teknis validasi masih sama pengajuannya, hanya mempertegas jika validasi (sebelumnya disebut dengan verifikasi hijau) adalah proses pemeriksaaan data Kompasianer secara adminstratif bukan berdasarkan kualitas tulisan. Sedangkan verifikasi (sebelumnya verifikasi biru) adalah proses penilaian Kompasianer berdasarkan kualitas yang diproduksi maupun interaksi selama ini. Baca: Kenali Verifikasi Biru Kompasiana

Proses validasi akun masih sama, untuk selengkapnya Anda bisa simak panduan di bawah ini.

======

Fitur Validasi Akun di Kompasiana sudah disematkan sejak 2011, fitur ini berupa tanda checklist berwarna hijau di samping nama pengguna. Fungsi validasi akun adalah sebagai penanda bahwa akun tersebut dapat dibuktikan keaslian identitasnya.

Adanya akun yang tervalidasi juga membuat pembaca nyaman akan konten yang ia baca, sebab mereka tahu bahwa konten tersebut ditulis oleh penulis yang jelas jati dirinya dan kontennya dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan bagi sesama kompasianer atau penulis, akun yang tervalidasi membuat aktivitas interaksi dan pertemanan semakin nyaman.

Ada pula keuntungan lain sebagai akun Kompasiana yang tervalidasi, seperti mendapat prioritas oleh Kompasiana untuk mengikuti berbagai event online dan offline (Nangkring, Blogshop, Tokoh Bicara, dan lain-lain). Selain itu pengguna juga akan mendapatkan kesempatan lebih besar untuk bekerjasama dengan Kompasiana, misalnya dalam penerbitan buku, liputan khusus, mengikuti event eksklusif, dan lainnya.

Bagaimana, tertarik untuk melakukan validasi akun? Silakan ikuti tutorial validasi akun Kompasiana berikut ini:

1. Buka Menu PengaturanLetak menuUntuk mengajukan validasi akun, Anda perlu mengisi data diri yang terletak di menu "Pengaturan". Pilih menu "Pengaturan" pada profil Anda yang terletak di pojok kanan atas.

2. Lengkapi "Profil"

Pada menu ini Anda akan diminta untuk melengkapi deskripsi profil, tanggal lahir hingga akun media sosial Anda. Menu ini membantu para pembaca untuk mengenali karakter Anda lebih jauh. Langkah pertama klik tombol "Edit", setelah semua telah terisi klik "Simpan". Data profil Anda sudah dilengkapi.

3. Pilih Menu "Data Pribadi"

Selanjutnya, pada menu "Pengaturan" pilih menu "Data Pribadi". Setelah itu klik "Edit" dan lengkapi kolom yang disediakan, serta jangan lupa untuk mengunggah scan kartu identitas.

Supaya lebih jelas, berikut kolom wajib yang harus diisi agar pengajuan validasi akun Kompasiana Anda disetujui:

  • Data identitas
  • Mengunggah scan kartu identitas
  • Jenis Kelamin
  • Nomor Kontak
  • Alamat
  • Pendidikan
  • Profesi
  • Pemasukan Per Bulan
  • Pengeluaran Per Bulan

Pilih menu

Sedangkan untuk kolom NPWP dan Nomor Rekening bisa Anda isi jika Anda ingin mengikuti serangkaian campaign dari Kompasiana Content Affiliation. Info selengkapnya bisa baca di Perkenalkan, Kompasiana Content Affiliation!

3. Mengunggah Scan Kartu Identitas

Pada menu ini Kompasiana hanya mengijinkan kartu identitas berupa KTP, SIM, Paspor, dan Kartu Pelajar yang masih berlaku untuk keperluan validasi akun. Selain 4 jenis kartu tersebut, pengajuan validasi akun Anda akan otomatis ditolak.

Untuk mengunggah scan kartu identitas cukup mudah, pengguna cukup klik tombol "Browse" untuk memilih file yang akan diunggah. Jangan lupa untuk memastikan bahwa kualitas gambar cukup baik dan tidak blur (identitas terbaca dengan jelas). Terakhir, pastikan juga ukuran file kartu identitas tidak lebih dari 1 MB dengan ekstensi file jpeg.

Bila semua dirasa sudah lengkap, langkah terakhir adalah klik tombol "Ajukan Validasi/Verifikasi" di bagian paling bawah dan klik Simpan. Bila Anda hanya klik salah satu, pengajuan verifikasi tidak dapat berhasil.

Tahap terakhir, tekan tombol

Terakhir, silakan tunggu proses pengajuan validasi akun. Biasanya lama pengajuan validasi akun memakan waktu 7 hari kerja. Bila ditemukan masalah atau pertanyaan tentang validasi akun, Anda bisa menghubungi Kompasiana melalui e-mail di kompasiana@kompasiana.com dengan subyek "Validasi Akun".

Cukup mudah bukan untuk mengajukan Validasi Akun di Kompasiana? Yuk, segera validasi akun Anda! Rasakan mengakses Kompasiana lebih nyaman dan nikmati berbagai keuntungannya. (LBT)

----

*Untuk mempermudah proses unggah berkas dan pengajuan validasi, dianjurkan menggunakan Kompasiana versi desktop/PC.




Baca juga:
Puisi | Menggugat Rasa Percaya
Gerakan Penghematan ala Wali Kota Istanbul, Bersepeda ke Tempat Kerja
Kisah Klasik Sheila On 7, Anugerah Terindah dari Sebuah Nostalgia

Kota Kuali yang Tidak Lagi Mati

$
0
0

Sumber ilustrasi: kodesingkatan.comLihatlah Belanda Kecil. Mereka yang terpasung dengan Belenggu. Mereka yang menderita demi peradaban. Mereka yang melawan untuk sebuah kejayaan. Hari ini dunia berubah. Kota arang terlihat begitu damai. Cerita tentang kematian orang-orang rantai serasa hanya kisah dalam novel.

Surya sibuk mengulek pecel untuk langganannya. Sudah beberapa tahun belakangan ini, Surya menjajakan makanan yang terdiri atas sayuran, seperti kacang panjang, ayam, taoge yang disiram dengan kuah sambal kacang di Sawahlunto.

"Di sini cuma rame kalau Minggu," ujarnya.

Sambil terus melakukan pekerjaan, perempuan separuh baya ini menceritakan tentang pengalaman hidup di Sawahlunto, kota yang juga dikenal dengan Kota Arang.

Selain Kota Arang, Sawahlunto juga dikenal dengan sebutan Kota Kuali. Alasannya, karena di sana terdapat sebuah lobang besar hasil pengambilan tambang batubara yang berbentuk kuali.

"Dulu, di sini rame. Banyak orang luar yang datang untuk bekerja sebagai penambang. Namun, setelah tahun 2000 kebanyakan dari mereka meninggalkan kota ini. Pertambangan batubara dihentikan," kata Surya sembari memasukkan kacang sebagai bumbu tambahan ke dalam ulekan.

Surya sendiri mengaku sejak pertambangan batubara tidak bisa diproduksi lagi, kehidupan masyarakat setempat sangat kacau. Banyak yang 'lari' ke pulau Jawa dan Kalimantan untuk mencari pekerjaan baru. Kejadian ini terus berlangsung hingga Amran Nur, Walikota Sawahlunto yang terpilih tahun 2003 lalu mengambil sikap terhadap kota yang semakin sepi.

Ia menceritakan bagaimana ia harus merelakan rumahnya pindah ke lokasi lain untuk tujuan wisata. Lokasi tempat gedung Info Box yang kini berdiri adalah lahan bekas rumahnya dulu. Setelah mereka mendapat uang ganti, mereka baru pindah ke lokasi lain tidak jauh dari rumah sebelumnya.

Info Box sendiri adalah bangunan yang baru dibangun oleh pemerintah Kota Sawahlunto sebagai tempat penyajian informasi tentang peninggalan sejarah. Tempat ini juga dijadikan sebagai galeri tambang batubara. Ini terlihat dari banyaknya foto-foto masa lalu dan beberapa pajangan informasi sejarah di dinding-dinding bangunan.

Setelah Info Box berdiri, pemerintah membangun sejumlah toko di dekat bangunan tersebut. Di sana ada kantin Dela Surya yang menjual pecel dan minuman ringan, Galeri Kota Sawahlunto, toko kerajinan tangan, dan beberapa bangunan lain.

"Kantin ini tidak disewakan. Kami mendapatnya secara gratis untuk melayani wisatawan," ungkap Surya sambil menunjukkan plang yang bertuliskan "Kantin Dela Surya" miliknya.

Tepat di belakang kantin Dela Surya, terdapat sebuah torowongan yang dinamakan Lobang Suro. Syahdan, terowongan ini merupakan salah satu dari sekian ratus bangunan bersejarah yang ditinggalkan kolonial Belanda.

Lobang Suro ini merupakan lobang batubara pertama yang dibuat oleh orang-orang rantai pada tahun 1898. Kata "Suro" sendiri diambil dari nama seorang mandor yang mengawasi penggalian lobang ini. Namanya adalah Mbah Surono.

Orang-orang rantai di sini adalah tahanan yang didatangkan dari pulau Jawa . Mereka diharuskan kerja paksa. Kaki, badan, dan tangan dirantai. Mereka hidup dalam penjara dan hanya menerima upah rendah untuk pekerjaan yang mereka geluti setiap hari.

Sebelum memasuki lobang ini kita akan mendapati tiga patung yang mengambarkan kondisi penggalian pada masa itu. Sebuah patung yang berdiri gagah sambil menggunakan stelan baju zaman kolonial dan memegang tongkat mengawasi dua pekerja yang sedang mendorong lori (gerobak) yang berisi batubara.

"Dulu lobang ini ditutup karena dianggap berbahaya. Airnya penuh hingga mencapai atas," ujar Willison, penjaga sekaligus guide untuk masuk ke dalam torowongan. Sambil terus turun ke bawah, Wil banyak menjelaskan tentang Lobang Suro. Dari gaya dia bicara, rasanya sudah berpengalaman banyak terhadap profesi ini.

"Awal tahun 2007 pemerintah berinisiatif membuka kembali lobang ini. Kita butuh waktu 23 hari tanpa henti untuk menyedot semua air dalam lobang," katanya lagi.

Lantai yang dulunya rel tempat berjalannya lori disulap menjadi tangga-tangga yang terbuat dari semen. Ini bertujuan agar pengunjung tidak jatuh. Terowongan yang mempunyai tinggi sekitar dua meter ini masih dihiasi batubara asli di dinding-dindingnya.

Kondisi di dalam terowongan cukup gelap sebenarnya mengingat berada di bawah tanah. Tapi pemerintah telah memasang beberapa lampu disetiap sudut yang dianggap pas. "Sementara ini jarak terowongan yang diperbolehkan untuk dikunjungi adalah 186 meter," katanya lagi.

Terowongan ini sebenarnya bisa tembus kedua tempat berbeda. Satu ke gudang ransum--- tempat dapur umum berada---dan satu lagi tembus ke gedung Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang kini dibangun Masjid Agung Nurul Islam.

Tidak jauh dari Masjid Agung, kita akan menemukan sebuah museum kereta api. Dulu, museum ini adalah stasiun kereta api yang dibangun oleh kolonial Belanda pada tahun 1918.

Afrijal sedang mengamati Mak Itam---satu-satunya kereta api yang masih berfungsi hingga sekarang---ketika saya temui. Sebenarnya dia hanya pegawai PT Telkom yang suka jalan-jalan sekitar museum saat jam istirahat kantor.

"Sejak 1894 kereta api ini dulu mengangkut batubara dari Sawahlunto ke Pelabuhan Teluk Bayur," katanya. Tidak hanya Afrijal, kebanyakan dari penduduk yang saya jumpai mampu menjelaskan sejarah dan kejadian masa lampau secara detail tentang kota ini.

Bukan saja Mak Itam dan Lobang Suro yang membuat kota ini unik. Kalau kita berdiri dari atas Bukit Cemara atau sekedar mengelilingi kota, rasanya kita memang sedang berada dalam "Belanda Kecil". Sebagian bangunannya masih asli dan berarsitektur Belanda. Rumah, hotel, toko, gereja, dan beberapa bangunan pemerintahan lainnya.

Pagi itu, minggu kedua dibulan Juni tahun lalu Amran Nur menjabat erat tangan saya. Kami bertemu di gedung SDLB kabupaten tersebut. Selain Kepala Dinas Pariwisata, Tun Huseno, Amran Nur ikut datang. Dia senang menjelaskan tentang kotanya kepada tamu yang datang dari luar provinsi. Dia sendiri cerita tentang asal muasal Sawahlunto.

Pada abad ke-19 nama kota ini mencuat kepermukaan dunia internasional, terutama Belanda yang saat itu sedang melakukan penjajahan di negeri ini.

Seorang arkeolog Belanda bernama Willem Hendrik de Greve menemukan potensi batubara yang cukup besar di sungai Ombilin, salah satu sungai di kota itu. Temuan itu dilaporkan ke Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1868-1872. Penelitian kedua gagal dilakukan lantaran Greve terseret arus Sungai Ombilin dan meninggal pada 22 Oktober 1872.

Singkat cerita, penambangan batu bara mulai dikerjakan Belanda tahun 1880 di lapangan Sungai Durian. Tahun 1892, produksi perdana batu bara Sawahlunto mencapai 48.000 ton. Pengangkutan batu bara ketika itu menggunakan kereta api. Salah satu kereta api yang digunakan adalah Mak Itam.

Kejayaan tambang batu bara zaman Belanda masih tersisa dalam sejumlah bangunan, seperti silo. Silo berbentuk tiga silinder besar yang berfungsi sebagai penimbun batu bara yang telah dibersihkan dan siap diangkut ke Pelabuhan Teluk Bayur. Silo masih berdiri kokoh di tengah kota ini kendati tidak berfungsi apa-apa selain sebagai monumen yang mengingatkan kejayaan batu bara di Sawahlunto ketika itu.

Inilah Belanda Kecil, kota tempat orang-orang rantai dulunya dibantai. Tempat moyang kita menderita. Kini mereka berhasil mengemasnya menjadi sebuah peninggalan sejarah yang memukau. Berhasil meningkatkan peradaban tentang marwah negara kita. Kota Arang yang jaya dengan batubara. Amran Nur berhasil membuktikan bahwa kini Kota Kuali, bukan lagi kota mati!




Baca juga:
Stok Buku Nikah Terbatas? Yang Penting Cintamu Tak Terbatas
Puisi | Menggugat Rasa Percaya
Gerakan Penghematan ala Wali Kota Istanbul, Bersepeda ke Tempat Kerja

Pengalaman dengan Ojek Daring, Dari Ponsel Terbanting hingga Kurang Tidur

$
0
0

Ojek online (dok. pri).

Kian hari, rasanya kian sering saya memanfaatkan jasa transportasi online berbasis aplikasi. Entah itu Go-Jek, entah itu Grab. Baik layanan ojek sepeda motor, taksi, maupun pemesanan makanan.

Sejak pertama kali menggunakannya pada 2015, ada beberapa "pengalaman jalanan" yang saya alami dan rasakan saat menumpang ojek atau taksi online. Sebagian dari pengalaman itu menghadirkan perenungan atau kesan lainnya yang membekas di ingatan. Berikut ini adalah dua di antaranya.

Peristiwa yang pertama baru terjadi tiga hari yang lalu saat saya memesan GrabBike.

Tidak ada alasan khusus untuk menentukan apakah harus menggunakan Grab atau Go-Jek.

Kebetulan saat itu saldo GoPay saya tidak cukup, sementara saldo Ecash di aplikasi Grab masih lebih dari cukup. Dengan demikian menumpang Grab sore itu saya anggap lebih praktis.

Pengemudi Grab yang saya pesan tiba tidak terlalu lama. Dengan sepeda motor jenis matic, kami menempuh perjalanan.

Tapi belum lama melaju terjadi peristiwa yang lumayan membuat saya terkejut. Saat melintasi Jalan Persatuan kampus UGM, ponsel atau smartphone milik sang pengemudi tiba-tiba terjatuh.

Mengetahui hal itu saya spontan menepuk pundak pengemudi sambil berkata agak keras, "hapenya jatuh, Pak!".

Bukan tanpa sebab ponsel itu terjatuh dan terbanting. Polisi tidur yang melintang di Jalan Persatuan rupanya menghentak laju sepeda motor. Hentakan yang keras membuat smartphone yang semula tertempel di kaca speedometer terlepas dari perekat yang sepertinya sudah kehilangan daya rekatnya.

Setelah mengambil ponselnya yang jatuh, pengemudi Grab langsung memeriksanya. Untunglah smartphone tersebut masih bisa dihidupkan dan tetap berfungsi. Sekilas saya tidak melihat ada kerusakan fisik di bagian luar.

Meski reaksi pengemudi Grab itu terkesan biasa, tapi dari raut mukanya saya melihat ada sesal dan cemas. Hal yang wajar karena smartphone yang terjatuh, apalagi di jalan raya, sangat mungkin mengalami kerusakan berat atau bahkan hancur terlindas oleh kendaraan lainnya.

Kami pun melanjutkan perjalanan. Saat pengemudi berusaha untuk menempelkan lagi ponselnya ke kaca speedometer, buru-buru saya menyarankan untuk menyimpannya ke saku atau tas. Jika hanya untuk keperluan melihat GPS dan panduan rute, saya sudah hafal.

Sambil meneruskan perjalanan, bapak pengemudi Grab tiba-tiba bercerita. Barangkali hal itu ia lakukan untuk melepaskan kecemasan dan rasa sesalnya setelah ponselnya terjatuh.

"Saya sudah habis satu hape kaya gini, Mas", ucapnya di atas laju sepeda motor.

Saya segera menangkap maksudnya. Kejadian jatuhnya ponsel saat sedang berkendara bukan pertama kali ia alami.

Pada kejadian sebelumnya ia mendapat nasib sial karena ponselnya jatuh tidak bisa digunakan lagi alias rusak total. Ia pun harus membeli ponsel lagi agar bisa terus menjadi tukang ojek online.

"Ini sudah yang lebih kecil. Yang dulu agak besar jadi agak susah ditempel", tambahnya. Mungkin yang ia maksud susah ditempel adalah ditempel di kaca speedometer.

Saat mendengarkan ia bercerita,  ingin rasanya saya menanggapinya dengan berkata, "Besar atau kecil ponsel  sebaiknya tidak ditempel di kaca speedometer karena sangat mungkin akan jatuh".

Tapi itu tidak saya ucapkan demi menjaga perasaannya. Lagipula saat itu ia sudah tidak menempelkan ponselnya. Mungkin ia menuruti saran saya sesaat setelah ponselnya terjatuh di Jalan Persatuan. Mungkin juga ia insaf saat mengingat ponsel lamanya dulu yang barangkali juga jatuh dan rusak akibat kesalahannya sendiri menempel ponsel di kaca speedometer.

Meski peristiwa ini sudah lewat beberapa hari, tapi hingga sekarang saya masih terusik dan sedikit cemas saat mengingatnya. Bagi seorang tukang ojek online, smartphone adalah aset yang paling berharga selain kendaraan yang digunakan. Tanpa benda itu ia akan kesulitan bekerja.

Smartphone itu semakin bernilai manakala ojek online telah menjadi pekerjaan utama. Maka bisa dibayangkan betapa nelangsanya apabila smartphone itu sampai rusak. Bapak itu akan kehilangan pendapatan karena tidak bisa bekerja.

Selanjutnya bukan hanya ia yang akan menderita, tapi juga anggota keluarganya yang harus dihidupi. Semoga ponsel yang jatuh sore itu benar-benar tidak mengalami kerusakan dan tidak kembali terjatuh.

Peristiwa kedua sudah berlalu lebih lama lagi. Mungkin sudah lebih dari setahun, tapi cerita perjalanannya sangat berkesan bagi saya hingga tetap melekat di benak dan ingatan.

Suatu pagi saya harus berangkat ke Bandara Adisutjipto Yogyakarta dengan jadwal penerbangan pukul 6 kurang. Untuk menuju bandara saya memesan Go-Jek pukul empat pagi.

Oleh karena hari masih sangat pagi, dingin, dan matahari pun belum bersinar, saya mendapatkan pengemudi Go-Jek yang jaraknya lumayan jauh.

Pengemudi itu berada di tempat yang jaraknya sekitar 2 km dari tempat saya berada. Saya pun menunggu sekitar 15 menit sampai akhirnya seorang bapak pengemudi Go-Jek muncul di hadapan saya.

Setelah mengenakan helm dan sepeda motor mulai bergerak, saya mengucapkan permintaan. "Yang agak cepat ya, Pak". Permintaan itu kemudian agak saya sesali.

Dari obrolan selama perjalanan saya jadi tahu bahwa bapak pengemudi Go-Jek itu adalah seorang petugas keamanan di sebuah kantor di kawasan Condong Catur, Sleman.

Pagi itu saat menerima pesanan Go-Jek dari saya ia baru selesai berjaga malam. Ia menjadi tukang ojek online di luar jam kerjanya sebagai petugas keamanan untuk mendapat penghasilan tambahan.

Dari obrolan itu juga saja jadi tahu ia baru tidur sekitar 3 jam. Kenyataan itu membuat saya merasa agak bersalah karena memintanya untuk memacu laju sepeda motor lebih kencang.

Tentu ia sedang merasakan kantuk atau lelah setelah berjaga semalaman. Cukup berisiko jika harus melaju kencang karena akan membahayakan dirinya dan saya.

Menyadari hal itu saya segera memintanya untuk melambatkan laju. Toh, lalu lintas masih sepi dan dan hampir tidak pernah terjadi kemacetan yang merintangi perjalanan pada waktu sepagi itu. Tapi laju sepeda motor tidak berkurang.

Sambil melintasi Jalan Solo, sang pengemudi malah mengatakan kalau rumahnya ada di daerah Kalasan yang searah dengan rute menuju bandara. Pagi itu setelah mengatar saya ke bandara ia berkata akan pulang ke rumah.

Perasaan saya antara lega dan tidak enak hati. Lega karena ternyata sambil mengantar saya ke bandara ia bisa sekalian pulang. Kurang enak hati karena barangkali ia memilih langsung pulang agar bisa melanjutkan menyambung waktu istirahatnya.

Di kantor tempatnya berjaga tadi ia menyudahi lebih awal waktu istirahatnya demi menerima pesanan Go-Jek saya.

***

Selain dua peristiwa di atas, masih ada beberapa pengalaman lain yang berkesan. Kesan yang kemudian mengubah cara saya mengapresiasi pengemudi ojek online.

Dulu saya jarang sekali memberikan bintang 5. Keputusan itu dilatarbelakangi oleh pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan. Mulai dari pengemudi yang datang terlalu lama padahal di aplikasi lokasinya sangat dekat, pengemudi yang tidak hafal jalan, pengemudi yang meminta pembatalan dengan alasan masih di toilet, makanan yang tidak sesuai pesanan, hingga pengemudi  yang membelikan makanan lain yang lebih murah tapi memotong saldo GoPay dengan harga yang lebih mahal.

Namun, pengalaman-pengalaman yang muncul belakangan saya berjumpa dengan beberapa pengemudi ojek online yang mengundang simpatik.

Selain pengemudi yang harus kehilangan ponselnya dan penjaga malam yang menerima pesanan di waktu istirahat, pernah juga saya menumpang pengemudi yang setiap hari berangkat dari rumahnya di Wates dan Magelang menuju Yogyakarta.

Saya pun pernah  terpaksa membatalkan pesanan karena semua menu yang saya pesan ternyata sudah habis dan saya tidak berniat menggantinya dengan menu yang ada.

Hal yang berkesan adalah si pengemudi ojek online melalui telpon tidak keberatan saya membatalkan pesanan meski ia sudah berada di tempat penjual.

Hal-hal semacam itulah yang membuat saya lebih berkeinginan untuk memberikan bintang 5 dengan sesekali menambahkan uang tip dan mengisi saldo GoPay langsung kepada pengemudi. Semua itu bukan karena iba, tapi apresiasi sewajarnya kepada orang-orang yang telah memudahkan saya.

Kiranya apresiasi maksimal itu bisa sedikit mengurangi keterusikan hati saat mengetahui tukang ojek online yang mengantar saya adalah orang yang harus kehilangan ponselnya akibat jatuh di jalan atau orang yang sebenarnya sedang kelelahan tapi saya memintanya melaju lebih cepat.




Baca juga:
Krisis Venezuela di Antara Ekonomi, Revolusi, hingga Kopi Bandung
3 Alasan tentang Kenapa Masyarakat Dilarang Membakar Sampah Sembarangan
[Pro-Kontra] Apa Alasanmu Membeli Buku?

Sudah Saatnya Menindaklanjuti Penggunaan Vaksin MR!

$
0
0

Ilustrasi Measles Rubella/scroll.in

Jika satu anak terkena virus Measles Rubella (MR), ia bisa menularkan virus tersebut kepada 12-18 anak lainnya. Yang lebih berbahaya lagi, jika seorang anak sudah tertular, maka ia bisa cacat seumur hidup. Dan sayangnya, sampai saat ini, belum ada vaksin atau obat yang mampu mencegahnya, selain Vaksin MR.

Sepanjang semester pertama tahun 2017, Kementerian Kesehatan mencatat 8.099 orang suspek campak rubella dan 1.549 di antaranya terindikasi positif menderita penyakit tersebut. Angka ini dicapai hanya dalam kurung waktu Januari hingga Juli 2017. Setelah dilakukan kampanye imunisasi, angka suspek pun turun menjadi 1.045 dan yang terindikasi positif menjadi 176 kasus.

Meski berkontribusi pada kesehatan anak, banyak orang tua yang memilih untuk tidak memvaksin anaknya dengan Vaksin MR. Penyebabnya beragam, tetapi alasan yang kerap muncul ialah karena Vaksin MR terbukti mengandung enzim babi.

Menanggapi isu tersebut, pada tanggal 21 Agustus 2018 lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa sementara yang membolehkan penggunaan vaksin MR lantaran kondisi yang mendesak. Penerbitan fatwa ini sontak menimbulkan pro dan kontra yang kian ramai di kalangan publik.

Mengenai polemik ini, Uli Hartati menceritakan bahwa ia senang karena anak pertamanya diberi Vaksin MR. "Anak pertamaku mendapat vaksin MMR di usia 15 bulan, ... namun untuk anak kedua jadwal Vaksin MMR anak keduaku, sampai akhir tahun lalu (2016) vaksin MMR ini tidak tersedia lagi di rumah sakit, kabarnya karena mahal," tulisnya dalam artikel Setelah Divaksin MR, Anakku Bahagia!

Tak cukup pro kontra pasca-fatwa MUI, belakangan ini ramai beredar kabar Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah menyatakan penundaan penggunaan vaksin MR untuk provinsi Daerah Istimewa Aceh. Imbauan ini dikeluarkan lantaran Aceh masih menunggu sertifikasi halal MUI untuk Vaksin MR. Menggapi hal tersebut, perwakilan PBB Dita Ramadonna untuk Unicef indonesia mengatakan penundaan penyuntikan vaksin MR dapat mengakibatkan 84% populasi anak di Aceh berisiko terkena campak rubella.

Kompasianer Wais Al Qorony berpendapat, sebelum ditemukan obat lain, sungguh wajar bila MUI menyatakan Vaksin MRI haram tetapi boleh digunakan dalam kondisi darurat.

"Beda hal lain jika sudah ada yang baik tapi masih memakai vaksin MR itu baru haram dan tidak diperbolehkan. Dibuat simple aja nggak pakek ribet. Pilih selamat atau terkena dampak. Life is simple," ujarnya di laman Pro-Kontra penggunaan Vaksin MR.

Meski vaksin tersebut berasal dari derivat atau bahan turunan yang haram tetapi fatwa MUI bisa dijadikan pijakan untuk memperbolehkan dengan pengecualian. Penyebaran virus MR dapat terjadi dengan cepat jika tidak dilakukan penanganan khusus, akibatnya bisa fatal bagi anak-anak.

"Kesehatan itu mahal! Lebih baik mencegah daripada mengobati. Pentingnya untuk memberikan imunisasi MR sejak dini agar bahaya penyakit Rubella dapat dihindari bahkan cepat ditangani," tulis Nugroho N. Azhar.

Melalui tulisanya, Listhia HR mengingatkan imunisasi ini diperkirakan dapat mencegah 2-3 juta kematian setiap tahun.

"Imunisasi tidak sekadar melindungi anak-anak dari penyakit seperti difteri, tetanus, polio dan campak tetapi juga penyakit seperti pneumonia dan diare rotavirus --dua pembunuh terbesar anak di bawah 5 tahun," lanjutnya.

Lantas, bagaimana kita mesti menyikapi polemik ini? Silakan kompasianer tuliskan opini/reportase terkait hal tersebut di Pro-Kontra: MUI memperbolehkan Vaksin MR meski itu haram! (HAY/wid)




Baca juga:
Bioskop Pasifik dan Seulas Sejarah Gejolak Politik Lokal
Krisis Venezuela di Antara Ekonomi, Revolusi, hingga Kopi Bandung
3 Alasan tentang Kenapa Masyarakat Dilarang Membakar Sampah Sembarangan

Perjalanan Bibit Unggul di Lapangan Sepak Bola, Layu Sebelum Berkembang

$
0
0

Sonny Pike | The Guardian

Tak enaknya menjadi pesepakbola muda yang memiliki skill dan talenta menawan ialah mendapat julukan the next pemain ini atau titisan pemain itu. Julukan itu memiliki dampak membahayakan karier si pemain muda.

Sudah banyak contoh kasus bagaimana pemain muda yang memiliki the next ini dan itu justru layu sebelum berkembang. Namun dari banyaknya kisah tak mengenakkan dari perjalanan pemain muda yang layu sebelum berkembang, ada satu kisah yang cukup miris yakni kisah Sonny Pike, talenta muda Inggris yang sempat dijuluki The Next Maradona.

Stadion Wembley, sore itu, 24 Maret 1996 disesaki ribuan penonton. Ada 77 ribu orang yang datang ke stadion kebanggan Inggris tersebut. Mayoritas ialah suporter dari Leeds United dan Aston Villa, dua tim yang bakal bertanding hari itu di ajang final Piala Liga Inggris musim 1995/96.

Sebelum laga yang akhirnya dimenangkan oleh Aston Villa dengan skor 3-0 itu, para penonton disuguhkan tontonan pembuka, seorang bocah berambut kriwil berusia 14 tahun tampak percaya diri menjuggling bola.

Bocah itu tampak tak canggung meski di tonton oleh ribuan pasang mata. Ia memainkan bola layaknya seorang pesepakbola profesional. Bola begitu lengket dengan kakinya.

Lewat pengeras suara, pihak penyelenggara pertandingan mengatakan, "Kita sedang menyaksikan talenta berbakat sepakbola Inggris, anak kecil ini disebut-sebut sebagai The Next Maradona,"

Melihat aksi si bocah tersebut, penonton bersorak dan bertepuk tangan mengagumi skill bocah itu. Keesokan harinya, disela-sela pemberitaan kemenangan Aston Villa pada laga itu, terselip berita 'The Next Maradona Lahir di Inggris'. Media lain seperti The Sun menyebutnya bahwa ia adalah penerus Ryan Giggs. 

Sontak saja pemberitaan tersebut membuat bocah ini langsung jadi buruan banyak pihak, mulai dari jurnalis yang ingin mengangkat kehidupannya, agen sepakbola, hingga orang-orang jahat yang mencari keuntungan dari kepopuleran si bocah.

Bahkan usia pertunjukanya di Stadion Wembley, si bocah mendapat undangan untuk datang ke Istana Buckingham. Klub Liga Inggris, Tottenham Hotspur jadi klub pertama yang beruntung bisa melihat skillnya di sebuah pertandingan eksebisi.

"Saya sempat bermain untuk Tottenham Hotspur di laga persahabatan. Saya main di winger kiri saat itu. Saat itu, saya berpikir jalan untuk jadi pesepakbola dunia akan terbuka lebar," kata bocah ini seperti dikutip dari theguardian

Sebagai seorang anak yang belum memiliki kematangan, bocah ini larut dalam tingkat popularitas yang tak dimiliki anak seusianya. Sayangnya keluarganya pun ikut terjebak dalam bom waktu tersebut.

Sang ayah menurut sang anak sibuk berkomunikasi dengan banyak agen iklan. Ayah bocah ini coba terus mendongkrak popularitas sang anak. "Ia (sang ayah) seperti terus mencari perhatian publik. Ia terbawa arus sisi publisitas, sementara saya terus menjadi sosok pemimpi."

Ia pun menjadi sibuk pemotretan dari satu studio iklan ke studio iklan berikutnya. Ia banyak meninggalkan tugas wajibnya, berlatih sepakbola. Di satu titik ia sadar bahwa seharusnya ia berlatih sepakbola bukan terus menggenjot popularitas yang sewaktu-waktu bisa menenggelamkannya.

Sempat bergabung ke akademi sepakbola terbaik di dunia milik Ajax Amsterdam, ia justru tak menunjukkan kemajuan. Pelatihnya di Ajax sama sekali tak meliriknya usai ia melakoni satu dua pertandingan.

Harapannya dengan bergabung ke Ajax jadi pembuka jalannya untuk dilirik oleh klub besar Eropa lainnya hancur. Ia pulang ke Inggris dengan tanpa hampa. Publik pun sudah melupakan aksinya di Stadion Wembley. Ia terpuruk.

Usianya yang belum matang untuk menerima kenyataan pahit itu sempat membuatnya gelap mata. Bunuh diri jadi solusi yang sempat ingin ia lakukan.

"Pada usia 17 tahun, saya sempat mencoba untuk bunuh diri sebanyak dua kali. Aku tidak bisa menerima kenyataan pahit ini,"

Karier sepakbola bocah ini pun hanya berkutat di klub amatir Inggris. Ia sempat tercatat Stevenage Borough, Barnet, Enfield, Waltham Forest dan Dryburgh Saints. Media dan agen iklan menarik diri dari kehidupannya. Ia kembali ke dirinya sebelum beraksi di Stadion Wembley, bukan siapa-siapa.

Tak mau terus larut dalam kegagalan, setelah menikah dan memiliki dua putri cantik, ia memilih untuk menutup sepakbola dari lembaran kisah hidupnya.

"Kesedihan terbesar saya ialah terbuang dari lapangan hijau. Bakat saya terkalahkan oleh publisitas yang tak terkontrol. Ini memang konsekuensi pahit dari sepakbola," kenang Sonny Pike.




Baca juga:
Sudah Rindu dengan Kompasianival?
Bioskop Pasifik dan Seulas Sejarah Gejolak Politik Lokal
Krisis Venezuela di Antara Ekonomi, Revolusi, hingga Kopi Bandung

Melihat Jejak Partai Acoma, Partai Komunis Muda Sang Rival PKI

$
0
0

Satu per satu rumah-rumah tua di dekat Pasar Kasin Malang silih berganti menjadi bagunan baru.

Jalan Brigjen Katamso (Jalan Kasin Kulon) Kota Malang, tempat Partai Acoma bernah berkantor. - http://jalanjalandikotamalang.blogspot.com

Rumah toko (ruko) medominasi alih fungsi bangunan cagar budaya tersebut. Laju pertumbuhan ekonomi yang pesat di tengah Kota Malang itu membuat bangunan-bangunan lama tergusur tanpa ampun. Dalam derap pembangunan yang cepat, sebuah kisah kontradiksi akan derap kapitalisme tersimpan diantara deret rumah-rumah itu.

Kisah ini terkenang dalam sebuah gerakan politik yang sangat kontra terhadap kapitalisme dan imperialisme. Gerakan yang dimotori oleh pemuda-pemuda yang berhaluan komunis di Kota Malang. Tergabung dalam dalam sebuah Partai Angkatan Communis Muda (Acoma), cerita mereka terkubur dengan tabunya bangsa ini membahas segala sesuatu yang berbau komunis.

Suka atau tidak, Acoma menjadi bagian penting dari sejarah bangsa Indonesia dan khususnya Kota Malang. Kota yang kini menjadi sorotan politik ini ternyata juga menyimpan gerakan kaum komunis muda dalam era awal kemerdekaan hingga Orde Lama.

Acoma didirikan pertama kali bukan sebagai partai politik. Ia didirikan sebagai sebuah gerakan komunis muda di Kota Malang pada tanggal 10 Juni 1946. Gerakan ini merupakan gerakan para pemuda komunis non-PKI untuk meneruskan tradisi revolusioner Indonesia. Di dalamnya, tergabung para kader protelar muda dari kaum pekerja di industri, pertanian, serta pemerintahan.

Jejak Acoma tersimpan rapi dalam tulisan sang ketua umum, Ibnu Parna melalui risalahnya bertajuk Pengantar Oposisi Rakyat. Tulisan bertahun 1954 tersebut memuat banyak hal terkait kepartaian. Dari konsep hubungan pemodal dan buruh, pertentangan kaum kapitalis dan komunis, serta proses kelahiran dan tujuan Partai Acoma.

Tulisan sepanjang 26 bab itu juga termaktub sikap partai terhadap kekuatan politik lain. Sikap politik yang ditonjolkan menjadi menarik karena meskipun sama-sama mengklaim sebagai kekuatan politik yang beridiologi komunis, nyatanya Partai Acoma berseberangan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Padahal, keduanya dan partai-partai serta organisasi dan laskar politik lain pernah berada dalam satu himpunan perlawanan yang disebut Persatuan Perjuangan pada Januari 1946. Namun, pembubaran himpunan tersebut, maka kekuatan di dalamnya juga mengalami friksi. Termasuk, antara Acoma dengan PKI.

Sikap berseberangan dengan PKI terlihat jelas dalam tulisan tersebut. Pada bab latar belakang pendirian partai, terekam sikap Ibnu Parna dan kawan-kawan yang getol melawan PKI. Bagi mereka, PKI tidak lebih dari partai yang membonceng kepada imperialisme dengan menyetujui Perjanjian Linggarjati dan Renville. Perjanjian yang mengakibatkan wilayah RI semakin sempit ini dianggap sebagai tindakan melikuidasi kemerdekaan rakyat.

PKI dianggap patuh terhadap patuh terhadap keputusan-keputusan yang merugikan tersebut. Bagi para pendiri Acoma, PKI sedang berusaha keras untuk memperoleh pengaruh yang besar pada masa revlolusi fisik. Pengaruh ini jelas tidak disenangi oleh Acoma yang juga banyak mengambil massa dari kelas buruh dan petani.

Bangkitnya PKI selepas Peristiwa Madiun 1948 ternyata menjadi hal yang dikhawatirkan para pendiri Acoma. Banyaknya kaum buruh dan tani yang bergabung ke dalam PKI membuat Acoma mencoba mendekati PKI. Partai yang tumbuh subur di bawah kepemimpinan DN Aidit dan kawan-kawan ini coba mereka dekati.

Acoma pun melakukan usaha rekonsiliasi dengan mengundang PKI hadir dalam Konferensi "Hajat Persatuan" yang diadakan di Yogyakarta. Konferensi ini dilakukan sebanyak tiga kali, mulai bulan Oktober hingga Desember 1950. Keinginan Acoma dalam konferensi itu adalah menyatukan kaum komunis yang tercerai berai. Bangkit menjadi satu kekuatan penuh untuk mewujudkan cita-cita Komunis Internasional (Komintern) yang sudah bubar di tahun 1943.

Sayang, ajakan persatuan kaum komunis yang dilemparkan Acoma ditolak mentah-mentah oleh PKI. PKI menolak tegas keinginan Acoma tersebut. Dengan penolakan ini, Acoma semakin membuat garis tegas dengan PKI. Menyebut PKI sebagai partai dengan penuh kepalsuan dan bersiasat licik, Acoma berusaha keras agar pertumbuhan massa aksi dari bawah yang semakin didominasi PKI tidak semakin subur.

Maka, pada tanggal 8 Agustus 1952, lahirlah sebuah resolusi yang menandai berdirinya Partai Acoma. Gelar Angkatan Communis Muda pun disempurnakan menjadi Angkatan Communis Indonesia, namun tetap dengan singkatan Acoma. Tanggal tersebut juga menandai Acoma sebagai partai politik dengan kantor pusat di Kota Malang, tepatnya di Jalan Kasin Kulon (sekarang Jalan Brigjend Katamso).

Gambar semar digunakan sebagai tanda gambar partai ini terutama saat mengikuti Pemilu 1955. Semar digunakan karena dianggap merupakan simbol dari sejarah pertumbuhan Partai Acoma. Semar juga melambangkan sosok pembela kebenaran, berani tampil ke depan,  jujur, dan lebih mengutamakan prinsip daripada posisi.

Tanda gambar Partai Acoma pada Pemilu 1955. - https://commons.wikimedia.org

Tentu, perlambangan ini seakan menggambarkan betapa Acoma sangat menentang pengkhianatan yang dilakukan PKI. Pengkhianatan yang dianggap Acoma dilakukan denga mempergunakan birokrasi untuk memalsukan demokrasi sentralisme. Acoma menganggap PKI bersaing secara tidak sehat dengan bermain skeptisme dan merusak pertumbuhan kekuatan di luar lingkarannya. Dan, satu hal yang membuat Acoma sangat menentang PKI adalah melupakan pertentangan kelas sebagai dasar perjuangan.

Untuk mewujudkan hal itu, Acoma membuat program kerja partai. Beberapa program kerja partai ini memiliki cita-cita mewujudkan pemerintahan rakyat. Pemerintahan yang secara tegas anti imperealisme dan kolonialisme.

Acoma berkeinginan untuk merebut sumber bahan dan tenaga rakyat dari modal penjajah. Dalam hal ini, modal asing yang dianggap sebagai sumber kemelaratan bangsa Indonesia. Cita-cita partai ini adalah meniadakan modal asing di Indonesia. Sebuah cita-cita yang cukup naif, terutama di masa sekarang.

Melenyapkan basis angkatan perang penjajah di Indonesia juga menjadi program partai ini. Tujuannya, agar kepentingan asing yang mengepung Indonesia bisa dihilangkan. Salah satunya adalah masih bercokolnya tentara Belanda di Irian Barat.

Namun, diantara program kerja partai ini, satu progam kerja yang cukup mencolok adalah melenyapkan kelas tuan tanah dan kedudukan raja/sultan, serta penghapusan swapraja di seluruh Indonesia. Jika didalami, tampak program kerja yang prestisius bagi sebuah partai yang baru berdiri.

Program kerja partai tak akan berjalan tanpa dukungan dari mesin partai yang baik. Menyadari pentingnya kaum burh dan tani, Acoma juga tak ketinggalan dalam menggaet kedua kelas tersebut. Demo-demo buruh pun juga ikut ditunggangi oleh Acoma. Pekikan-pekikan bergemuruh yang memenuhi jalan raya di Kota Malang juga sering dilakukan Acoma.

Pawai para buruh menyusuri jalan-jalan raya di Kota Malang selepas kongres SOBSI 1947 Turut pula massa dari Partai Acoma. - Sumber : Lukisan Revolusi Rakjat Indonesia

Sayang, meski memiliki garis tegas perjuangan komunisme yang berbeda dengan PKI, tak banyak pemilih yang berhasil didapat oleh Partai Acoma pada Pemilu 1955. Pada pemilu legislatif yang dilakukan untuk memilih anggota DPR pada September 1955, Acoma hanya meraih suara nasional sebesar  64.514 suara (0,17%). Partai ini hanya bisa menempatkan 1 wakil di DPR. Pun demikian dengan Pemilu Konstituante pada Desember 1955. Suara Partai Acoma justru turun menjadi 55.844 suara (0,15%) dengan 1 kursi. Tentu, hasil yang tak sebanding dengan rivalnya, PKI, yang masuk empat besar di pemilu DPR maupun konstituante. 

Tak hanya pemilu tingkat pusat saja, pada pemilu lokal tahun 1957, Partai Acoma bahkan tak mendapatkan satupun kursi DPRD Kota Malang. Padahal, sang rival PKI menjadi penguasa di kota ini dengan menguasai 12 kursi dari 27 kursi (44,4%) DPRD Kota. Acoma tak berdaya di kandangnya sendiri.

Dokumen Pribadi

Program PKI jauh lebih disukai rakyat Malang kala itu. PKI yang gencar dengan Departemen Agitasi dan Propaganda (Depagitprop) lebih banyak menjangkau masyarakat luas. Banyak kegiatan dalam skala kecil hingga besar dilakukan oleh PKI secara konsisten dan menarik. Sementara, tak banyak rekam jejak Partai Acoma yang muncul di permukaan. Hanya demo buruh yang sesekali tampak. Program kerja yang disusun seakan menjadi awang-awang yang tak mampu digapai. Khas partai gurem pada setiap pemilu hingga masa kini.

Dengan peristiwa 30 September 1965, Acoma pun juga turut menjadi pesakitan. Ibnu Parna, sang ketua umum ikut tewas pada gelombang pembunuhan tahun-tahun kelam tersebut. Partai ini juga ikut hilang bersama jejaknya di kota dingin ini. Hanya tulisan sang ketua umum yang masih bisa dibaca dan direkam jejaknya oleh generasi masa kini.

 

***

Sumber bacaan :

Pengantar Oposisi Rakyat. Komite Pusat Partai Acoma (Angkatan Communis Indonesia). 

https://www.marxists.org/indonesia/indones/1954-IbnuParnaPengantarOposisi.htm#19

http://www.pemilu.asia/?lang=ind&c=54&opt=1&s=43&id=4





Baca juga:
Kritik Sastra Itu Perlu agar Penulis Tidak Ego Sendiri
Sudah Rindu dengan Kompasianival?
Bioskop Pasifik dan Seulas Sejarah Gejolak Politik Lokal

Menyusuri Museum MACAN dan Yayoi Kusama yang Terlupakan

$
0
0

Dalam galeri My Eternal Soul Karya Yayoi Kusama | Foto: Anastasya Nathanael

Seperti kebiasaan sebelum-sebelumnya, saat memiliki waktu luang, saya kerap menjadi polisi timeline Instagram. Tujuannya ya macam-macam, membuang waktu, mencari inspirasi, update gosip terbaru dari akun gosip, stalking akun pacar, sebagian lagi memuaskan rindu pada aktor Lee Min Ho yang untuk membayangkan bertemu dengannya saja saya tak berani. Hehehe.

Dan dari kebiasaan jadi polisi timeline inilah ketidaksengajaan terjadi. Ada beberapa foto dari akun salah satu artis Indonesia yang cukup menarik perhatian. Memang sih, selama ini ada banyak foto lokasi wisata alam yang beredar luas, namun kali ini berbeda. Beda dalam arti kata yang menarik. Unik. Dan saya yakin, artis tersebutpun setuju.

Persetujuan tersebut hanya dideskripsikan dengan sebuah kalimat sederhana di keterangan gambar yang ditampilkan ke publik tersebut. "Dots everywhere"

Foto itu menunjukkan dirinya tengah berpose berlatar belakang warna hitam berhiasakan ragam warna lain yang membuatnya tampak unik. Permainan cahaya dalam balutan benda bulat yang menawan. Memantul kiri, kanan, atas dan bawah. Sedang foto lainnya berada dalam sebuah ruangan berwarna kuning dengan hiasan titik hitam yang tak terbatas. Duh, bukankah ini terlalu menggemaskan?

Dalam Infinity Mirrored Room karya Yayoi Kusama | Foto: Anastasya NathanaelDemi menjawab rasa penasaran, searching segera dilakukan. Saya ingin ada di sana, itu yang hadir dalam benak kala itu. Mengabadikan foto dengan karya berbentuk titik tak berujung. Saya menyukai karya itu.

Kata orang-orang, ketika kita sangat menginginkan sesuatu hal terjadi, maka semesta turut bekerja untuk mewujudkannya. Berkali-kali saya ingin berangkat ke lokasi tersebut, maka berkali-kali pula ada saja halangan yang membuat perjalanan tak jadi dilakukan. Beruntung, menjelang hari-hari terakhir, CLICK Kompasiana memberikan kesempatan untuk mewujudkan harapan tersebut. Maka inilah dia, pengalaman berada di dalam Museum MACAN dan kisah-kisah di dalamnya. 

Museum MACAM, Museum Instagramable di Jakarta. Bukan Tentang Yayoi Kusama.

Tak perlu menunggu lama, jawaban segera ditemukan. Untuk bisa mewujudkan keinginan memiliki foto yang sama dengan artis di atas, saya harus terlebih dahulu ke Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara atau yang belakangan ramai disebut dengan museum MACAN.

Ah ya, sebelum melihat foto tersebut, sebelumnya sepintas saya pernah dengar nama Museum MACAN ini. Namun kala itu tak begitu saya pedulikan karena berpikir mungkin hanya sekedar sebuah tempat berisi patung, hiasan, atau mungkin benda yang keseluruhannya berbentuk macan atau terbuat dari kulit macan. Heheheh.

Dan ketika berada di dalam museum tersebut, semua terjawab. Semua tempat penuh karya berikut dengan cerita di dalamnya.

Begitu memasuki museum, saya dipertemukan dengan orang-orang yang memiliki niatan yang sama. Mengantri untuk menilik langsung karya-karya dalam Museum MACAN. Sedang mengantri untuk masuk ke dalam galeri, sebagian besar mereka yang terlebih dahulu tiba di sana sudah mengular untuk kembali mengantri memasuki ruangan demi ruangan karya yang telah tersedia.

Tempat ini sungguh menjadi surga untuk mengoleksi foto-foto yang unik, lucu, menggemaskan, dan bahkan saat ini masuk dalam kategori instagramable sehingga banyak diburu kaum muda. Apalagi, kedatangan saya di sana adalah hari terakhir museum ini terbuka untuk umum setelah sebelumnya beroperasi dari 12 Mei -- 9 September 2018 ini.

Banyak sekali manusia di sana, mengantri berebut foto. Mengantri berpose lalu sibuk berupaya untuk lekas memasukkannya ke media sosial meskipun sebenarnya di setiap lorong galeri, sinyal setiap provider seolah ikut bersembunyi di balik karya-karya tersebut. Hilang. Menguap entah ke mana. Namun, pengunjung-pengunjung itu, hebatnya, masih saja berhasil melakukan postingannya.

Museum ini dikenal sebagai museum MACAN yang instagramble, hanya sedikit yang tertarik dengan kehidupan pemilik karya. Penampilannya yang terbilang (maaf) sedikit aneh sepertinya tidak begitu mampu menarik perhatian pengunjung untuk mencari tahu mengapa karya-karya ini hadir.

Hari itu saya merasa, Yayoi Kusama adalah seniman hebat dengan karya yang berhasil mencuri perhatian jutaan manusia namun namanya terabaikan oleh keindahan karyanya. Pengunjung terasa tak terlalu ingin mengetahui lebih banyak tentang dirinya, tentang cerita mengapa karya-karya ini tercipta, tentang Museum Yayoi Kusama. Keberadaan pengunjung hari itu adalah tentang Museum MACAN yang instagramble lalu menunjukkan eksistensinya di media sosial.

Dan wanita tua berpenampilan nyentrik itupun terlupakan dalam gemerlap karyanya yang mencuri perhatian.

Kisah Di balik Karya

Mengusung tema Life is the Heart of a Rainbow pameran Yayoi Kusama ini adalah sebuah pameran survei yang berfokus pada keluaran Kusama yang berjumlah besar Pameran ini menjelajahi perkembangan motif dan tema ikoniknya juga keterhubungan formal dan konseptual kedua hal tersebut sepanjang karir sang seniman.

Termasuk di dalam hal ini adalah eksperimen lukis Kusama di awal kiprahnya pada 1950an yang menunjukkan kemunculan dari penggunaan polkadot, jaring dan labu yang khas; sepilihan lukisan infinity Nets yang tersohor; dokumentasi performans publik dan happenings; instalasi berukuran besar dan lukisan-lukisan baru yang mendemonstrasikan pendekatan Kusama yang memikat terhadap ruang. (Sumber: Buku Museum Guide).

Di dalam museum, beberapa karya yang tersaji antara lain:

  • Great Gigantic Pumpkin
  • Dots obsession -- Infinity Mirrored Room
  • Narcissus Garden 
  • The Spirit of the Pumpkins Descended into the heaven
  • I want to love on the festival night
  • Infinity Mirrored Room -- Brilliance of the souls
  • Infinity Nets
  • Love Forever
  • My Eternal Soul
  • The Obliteration Room

Sebagai awam yang hanya dapat menikmati karya, saya pikir saya tidak ada hak untuk berbicara lebih jauh tentang kurang lebihnya karya-karya Yayoi Kusama. Termasuk untuk memberikan opini.

Terkhusus untuk Infinity Nets, Love Forever, dan My Eternal Soul, saya hanya mendapati jaring yang saling terkait, gurat yang membentuk rupa manusia dan permainan garis serta tabrak warna yang meski saya perhatikan sampai mampuspun, saya tidak akan mengerti apa yang sedang saya lihat. Namun bagi mereka yang memahami, karya tersebut sungguh luar biasa.

Love Forever karya Yayoi Kusama | Foto: Anastasya Nathanael

Saya mencoba untuk berlama-lama di depan lukisan Love Forever, mengabadikan diri di sana, memandangi kembali foto tersebut, saya tetap tak memahami nilai keindahan yang oleh seorang pengunjung katanya "Ini bagus banget!". Saya pikir kedua belah pihak tidak ada yang salah. Cara seseorang mengapresiasi seni memang berbeda, bukan? Tergantung seberapa besar jiwa seni yang dimiliki masing-masingnya.

Namun, di luar dari ketiga karya di atas, saya takjub dan turut melebur ketika berada di dalam infinity Mirrored Room, turut bahagia di dalam ruangan The Obliteration Room lalu meninggalkan jejak di sana berupa dots yang dibagikan panitia kepada seluruh pengunjung untuk ikut serta menutupi ruangan tersebut dan "memusnahkannya" sebagaimana tujuan awal Yayoi Kusama menghadirkan The Obliteration Room -- Menghilangkannya tanpa bekas sama sekali.

Dari hadirnya seluruh karya tersebut, ada sebuah kisah yang cukup mengharukan yang menurut saa wajib untuk diapresiasi dan diketahui oleh seluruh pengunjung agar dapat berperan serta menjaga dan merawat seluruh isi museum.

Tahun 1940, seni menjadi tempat pelarian Yayoi Kusama akibat tekanan yang dihadapinya di rumah juga di negara asalnya, Jepang. Pilihan ini juga dilakukan sebagai cara untuk mengatasi gejala halusinasi yang terus menerus ia alami sejak kecil.

Ketika ia masih kecil, Yayoi Kusama mulai melihat dunia melalui sebuah layar penuh berisi polkadot mungil yang menyelubungi apapun yang ia lihat -- dinding, langit-langit, bahkan seluruh tubuhnya.

Yayoi Kusama bercerita tentang seluruh tekanan yang dialaminya melalui seni dan bukanlah langkah yang mudah yang dilakukannya agar karya tersebut bisa kita nikmati. Itu mengapa, setiap pengunjung yang memasuki museum MACAN, diwajibkan berkontribusi untuk menjaga seluruh karya dengan langkah-langkah sederhana:

  • Selalu menyimpan tiket
  • Memasuki area pameran sesuai waku yang tertera pada tiket
  • Dilarang membawa kamera DSLR, SLR, Poraid dan tidak diperkenankan untuk menggunakan lampu kilat
  • Memotret hanya diperkenankan dengan kamera ponsel
  • Tidak diperkenankan membawa alat bantu kamera seperti tripod, monopod dan tongkat swafoto
  • Dilarang membawa makanan dan minuman ke dalam pameran
  • Dilarang membawa binatang peliharaan ke lantai museum
  • Seluruh barang bawaan diperiksa di pintu masuk
  • Barang yang berukuran 24x24x15 cm harus disimpan di penitipan barang
  • Tidak diperkenankan menyentuh karya seni
  • Berbicara lembut, ponsel dalam mode senyap, dan tidak diperkenankan melakukan percakapan telepon di dalam area pameran
  • Berjalan denga tenang
  • Dilarang berlari dan memakai sepatu roda di dalam museum



Baca juga:
Menyembunyikan Kampung Kota dari Kita?
Kritik Sastra Itu Perlu agar Penulis Tidak Ego Sendiri
Sudah Rindu dengan Kompasianival?

Mengenal Omnibus, Wujud Karya yang Mengusik Nalar Kita

$
0
0

Sumber: PixabayBagi pembaca yang belum familiar dengan omnibus, mari kita tengok KBBI saja. Omnibus didefinisikan sebagai kompilasi beberapa karya (film, buku, dan sebagainya), biasanya ditulis atau dibuat oleh orang yang sama, melibatkan karakter yang sama atau tema yang sama, yang sebelumnya pernah diluncurkan secara terpisah.

Singkat kata, omnibus merupakan gabungan karya yang tampak acak, namun memiliki benang merah.

Dan, entah sejak kapan, saya jatuh cinta pada karya yang dikemas dengan cara ini. Tulisan, film, apapun. Rasanya menyenangkan, ketika setiap fragmennya mengusik nalar dan intelektual kita untuk mencari keterkaitan dan persamaan. 

Ya, fokus pada persamaan, bukan perbedaan.

Beberapa yang cukup terkenal, ada buku Bidadari yang Mengembara karya A.S. Laksana, Rectoverso karya Dee Lestari, dan ada pula  film Jakarta Maghrib garapan Salman Aristo. Kita bisa saja menikmati setiap kepingannya dengan santai, namun akan tiba pada satu titik yang membangkitkan de javu, menggelitik ingatan, bahkan meledakkan pikiran.

Tapi, lebih dari itu.

Jakarta Maghrib garapan Salman Aristo, salah satu film omnibus Indonesia (sumber: kineforum)

Karena terdiri dari beberapa kisah yang memiliki kekuatan, pada omnibus kita dapat menjumpai banyak perspektif. Sudut pandang yang berbeda, jalan hidup yang beragam, namun masih berada dalam satu lingkup yang serupa. Kita belajar, bahwa semesta dibentuk oleh harmoni.

Kita memahami, bahwa untuk menuju sepuluh, tidak harus melalui lima tambah lima. Namun, bisa juga dua tambah delapan, akar seratus, atau bahkan seribu dikurangi sembilan ratus sembilan puluh.

Setiap kita punya cerita sendiri yang sama menariknya, sama serunya, dan sama uniknya.

Seperti film omnibus berjudul Love besutan Kabir Bhatia. Kendati mengangkat tema cinta yang sering kali dianggap klise, setiap kisah menyajikan atmosfer magis yang berbeda-beda. Ada yang tragis, manis, atau miris, semuanya tetap romantis. Definisi rasa yang aneka rupa. Namun, tetap menggiring kita pada satu makna, perwujudan cinta. Altruistik.

Maka, beranjak dari kekaguman terhadap karya omnibus itu, saya membangun semesta Tenggelam di Langit. Omnibus yang terdiri dari kisah-kisah. Sebuah dongeng yang ingin saya sampaikan dengan suasana reklamasi Teluk Jakarta. Tentang perasaan, pergulatan batin, dan persepsi kaum urban hingga keluarga nelayan.

Semua itu, menuju satu perkara, sebuah pesan tentang hubungan antarmanusia, manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, dan geliat peradaban yang menuntut pengorbanan-pengorbanan.

Pada omnibus Tenggelam di Langit, pembaca akan menemukan fragmen yang awalnya tampak seperti titik-titik terpisah. Berupa cerpen-cerpen yang berdiri sendiri, lalu lambat laun terjalin dan bertemu di akhir kisah. Boom!

Tenggelam di Langit menjadi karya omnibus pertama saya di luar cerpen-cerpen yang terserak dan berarak mengiringinya. Saya menganggapnya berharga, meski masih banyak pekerjaan rumah untuk menambal kekurangan di mana-mana. Bagi kalian yang gandrung pada untaian Rumi, beberapa bagian dari Tenggelam di Langit akan terasa sangat akrab dan menyapa hangat.

Namun, saya ingatkan.

Tenggelam di Langit menggunakan bahasa yang biasa saya gunakan pada puisi-puisi saya, seperti Sepatu dan Sandal Gunung, Cerita Pura-Pura, atau Ulang Tahun Pernikahan. Sulit untuk memaksa penggemar teenlit menyukai Tenggelam di Langit. Bukan segmennya.

Dengan sirat-sirat yang terkandung di sana, Tenggelam di Langit saya hadirkan untuk mereka yang suka mengisi waktu luang dengan perenungan. Mereka yang gemar melontarkan pertanyaan sekaligus mencari jawaban. Mereka yang suka tantangan dan cukup bijaksana untuk tidak terburu-buru mengambil kesimpulan.

Dan, sesuai ekspektasi, berdasarkan pengakuan pembaca, ada yang puas dan merampungkannya dalam sekali duduk. Namun, ada pula yang menyerah dan membuangnya ke tong sampah. Tak jarang pula, yang awalnya memaksakan diri menembus jalan cerita, dan berakhir hanyut di dalamnya.

Apakah kamu ingin mencoba?

Saya telah memublikasikannya di Kompasiana, namun masih belum rampung. Kamu bisa memulainya dari fragmen pertama atau fragmen kelima, sama saja.

Fragmen 1. Eksoskeleton

Fragmen 2. Elegi Jasad Renik

Fragmen 3. Metazoa (1)

Fragmen 3. Metazoa (2)

Fragmen 4. 344 Meter per Sekon

Fragmen 5. Ketika Kabut Itu Pergi (1)

Fragmen 5. Ketika Kabut Itu Pergi (2)

Fragmen 6. Muson Barat

Silakan, selamat menikmati!

Dan, jangan lupa bahagia.




Baca juga:
Puisi | Mimpiku Buatmu Laut Halmahera
Hong Kong Diguncang Badai Typhoon 10
Sulitnya Memutus Estafet Kemewahan Koruptor di Lapas Sukamiskin

Mengintip Album Baru Suede, "The Blue Hour"

$
0
0

Tahun ini mungkin dapat dikatakan sebagai tahun kebangkitan band-band populer era 90-an, betapa tidak setelah Live merilis single terbaru, R.E.M, mengeluarkan album rekaman langkanya, serta Gorillaz menelurkan sebuah album bertajuk "The Now Now" kini giliran Suede, band Britpop asal Britania Raya yang akan segera menyapa penggemar melalui album terbaru mereka.

Suede. Ilustrasi : NME 

Bicara tentang Suede tak akan lepas dari buncahan gelombang Britpop yang maha dahsyat di negeri asalnya, dan Suede adalah band yang digadang-gadang  telah membuat Britpop menjadi salah satu genre musik yang diakui dunia, cie, cetar.

Saya sendiri menyukai band yang kini beranggotakan  Brett Anderson, Mat Osman, Simon Gilbert, Richard Oakes, dan Neil Codling ini karena suara Anderson yang cempreng-cempreng menggemaskan serta nuansa musik mereka yang terdengar renyah-renyah kemripik.  

Suede hadir di jagat raya ini diawali dari sebuah ikatan pertemanan yang manis antara Brett Anderson dengan Justine Frischmann (yang kemudian menjadi vokalis Elastica) ketika mereka sedang menuntut ilmu di  University College London.  

Bertiga dengan teman sekampung Anderson, Mat Osman, mereka mendirikan sebuah band yang kerap memainkan nomor-nomor milik David Bowie, The Smiths, dan The Cure.  Tak lama kemudian mereka pun merekrut Bernard Butler sebagai gitarisnya, sedangkan posisi drum masih dihuni oleh mesin drum.  

Mereka pun dengan giat merekam beberapa demo lagu, karena dirasa penggunaan mesin drum tidak cukup memuaskan akhirnya direkrutlah  Justin Welch.  Namun rupanya Welch hanya betah beberapa saat saja lalu digantikan oleh drummer The Smiths, Mike Joyce.  Joyce pun ternyata tak bertahan lama dan digantikan oleh Simon Gilbert.

Hal yang sedikit membuat terpana adalah bahwa Suede telah dinobatkan menjadi Best New Band oleh Melody Maker pada tahun 1992 dimana mereka belum memiliki satu pun material lagu yang telah direkam dan dirilis ke pasaran. 

Dengan aksen London yang berat, rambut panjang menutupi separuh wajahnya serta gayanya yang semlohay, Anderson langsung memikat kalangan muda belia dalam sekejap mata.  Tiga single mereka, The Drowners, Metal Mickey, dan  Animal Nitrate mendadak merajai tangga lagu Inggris kala itu yang membuat band yang telah merilis 7 album itu diganjar banyak penghargaan. 

Pada tahun 1993, mereka merilis sebuah album bertajuk "Suede" yang sukses secara komersil.  Album ini membawa mereka dalam sebuah perjalanan tur di Eropa dan Amerika.  Di album inilah sang gitaris mulai ngambek-ngambekan, terlebih ketika ayah Butler meninggal dunia dan ia merasa terasing di bandnya sendiri karena merasa tidak didukung oleh personil lainnya saat duka masih menyelimuti. 

Hal inilah yang membuat Butler kerap menghilang di beberapa pertunjukan, untung saja band pembuka mereka The Cranberries mau berbaik hati untuk meminjamkan personilnya ketika Butler pergi entah kemana.  Akhirnya sang gitaris pun dipecat seiring dengan rilisnya album kedua mereka "Dog Man Star". 

Bernard Butler pergi, munculah Richard Oakes sebagai penggantinya diikuti dengan bergabungnya  Neil Coding sebagai pemain keyboard pun gitar. Dengan formasi yang cucok maricok itulah album fenomenal mereka yang bertajuk "Coming Up" rilis.  Album yang rilis tahun 1996 ini memiliki nomor-nomor yang semuanya enak ditelinga, dari Trash sampai Saturday Night.  

Nomor yang paling saya sukai di album ini adalah By The Sea, lagu sederhana namun menggetarkan  yang didalamnya ada sebuah mimpi sederhana tentang liburan yang indah di tepi pantai.  "Coming Up" menjadi album tersukses yang sukses pula memperkenalkan mereka di belahan bumi lainnya seperti Asia.  

Namun "Coming Up" tidak diikuti oleh kesuksesan album mereka selanjutnya, "Head Music" yang di dominasi dengan bebunyian synthesizer.  Barisan lirik yang dangkal telah membuat album ini tidak terlalu mendapatkan apresiasi dari penggemarnya.  

Dua tahun kemudain, album kelima mereka pun rilis dengan judul " A New Morning" dibawah label besar Sony.  Album yang sedikit jeblok di pasaran ini adalah album terakhir sebelum mereka memutuskan untuk vakum.  Dua single andalan dari album yang tidak dirilis di Amerika ini adalah Positivity dan Obsessions.

Setelah tujuh tahun berpisah akhirnya mereka pun berkumpul kembali yang berawal dari sebuah konser amal di Royal Albert Hall sebagai bagian dari dukungan kepada para remaja pengidap kanker.  Pertemuan kembali ini pun berlanjut dengan dirilisnya album kompilasi "The Best of Suede" dan album keenam mereka "Bloodsports" pada tahun 2013 silam. It Starts and Ends with You, Hit Me, dan For the Strangers adalah tiga single yang menjadi andalannya dan membuat album ini dapat menduduki peringkat 10 di tangga lagu negaranya,

Nah, tiga tahun kemudian muncullah album ketujuh mereka yang diberi judul "Night Thoughts".  Seperti halnya "Bloodsports", album ini pun mendapat penerimaan yang baik dari para penggemar maupun kritikus musik.  Outsiders dan What I'm Trying to Tell You menjadi dua single yang cukup mewakili warna musik dari keseluruhan album.

Dan kini, di bulan September yang ceria ini, Suede kembali muncul ke hadapan para penggemarnya dengan sebuah album baru yang bertajuk "The Blue Hour".  Empat nomor telah mereka rilis sebelumnya yaitu Life Is Golden, Don't Be Afraid If Nobody Loves You, The Invisibles, dan Flytipping

Dari empat lagu ini saya sungguh menyukai Life is Golden, lagu balad dengan suara Anderson yang tidak terlalu mengapung, perahu kali mengapung, hihi.  Album yang diproduseri oleh Alan Moulder dan terdiri dari 14 lagu ini rencananya akan rilis pada tanggal 21 September mendatang.  

Ilustrasi : Genius.com

Selama karir saya mendengarkan musik, Suede adalah salah satu band yang sedikitnya telah memberi banyak urunan nada-nada indah baik saat suka maupun duka dalam hidup ini, hahalebay.  Lagu-lagu mereka tak pernah menjadikan penikmatnya merasa tua.   

Walaupun "The Blue Hour" adalah waktu ketika cahaya memudar yang menandakan mendekatnya malam nan gelap, namun musik yang mereka bawakan tak akan pernah memudar apalagi menghilang ditelan kegelapan, karena sejatinya kegelapan adalah milik Voldemort seorang, eheheh apasih.


Sekian.





 

Referensi : Phoenixnewtime, RollingStone, NME, ConsequenceofSounds, Wikipedia.




Baca juga:
Menambah Koleksi Buku Bacaan dengan Mudah dan Murah
Puisi | Mimpiku Buatmu Laut Halmahera
Hong Kong Diguncang Badai Typhoon 10

Jangan Anggap Remeh Ijtimak Ulama

$
0
0

Sumber: Tribun Sumsel

Dalam banyak hal, keputusan Ijtimak Ulama II yang memberikan dukungan penuh kepada pasangan Prabowo-Sandi tentu saja menguntungkan. Tak hanya bagi pasangan capres-cawapres yang diusungnya, namun juga bagi suara umat Islam yang tersegmentasi kepada pendukung GNPF ulama. Prabowo jelas mendapatkan suplemen politik signifikan dari suara-suara kalangan Islam yang kecewa terhadap pemerintahan Jokowi.

Mereka yang sejauh ini menggaungkan #2019GantiPresiden---paling tidak---telah "terkunci" suaranya untuk mendukung penuh pencalonan Prabowo dalam kontestasi politik tahun depan.

Umumnya, suara kelompok Islam yang kecewa terhadap pemerintahan Jokowi, akan setia mengikuti fatwa ulama terlebih sudah ada kesepakatan dan pakta integritas yang ditandatangani kontestan politik.

Dukungan kelompok apapun terhadap suatu kontestan politik, hendaklah tak dianggap remeh, terlebih mereka merupakan kalangan Islam yang pernah menggemparkan Jakarta. Gerakan-gerakan yang mengatasnamakan 212, tentu saja pernah mendulang sukses mengantarkan Anies-Sandi menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. 

Gerakan politik mereka sempat dianggap remeh dan diabaikan beberapa pihak, walaupun pada kenyataannya sanggup berpengaruh meraup kemenangan kontestan politik yang diusungnya. Mereka saat ini, jelas berambisi untuk mengulang kemenangannya di Pilpres, setelah mereka sukses mendulang kemenangan di Pilgub Jakarta.

Saya kira, mereka sukses menggalang dukungan kalangan Islam yang selama ini kecewa dengan Jokowi, akibat berbagai tekanan politik yang diberlakukan kepada para ulama mereka.

Ijtimak Ulama bagi saya, memiliki efek politik yang cukup signifikan, terutama ditengah euforia pilpres 2019 yang memperhadapkan dua kubu yang saling bertentangan. Hampir tak ada deklarasi dari kalangan Islam, kecuali dukungan kepada pasangan Prabowo-Sandi.

Di luar itu, dukungan kalangan Islam kepada Jokowi tak tampak signifikansinya, kecuali keberadaan figur cawapresnya yang direkrut dari tokoh NU sebagai representasi kalangan Islam yang tak sepenuhnya secara politik memberikan dukungan.

Bagi saya, kekecewaan sebagian besar kiai NU juga tampak---meskipun tak diumbar ke publik---akibat kiai sepuh-nya yang rela berkutat dalam soal kekuasaan. Kharismatik seorang ulama justru pudar, ketika ia justru rela menceburkan diri dalam dunia politik yang "kotor".

Tidak menutup kemungkinan, beberapa ulama NU yang juga kecewa dengan majunya Kiai Ma'ruf Amin sebagai cawapres Jokowi, akan mengalihkan dukungannya kepada pasangan Prabowo-Sandi pada pilpres mendatang. Walaupun, dalam hal pilihan politik, tentu saja banyak latar belakang yang mampu mempengaruhi setiap orang, karena setiap kekecewaan terhadap kontestan, mungkin saja  besar berpengaruh terhadap pilihan politik. 

Namun paling tidak, penandatangan pakta integritas antara para ulama kalangan Islam dengan Prabowo, memiliki andil besar dalam hal penambahan kekuatan politik. Prabowo memiliki tambahan amunisi politik untuk mempermudah aksesnya dalam kemenangan suatu ajang kontestasi.

Saya kira, kesepakatan ulama yang tertuang dalam Ijtimak akan mendorong pencairan suasana politik diantara para ulama lainnya yang selama ini kadang tampak berseberangan. Ketika komunikasi antarulama terus dibangun dalam rangka menggalang dukungan salah satu kandidat politik, maka mereka akan menjadi semacam "people power" yang sulit dibendung.

Pilpres 2019 mendatang akan semakin menarik, jika berbagai macam simpul kekuatan politik yang ada sebagai representasi suara dukungan masyarakat, terus bersinergi secara positif tak sekedar dukung-mendukung kandidat, tetapi mencari solusi bersama demi tercapainya kebaikan publik.

Mendiskreditkan kelompok tertentu atau bahkan menganggap remeh keberadaannya, bisa menimbulkan kesan kekerdilan dalam cara pandang kepolitikan. Bahkan, mungkin saja sebagai bentuk rasa takut yang mengabaikan beragam kekuatan lawan politiknya. 

Harus diakui, cara yang dijalankan para ulama yang tergabung dalam wadah GNPF ini bisa menjadi semacam "shock therapy" dalam pemanasan pilpres. Mereka tentu saja tak mungkin masuk dalam simpul-simpul resmi kekuasaan karena telah dikuasai dan "dikunci" incumbent, kecuali membuat kesepakatan-kesepakatan "tak resmi" sebagai bagian perlawanan politik mereka di luar kekuasaan.

Saya kira, sejauh itu merupakan cara-cara demokratis dan bermartabat dalam rangka menciptakan keseimbangan politik, maka Ijtimak Ulama adalah corong politik yang begitu penting dalam membangun kekuatan penyeimbang yang sejauh ini seringkali dikooptasi para penguasa.

Ketika para penguasa dengan mudahnya memanfaatkan akses-akses resmi kekuasaan untuk membesarkan volume corong politiknya dan di sisi lain, volume politik pihak lawan "dipaksa" diturunkan, maka Ijtimak Ulama memiliki signifikansi besar dalam melawan kesewenang-wenangan.

Jika kekuatan politik para ulama ini tetap solid berada diluar kekuasaan, maka tak menutup kemungkinan suara pemilih akan dilabuhkan pada kandidat yang diusung mereka.

Bagi saya, membangun keseimbangan politik itu sangat penting, terlebih di alam demokrasi seperti saat belakangan ini. Demokrasi harus dibangun melalui kultur ekuilibrium politik, tak boleh ada satu kelompok mendominasi kelompok lainnya karena secara kebetulan kelompok tertentu mendapatkan kemudahan akses-akses terhadap kekuasaan.

Ijtimak Ulama atau narasi politik apapun yang secara langsung vis a vis penguasa, harus dipahami sebagai bagian dari cara-cara demokratis, sehingga tumbuh keseimbangan sosial-politik yang berdampak langsung bagi kelangsungan kehidupan masyarakat. 

Sekali lagi, jangan pernah meremehkan apalagi mencibir suatu upaya penggalangan kekuatan politik yang kontra kekuasaan, karena hal itu sama halnya dengan penjegalan terhadap tumbuh suburnya iklim demokratisasi di negeri ini.




Baca juga:
Warteg, Cinta Lama Bersemi Kembali
Menambah Koleksi Buku Bacaan dengan Mudah dan Murah
Puisi | Mimpiku Buatmu Laut Halmahera

Kenalin Nih Hari Jisun, Vlogger Cantik Asal Korea yang Cinta Indonesia

$
0
0

sumber : https://www.youtube.com

Hari ini hari apa? Hari hari hari jisun. Pyororong!

Kalau kamu sudah pernah menonton minimal satu videonya saja di Youtube, tentu kata-kata di atas bukanlah suatu yang asing lagi.

Ibarat sudah menjadi password, vlogger cantik ini tidak pernah absen untuk mengucapkannya. Dengan diikuti dengan gerakan tangan yang mudah ditiru, penonton setia videonya pun jadi mudah untuk meningat dan menjadi hafal di luar kepala.

Ya, kenalin nih nama vlogger tersebut adalah Hari Jisun.

Dari Ketidaksengajaan yang Lama-lama "Nagih"!

Sudah setahun lebih saya mengenalnya dari Youtube. Seingat saya, saya mulai berlangganan channel Youtube saat subscriber-nya masih belum mencapai 100 ribu.

Ya, padahal saya termasuk orang yang pelit untuk menekan tombol langganan meski itu tidak berbayar. Namun, entah mengapa ada magnet yang memikat saya untuk terus mengikuti channel-nya sampai sekarang.

Dan ternyata saya tidak menyesalinya sama sekali! Justru saya malah jadi ikut bangga.

Pasalnya, channel yang waktu pertama kali saya tonton itu masih puluhan ribu sekarang sudah ditonton lebih dari ratusan juta.

Pertambahan jumlah penontonnya juga dirasa begitu cepat. Indikasi bahwa konten yang dibuat cewek korea yang pernah menjadi volunteer guru bahasa Inggris di Sukabumi ini memang berkualitas dan bikin nagih.

Video-video yang pernah dibuatnya juga sempat menjadi trending di laman youtube Indonesia! Yang cukup menghebohkan, beberapa waktu lalu Jisun-panggilannya-pun berkesempatan menjadi bintang tamu Hitam Putih Transtv.

Acara yang selalu menghadirkan seorang yang viral tapi bukan semata-mata karena sensasi. Keren yak!

 Saat menulis ini, videonya di hitamputih sedang berada trending diperingkat 32! 

Menegok video-videonya terdahulu dari Hari Jisun

Dalam video pertama yang dibuatnya di youtube, Jisun mencoba memperkenalkan dirinya secara singkat.

Jisun pun bercerita tentang asal mula ia datang ke Indonesia dan hal-hal apa saja yang membuat dirinya memutuskan untuk kembali lagi.

Seperti soal kesukaannya pada makanan Indonesia, budaya dan orang-orang Indonesia yang ditemuinya.

Jisun pun mengutarakan maksud dan tujuannya dalam membuat Youtube, yang awalnya semata-mata untuk mengisi kegiatannya di Indoensia selain bekerja. 

Ya, meski mengaku belum satu tahun belajar bahasa Indonesia - divideo pertama di tahun 2017-, namun bahasa Indonesia yang sudah ia ketahui cukup lumayan dan bisa dimengerti.

FYI, Saat diwawancari hitam putih kemarin, Hari Jisun mengaku kini telah menjadi full time youtuber,lho! Wah, yang awalnya kelihatan iseng ternyata ditekuni beneran!

Melihat Hari Jisun Mencintai Indonesia

Ada banyak konten yang sudah Jisun buat terutama ketika ia berada di Indonesia.

Kontennya pun bervariasi, dari makanan sampai kehidupan sehari-hari. "Tidak bisa tidak enak?", begitu ucap Jisun pada makanan Indonesia yang ia kagumi kelezatannya.

Ya, sekarang tidak hanya bahasanya, lidahnya pun kini jadi cita rasa lokal Indonesia. Mengingat dalam banyak videonya, Jisun sering kali mencicipi makanan Indonesia seperti peyeum sampai papeda.

Bahkan, cewek korea ini juga menyukai jengkol dan pete, dua makanan yang orang Indonesia sendiri tidak semuanya berhasil suka.

Yang saya sukai dari video Jisun adalah saya menyukai ekspresi dan kejujuran Jisun. Ketika makanan itu enak, lewat penyampaian kata dan ekspresi yang terbaca di wajahnya selalu terlihat sedang jujur bahwa rasa makanan itu memang tidak bohong.

Sebaliknya, untuk makanan yang biasa saja, tidak banyak yang Jisun katakan dan ekspresinya akan kelihatan bagaimana.

Selain soal kuliner Indonesia,Jisun juga tidak ragu mencoba riasan pengantian ala Indonesia. Seperti ketika dia dan bersama sang Adik menjajal menjadi pengantin solo atau saat Jisun berdandan cantik ala pengantin bali. Pangling!

Hari Jisun mencoba riasan pengantin sunda nih,gaes! | https://www.instagram.com/harijisun/

Yang membanggakannya lagi, Jisun juga pernah lho belajar tarian Indonesia saat ia sedang berada di Jogja. Salut!

Cantik! | https://www.instagram.com/harijisun/

Ohya, dalam perjalanannya, Jisun tidak hanya sendiri datang ke Indonesia. Ia juga sempat mengajak adik laki-lakinya, Junsu, untuk terlibat dalam video-videonya.

Selain adik laki-laki yang tidak kalah kocak, pun baru-baru ini Ia mengajak "cabe mama", sebutan Mamanya yang menyukai rasa pedas dan makanan Indonesia. Wah, bisa-bisa sekeluarga datang nih kesini!

***

"JISUN, cewek korea yang cinta Indonesia", begitu deskripsi yang ia tuliskan di youtube channel miliknya. Tepatnya di tanggal 16 Januari 2017, ia memutuskan bergabung dengan youtube.

Ya, belum genap dua tahun, nyatanya Jisun telah memiliki subscribers lebih dari 800k (800 ribu). Tunggu saja, paling sebentar lagi akan menyentuh satu juta!

Penasaran? Cek saja sendiri, disini.

Ditunggu selalu konten serunya, eonni!
Salam, Listhia H Rahman.




Baca juga:
Obat Berbahan Hewan Babi dan Isu Halal-Haram
Warteg, Cinta Lama Bersemi Kembali
Menambah Koleksi Buku Bacaan dengan Mudah dan Murah

OK OCE Terpuruk, Sandiaga Perlu Belajar dari Erick Thohir

$
0
0

Sandiaga Uno dan Erick Thohir/tribunnews

Apapun yang dibangun untuk meluluskan hasrat politik semata, akan runtuh karena tak memiliki pondasi yang nyata. Itulah yang kini terjadi pada OK OCE Mart yang digadang-gadang Anies dan Sandi mampu menyerap tenaga kerja baru serta membuat warga Jakarta makin sejahtera, dulu.

Faktanya, kini OK OC Mart seperti menunggu denyut-denyut terakhirnya. Beberapa cabangnya bahkan tutup satu persatu, terseok dan kalah dengan mini market yang sudah lekat dengan masyarakat.

Bahkan untuk bersaing dengan toko kelontong di pinggir jalan pun sulit. Kecuali bagi cabang yang disokong dengan modal besar. Itupun pasti nombok.

Menurut pengamatan detik.com, gudang OK OCE Mart pun sudah tiga bulan belakangan ini tak beroperasi lagi. Dari sinilah terkuak ternyata ada benang merah antara OK OCE Mart dengan 212 Mart. Sebabnya gudang yang sama digunakan untuk memasok barang untuk OK OCE Mart dan 212 Mart.

Usaha yang dibangun demi memenuhi hasrat politik

OK OCE Mart dan 212 Mart lahir dari sebuah pertarungan politik dalam Pilgub DKI Jakarta 2017. Sayang pada pemilihan pemimpin nomor satu ibukota tersebut kental sekali bernuansa SARA.

Bahkan demo berjilid-jilid pun dilancarkan.Pada akhirnya demo 212 pun menginspirasi nama 212 Mart. Barangkali sebagai salah satu cara untuk tetap mengingat 7 juta orang berkumpul di Monas.

OK OCE Mart yang dulu dijadikan sebagai gimmick politik abang Sandi sepertinya memang tak bakal digarap secara serius. Toh, Sandi sudah pernah mencicipi kursi empuk wakil Gubernur DKI Jakarta. Kini, Sandi sudah mantap menatap kursi Wakil Presiden RI, mendampingi Prabowo.

Sandiaga boleh berkilah jika OK OCE Mart kini dilanjutkan oleh Anies. Tapi, Sandi sebagai penggagas OK OCE Mart punya tanggung jawab moral. Saat itu Sandi mengklaim ada 50 ribu warga yang terserap program OK OCE. Lantas, jika itu ditinggalkan, bagaimana nasib 50 ribu orang yang sudah terserap itu?

Semua orang tahu bahwa Sandi dan Erick Thohir adalah sahabat. Baiknya Sandi banyak belajar pada ET yang sukses menggelar Asian Games 2018. Euforia Asian Games 2018 benar-benar bisa mempersatukan bangsa. Bahkan Jokowi dan Prabowo sendiri bisa disatukan dalam dekapan Hanifan yang meraih medali emas pencak silat putra.

Erick Thohir Ketua Tim Pemenangan Jokowi Ma'ruf/ Instagram @pinterpolitik

ET sukses secara mandiri

ET bukan saja bertangan dingin, tetapi mampu memoles media yang tengah terpuruk kembali berjaya dan menemukan marwahnya. Cerita tentang Republika yang hampir bangkrut kemudian dibeli ET dibawah Bendera Mahaka Group menjadi catatan emas bagi ET.

Meski lini bisnis ET cukup banyak, namun ET terbukti visioner. Mampu membalikkan keadaan perusahaan yang tengah terancam tenggelam menjadi media yang dibanggakan oleh umat.

Kepiawaian menyelenggarakan acara skala Internasional pun tak dapat dimungkiri mendapatkan pujian dari negeri tetangga seperti Korea Selatan dan Singapura. Bahkan, Indonesia menjadi trending topic di Korea Selatan sejak pembukaan Asian Games 2018.

Prestasi ET tersebut pantas jika dijadikan alasan mengapa Jokowi memilihnya sebagai ketua Tim Pemenangan Jokowi Ma'ruf. Apalagi ET mewakili kalangan millenials yang diperkirakan memiliki 50% persen suara pada pemilu 2019.

Sandiaga perlu banyak belajar pada ET dalam membangun brand di kalangan millenial dan bukan hanya mengandalkan ekonomi rakyat lewat OK OCE Mart tapi akhirnya malah terpuruk dan nasibnya tak jelas.

Sayang kini ET berada di kubu yang berseberangan dengan Sandiaga. Itupun karena hati nurani ET lebih condong pada Jokowi dibandingkan Prabowo.




Baca juga:
Menengok Foto Zaman Dulu Tanpa Abu-abu
Obat Berbahan Hewan Babi dan Isu Halal-Haram
Warteg, Cinta Lama Bersemi Kembali

Menghidupkan Jalur KA Mati, Menyingkirkan Mereka yang Tak Beruntung

$
0
0

Ilustrasi pemukiman warga di bantaran rel kereta api. foto: tribunnews/jeprima

WARGA Kampung Leuwidaun Desa Jayawaras Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang bermukim di jalur rel Kereta Api (KA) Cibatu-Cikajang, kini resah.

Mereka resah, lantaran jalur KA yang mereka manfaatkan untuk tempat tinggal selama beberapa tahun lamanya, akan dihidupkan kembali oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Sebelumnya, dalam sebuah kesempatan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memang berencana menghidupkan kembali jalur kerata api yang mati, termasuk di antaranya, barangkali KA Cibatu-Cikajang yang panjangnya mencapai 47 km.

Pengaktifan kembali jalur yang disebut-sebut merupakan jalur tertinggi di Indonesia itu, di antaranya untuk meningkatkan perekonomian dan pariwisata di daerah, khususnya Kabupaten Garut.

"Saya dengar, jalur kereta api yang tak aktif memang akan diaktifkan lagi oleh Pak Gubernur. Yah, kalau memang rencana itu direalisasikan pemerintah, saya pasrah. Saya akan meninggalkan tempat ini, karena di sini hanya menyewa," kata Ate Saefudin dan Ayat Sudrajat, dua warga Kampung Leuwidaun kepada penulis.

Bangunan di sisi kanan kiri rel/dokpri

Namun beda dengan Ate dan Ayat, sejumlah warga lainnya mengaku tidak akan meninggalkan rumahnya begitu saja.

Mereka mengaku akan meminta pemerintah mengganti dulu biaya yang sudah dikeluarkannya untuk membangun rumah tinggalnya. Kalau sudah ada penggantian, baru mereka akan meninggalkan rumahnya.

"Tolong dimengerti saja. Kami membangun di sini, harus menggunakan uang yang tidak sedikit. Karena itu, ganti dulu nanti uang kami," kata Rahmat warga lainnya.

Lalu, akan ke mana mereka pergi nanti? Baik Ate, Ayat maupun Rahmat geleng-geleng kepala menerima pertanyaan seperti itu.

"Saya tidak tahu, Kang," kata ketiganya.

Mereka menjelaskan, alasan membangun rumah di lahan milik PT KAI salahsatunya karena tidak memiliki uang untuk membeli lahan yang memadai.

Sementara mendirikan di lahan milik PT KAI mereka hanya menyewa dengan uang sewa yang relatif tidak memberatkan, yakni Rp 500 ribu per tahun.

Karena itu, ketika dihadapkan pada pilihan harus meninggalkan rumahnya sekarang, mereka bingung bukan kepalang. Mereka, benar, harus menata ulang rencana kehidupannya.

Rel ditelan bangunan/dokpri

Seratus unit lebih

Jalur rel KA Cibatu-Cikajang merupakan salah satu jalur KA yang ada di wilayah Jawa Barat, dan lama tak berfungsi.

Selain jalur tersebut, ada juga jalur Kota Banjar-Kalipucang, Pangandaran, serta jalur Rancaekek-Tanjungsari, Sumedang.

Khusus di kawasan Kampung Leuwidaun yang merupakan bagian dari jalur KA Cibatu-Cikajang, sekarang sudah berubah jadi rumah penduduk. Rumah yang berdirinya pun bukan satu-dua unit, tapi lebih dari 100 unit, dengan berbagai ukuran dan bentuk.

Ate menjelaskan, ketika rel itu tidak berfungsi sejak tahun 1983, tak banyak warga yang berminat membangun rumah di sepanjang rel.

Namun seiring berjalannya waktu, warga banyak yang mulai tertarik mendirikan rumah, dengan menggunakan sistem sewa. Walhasil, jumlah rumah di sepanjang rel itu sekarang lebih dari seratus unit.

Menurut Ate, salahsatu yang menyebabkan warga banyak yang mendirikan bangunan di kampung itu khususnya di sekitar jembatan Cimanuk, karena prosesnya mudah dan akses ke pusat kota cukup dekat. Selain itu, karena sewanya murah.

"Sewa lahannya kepada PT KAI, Rp 500.000 per tahun untuk durasi puluhan tahun," kata Ate.

Berdasarkan pengamatan penulis, sebagian rel kareta api itu sekarang masih utuh, berikut bantalannya. Rel bajanya pun tampak masih kokoh.

Namun akibat bangunan tadi, sebagian lagi, rel dan bantalannya itu, ternyata banyak yang sudah tertutup bangunan semen, sebagai akses jalan masuk ke permukiman.

Hal itu terjadi, dipastikan karena warga tidak memperhatikan rel kareta api tersebut.

Selain itu, karena tidak ada pengawasan ketat dari PT KAI saat warga minta izin membangun rumah di sekitar rel.

Namun, masih berdasarkan pantauan penulis, kondisi serupa juga terlihat di sekitar rel KA Rancaekek-Tanjungsari yang berakhir di SS, di dekat alun-alun Tanjungsari, Sumedang.

Di atas lahan di bagian kanan dan kiri relnya kini sudah berdiri rumah -- yang bisa jadi akan menjadi pekerjaan rumah berat bagi pemerintah, bila rencana menghidupkan rel KA benar-benar direalisasikan.

***




Baca juga:
[EVENT KOMUNITAS] Ikutan CLICK Menyusuri Jejak Multatuli di Rangkasbitung Yuk
Agar Wawancara Kerja Tidak Berakhir Nestapa
Menebak Alasan AC Milan Mengejar Ivan Gazidis

Perselingkuhan, Seks atau Kebutuhan untuk Berkoneksi?

$
0
0

womantalk.com

Dalam kasus-kasus perselingkuhan, kita lebih sering membahas mengenai pihak yang dikhianati. Kita memandangnya dari perspektif korban dan berfokus pada bagaimana memulihkan luka hati, harus memaafkan atau tidak, bagaimana cara memaafkan, dsb.

Sedangkan pihak yang berselingkuh lebih sedikit dibahas. Jika dibahas, ia diidentikkan sebagai pelaku, orang yang bersalah. Ia digambarkan sebagai orang yang buruk karena tidak setia, melanggar janji, dan ikatan.

Pihak ketiga dapat dikatakan tidak terlihat. Ia hampir terlupakan. Jika masuk dalam percakapan, ia lebih digambarkan sebagai pihak penggoda, penghancur hubungan.

Kemudian dikonstruksikan dengan image perempuan seksi, sensual, dan pandai memuaskan kebutuhan seksual suami-suami orang lain. Mereka (diduga) tidak memperoleh kepuasan ini dalam hubungannya dengan istrinya.

***

Ringkasan tadi tak lebih sebagai gambaran klasik yang menghambat kita untuk melihat kasus perselingkuhan secara utuh.

Apakah hanya kepuasan seksual yang dicari laki-laki ketika ia berselingkuh?

Dalam sejumlah kasus, memang demikian adanya. Hal ini terkait dengan yang disebut sebagai ketidaksetiaan maskulin.

Tetapi dalam sebagian kasus lainnya, laki-laki ataupun perempuan yang berselingkuh sebenarnya tidak mencari kepuasan seksual.

Perselingkuhan baik yang dilakukan laki-laki ataupun perempuan dapat melibatkan perasaan yang dalam.

Dan bahwa dalam hubungan semacam ini, ada pihak ketiga: pihak yang juga terlibat secara perasaan, bukan (hanya) seksual. Mengakui keberadaannya akan membantu kita untuk melihat perselingkuhan secara utuh.

Menerima pihak ketiga sebagai pribadi yang berelasi dengan pasangan kita, dan bukan hanya sebagai sosok penggoda, akan membantu pasangan-pasangan yang benar-benar ingin menyelamatkan perkawinan.

Menyadari keseriusan sebuah perselingkuhan tentu menyakitkan bagi pihak yang dikhianati dan juga mengejutkan bagi pihak yang mengkhianati itu sendiri.

Tetapi, justru, dengan tidak menyangkalnya, kita dapat belajar memahami apa yang ditemukan pasangan dalam diri si pihak ketiga dan dalam hubungan mereka.

Sering kali kita mendengar baik laki-laki maupun perempuan mengatakan bahwa hubungan perkawinan mereka yang sudah hambar dan kering yang telah mendorong mereka untuk mencari hubungan lain. Terdengar seperti melakukan pembenaran untuk ketidaksetiaannya.

Lagipula jika demikian adanya, bukankah sebaiknya memperbaiki hubungan dengan pasangan dibandingkan menjalin hubungan dengan perempuan atau pria lain? Demikian umumnya pihak luar akan berkomentar.

Tetapi tanpa bermaksud membela mereka yang berselingkuh, sebagian perselingkuhan memang diakibatkan oleh buruknya relasi dengan pasangan.

Dalam hidup perkawinan, kadang kita tidak paham mengapa situasi jadi begitu buruk sampai-sampai mereka yang ada di dalamnya tidak tahu lagi bagaimana harus saling berkomunikasi.

Di sisi lain, manusia punya kebutuhan untuk berkoneksi, untuk merasa terhubung, untuk merasakan keterikatan.

Ketika hubungan dengan pasangan tidak lagi memenuhi kebutuhan ini, mereka berusaha mendapatkannya di luar. Ada yang menjadi gila kerja dan menjalin rasa keterhubungan dengan pekerjaannya, ada yang menemukannya dengan aktif mengikuti kegiatan tertentu. Sampai di sini tentu tidak berisiko untuk perkawinan mereka.

Menjadi persoalan ketika mereka menemukannya dalam kedekatannya dengan perempuan atau laki-laki lain. Diawali dengan kebersamaan-kebersamaan kecil, perasaan 'terhubung' ini akan menghanyutkan mereka dalam perselingkuhan.

Tidak sedikit pula seseorang melakukan perselingkuhan meskipun hubungannya dengan suami/istri tidak ada masalah berarti atau bahkan harmonis.

Tentu ketidaksetiaan pasangan akan menjadi sangat mengejutkan bagi pasangan ini. Suami/istri yang dikhianati akan bertanya-tanya, apa yang salah, bukankah semuanya baik-baik saja.

Pihak yang berselingkuh sendiri mungkin tidak dapat menjawab karena memang tidak paham akan dirinya sendiri dan mengapa ia melakukan perselingkuhan sementara ia masih mencintai pasangannya.  

Dalam konteks perselingkuhan semacam ini, pihak yang tidak setia perlu melakukan semacam analisis diri. Apa yang bermasalah dalam dirinya? Apakah ia masih mencari identitas dirinya? Ia merasa tidak mengenal dirinya sendiri? Apakah ia merasa hampa, kosong, merasa ada sesuatu yang kurang dalam dirinya, dalam hidupnya, dan tidak tahu apa persisnya? Apakah ia menemukan sisi lain dalam dirinya-yang selama ini ia sendiri tidak mengetahuinya -dalam relasinya dengan pihak ketiga?

Jika pada situasi pertama, akar masalahnya adalah kurangnya rasa 'terhubung' dengan pasangan. Maka pada situasi kedua, akar masalahnya terletak pada keterhubungan dengan diri sendiri.

Orang-orang ini ingin menemukan sisi yang hilang darinya, ingin menemukan kembali koneksi dengan dirinya, ingin menghidupkan hidupnya yang dirasakannya monoton, dsb.

Ketika ia menemukan pihak ketiga, ia merasakan hidup kembali, merasa menemukan bagian diri yang lain.

Karena berselingkuh itu sendiri sudah jadi hal yang baru baginya, berselingkuh itu sendiri membuat ia mengenali dirinya yang lain yang tidak pernah ia kenali sebelumnya: bahwa ia mampu untuk tidak setia, mampu membohongi pasangan, mampu melakukan aktivitas-aktivitas yang sebelumnya tidak terpikirkan atau tidak berani ia lakukan, dsb.  

Jadi persoalannya bukan pada aspek seksual. Pihak yang dikhianati sering berpikir bahwa ini adalah masalah kepuasan seksual terutama jika aspek ini sudah lama absen dalam hubungan mereka.

Pandangan ini pula yang sering membuat pihak yang dikhianati mengembangkan rasa jijik terhadap pihak yang berselingkuh.

Mereka dibayang-bayangi adegan seks antara pasangan dan pihak ketiga. Akibatnya akan semakin sulit pula melangkah maju untuk memperbaiki hubungan.

Hubungan seksual dapat saja menjadi bagian dari perselingkuhan, entah yang dilakukan laki-laki ataupun perempuan.

Tetapi umumnya orang berselingkuh karena mereka sungguh menginginkan sebuah hubungan, perasaan berkoneksi dengan diri sendiri dan orang lain, yang sudah tidak lagi mereka dapatkan dalam relasi mereka dengan pasangannya.

Dan hubungan seksual dengan pria atau perempuan lain hanyalah salah satu cara untuk mengembalikan koneksi dengan diri dan berkoneksi dengan orang lain (dengan pria atau perempuan lain yang dengannya mereka menjalin relasi).

Bukankah ketika pasangan yang saling mencintai bercinta, orgasme biologis tidak menjadi tujuan utama atau satu-satunya?  Mereka bercinta karena aktivitas ini menyatukan mereka, memberikan perasaan 'terhubung' dan menjadi ekspresi ikatan dan kebersamaan.

Tetapi memang jika kita dikhianati, kita tidak dapat melihat hubungan seksual pasangan kita dengan pihak ketiga merupakan bentuk pencarian rasa terhubung ini.

Mereka yang mengkhianati juga cenderung mencampuradukkannya, mengira karena relasi mereka telah hambar padahal kondisi diri mereka sendiri yang demikian.

Akibatnya, mereka tidak memahami akar masalah mereka dan tidak mampu pula menjelaskan pasangannya mengenai ketidaksetiaannya.

Bahkan setelah mengenali akar masalah ini, tidak akan mudah terutama bagi pihak yang dikhianati untuk memahami dan menerima bahwa pasangannya tidak bahagia dengan dirinya sendiri -bukan tidak bahagia hidup bersamanya, bahwa pasangannya ingin menemukan sisi lain dirinya.

Namun jika menyelamatkan perkawinan adalah keputusan yang dipilih, tidak ada jalan lain kecuali belajar memahami hal ini.

Persoalan koneksi diri  tersebut harus digali, ditelusuri, dan didiskusikan dengan pasangan.

Salah satu solusinya mungkin adalah melakukan hal-hal baru yang belum pernah dicoba bersama pasangan untuk menemukan adakah sisi-sisi lain dalam diri yang perlu dibiarkan muncul agar dikenali dan dipeluk sebagai bagian identitas diri.

Sekian.

***

Tulisan ini mengacu kepada salah satu pemikiran Esther Perel tentang ketidaksetiaan (Esther Perel adalah psikoterapis pasangan, penulis buku The State of Affairs: Rethinking Infidelity ).




Baca juga:
Apakah Kamu Memimpikan Tipe Pemimpin Pemandu Sorak?
[EVENT KOMUNITAS] Ikutan CLICK Menyusuri Jejak Multatuli di Rangkasbitung Yuk
Agar Wawancara Kerja Tidak Berakhir Nestapa

Setop Mengira Kompasiana adalah Koran Kompas!

$
0
0

www.kompasiana.com

Beberapa teman saya pernah bertanya, "Eh gimana sih cara tulisanmu diterbitin di koran?" atau "Sekarang udah nulis di koran ya?"

Saya yang tidak mengerti apa maksud ucapan mereka langsung mengerutkan dahi sambil menggaruk tengkuk dengan bingung, "hah, koran?" 

Mereka dengan mantap mengangguk-angguk, "Itu... Kompasiana."

Saya pun menepuk dahi, berdehem, sambil tertawa. "O... Kompasiana. Kompasiana mah bukan Koran Kompas."

Lalu mereka pun cekikikan karena mengira saya telah melakukan sesuatu yang 'waw'.

Pertanyaan-pertanyaan itu mulai muncul ketika saya menscreenshot artikel Kompasiana saya di instagram.

Inginnya sih meng-iya-kan saja anggapan mereka tentang menulis di koran. Toh mereka pun tidak tahu dan tidak ingin mencari tahu tentang itu.

Tapi, membenarkan sesuatu yang tidak terjadi rasanya sama seperti membohongi diri sendiri.

Maka dari itu saya pun berlanjut dengan memberikan teman-teman saya penjelasan tentang apa itu Kompasiana, perbedaannya dengan koran kompas, dan terkadang juga bagaimana cara menulis di sana.

Dulu, yang saya tahu, memang ada kolom Kompasiana Freez di koran kompas. Kolom itu memuat satu atau dua artikel dari Kompasiana yang memenuhi kualifikasi tertentu.

Namun usut punya usut, konon kolom tersebut telah lama dihapus di Harian Kompas dan secara tidak langsung merenggangkan jarak antara menulis di Kompasiana dan di koran Kompas.

Meski begitu, menurut saya, Kompasiana mempunyai nilai jual tersendiri dibanding koran kompas. Ya, jika penulis di koran sudah pasti penulis yang mahir, maka di Kompasiana tidak harus begitu.

Jika di koran tulisan yang dihasilkan harus ilmiah, opini yang mempunyai analitis tinggi, fiksi yang sarat akan makna, maka di Kompasiana tidak. 

Kompasiana mempunyai nilai kebebasan yang tidak dimiliki oleh media berupa koran. Dengan begitu penulis tidak harus menyesuaikan tulisan dengan selera pasar. Penulis bisa dengan bebas mengekpresikan dirinya lewat untaian kata maupun kalimat.

Kurangnya sosialisasi tentang KompasianaIlustrasi: www.hercampus.comSosialisasi merupakan cara ampuh supaya suatu produk atau program dikenal luas oleh banyak orang. Nah salah satu penyebab Kompasiana masih sering dikira Koran Kompas, menurut saya dikarenakan kurangnya sosialisasi tentang Kompasiana itu sendiri. Terlebih Kompasiana meminjam nama besar "Kompas" di awal kata, jadi terbentuklah opini bahwa kedua media itu adalah sama.

Sosialisasi ini, saya rasa perlu dilakukan Kompasiana di kalangan mahasiswa dengan mengadakan acara "Kompasiana goes to kampus".

Saya rasa Kompasiana masih jarang melakukan acara seperti ini. Padahal sosialisasi-sosialisai di kampus akan sangat berguna, beberapa di antaranya adalah untuk:

1. Menghimpun minat mahasiswa untuk menulis

Ilustrasi: www.idntimes.com

Semenjak saya posting tulisan Kompasiana di media sosial, banyak teman-teman saya yang menjadi terbuka tentang minatnya dalam hal tulis-menulis.

Ada yang minta saya ajarkan bagaimana caranya menulis, ada yang minta tips agar tulisan selesai, ada juga yang ingin sekali menulis tapi bingung harus menulis di mana.

Kompasiana bisa memanfaatkan minat terpendam para mahasiswa agar terhimpun dalam platform blog ini.

Semakin banyak penulis, semakin banyak warna tulisan, dan semakin banyak juga tulisan yang berkualitas. Hal ini tentunya akan menguntungkan Kompasiana yang tengah menuju visi beyond blogging.

2. Mengenalkan slogan "menulis itu menyenangkan"

http://www.thebarefootwriter.com

Selama saya tergabung di kompasiana, menulis adalah salah satu hal menyenangkan yang dapat saya lakukan. Meracik tulisan, memposting, lalu menunggu vote dan berbalas komentar adalah satu hal mengapa saya betah menulis di sini.

Walau error dan susah login terkadang mengganggu, tapi itu tidak menyurutkan niat saya untuk terus menciptakan tulisan di rumah ini.

Kompasiana juga telah mengasah skill menulis saya. Dulu saya yang hanya dapat membuat fiksi dalam bentuk cerpen, akhirnya dapat menulis artikel yang lebih ilmiah.

Karena itu, saya akhirnya dapat memberanikan diri untuk mengikuti lomba esay dan karya tulis ilmiah di kampus.

Menulis juga dapat dijadikan sebagai ajang meluapkan emosi, mengabadikan ingatan, sampai penunjukan jati diri.

Kompasiana bisa membantu para mahasiswa yang umumnya lebih menyukai media sosial untuk menyalurkan emosi atau kenangan mereka, menjadi lewat tulisan atau fiksi-fiksi yang lebih bermakna.

Kompasiana juga bisa turut memperkenalkan bahwa "menulis itu menyenangkan". Bahkan lebih menyenangkan dibanding menonton drama korea, anime, atau berselancar di dunia maya, yang hanya membuang-buang waktu saja.

3. Menyuburkan minat membaca

Ilustrasi: www.dreamstime.com

Saya teringat kata-kata kompasianer Listhia H. Rahman yang ditulis di bio-nya: Kalau tidak membaca, bisa menulis apa?"

Kata-kata itu memang benar adanya. Kita tidak bisa menulis jika tidak rajin membaca. Karena sebagian besar ide tulisan yang muncul di kepala kita, atau isi tulisan yang kita tuangkan, berasal dari apa yang kita baca.

Hal ini berarti belajar menulis berarti menyuburkan minat membaca yang semakin mengikis terutama pada generasi millenial. 

Studi Most Littered Nation In the World yang dilakukan Central Connecticut State University pada 2016 lalu mengatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara dalam hal minat membaca.

Peringkat Indonesia jauh di bawah negara tetangga Malaysia yang berada di urutan 53, dan Singapura di urutan 36. Bahkan Thailand pun masih berada di atas negara kita, yakni di peringkat 59.

Dari data ini kita tahu bahwa dari sepuluh ribu masyarakat Indonesia, hanya satu orang yang memiliki minat membaca, atau sebesar 0,01%.

Lantas saya jadi bertanya-tanya apa memang yang menyebabkan minat baca negara ini sangat rendah.

Apa karena media sosial yang lebih menarik atau karena kegiatan menonton lebih asik? Namun saya menemukan, bahwa rendahnya minat membaca diikuti dengan rendahnya minat menulis masyarakat Indonesia.

Kompasiana sebagai media jurnalisme warga dapat turut andil membantu menaikkan minat menulis. Salah satunya adalah dengan mengajak masyarakat Indonesia untuk gemar menulis.

Semakin gemar menulis, semakin banyak juga buku-buku ataupun literatur yang mereka baca. Dengan begitu minat membaca pun akan semakin tinggi.

Kegiatan ini juga perlu digemborkan juga di kalangan mahasiswa, yang konon adalah generasi penerus bangsa. Semakin banyak menulis, semakin sedikit acara menonton drama Korea.

Semakin banyak menulis, semakin sedikit kegiatan berselancar di dunia maya. 

Ahh, tapi menulis kan susah. Kata siapa? Tidak kok.

Kata Mark Twain, "writing is easy. All you have to do is cross out the wrong words."

Jadi, sudah siap untuk menulis?

Tutut Setyorinie, 18 September 2018.




Baca juga:
Dulu "Mixtape" Sekarang "Playlist", Warna Lain dari Dunia Musik
Apakah Kamu Memimpikan Tipe Pemimpin Pemandu Sorak?
[EVENT KOMUNITAS] Ikutan CLICK Menyusuri Jejak Multatuli di Rangkasbitung Yuk

Ijtimak Ulama Hanya Siasat Kuda Troya Tumbangkan Prabowo, Loyalis Cemas

$
0
0

Loyalis Prabowo tolak Ijtima Ulama dan Spanduk HTI dukung Ijtima Ulama [RMOL.co dan Tribunnews.com]

Ijtima Ulama II sudah selesai. Prabowo Subianto sungguh terharu mendapat dukungan Rizieq Shihab, ulama yang dikaguminya.

Kedekatan dan dukungan sekian lama Rizieq dan FPI kepada Prabowo sempat mengabur ketika Prabowo memilih pengusaha kaya raya rekan separtainya, Sandiaga Uno sebagai cawapres.

Tetapi Rizieq Shihab bermain tarik-ulur sekedar untuk menjaga citra bukan gampangan. Ia ingin publik menyangkanya kecewa Prabowo tak jadi mengambil ulama (Salim Segaf atau Abdul Somad) sebagai cawapres sebagaimana rekomendasi Ijtima Ulama I.

Setelah beberapa waktu berlalu dengan sejumlah drama pernyataan FPI tidak terlibat deklarasi dukung Prabowo-Sandiaga, Forum Ijtima Ulama II akhirnya dilaksanakan.

Hasilnya sudah tertebak. Hanya formalitas penandatanganan butir-butir kesepakatan yang salah satu isinya jaminan perlindungan terhadap Rizieq agar tidak diapa-apakan ketika kembali ke tanah air, plus negara (pemerintahan terpilih) mengurus pemulangannya.

Rizieq ingin disambut seperti pahlawan perang yang pulang dari medan laga, bukan seorang pelarian kasus dugaan mesum.

Resmi sudah para peserta Ijtima Ulama II memberi dukungan kepada Prabowo. Para pendukung Prabowo bertepuk tangan. Menang! Satu-satunya benang penghubung Prabowo-Sandiaga dengan komunitas muslim terjaga.

Ya! Survei menunjukkan para pemilih muslim dari ormas-ormas Islam pun yang tak terafiliasi ormas lebih banyak yang mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin.

Hanya pemilih yang mengidentifikasi diri dengan FPI yang dimenangkan Prabowo-Sandiaga. Ijtima Ulama II telah mematerai hasil survei itu. Secara hitam di atas putih mereka mendukung Prabowo-Sandiaga.

Memang terdengar lucu ketika dengan penuh percaya diri Rizieq Shihab dan para pengikutnya meneriakkan slogan persatuan ulama mendukung Prabowo sementara jumlah mereka minoritas, tak sebanding kekuatan besar ulama dan anggota Nahdatul Ulama dan ormas-ormas Islam besar lain yang berdiri di belakang Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.

Tetapi sudahlah. Politik elektoral memang ajang perang klaim. Tanpa tahu malu para pihak berteriak sekencang-kencangnnya sebagai paling didukung, sebagai pemilik gerbong terbesar.

Kita boleh memandang sinis, delusif! Tetapi begitulah riil politik elektoral itu. Hanya sedemikian kualitasnya.

Yang menarik sebenarnya, di tengah ucap syukur mayoritas pendukung Prabowo terhadap sah-nya dukungan orang-orang dalam forum Ijtima Ulama, ada sebagian pendukung Prabowo yang cemas.

Mereka adalah anak-anak muda yang menamakan diri Gerbong Pemuda Loyalis Prabowo. Jumlahnya tak banyak, setidaknya dari yang tampak dalam unjukrasa mereka.

Gerbong Pemuda Loyalis Prabowo melihat Itjima Ulama dan Pakta Integritas dari sudut pandang berbeda.

Mereka cemas, forum ini hanya akal-akalan untuk menumbangkan Prabowo-Sandiaga di tengah jalan jika kelak terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada pemilihan umum presiden (pilpres) 2019.

Mereka melihat Prabowo hanya sebagai kuda troya bagi kelompok-kelompok di dalam forum Ijtima Ulama untuk meraih kekuasaan. Semacam kudeta merangkak.

Dalam pandangan anak-anak muda yang mengklaim diri loyalis Prabowo ini, skenario kudeta merangkak itu dimulai dengan mengikat Prabowo-Sandiaga dengan pakta integritas, lalu memenangkan Prabowo-Sandiaga ke kursi Presiden dan Wakil Presiden RI.

Setelah Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno berkuasa, janji-janji dalam pakta integritas ditagih dan dijadikan landasan evaluasi.

Jika kemudian ada sejumlah butir pakta integritas yang ternyata tak mampu direalisasikan Prabowo-Sandiaga, dimulailah delegitimasi dan gelombang unjukrasa aksi tagih janji yang bermuara pada penumbangan kekuasaan Prabowo-Sandiaga.

Sebagaimana lazimnya penumbangan kekuasaan melului kudeta, pihak yang memobilisasi massa-lah yang kemudian tampil sebagai penguasa baru.

Bagi sebagian orang, kecemasan para pemuda loyalis Prabowo ini sekedar imajinasi paranoid. Berlebihan. Namun mungkin saja para loyalis Prabowo ini melihat dasar yang kuat dengan kehadiran tokoh HTI dan spanduk-spanduk HTI dalam Ijtima Ulama I dan II. Apalagi kehadiran pemimpin HTI memang atas undangan panitia.

HTI adalah partai politik internasional yang tidak sepakat kepada sistem demokrasi. Ini bukan tuduhan tanpa dasar. Dalam berbagi unjukrasa, HTI menyatakan sikap itu secara terang-terangan.

Demokrasi adalah salah satu prinsip dalam Pancasila, sila ke-4. Penolakan terhadap demokrasi berarti penolakan terhadap Pancasila. Itulah yang membuat HTI dibubarkan.

Aksi HTI menyatakan menolak sistem demokrasi yang berarti menolak Pancasila sila ke-4 [Kabarnesia.com]

Organisasi-organisasi yang tidak menyepakati demokrasi akan selalu berupaya merebut kekuasaan tidak lewat jalur demokrasi (pemilu).

Maka dukungan kepada Prabowo-Sandiaga untuk meraih kekuasaan adalah sekedar jalan taktis yang sementara sifatnya.

Di tengah jalan, taktik ini akan dicampakkan, berganti perebutan kekuasaan melalui kudeta. Kondisinya bergantung imbangan kekuatan.

HTI berharap dengan berkuasanya Prabowo-Sandiaga mereka akan mendapatkan konsesi demokrasi berupa pembiaran hidup organisasi mereka, bertumbuh dan merekrut kian banyak anggota, menyusup dalam lembaga-lembaga strategis seperti militer, kepolisian, pengadilan, BUMN.

Kelak ketika imbangan kekuatan, komposisi rakyat yang mendukung gagasan-gagasan HTI dan yang menolak sudah cukup seimbang, gerakan kudeta pun dilancarkan.

Dengan pandangan seperti ini, para pemuda loyalis Prabowo meragu dalam berjuang habis-habisan untuk memenangkan Prabowo-Sandiaga dalam pilpres.

Untuk apa menang pada Pilpres 2019 jika itu hanya membuka gerbang bagi musuh dalam selimut untuk merebutnya di tengah jalan?

Bisa jadi demikian gejolak kecemasan dalam benak mereka.

Akhirnya, alih-alih menyatukan barisan ulama (yang tak mungkin sebab di kubu Jokowi ada KH Ma'ruf Amin dan NU), Ijtima Ulama dan paksa integritas justru memecah belah para pendukung sejati Prabowo, setidaknya bikin ragu kelompok-kelompok seperti Gerbong Pemuda Loyalis Prabowo.

Tentu mereka yang berunjukrasa secara terbuka menyatakan kecemasan sekedar gunung es. Ada lebih besar jumlahnya yang diam dalam kecemasan serupa.

Sumber:
RMOL.co (16/09/2018) "Loyalis Minta Prabowo Tidak Dijadikan Kuda Troya"
Liputan6.com (27/07/2018) "Hadiri Ijtima Ulama, Eks Jubir HTI Bicara Ganti Presiden"
Detik.com (16/09/2018) "Berjas dan Kacamata Hitam, Prabowo Hadiri Ijtimak Ulama II"
Tribunnews.com (16/09/2018) "Ada Spanduk HTI di Dekat Acara Ijtima Ulama"




Baca juga:
Tol Cipali Belum Sebagus Cipularang
Dulu "Mixtape" Sekarang "Playlist", Warna Lain dari Dunia Musik
Apakah Kamu Memimpikan Tipe Pemimpin Pemandu Sorak?

Verifikasi Hijau Diubah Menjadi Validasi, Begini Caranya!

$
0
0

Ilustrasi: Kompasiana

UPDATE
Mulai bulan Maret 2018, Kompasiana akan mengubah nama untuk verifikasi hijau menjadi validasi agar memudahkan Kompasianer maupun pembaca yang belum dapat membedakan hijau dan biru.

Secara teknis validasi masih sama pengajuannya, hanya mempertegas jika validasi (sebelumnya disebut dengan verifikasi hijau) adalah proses pemeriksaaan data Kompasianer secara adminstratif bukan berdasarkan kualitas tulisan. Sedangkan verifikasi (sebelumnya verifikasi biru) adalah proses penilaian Kompasianer berdasarkan kualitas yang diproduksi maupun interaksi selama ini. Baca: Kenali Verifikasi Biru Kompasiana

Proses validasi akun masih sama, untuk selengkapnya Anda bisa simak panduan di bawah ini.

======

Fitur Validasi Akun di Kompasiana sudah disematkan sejak 2011, fitur ini berupa tanda checklist berwarna hijau di samping nama pengguna. Fungsi validasi akun adalah sebagai penanda bahwa akun tersebut dapat dibuktikan keaslian identitasnya.

Adanya akun yang tervalidasi juga membuat pembaca nyaman akan konten yang ia baca, sebab mereka tahu bahwa konten tersebut ditulis oleh penulis yang jelas jati dirinya dan kontennya dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan bagi sesama kompasianer atau penulis, akun yang tervalidasi membuat aktivitas interaksi dan pertemanan semakin nyaman.

Ada pula keuntungan lain sebagai akun Kompasiana yang tervalidasi, seperti mendapat prioritas oleh Kompasiana untuk mengikuti berbagai event online dan offline (Nangkring, Blogshop, Tokoh Bicara, dan lain-lain). Selain itu pengguna juga akan mendapatkan kesempatan lebih besar untuk bekerjasama dengan Kompasiana, misalnya dalam penerbitan buku, liputan khusus, mengikuti event eksklusif, dan lainnya.

Bagaimana, tertarik untuk melakukan validasi akun? Silakan ikuti tutorial validasi akun Kompasiana berikut ini:

1. Buka Menu PengaturanLetak menuUntuk mengajukan validasi akun, Anda perlu mengisi data diri yang terletak di menu "Pengaturan". Pilih menu "Pengaturan" pada profil Anda yang terletak di pojok kanan atas.

2. Lengkapi "Profil"

Pada menu ini Anda akan diminta untuk melengkapi deskripsi profil, tanggal lahir hingga akun media sosial Anda. Menu ini membantu para pembaca untuk mengenali karakter Anda lebih jauh. Langkah pertama klik tombol "Edit", setelah semua telah terisi klik "Simpan". Data profil Anda sudah dilengkapi.

3. Pilih Menu "Data Pribadi"

Selanjutnya, pada menu "Pengaturan" pilih menu "Data Pribadi". Setelah itu klik "Edit" dan lengkapi kolom yang disediakan, serta jangan lupa untuk mengunggah scan kartu identitas.

Supaya lebih jelas, berikut kolom wajib yang harus diisi agar pengajuan validasi akun Kompasiana Anda disetujui:

  • Data identitas
  • Mengunggah scan kartu identitas
  • Jenis Kelamin
  • Nomor Kontak
  • Alamat
  • Pendidikan
  • Profesi
  • Pemasukan Per Bulan
  • Pengeluaran Per Bulan

Pilih menu

Sedangkan untuk kolom NPWP dan Nomor Rekening bisa Anda isi jika Anda ingin mengikuti serangkaian campaign dari Kompasiana Content Affiliation. Info selengkapnya bisa baca di Perkenalkan, Kompasiana Content Affiliation!

3. Mengunggah Scan Kartu Identitas

Pada menu ini Kompasiana hanya mengijinkan kartu identitas berupa KTP, SIM, Paspor, dan Kartu Pelajar yang masih berlaku untuk keperluan validasi akun. Selain 4 jenis kartu tersebut, pengajuan validasi akun Anda akan otomatis ditolak.

Untuk mengunggah scan kartu identitas cukup mudah, pengguna cukup klik tombol "Browse" untuk memilih file yang akan diunggah. Jangan lupa untuk memastikan bahwa kualitas gambar cukup baik dan tidak blur (identitas terbaca dengan jelas). Terakhir, pastikan juga ukuran file kartu identitas tidak lebih dari 1 MB dengan ekstensi file jpeg.

Bila semua dirasa sudah lengkap, langkah terakhir adalah klik tombol "Ajukan Validasi/Verifikasi" di bagian paling bawah dan klik Simpan. Bila Anda hanya klik salah satu, pengajuan verifikasi tidak dapat berhasil.

Tahap terakhir, tekan tombol

Terakhir, silakan tunggu proses pengajuan validasi akun. Biasanya lama pengajuan validasi akun memakan waktu 7 hari kerja. Bila ditemukan masalah atau pertanyaan tentang validasi akun, Anda bisa menghubungi Kompasiana melalui e-mail di kompasiana@kompasiana.com dengan subyek "Validasi Akun".

Cukup mudah bukan untuk mengajukan Validasi Akun di Kompasiana? Yuk, segera validasi akun Anda! Rasakan mengakses Kompasiana lebih nyaman dan nikmati berbagai keuntungannya. (LBT)

----

*Untuk mempermudah proses unggah berkas dan pengajuan validasi, dianjurkan menggunakan Kompasiana versi desktop/PC.




Baca juga:
Puisi | Suatu Senja di Tepi Laut
Tol Cipali Belum Sebagus Cipularang
Dulu "Mixtape" Sekarang "Playlist", Warna Lain dari Dunia Musik
Viewing all 10549 articles
Browse latest View live