Quantcast
Channel: Beyond Blogging - Kompasiana.com
Viewing all 10549 articles
Browse latest View live

Seandainya Aku Jadi Menag, Ini Caraku Lawan Konten Negatif di Media Sosial!

$
0
0

Blog Competition

Dewasa ini, kita kerap menemui ujaran kebencian dan kabar hoaks di media sosial yang rentan menyinggung suku, agama, ras, dan golongan tertentu. Meski bernuansa negatif, ada saja pihak yang tidak mencari tahu kebenaran cerita, mudah terprovokasi, lalu meneruskan berita tersebut hingga menyulut ketegangan antarumat di Indonesia.

Dalam hal ini, Kementerian Agama (Kemenang) RI memiliki tugas untuk terus menggaungkan kampanye bijak bermedia sosial dan mengajak masyarakat untuk melawan hoaks dan ujaran kebencian. Komitmen ini disampaikan langsung oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam acara Kompasiana Perspektif "Menag Bercerita: Melawan Hoax, Menjaga Hati" yang diadakan di bulan Ramadhan lalu.

Nah Kompasianer, mari berandai-andai bagaimana jika Anda berada pada posisi Menteri Agama Lukman Hakim dalam menyikapi maraknya ujaran kebencian, berita hoaks, dan perilaku bermedia sosial yang tidak bertanggung jawab? Siapa tahu ide Anda dapat bermanfaat bagi upaya lebih bersahabatnya media sosial bagi semua kalangan. Bagikan opini Kompasianer tersebut dalam blog competition "Jika Aku Jadi Menag" yang ketentuannya adalah sebagai berikut:

SYARAT DAN KETENTUAN

  • Peserta telah terdaftar sebagai anggota Kompasiana. Jika belum terdaftar, silakan registrasi terlebih dahulu di sini
  • Tulisan bersifat baru, orisinal (bukan karya orang lain atau hasil plagiat, dan tidak sedang dilombakan di tempat lain)
  • Konten tulisan tidak melanggar Tata Tertib Kompasiana

MEKANISME

  • Tema: Jika Aku Jadi Menag
  • Tulisan berupa opini berandai-andai jika kamu menjadi Menteri Agama, tindakan apa yang dilakukan untuk menyikapi ujaran kebencian, berita hoaks, dan perilaku dalam bermedia sosial atau aksi lainnya yang dapat menciderai kerukunan antarumat beragama di Indonesia
  • Periode Lomba: 5 Juli - 4 Agustus 2018
  • Tulisan tidak lebih dari 1.500 kata
  • Peserta wajib mencantumkan label BilaAkuJadiMenag dalam setiap tulisan yang dilombakan
  • Tulisan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan tema lomba, tidak bisa diikutkan lomba
  • Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat
  • Pemenang akan diumumkan setelah 14 hari kerja periode lomba selesai

HADIAH

  • 3 artikel terbaik akan mendapatkan uang tunai masing-masing senilai Rp1.000.000,-

Untuk mengetahui kegiatan dan kompetisi Kompasiana lainnya yang sedang berlangsung, silakan klik di halaman Event Kompasiana. (GIL)

**) Begini Cara Kami Menilai Karya Lomba di Kompasiana 




Baca juga:
Meniadakan PR untuk Meningkatkan Pendidikan Karakter? Belum Tentu
Drama Pergantian Pejabat di DKI Jakarta
Menyoal Aksi Anarkis Oknum Suporter Sriwijaya FC

Alarm untuk Owi/Butet Jelang Asian Games

$
0
0

Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir menjadi runner up Singapore Open 2018/Gambar dari Twitter.com/INABadminton

Turnamen bulu tangkis grade 2 level 4, Singapore Open tahun ini, tak ubahnya Kejuaraan Dunia bagi Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir. Mengapa? Turnamen bernama lengkap Singapore Open Super 500 itu adalah turnamen terakhir bagi pasangan ganda campuran ini sebelum terjun di Asian Games 2018.

Keduanya melewatkan turnamen yang lebih bergengsi, Kejuaraan Dunia di Nanjing Tiongkok, dua pekan mendatang, agar lebih fokus ke pesta olahraga antarbangsa Asia yang dimulai pada 18 Agustus hingga 2 September nanti. Keduanya rela kehilangan gelar juara dunia agar lebih siap tampil di Istora, Senayan.

PBSI tidak ingin stamina Butet, sapaan Liliyana, terkuras di Kejuaraan Dunia. Dengan usia yang telah melewati kepala tiga, rentang dua pekan terlalu singkat bagi wanita kelahiran Manado itu. Singapore Open pun menjadi ajang kompetitif terakhir sebelum tampil di dihadapan publik sendiri.

Meski tidak mendapat perlawanan sepadan, mengingat absennya musuh-musuh besar, Singapore Indoor Stadium lebih dari cukup menjadi medan pemantapan. Seminggu terakhir ini adalah momen terbaik untuk menjaga mood bertanding. Lebih dari itu, kesempatan terakhir untuk mengevaluasi diri di turnamen resmi.

Menghadapi para pemain dengan level di bawah mereka bisa memunculkan kejutan, sebagaimana biasa terjadi di setiap kompetisi. Kejutan demi kejutan itu menjadi masukan untuk segera berbenah dalam setiap kesempatan latihan sebelum hari H.

Hal tak terduga pun datang dan terjadi pada Owi/Butet di Minggu, 22 Juli 2018 petang. Menjadi unggulan pertama tidak menjamin bakal juara. Sebagai pasangan kawakan dengan jam terbang tinggi ini gagal mencapai klimaks. Keduanya gagal mengulangi pencapaian 2011, 2013 dan 2014 setelah dijegal Goh Soon Huat/Shevon Lai. Pasangan Malaysia yang menjadi unggulan kedua itu menang straight set 21-19 dan 21-18.

Kedua pasangan belum pernah bertemu sebelumnya. Namun jam terbang dan prestasi lebih dari cukup mengunggulkan Owi dan Butet. Owi dan Butet adalah pasangan nomor satu dunia. Pencapaian ini tak lepas dari sepak terjang mentereng sepanjang tahun ini. Keduanya empat kali menembus final dari enam turnamen yang diikuti dengan satu gelar juara. Tiga kali menjadi runner up, masing-masing di Indonesia Masters S500, Kejuaraan Asia (BAC) dan Singapore Open. Sepekan sebelumnya, Owi/Butet menaklukkan Istora di ajang prestisius, Indonesia Open S1000.

Final hari ini justru menjadi antiklimaks bagi Owi dan Butet. Keduanya menyerah dua game langsung dalam tempo 36 menit. Muncul pertanyaan. Mengapa bisa terjadi demikian? Secara keseluruhan pertandingan berjalan relatif imbang. Goh Soon Huat/Shevon Lai kembali memainkan pola dan mempertahankan semangat seperti saat memetik kemenangan keempat dari lima pertemuan dengan pasangan Thailand, Dechapol Puavaranukroh dan Sapsiree Taerattanachai, 21-18, 21-14 di semifinal.

Begitu juga pasangan Indonesia. Bedanya, Owi dan Butet kerap melakukan kesalahan sendiri. Beberapa kali Owi memberikan poin secara cuma-cuma kepada lawan. "Error" yang adalah karib setiap pemain, justru lebih  banyak mendekati Owi hari ini. Kesalahan sendiri adalah salah satu musuh terberat yang selama ini dihadapi pasangan ini.

Owi memiliki kualitas mumpuni. Smes dan kemampuan penguasaan lapangan tak perlu diragukan. Namun bila tidak sedang dalam performa terbaik, penampilannya bisa sangat menyesakkan. Itulah yang terjadi pada Owi hari ini.

Selain kesalahan sendiri, di sisi lain penampilan pasangan Malaysia patut diapresiasi. Pasangan rangking delapan dunia bermain apik. Secara khusus, Shevon Lai yang mampu mengimbangi Butet di lini depan. Pemain 24 tahun itu memiliki netting silang yang menyulitkan dan penempatan bola yang bagus.

“Memang tinggal sedikit lagi, kita tadi bisa menang hanya fokusnya aja. Mungkin ini faktor kelelahan, karena minggu lalu ikut di Indonesia Open dan persiapan hanya seminggu kurang.”beber Butet usai pertandingan.

Kekalahan ini memberi pelajaran tersendiri bagi Owi dan Butet. Keduanya tentu sudah tahu apa yang harus diperbuat selama masa persiapan menuju Asian Games. Secara teknik dan kualitas, Owi dan Butet sudah mumpuni. Sepak terjang selama setahun terakhir semakin mempertebal harapan. Hanya saja mereka perlu segera bangkit sehingga bisa mencapai puncak performa di Istora nanti.

Bukan maksud mempercayai mitos. Ini sekadar pelecut dan penyemangat bahwa api harapan pada Owi dan Butet tidak boleh padam. Apa yang terjadi kali ini tidak jauh berbeda dengan tiga tahun silam. Tahun 2015, keduanya tiga kali menjadi runner up di turnamen super series dan hanya satu gelar juara yang bisa diraih yakni di Kejuaraan Asia. Tiga kegagalan di partai final itu akhirnya dibayar lunas setahun berselang. Keduanya sukses menyaput segala keraguan ketika merebut medali emas Olimpiade Rio.

Pesona Akbar dan Winny

Selain memberikan alarm bagi Owi dan Butet, Singapore Open juga memberikan angin segar bagi regenerasi ganda campuran Indonesia. Harapan itu ditunjukkan Akbar Bintang dan Winny Oktavina. Pasangan muda ini sukses melejit ke babak semi final.

Keduanya sempat beradu dengan Owi dan Butet dalam perebutan tiket final. Meski kalah, keduanya mendapat banyak pelajaran dari kekalahan 26-24 dan 21-17 itu. Winny misalnya, memiliki permainan depan yang bagus. Ia tak ubahnya Butet sebagai seorang playmaker murni.

Sejak masih bermain di ganda putri bersama Marissa Vania, Winny memiliki skill yang terpuji. Netting, blocking dan placing bagus. Sederet prestasi telah diperoleh pemain bernama lengkap Winny Oktavina Kandow ini. ia merupakan Juara Nasional ganda campuran di kelas Taruna 2016 bersama Yeremia Erich Yotje Yacob Rambitan. Selain itu, ia juga tampil sebagai jawara nasional kelas dewasa 2017 bersama Akbar Bintang Cahyono.

Akbar Bintang dan Winny Oktavina menjadi harapan penerus Owi dan Butet/Gambar dari badmintonindonesia.org

Sepertinya pemain yang disebutkan terakhir itu menjadi pasangan masa depan Winny. Selain terus berlatih dan mengasah kemampuan, dibutuhkan pula jam terbang yang cukup agar mereka bisa terus naik level. Lebih sering bertemu dengan para pemain senior dan pasangan tangguh akan lebih bagus. Bila perlu mulai menerjunkan mereka di turnamen level atas agar semakin terasah.

Pada gilirannya pertemuan Akbar/Winny dan Owi/Butet tidak hanya terjadi sekali ini. Kita berharap bisa melihat pasangan Indonesia saling beradu di babak-babak krusial di berbagai turnamen bergengsi. Seperti di masa-masa ketika sektor ganda campuran Indonesia memiliki lebih dari satu pasangan mumpuni. Ketika itu Nova Widianto dan Butet bersaing ketat dengan Flandy Limpele dan Vita Marissa. Lantas berlanjut dengan Muhammad Rijal/Vita Marissa serta Hendra Aprida Gunawan dan Vita Marissa.

Klimaks "Daddies"

Berbeda dengan Owi dan Butet, Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan sukses menginjak podium tertinggi. "Daddies" mencapai klimaks setelah menjungkalkan pasangan muda China, Ren Xiangyu/Ou Xuanyi. Kemenangan 21-13 dan 21-19 mengulang sukses 2013 silam.

Tambahan satu gelar ini melengkapi koleksi sembilan gelar Super Series sejak menjuarai Malaysia Super Series tahun 2013 hingga gelar terakhir sebelumnya di ajang Dubai Super Series Finals tiga tahun silam.

Seperti Owi dan Butet, Daddies ke final setelah memenangkan perang saudara menghadapi Angga Pratama/Rian Agung Saputro dengan skor 21-16, 21-13. Kematangan menjadi pembeda. "Magic" Hendra di depan net membuat lawan-lawannya tak berkutik.

Sadar tak lagi punya stamina mumpuni, ia hanya perlu memainkan jurus pamungkas. Ia tak perlu mengeluarkan banyak energi, tak seperti pasangan muda yang royal melancarkan smes. Menaruh bola dengan santai di tempat-tempat tak terjangkau lebih dari cukup meraih poin.

Hendra dan Ahsan/Twitter.com/INABadminton

Mantan pasangan nomor satu dunia tidak hanya menyelamatkan wajah Indonesia di turnamen ini. Keduanya juga menunjukkan semangat dan dedikasi yang belum juga memudar. Sepanjang tahun ini mereka sudah ambil bagian di delapan turnamen. Hasilnya, dua kali menjadi semifinalis yakni di India S500 dan German S300 dan dua gelar juara. Selain Singapore Open, pasangan yang kini menghuni rangking 29 dunia adalah kampiun Malaysia International Challenge.

Bila Indonesia mampu membawa pulang satu gelar, China justru kembali dengan tangan hampa. Ren Xiangyu/Ou Xuanyi mengikuti jejak Gao Fangjie yang gagal memenangkan perebutan gelar tunggal putri menghadapi Sayaka Takahashi. Kekalahan 25-23 dan 21-14 itu membuat nasib Negeri Tirai Bambu kali ini seperti Indonesia Open pekan sebelumnya.

Daddies dengan gelar juara Singapore Open 2018/Foto dari @INABadminton

Sementara itu Jepang terus menjaga tren positif di kancah bulu tangkis dunia. Selain gelar dari tunggal putri, Negeri Sakura juga menguasai sektor  ganda putri. Yukiko Takahata/Ayako Sakuramoto memenangkan perang saudara menghadapi Nami Matsuyama/Chiharu Shida. Pasangan nomor 20 dunia ini menang rubber set, 16-21, 24-22, 21-13. Di babak semi final Yukiko/Ayako menghempaskan unggulan pertama dari Thailand, Jongkolpan/Rawinda.

Kemenangan ini menjaga rekor kemenangan nyaris 100 persen di BWF World Tour tahun ini. Kecuali runner-up Osaka IC, pasangan ini selalu keluar sebagai juara masing-masing di Swiss Open Super300, New Zealand Open Super300, Australia Open Super300, dan Canada Open Super100.

Seperti Jepang di ganda putri, begitu pula Taiwan di tunggal putra. Chou Tien Chen dan Jen Hao Hsu menguasai partai final. Chou membuktikan senioritas dan statusnya sebagai unggulan pertama dengan kemenangan straight set, 21-13, 21-13.

Akhirnya, Singapore Open kali ini sedikit banyak memberikan awasan bagi para pemain Indonesia jelang Asian Games, yang akan berlangsung setelah Kejuaraan Dunia, 30 Juli hingga 5 Agustus nanti! Semoga Owi dan Butet bisa mewujudkan harapan masyarakat Indonesia, menyumbang satu dari tiga target medali emas!

N.B

Hasil final #SingaporeOpen2018:

Gambar dari www.tournamentsoftware.com




Baca juga:
Semarak Itu Harus, tapi Jangan Norak!
Meniadakan PR untuk Meningkatkan Pendidikan Karakter? Belum Tentu
Drama Pergantian Pejabat di DKI Jakarta

Kompasianer Amboina Menularkan Virus Literasi Lewat Kopdar

$
0
0

Dok. Pribadi Anggota Kompasianer Ambiona

Kompasianer Amboina adalah satu komuntas yang bernaung dibawa Kompasiana. Komunitas Kompasianer Amboina yang didirikan sejak tahun 2015 lalu yang diketua oleh Yunitha Tiakoly Wartawan. Kompasianer Amboina ini adalah komunitas yang bergerak dalam bidang literasi, hingga saat ini komunitas kompasianer amboina ini suda bergerak di berbagai kampus di City Ambon.

Untuk menulasrkan Virus Literasi sehingga kedepanya anak-anak muda yang baru akan memilih Literasi sebagai salah satu pendidikan Noformal untuk tempat belajar sesuda pendidikan formal disekolah atau perguruan tinggi yang ada di City Ambon. 

Ada beberapa kampus di City Ambon yang suda didatangih oleh kompasiner Amboina Yaitu di kampus Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon dan IAIN Ambon. Ada juga kompasiner ambina sendiri telah melakukan roadsow diberbagai sekolah di kota Ambon. 

Hingga saat ini kompasianer amboina merencakan akan melakukan Roadsow di Desa Tania Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) Provinsi Maluaku pada bulan agustus 2018 mendatang kata Yunita Koordinator Komunitas Kompasianer amboina ditenga peserta kopdar pada Minggu 22 Juli 2018 di Caffe Pasir Putih

Kompasiner Amboina dalam pertemuan kopdar pada Minggu 22 Juli 2018 tadi, ada banyak ide yang menjadi catatan-catatan untuk anggota kompasina. Salah satu diantaranya adalah agenda penyusunan buku "ontologi puisi". buku ini direncanakan adalah dikumpulkan  dari tulisan-tulisan atau puisi-puisi anggota kompasianer Amboina untuk menjadikan "Buku Ontologi Puisi" dan pengembangan kreatif penulisan anggota kompasianer kedepanya.

diskusi soal perkembangan Literasi kedepan Oleh : Roesda Lekawa. Ketua Umum Wanita Penulis Indoneisa WPI Cabang Ambon

Bukan saja bergerak di literasi namum komunitas kompasianer Amboina juga bergerak dalam bidang wisata dan sejarah kata Sekretaris Kompasianer Amboina Roesda Leikawa yang sementara menjabat sebagai "Wanita penulis Indonesia" (WPI Cabang Ambon). 

Hari ini sebagian dari anggota komunitas kompasianer Amboina yang suda berhasil karyanya dicetak seperti Bang Nasir "Ketua Umum Forum Lingkar Pena" (FLP_Maluku) Judul bukunya adalah (Biarkan Huja Bercertita) dan kakak Talambessy salah satu anggota kompasianer yang terjun didalam bidang literasi hingga dalam beberapa bulan kedepan karya-nya akan diterbitkan juga. 

pemberian Buku salah satu Anggota Kompasianer Amboina Bang Nasir Ketua Umum FLP MALUKU. Judul Buku Biarkan Hujan Bercerita

Harapanya adalah pemerintah provinsi bisa merespon niat baik dari anggota kompasianer Amboina, agar kedepanya anggota kompasianer bisa mempromosikan Maluku, Ambon baik itu dari penetaan kota hingga budaya dan wisata. Semoga kompasiner Amboina adalah sebagian dari komunitas yang akan menyuarkan harapan masyarakat dalam berbagai hal dengan tulisan-tulisan kreatifnya. Amin

Salam @Abubakar fauzi difinubun

Salam @Kompasianer amboina

Salam @Literasi

Salam @sastra




Baca juga:
Kisruh Tiket KRL dan Public Relations yang Gagap
Caramu Mengatur Biaya Resepsi Pernikahan
Mampukah Jokowi Mengembalikan Kejayaan Tanah Pasundan?

Kontrol Media, Sisi Lain Perang Dagang Amerika-China

$
0
0

Sumber gambar; Sindonews

Awalnya, saya pikir, berita-berita perang (dagang) Amerika-China bakal gegap gempita dan akan ramai diberitakan koran.

Perang (dagang) Amerika-China sudah dimulai. Trump menggertak China dengan tarif masuk 25% untuk sejumlah barang yang dijual di negaranya.

Bagi saya, ini bukan lah sembarang perang. Hasil perang disebut-sebut bakal memengaruhi nasib puluhan ribu perusahaan China dengan ratusan ribu pekerjanya. Ini juga urusan soal duit USD 200 miliar. Sekedar informasi saja, agar kita bisa membayangkan betapa besarnya nilai perang itu; nilai APBN 2018 Indonesia "tidak sampai" USD 160 milyar (kurs 14.500 per 1 USD).

Alih-alih melunak, China ternyata tidak gentar. Xi Jinping membalas dan akan menerapkan kebijakan yang sama atas barang Amerika yang dijual di negeri tirai bambu. Sebentar lagi, media pasti akan ramai memberitakan perang ini.

Namun, ternyata, dugaan saya salah. Sudah seminggu lebih media di China tidak memampang berita tentang perang (dagang). Tak ada lagi judul berita provokasi. Artikel atau ulasan di pojok koran yang bisa membuat darah Trump menaik juga menghilang. Sepi.

Menarik perhatian saya; mengapa media tiba-tiba senyap?

Setelah selesai membaca-baca banyak halaman koran dan media, saya baru tahu penyebabnya. Ternyata, pemerintah China memang melarang media memuat berita tentang perang itu. Ini adalah sisi lain perang (dagang) yang menarik, yang memicu saya semakin ingin tahu tentang kontrol media di China.

Saya perbanyak membaca. Dari banyak informasi yang berlimpah di media, saya menjadi semakin tahu. Bahwa, ternyata di China, media dapat dikatakan sebagai "perangkat" milik pemerintah. Artinya, tulisan-tulisan di media disana sebagian besar adalah cermin, wakil dan representasi kebijakan dan sikap pemerintah.

Bagi China sendiri, mengontrol media adalah pekerjaan "sangat" mudah. Cukup hanya dengan instruksi. Dan ... semua akan beres. Bagi mereka, kepentingan negara adalah segala-galanya.

Sistem kontrol terhadap media seperti ini, bagi China, adalah sistem kontrol paling cocok untuk negaranya. Maka, karena sistem kontrol seperti ini pula, kita bisa melihat sendiri seperti apa China hari ini. Kita hampir tidak pernah melihat China yang riuh.

Saya meyakini, meski bukan satu-satunya sebab, tetapi dukungan media yang seperti ini pasti ikut memberikan andil yang tidak sedikit dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang gila-gilaan. Semua bisa dikebut tanpa gangguan berarti. Hampir semua negara mengagumi pertumbuhan ekonomi China yang menjadi nomer satu sedunia. Apa yang bakal terjadi jika pemerintah China tidak bisa mengontrol media?

Bisa jadi, Trump sebenarnya lebih takut kekuatan ekonomi China dibandingkan kekuatan militernya.

Di China, dalam banyak kasus dan kejadian, faktanya, media memang menjadi perangkat dan pendukung hampir semua kebijakan pemerintah.

Lalu, bagaimana dengan Amerika sendiri?

Bagi Amerika, mengontrol media itu susah susah gampang, kalah tidak mau disebut pekerjaan sulit. Penyebabnya adalah karena Amerika termasuk negara dengan kebebasan pers cukup longgar.

''AS masih dianggap sebagai negara paling bebas kehidupan persnya di dunia,'' sebut laporan Freedom House. ''Pers AS menikmati pemberitaan agresif dan saling berbeda, malah banyak di antara laporan dan tulisannya tentang berita luar negeri dan dunia, mendapat perlindungan hukum."

Bahkan, Trump, pun pernah melontarkan statement seperti ini "media adalah partai oposisi dalam banyak cara."

Sejak pemilihan presiden AS pada 2016, Trump juga diketahui sering menyerang kelompok media utama AS terutama New York Times dan CNN.

Lalu, bagaimana dengan kontrol media di Indonesia sendiri? Apakah kontrol ala China itu cocok ditanam di bumi ini? Atau kebebasan ala Amerika?

Banyak yang menyebutkan bahwa Indonesia mengenal media yang bermartabat, media yang bertanggung jawab. Media harus menjadi perangkat untuk menyuarakan informasi sacara benar dan bertanggung jawab.

Media yang bertanggung jawab! Kedengarannya sangat menarik dan ideal. Namun, kadang-kadang, kita masih kerap menjumpai kejadian sebaliknya hari ini.

Di Indonesia, media kadang masih gemar mengeksploitasi sisi seksi dari setiap peristiwa yang remeh-remeh. Kadang-kadang narasi biasa pun menjadi viral karena diberi judul dengan kalimat sangat emosional.




Baca juga:
Jangan Anti dengan Teori, Jangan Buta dengan Fakta
Kisruh Tiket KRL dan Public Relations yang Gagap
Caramu Mengatur Biaya Resepsi Pernikahan

Bagikan Cara Enakmu Memulai Hidup Sehat dan Menangkan Hadiah Jutaan Rupiah!

$
0
0

Kompasiana Blog Competition bersama SOYJOY Crispy

Saat ini banyak orang beralih ke gaya hidup sehat dengan berolahraga dan mengonsumsi makanan sehat. Pola hidup sehat yang ideal sebaiknya berangkat dari keinginan yang kuat dan pikiran yang bahagia sehingga dalam menjalaninya tidak ada tekanan dan selalu happy.

Salah satunya cara enak untuk memulai hidup sehat adalah dengan mengonsumsi SOYJOY Crispy. Biasanya makanan sehat memiliki rasa yang kurang akrab di lidah, namun varian SOYJOY terbaru ini memiliki tekstur krispy dan rasa vanilla yang enak. Setiap gigitan SOYJOY Crispy mengandung protein kedelai dan tinggi serat, sehingga membuat kenyang lebih lama dan menjaga gula darah.

Yuk segera mulai hidup sehatmu dengan SOYJOY Crispy dan bagikan pengalamanmu dalam Kompasiana Blog Competition bersama SOYJOY. Simak ketentuannya di bawah ini:

SYARAT & KETENTUAN

  1. Peserta telah terdaftar sebagai anggota Kompasiana. Jika belum terdaftar, silakan registrasi terlebih dahulu di Kompasiana.com
  2. Tulisan bersifat baru, orisinal (bukan karya orang lain atau hasil plagiat), dan tidak sedang dilombakan di tempat lain).
  3. Konten tulisan tidak melanggar Tata Tertib Kompasiana.
  4. Konten tidak boleh mendiskreditkan merk SOYJOY atau pun merk lain
  5. Peserta wajib follow  Twitter @SOYJOYID & Facebook Fan Page SOYJOYIndonesia
  6. Peserta wajib membagikan artikel blog competition di media sosial di Instagram, Facebook dan/atau Twitter

MEKANISME

  1. Tema: Cara Enak Memulai Hidup Sehat
  2. Kompasianer dapat memilih untuk menulis sub tema berikut ini:
    • Cara enak jaga makan dengan SOYJOY Crispy
    • Cara enak jaga gula darah dengan SOYJOY Crispy
    • Manfaat SOYJOY Crispy untuk olahraga
  3. Tulisan mengenai pengalaman Kompasianer mengonsumsi SOYJOY Crispy sebagai cara enak memulai hidup sehat
  4. Peserta dapat membaca dan memelajari product knowledge SOYJOY di link berikut ini
  5. Periode: 23 Juli - 21 Agustus 2018
  6. Tulisan tidak lebih dari 1500 kata
  7. Peserta wajib mencantumkan key words SOYJOY Crispy, kedelai, dan snack sehat dalam artikel
  8. Peserta wajib mencantumkan label SOYJOYCrispy dan CaraEnakHidupSehat dalam setiap tulisan
  9. Tulisan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan tema lomba tidak bisa diikutkan lomba.
  10. Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat.
  11. Pemenang akan diumumkan setelah 14 hari kerja periode lomba usai.

HADIAH BERUPA

  • Uang tunai @ Rp 1.000.000 untuk 5 orang
  • Voucher Belanja @ Rp 1.000.000 untuk 3 orang
  • Hampers SOYJOY untuk 7 orang

Ayo segera kirimkan cerita terbaik Anda dan menangkan hadiahnya! Untuk mengetahui event Kompasiana lainnya, silakan kunjungi halaman ini. (DIN)




Baca juga:
Rebutan Ruang di Pasir Perawan
Jangan Anti dengan Teori, Jangan Buta dengan Fakta
Kisruh Tiket KRL dan Public Relations yang Gagap

Puisi | Seperti Pasar

Kecerobohan Vettel Menjadi Berkah Bagi Mercedes

$
0
0

Lewis Hamilton (sumber : formula1.com)

Pembalap tuan rumah, Sebastian Vettel terpaksa harus meninggalkan Sirkuit Hockenheim "pas lagi sayang-sayangnya..."

Rintik hujan yang membasahi Sirkuit Hockenheim dipertengahan lomba ditengarai menjadi penyebab kepergian Vettel itu. Sejak dari awal, Vettel sudah memimpin jalannya balapan dan diprediksi akan dengan mudah memenangkan lomba.

Lomba sudah memasuki putaran ke-52, dimana Vettel dengan nyamannya memimpin jalannya balapan. Tiada disangka tiada diduga, dan juga tanpa adanya tekanan dari pembalap lain, Vettel "melamun" sehingga kehilangan kendali, dan mobilnya kemudian menabrak dinding pembatas sirkuit. Vettelcrash! Keunggulan yang ada di depan mata seketika lenyap seperti asap mesin V6 turbohibrida Ferrari SF71H yang tertelan angin dingin sirkuit Hockenheim...

"Sakitnya tuh di sini..." melebihi peribahasa, sudah jatuh tertimpa tangga pula!

Pertama, Vettel kehilangan 25 poin penting yang sangat berharga, dan bisa saja menjadi penentu juara dunia 2018. Kedua, Vettel kehilangan tampuk pimpinan klasemen sementara pembalap yang kembali direbut oleh Lewis Hamilton. Ketiga Ferrari kehilangan tampuk pimpinan klasemen sementara konstruktor karena direbut Mercedes.

Kejadian ini tampak seperti "karma buruk," buah dari kejadian sebelumnya di perhelatan GP Inggris, yang digelar di Sirkuit Silverstone dua minggu lalu. Ketika itu Hamilton yang memimpin awal lomba sebagai pemegang pole, diseruduk Kimi Raikkonen di tikungan ketiga. Akibatnya Hamilton harus keluar lintasan dan melaju dari posisi belakang.

Akibat perbuatan nakalnya itu Kimi diganjar hukuman 10 detik. Namun Kimi tetap mampu melanjutkan balapan, dan dengan mudah meraup podium ketiga. Vettel kemudian merebut podium pertama untuk menambah 25 angka, sekaligus merebut pimpinan klasemen pembalap dari tangan Hamilton. Dengan "amarah di dada" dan tekad tak mau kalah di kampung sendiri, Hamilton kemudian berhasil merebut podium kedua.

Nah, hasil balapan di Silverstone dan Hockenheim ini kemudian meninggalkan sebuah catatan unik. Pembalap tuan rumah dan sekaligus pemegang pole (GP Inggris) kemudian gagal menjadi juara di kampungnya sendiri. Pembalap Jerman, Sebastian Vettel, kemudian menjadi juaranya.

Pembalap tuan rumah dan sekaligus pemegang pole (GP Jerman) kemudian gagal menjadi juara di kampungnya juga. Pembalap Inggris, Lewis Hamilton, kemudian menjadi juaranya.

Sekilas hasil ini tampak seperti pembalasan dendam. Skor kemudian menjadi impas. Tetapi tunggu dulu. Kalau di GP Inggris Hamilton masih bisa meraup 18 angka lewat Podium dua, maka di GP Jerman Vettel tidak mendapat angka sama sekali!

***

Kalau ada yang berduka, sebaliknya pasti ada yang bersuka!

Hamilton tidak dapat menyembunyikan kegembiraan hatinya ketika melihat Chequered Flag tanda usainya balapan GP Jerman dikibaskan! Balapan ini sebuah hil yang mustahal baginya! Adalah sebuah kemustahilan bagi Hamilton untuk bisa menjadi juara dengan start dari posisi 14. Apalagi Vettel yang pembalap tuan rumah justru memulai balapan dari depan!

But...nothing's impossible...

Start dari posisi 14 Hamilton langsung merangsek ke posisi 12. Memasuki lap ke-9, Hamilton sudah berada di posisi 7 setelah berhasil mengasapi Sergio Perez (Force India Team)

Hujan yang turun dipertengahan balapan, dan juga beberapa kesialan yang menimpa beberapa pembalap turut mewarnai keberuntungan Hamilton dalam balapan ini.

Lap ke-15. Berkat performa impresifnya, Hamilton sudah berada di posisi 5, persis di belakang Kimi yang baru saja melakukan pit stop. Di depan Kimi ada Max, Bottas dan Vettel.

Lap ke-26. Vettel masuk pit, dan turun ke posisi 4.

Lap ke-29. Daniel Ricciardo terpaksa berhenti karena kerusakan mesin.

Lap ke-33. Vettel membayangi Kimi yang memimpin balapan dengan jarak 1,148 detik.

Lap ke-39. Kimi kemudian "mempersilahkan" Vettel untuk melewatinya. Dibelakang mereka ada duo pembalap Mercedes yang mulai terlibat duel seru. Awan hitam yang menggayut manja di angkasa Hockenheim tampak semakin berat...

Lap ke-43. Hamilton melakukan pit stop. Hujan rintik-rintik mulai membasahi sirkuit.

Lap ke-44. Pembalap Alfa Romeo Sauber, Charles Leclerc mengalami insiden, dan melakukan putaran 360 derajat di tengah lintasan! Beruntung di belakang Leclerc tidak ada pembalap yang bersiap "meyambutnya" Sejumlah pembalap kemudian masuk pit untuk mengganti ban.

Lap ke-49. Pembalap Red Bull Toro Rosso, Pierre Gasly terpaksa harus "mengarungi" gravel karena out dari lintasan. Beruntung mobil Gasly tidak mengalami kerusakan. Gasly kemudian masuk pit untuk mengganti ban. Kondisi sirkuit yang sebagian mulai kering dan sebagian lagi masih basah memang menyulitkan para pembalap yang memakai ban tipe wet.

Lap ke-51. Vettel memimpin balapan diikuti oleh Kimi, Bottas dan Hamilton.

Hujan rintik-rintik mulai turun kembali. Tanpa diduga, mobil pembalap Sahara Force India, Segio Perez melintir sehingga terperangkap pada gravel di luar lintasan. Setelah mencoba beberapa kali, Perez akhirnya berhasil keluar dari jebakan "gravel maksiat" tersebut.

Lap ke-54. Vettel crash! Suasana kacau sekali. Hujan membuat mobil melintir. Kini pembalap terpaksa harus melakukan pit stop lagi. Bottas kemudian masuk pit untuk mengganti ban. Terjadi sedikit masalah yang membuat Bottas kehilangan banyak waktu selama di pit.

Hamilton tadinya mau masuk pit juga. Jalur pit yang crowded membuatnya masuk lintasan lagi. Beruntung mobilnya bisa masuk ke lintasan lagi tanpa ada masalah.

Lap ke-58. Kini Hamilton memimpin balapan GP Jerman diikuti oleh Bottas dan Kimi Raikkonen. Kini Bottas ingin mencoba peruntungannya sekali lagi untuk mengasapi Hamilton. "Perang Saudara pun" terjadi diantara kedua pembalap! Balapan kini semakin panas ditengah dinginnya cuaca di sirkuit Hockenheim!

Mercedes memang bukan Ferrari! Walaupun satu tim, Toto Wolf membiarkan kedua pembalapnya untuk "berantem" di lintasan. Kini kedua pembalap wheel to wheel! Beberapa kali Bottas nyaris melewati Hamilton. Namun pengalaman dan keteguhan hati Hamilton membuatnya berhasil mempertahankan posisinya tersebut. Wolf pun bisa bernafas lega...

Lap ke-67. Chequered Flag tanda usainya balapan dikibaskan! Hamilton menjuarai GP Jerman sekaligus memimpin kembali klasemen pembalap. Podium Hamilton dan Bottas juga membuat Mercedes mengambil alih pimpinan klasemen konstruktor.

Bravo untuk Hamilton, Bottas dan Mercedes....




Baca juga:
Tentang Papeda, Ekstase dan Vonis atas Konsumsi
Ada Psikolog Mumpuni di Balik Meroketnya Timnas Inggris
Rebutan Ruang di Pasir Perawan

Hai PSSI, Naturalisasi Pemain Bukan Solusi

$
0
0

Ilija Spasojevic, bomber asing kesekian yang dinaturalisasi timnas Indonesia. FOTO: tribunnews.com

SEMPAT dinilai anasionalis, ide naturalisasi yang pernah ditolak PSSI belakangan justru menjadi kebiasaan. Seolah tradisi dari tahun ke tahun. Belum lama kita kembali disuguhi nama pemain hasil naturalisasi dalam daftar 24 pemain yang dipanggil timnas U-23 jelang Asian Games 2018. Mereka adalah Stefano Lilipaly, Alberto Goncalves, dan Ezra Walian.

Memang ini bukan skuad final. Bakal ada empat pemain yang terdepak usai menjalani training center di Bali mulai Selasa (24/7/2018) ini. Tapi tetap saja masuknya nama-nama pemain naturalisasi dalam timnas U-23 kian menebalkan kesan PSSI ingin menempuh jalan pintas menuju prestasi. Jalan pintas yang dirintis sejak era Nurdin Halid di tahun 2010.

Diawali dengan Cristian Gonzales yang masuk buku sejarah sepak bola nasional sebagai pemain 'impor' pertama di timnas Indonesia, hingga kini entah ada berapa puluh pemain asing yang berstatus Warga Negara Indonesia. Rasa-rasanya kita bisa membuat 2-3 kesebelasan yang seluruhnya berisi pemain naturalisasi.

Gonzales orang Uruguay totok. Sejak 2003 ia merantau ke Indonesia dan berkali-kali mencatatkan diri sebagai top scorer  di Liga (Super) Indonesia (2005, 2006, 2007/08, 2008/09). Ia juga merupakan top scorer Piala Indonesia 2010. Tak heran jika kemudian pengurus PSSI kepincut padanya. Pria kelahiran Montevideo ini pun disumpah sebagai WNI tepat sebulan sebelum memperkuat Tim Garuda di Piala AFF 2010.

Selain Gonzales, saat itu ada pula nama Irfan Bachdim. Meskipun berayah seorang Indonesia asli dan memegang paspor Indonesia sejak lama, Irfan tetap terhitung orang asing. Namanya baru dikenal luas di kalangan publik sepak bola tanah air saat tampil dalam dua laga amal di Malang dan Surabaya medio 2010.

Irfan semakin asing karena ternyata tidak fasih, kalau tidak mau dikatakan tidak bisa sama sekali, berbahasa Indonesia. Ia hanya bisa berbicara dalam bahasa Belanda dan Inggris. Menyanyikan lagu Indonesia Raya? Entahlah.

Pro dan kontra tentu saja mengiringi masuknya duet Gonzales-Irfan ke dalam timnas kala itu. Terlebih keduanya kemudian selalu menjadi starter di tiga laga Indonesia dalam babak penyisihan Grup A. Striker 'abadi' timnas yang juga pemain kesayangan fan Merah Putih, Bambang Pamungkas, jadi korban. Bepe, si pencetak gol terbanyak timnas, harus rela duduk di bangku cadangan.

Suara-suara sumbang mulai berkurang setelah melihat trengginasnya penampilan timnas kala melibas ketiga lawan di fase grup. Tanpa ampun Malaysia, Laos, dan Thailand dibabat habis. Poin penuh. Duet Gonzales-Irfan nyata sekali memberi perbedaan pada permainan timnas. Kontribusi keduanya berbuah kemenangan.

Cristian Gonzales, membuka kran naturalisasi pemain pada November 2010. FOTO: tribunnews.com

Gol penyama kedudukan saat melawan Malaysia, contohnya, lahir berkat pergerakan tanpa bola Irfan di sisi kanan kotak penalti lawan. Lalu gol kedua yang membuat Indonesia berbalik unggul dicetak oleh Gonzales dengan penuh gaya. Gol inilah yang merontokkan mental Malaysia, membuat timnas mampu menyarangkan tiga gol lagi di babak kedua dan mengakhiri laga pertamanya dengan skor meyakinkan, 5-1.

Saat melawan Laos, aksi individu Gonzales di kotak 16 meter lawan berbuah pelanggaran yang mengakibatkan hadiah penalti. Gol Firman Utina dari titik putih memecah kebuntuan sekaligus membuka keran gol kemenangan besar Indonesia atas Laos. Dalam laga tersebut Irfan mencetak gol keempat Indonesia di menit ke-51.

Ketika menundukkan Thailand di partai ketiga, lagi-lagi aksi Gonzales yang membuat lawan dijatuhi hukuman penalti. Eksekusi Bambang membuat Indonesia menyamakan kedudukan sebelum akhirnya menang 2-1. Indonesia menasbihkan diri sebagai juara Grup A dengan catatan 100%.

Langkah Indonesia lancar hingga final. Meski hanya mampu menang masing-masing 1-0 di dua leg semifinal melawan Filipina, permainan timnas mengundang decak kagum. Optimisme membuncah jelang laga puncak melawan Malaysia. Asa untuk menjadi juara Piala AFF untuk kali pertama pun melambung tinggi. Publik berharap banyak pada Gonzales, juga Irfan.

Sampai di situ sepertinya proyek naturalisasi pemain sukses besar. Banyak kalangan berseloroh, kalau cuma mengimpor dua pemain saja hasilnya bisa begini hebat, apalagi 3, 4, atau 5 sekaligus. Toh, stok calon pemain timnas dari jalur naturalisasi ada banyak. Banyak sekali. Kita semua menjadi saksinya kemudian. Sampai-sampai terapung harapan tinggi melihat Indonesia tampil di putaran final Piala Dunia 2018 bermodal pemain naturalisasi.

Hasilnya? ZONK!

Jangankan lolos ke putaran final Piala Dunia 2018, gelar juara Piala AFF 2010 saja tak mampu diraih. Ironisnya, di final saat itu Indonesia tumbang dari seteru abadi, Malaysia, yang hingga detik ini percaya naturalisasi bukanlah solusi menuju prestasi.

Contoh Gagal

PSSI sebenarnya sudah diberi contoh gagal proyek naturalisasi saat Indonesia menghadapi Filipina di semifinal. Negara yang sempat dibantai 13-1 oleh Indonesia di Piala Tiger 2002 itu punya delapan pemain naturalisasi dalam daftar starting line-up. Enam di antaranya merumput di liga Eropa dan Amerika Serikat.

Memang itu kemudian membawa Pinoy untuk pertama kali dalam sejarahnya lolos ke semifinal Piala AFF. Sebuah loncatan besar mengingat dua tahun sebelumnya Filipina bahkan tidak lolos babak play off. Tapi seiring menuanya pemain-pemain naturalisasi tersebut, Filipina pun kembali menjadi anak bawang di pentas Asia Tenggara.

Pengurus PSSI saat itu mungkin berkaca pada Singapura. Negeri Singa dua kali menggondol trofi Piala AFF (dulu bernama Piala Tiger) berbekal pemain naturalisasi. Pada 2004, ada duo Nigeria bernama Itimi Dickson dan Agu Casmir ditambah Daniel Bennett yang aslinya orang Inggris.

Lalu pada 2007, selain Dickson dan Bennett yang masih masuk skuat, ada tambahan tiga pemain naturalisasi lain dalam timnas Singapura. Ketiganya adalah Precious Emuejeraye (Nigeria), Shi Jiayi (Cina), dan Fahrudin Mustafic (Serbia). Jiayi, Bennett, dan Mustafic kembali mengantar Singapura menjadi juara pada 2012. Dan kembali ada pemain naturalisasi dalam skuat The Lions: Aleksandar Duric (Serbia) dan Qiu Li (Cina).

Tapi apa yang terjadi dalam dua edisi Piala AFF berikutnya? Bertindak sebagai tuan rumah pada Piala AFF 2014, nyatanya Singapura tak mampu lolos dari fase grup karena hanya menempati peringkat tiga Grup B. Dua tahun berselang pencapaian Negeri Singa tambah jelek: jadi juru kunci grup!

Ketika Bennett, Dickson, Casmir, Duric, Mustafic, dan pemain naturalisasi lainnya kian menua, Singapura yang memilih kembali hanya mengandalkan pemain lokal kembali tersuruk. Menarik ditunggu sejauh apa pencapaian mereka di Piala AFF 2018 nanti.

Sebaliknya, di Piala AFF 2016 itu Indonesia kembali mencapai final dan sempat mengalahkan Thailand di leg pertama. Kalau saja timnas mampu menahan imbang Thailand pada leg kedua di Bangkok, Indonesia sudah punya satu trofi Piala AFF saat ini. Ketika itu pelatih Alfred Riedl hanya memasukkan satu pemain naturalisasi: Stefano Lilipaly.

Situasi bakal berbeda di perhelatan tahun ini. Sebab PSSI menjaring banyak pemain naturalisasi dalam dua tahun ini. Yang paling menarik perhatian publik adalah bergabungnya Ilija Spasojevic dan Ezra Walian dalam Tim Merah Putih. Menarik pula dinanti apakah Luis Milla bakal memainkan nama-nama tersebut di Piala AFF 2018.

Ezra Walian, masuk dalam daftar skuat timnas yang menjalani Training Center di Bali. FOTO: tribunnews.com

Menghambat Regenerasi

Saya sih senang-senang saja timnas berprestasi sekalipun dalam skuat terdapat pemain naturalisasi. Pertanyaannya, sudahkah program naturalisasi memberi perubahan pada catatan timnas? Jawabannya BELUM, kalau tidak mau dikatakan TIDAK.

Di kancah AFF, Indonesia tiga kali mencapai final Piala AFF (semasa bernama Piala Tiger) jauh sebelum program naturalisasi digulirkan PSSI. Ketiganya bahkan dicapai secara beruntun, yakni pada tahun 2000, 2002, dan 2004. Tak hanya itu, pada kesempatan tersebut penyerang-penyerang Indonesia juga meraih predikat top scorer.

Soal performa, timnas Piala Asia 2007 di bawah pelatih Ivan Kolev tampil sangat trengginas tanpa "pemain asing". Artinya, prestasi timnas yang berisi pemain naturalisasi hanya mampu mengulangi alias menyamai pencapaian sebelumnya sebelum program ini digulirkan sejak 2010.

Satu hal yang pasti, dan ini agaknya luput dari perhatian PSSI, program naturalisasi sejatinya justru merusak pola pembinaan di tanah air. Hadirnya pemain-pemain dari luar Liga Indonesia jelas membuat potensi lokal tergusur. Jangankan menaturalisasi pemain asing untuk timnas, terlalu banyak pemain asing di liga domestik saja sudah dapat merusak regenerasi pemain lokal.

Spanyol bisa jadi contoh. Ketika Real Madrid jor-joran mengumpulkan bintang-bintang dunia ke Santiago Bernabeu di awal dekade 2000-an, banyak sekali potensi muda asli Spanyol di Madrid yang lantas redup. Guti Hernandez salah satunya. Gelandang yang sempat menjadi harapan Spanyol ini tidak berkembang karena Madrid kala itu punya Zinedine Zidane, Luis Figo, dan lantas David Beckham.

Era kejayaan Spanyol dimulai seiring dominannya Barcelona di La Liga. Berkebalikan dengan Madrid yang skuatnya lebih banyak diisi pemain asing, Barca malah mengandalkan jebolan akademinya sendiri. Kebijakan ini kian menguat di era Pep Guardiola. Dan, timnas Spanyol yang didominasi pemain-pemain Barca pun menjuarai Euro 2008, disusul Piala Dunia 2010.

Contoh berikutnya Inggris. Sekali pun Liga Premier menjadi kiblat pengelolaan liga domestik modern, tapi timnas Inggris selalu terseok-seok di kancah internasional. Para pengamat setempat sepakat salah satu penyebabnya adalah kurangnya jam terbang pemain lokal di klub. Penyebabnya apalagi kalau bukan membanjirnya pemain asing.

Kali terakhir timnas Indonesia menjadi juara justru di level junior, dengan pelatih tak ternama dan pemain-pemain yang banyak tak dikenal. FOTO: sidomi.com

Prioritaskan Pembinaan

Kembali ke program naturalisasi, hendaknya ini jangan kebiasaan terus-menerus. Alih-alih memantau dan kemudian membujuk pemain-pemain keturunan Indonesia di negara-negara lain bergabung ke timnas, pengurus PSSI sebaiknya lebih memusatkan perhatian pada pembinaan pemain muda dan pembenahan liga domestik.

Okelah kalau kemampuan para pemain naturalisasi tersebut jauh di atas pemain lokal. Pada kenyataannya skill mereka, meminjam istilah Bambang Nurdiansyah di salah satu stasiun televisi ketika itu, hanya rata-rata air alias tidak terlalu istimewa. Iklim kompetisi dan fasilitas pendukung yang lebih memadai sajalah yang membuat mereka terlihat berbeda kelas dibanding pemain asli Indonesia.

Percayalah, naturalisasi bukan solusi. Kalau pun kelak memberi prestasi, itu tidak bisa jangka panjang. Untuk jangka pendek bolehlah PSSI mengandalkan ini. Sudah lama sekali prestasi Indonesia terpuruk, mengakibatkan mental pemain timnas lemah. Masuknya pemain naturalisasi yang disusul dengan prestasi gemilang diharapkan dapat mengangkat moral awak timnas.

Tapi PSSI harus terus mengingat fungsinya sebagai pembina sepak bola di tanah air. Penyebab mundurnya prestasi timnas selama ini adalah buruknya kompetisi dan sistem pembinaan. Akibatnya pemain-pemain yang dihasilkan untuk timnas berkualitas jelek.

Tidak usah muluk-muluk, kalau saja PSSI mampu menciptakan liga domestik seperti Eredivisie, saya rasa tidak perlu lagi pengurus PSSI susah-susah keliling dunia mencari pemain keturunan Indonesia untuk dinaturaliasi.

Untuk masalah pembinaan pemain muda, PSSI sangat dianjurkan belajar pada Barcelona dengan La Masia-nya. Atau jika dirasa kurang jauh bisa sekalian saja ke Islandia. Negara es satu ini mencuri perhatian dunia dalam dua tahun terakhir. Mereka membuat gebrakan di Euro 2016 dan kemudian kesuksesan lolos ke putaran final Piala Dunia 2018.

Kalau pembinaan pemain sudah terorganisasi dengan baik, kemudian liga domestik ditingkatkan kualitasnya, saya yakin timnas Indonesia tidak bakal pernah kehabisan stok pemain berkualitas.


Pemalang, 24 Juli 2018


CATATAN: Tulisan ini pernah dimuat dalam rubrik 'Oposan' tabloid BOLA edisi 2.186, Kamis-Jumat 16-17 Desember 2010, dengan judul Naturalisasi Bukan Solusi. Ditulis ulang dengan banyak sekali pengembangan dan pembaruan karena dirasa masih sangat relevan dengan kondisi persepak-bolaan nasional saat ini.




Baca juga:
Pernah Saya Melarang Anak Mengerjakan PR-nya, Ini Argumennya
Mencari Akar Masalah Korupsi yang dilakukan Pejabat
Wahai Pecinta Film Thailand Saatnya Merapat dan Ikutan Nobar "Brother of The Year"

Cuti Haid, Hak Pekerja Perempuan yang Masih Terabaikan

$
0
0

medlife.com

Secara umum, setiap pekerja yang bekerja di sebuah perusahaan atau instansi tertentu dilindungi oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Selain itu, ada pula berbagai jenis peraturan tambahan lain yang berbentuk peraturan pemerintah, peraturan presiden, keputusan menteri, dan sebagainya, yang mengatur hal-hal tertentu dalam pekerjaan.

Untuk pekerja perempuan, ada beberapa hak khusus yang diatur dalam peraturan undang-undang. Hak ini timbul karena kodrat perempuan yang berbeda dengan laki-laki. Salah satunya, hak cuti melahirkan yang berlangsung selama 3 bulan. Cuti ini dapat diambil 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan.

Cuti Haid

Selain cuti melahirkan, pekerja perempuan juga berhak mendapatkan cuti lain, yaitu cuti haid. Perihal cuti ini sudah tercantum dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan Pasal 81. Dalam ayat (1) dikatakan bahwa perempuan yang merasakan sakit pada saat haid dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib untuk bekerja, khususnya pada hari pertama dan hari kedua.

Namun, pada praktiknya, sebagaimana tertulis dalam ayat (2), ketentuan tersebut diatur dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja, dan perjanjian kerja bersama. Biasanya, pekerja perempuan harus memenuhi syarat tertentu untuk dapat menikmati cuti ini, yaitu jika rasa sakit akibat haid dapat mengganggu kelancaran aktivitas bekerja.

Kriteria pekerja perempuan yang berhak mendapatkan cuti haid juga dapat ditentukan berdasarkan rekomendasi dokter perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan tetap memiliki kewajiban untuk membayar gaji pekerja perempuan yang mengambil cuti tersebut secara penuh. Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 93 ayat (2) bagian b. Lebih lanjut, perusahaan dapat mengaturnya dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja, atau perjanjian kerja bersama.

Belum Terlalu Populer

Hak cuti haid ini belum terlalu populer di Indonesia. Sebagian besar pekerja perempuan tidak menggunakannya, bahkan belum terlalu memahami perihal hak tersebut dan ketentuannya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi yang menimbulkan akibat pekerja perempuan tidak mengetahui hak-haknya karena perbedaan secara kodrati.

Ada pula perusahaan yang kurang mendukung hak cuti haid tersebut meskipun  telah tertuang dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku. Cenderung ditutupi, para pekerja perempuan biasanya enggan mempertanyakan hak ini. Alasan utama dari perusahaan biasanya adalah karena dapat mengganggu produktivitas perusahaan.

Alasan lainnya adalah karena tidak adanya dokter perusahaan yang dapat menegaskan kondisi pekerja perempuan yang merasakan sakit pada saat haid. Hal ini menyebabkan timbulnya keraguan dari pihak perusahaan untuk mengizinkan pekerja perempuan mengambil cuti haid.

Baca juga: 6 hak cuti yang harus diketahui

Alasan Kesehatan

Hal yang kerap dilupakan adalah bahwa pekerja yang bekerja dalam kondisi tidak fit justru tidak akan berkontribusi positif terhadap produktivitas perusahaan. Lagi pula, haid merupakan bagian dari kodrat perempuan yang tidak dapat dihindari, tetapi harus diterima.

Pada beberapa kasus, sebagian perempuan dapat merasakan sakit yang berlebihan ketika haid. Jika tidak didukung dengan istirahat yang cukup, kondisi ini dapat berakibat tidak baik terhadap kesehatannya. Oleh karena itu, berani mengambil cuti haid merupakan salah satu bentuk penghargaan terhadap diri sendiri.

Nah, jika Anda adalah pekerja perempuan, pahami dengan benar perihal cuti yang berhak didapatkan terkait kondisi diri sebagai perempuan. Beranilah memberitahukan dengan jujur kepada pihak perusahaan apabila Anda merasakan hal yang tidak beres selama mengalami haid.

Bagaimanapun, undang-undang yang berlaku telah mengatur tentang hal itu. Hanya saja, pastikan jika pengajuan untuk mendapatkan hak tersebut telah berdasarkan ketentuan yang berlaku. Semoga bermanfaat.




Baca juga:
Saatnya Menyebarkan Energi Baik untuk Kehidupan!
Pernah Saya Melarang Anak Mengerjakan PR-nya, Ini Argumennya
Mencari Akar Masalah Korupsi yang dilakukan Pejabat

Puisi | Bila Kita Hanya Sibuk Mengelus Dada

$
0
0

Sumber Foto: wallpaperwire.com

/1/ 

Bila segala padang tertimbun abu, ke mana kerbau hendak dihalau? Bahkan sungai tak menyisakan kehidupan di deras arusnya. Kita sibuk menepuk-nepuk air mata di dulang bernama Kemarahan.

/2/

Bila segala sawah terhampar lumpur, ke mana benih hendak ditebar? Bahkan pematang tak menyuguhkan keseimbangan di gelegak laharnya. Kita sibuk menelan-nelan ludah di halaman istana bernama Keraguan.

/3/

Bila segala pohon terserang ulat, ke mana burung-burung hendak menuntaskan lapar? Bahkan langit tak menyisakan kelembutan kecuali keciap harap yang makin lelap.

/4/

Bila segala rumah diterjang gelombang, ke mana kita hendak berdiang? Bahkan pohon tak lagi menawarkan kerindangan di tumbang batangnya. Dan kita sibuk mengelus-elus dada di lembar ingatan.

/5/

Bila segala istana kehilangan cinta, ke mana rakyat hendak bercerita? Bahkan ibadat tak lapang menampung penat, karena bom dan kekerasan mengintai setiap saat.

/6/

Bila kita sibuk mengelus dada, kapan kita tegakkan kepala?


2017




Baca juga:
Antara Gawai dan Tema Hari Anak Nasional
Saatnya Menyebarkan Energi Baik untuk Kehidupan!
Pernah Saya Melarang Anak Mengerjakan PR-nya, Ini Argumennya

"Walk the Talk" dari Pamungkas Buat Kita Terus Bergerak

$
0
0

tangkapan layar dari Video Klip Walk The Talk - Pamungkas

Di tengah sepinya solois pria Indonesia, musisi Pamungkas meramaikan ranah musik tanah air dengan album "Walk the Talk". Album ini mengusung genre pop alternatif / folk pop dengan cita rasa British music. Album debut penyanyi asal Jakarta ini diproduksi secara independen oleh Pam Record.

Sekedar informasi sebenarnya album ini pernah dirilis pada Maret 2017 lalu. Album versi pertama itu berisi sepuluh lagu saja. Nah, di tahun 2018 ini, album ini diperkaya dengan enam lagu baru. Tetapi judul albumnya tetap sama. Jadi album versi kedua di tahun 2018 ini adalah semacam update dari album versi pertama.

Kadang ada musisi yang merilis deluxe version atau special edition dari album utama. Album "Walk the Talk" versi terbaru ini tidak demikian. Meski merupakan pembaruan album sebelumnya, cover albumnya didesain ulang. Desain baru album ini terasa lebih segar dan lumayan punya daya tarik meski bukan wajah sang artis. Tapi cover album musik tidak perlu melulu menampilkan foto sang artis. Justru yang lebih penting adalah musikalitasnya.

Album ini terasa personal, berbagi cerita tentang proses pendewasaan diri. Oleh karena itu album dipenuhi dengan lagu-lagu yang sarat dengan kisah kesendirian atau sedang dilanda berbagai problematika kehidupan. Dari semua proses hidup itu yang paling penting adalah bagaimana agar kita menjalaninya. Sebagaimana kalimat "walk the talk" yang bermakna melakukan apa yang dibicarakan.

Boleh jadi Pams, demikian ia disapa, terinspirasi dengan Rendy Pandugo yang lumayan sukses dengan "The Journey" atau Adhitia Sofyan yang kini sudah punya tiga album LP dan dua album EP. Sama dengan dua solois pria tersebut, mayoritas lagu-lagu dalam album dibuat dalam bahasa Inggris dengan maksud agar musiknya bisa diterima di pasar global. Album "Walk the Talk" hanya memuat tiga lagu berbahasa Indonesia yaitu "Kenangan Manis", "Jejak" dan "Monolog".

Sedikit cerita tentang Pamungkas , yang bernama asli Rizky Pamungkas, ia bukan orang baru di dunia musik meski "Walk the Talk" adalah album studionya yang pertama. Ia pernah bergabung dengan band Potenzio di tahun 2009 dimana band ini pernah merilis album berjudul "Jingga" dan satu tunggalan berjudul "Twitter Dunia".

Album perdana Pamungkas ini boleh dibilang album idealnya dan terasa personal karena semua hal ia kerjakan sendiri. Mulai penulisan lirik, proses mixing, mastering hingga presentasi visual ia garap secara mandiri. Musisi yang menimba ilmu Desain Komunikasi Visual di salah satu universitas di Jakarta ini bisa sekaligus  menerapkan ilmu yang telah ia pelajari dipadukan dengan passion-nya. Hasilnya, "Walk the Talk" adalah sebuah album bagus yang layak dinikmati.

Foto: instagram.com/pamunqkas

Album "Walk the Talk" adalah ungkapan hati yang serius, tanpa hingar bingar, tapi juga tidak mellow-mellow amat, berlirik penuh makna yang tidak melulu menggambarkan cinta dengan keriangan ataupun kegalauan dengan kesedihan. Kalau disandingkan dengan musik Indonesia yang hit saat ini atau mainstream, album ini jelas berbeda.

Dengan mengusung aliran British music yang belum banyak dieksplorasi musisi tanah air, penikmatnya mungkin akan tersegmentasi. Album ini sendiri kaya aroma musisi-musisi lain yang menjadi idola Pamungkas antara lain The Beatles, Beach Boys, Bob Dylan dan John Mayer. Tapi jika mendengar teknik vokalnya, terasa ada sentuhan Jamie Cullum, musisi jazz Inggris.

Album ini menurut saya terasa maskulin yang memandang cinta dan masalah hidup dari kacamata pria. Rasanya sudah kerap mendengar banyak hal tentang cinta atau kegalauan dari sisi feminin, maka mendengar album ini bagi para pria, khususnya penikmat musik berusia 20an tahun hingga awal 30an tahun, rasanya bagai menemukan kolam penuh air segar di padang gersang.

Album diawali dengan intro album singkat 47 detik yang diberi judul "Intro I". Lagu ini tentang menjadi sendiri adalah oke-oke saja selama itu membuat kita bahagia. Lagu pembuka album ini terasa menenangkan dengan elemen cuitan burung-burung yang menemani kita untuk segera bersiap mendengarkan track-track berikutnya hingga akhir album.

Sebagai tunggalan pertama, telah dirilis "We'll Carry On" dan "Sorry". Video musik kedua tunggalan tersebut sudah tersedia pula di YouTube. Menurut saya track "Walk the Talk" layak diperkenalkan sebagai tunggalan berikutnya. Selain itu track apik lainnya antara lain: "Jejak", "Slow Down" dan "One Only". Lagu-lagu itu juga pantas untuk tunggalan berikutnya. Tapi bisa dipertimbangkan yang lain karena menurut saya semua lagu di album ini menarik untuk dinikmati.

Lagu "Intro II" bukannya membagi album menjadi dua. Ia menjadi interlude untuk menuju ke satu lagu yaitu "I Love You But I'm Letting Go" yang bertempo lambat, mendayu-dayu, menenangkan hati. Disusul lagu "Once" menjelang penghujung album dan "Monolog" yang menjadi penutup album yang sempurna.      

Vokal Pamungkas menurut saya pas dengan setiap lagu-lagu yang ia bawakan. Jadi tepatlah jika album "Walk the Talk" ini adalah album personal. Album ini juga punya banyak potensi untuk menggaet penikmat musik yang lebih luas lagi. Wawancaranya dengan Whatever (sumber) mengungkap tawaran rekaman di Amerika Serikat yang ia tampik agar lebih bisa mengeksplorasi musiknya lebih terasa dan berwarna. Pilihannya tidak salah.

Jadi, bagaimanapun kisah asmara dan hidup Anda, mendengarkan album "Walk the Talk" akan membuat kita untuk terus bergerak. Karena proses eksplorasi diri, perbaikan hati, ataupun revolusi hidup akan senantiasa menjadi bagian dari perjalanan hidup manusia yang harus dijalani. Yang kecil menjadi dewasa, yang dewasa menjadi bijaksana. Terus bergerak adalah kuncinya.  

Jika harus memberi rating album ini, saya akan berikan angka 8,7 dari 10. Jika Anda bertanya apa dasarnya saya memberi rating segitu? Saya menjawab: terserah saya, kan saya sudah mendengarkan album ini. Hehe.. Tapi Anda juga bisa memberi penilaian sendiri setelah mendengarkan album ini juga. Dijamin puas.




Baca juga:
"HoA" versus "Hoaks" Divestasi Saham PT Freeport Indonesia
Antara Gawai dan Tema Hari Anak Nasional
Saatnya Menyebarkan Energi Baik untuk Kehidupan!

Seandainya Aku Jadi Menag, Ini Caraku Lawan Konten Negatif di Media Sosial!

$
0
0

Blog Competition

Dewasa ini, kita kerap menemui ujaran kebencian dan kabar hoaks di media sosial yang rentan menyinggung suku, agama, ras, dan golongan tertentu. Meski bernuansa negatif, ada saja pihak yang tidak mencari tahu kebenaran cerita, mudah terprovokasi, lalu meneruskan berita tersebut hingga menyulut ketegangan antarumat di Indonesia.

Dalam hal ini, Kementerian Agama (Kemenang) RI memiliki tugas untuk terus menggaungkan kampanye bijak bermedia sosial dan mengajak masyarakat untuk melawan hoaks dan ujaran kebencian. Komitmen ini disampaikan langsung oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam acara Kompasiana Perspektif "Menag Bercerita: Melawan Hoax, Menjaga Hati" yang diadakan di bulan Ramadhan lalu.

Nah Kompasianer, mari berandai-andai bagaimana jika Anda berada pada posisi Menteri Agama Lukman Hakim dalam menyikapi maraknya ujaran kebencian, berita hoaks, dan perilaku bermedia sosial yang tidak bertanggung jawab? Siapa tahu ide Anda dapat bermanfaat bagi upaya lebih bersahabatnya media sosial bagi semua kalangan. Bagikan opini Kompasianer tersebut dalam blog competition "Jika Aku Jadi Menag" yang ketentuannya adalah sebagai berikut:

SYARAT DAN KETENTUAN

  • Peserta telah terdaftar sebagai anggota Kompasiana. Jika belum terdaftar, silakan registrasi terlebih dahulu di sini
  • Tulisan bersifat baru, orisinal (bukan karya orang lain atau hasil plagiat, dan tidak sedang dilombakan di tempat lain)
  • Konten tulisan tidak melanggar Tata Tertib Kompasiana

MEKANISME

  • Tema: Jika Aku Jadi Menag
  • Tulisan berupa opini berandai-andai jika kamu menjadi Menteri Agama, tindakan apa yang dilakukan untuk menyikapi ujaran kebencian, berita hoaks, dan perilaku dalam bermedia sosial atau aksi lainnya yang dapat menciderai kerukunan antarumat beragama di Indonesia
  • Periode Lomba: 5 Juli - 4 Agustus 2018
  • Tulisan tidak lebih dari 1.500 kata
  • Peserta wajib mencantumkan label BilaAkuJadiMenag dalam setiap tulisan yang dilombakan
  • Tulisan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan tema lomba, tidak bisa diikutkan lomba
  • Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat
  • Pemenang akan diumumkan setelah 14 hari kerja periode lomba selesai

HADIAH

  • 3 artikel terbaik akan mendapatkan uang tunai masing-masing senilai Rp1.000.000,-

Untuk mengetahui kegiatan dan kompetisi Kompasiana lainnya yang sedang berlangsung, silakan klik di halaman Event Kompasiana. (GIL)

**) Begini Cara Kami Menilai Karya Lomba di Kompasiana 




Baca juga:
Karena Sosok Ini, Anak-anak Belajar Musik dan Keberagaman
"HoA" versus "Hoaks" Divestasi Saham PT Freeport Indonesia
Antara Gawai dan Tema Hari Anak Nasional

Warung Kopi Klotok, Tempat Makan Sederhana yang Disesaki Kaum Borjuis

$
0
0

dokumentasi pribadi

Pagi hari, sekiranya pukul 7 saya sudah bersiap untuk pergi sarapan bersama kerabat. Perlu diakui, ini mungkin sarapan yang paling niat untuk saya, karena kami harus menempuh jarak 18 km jauhnya hanya untuk sepiring nasi sayur dan segelas teh hangat.

Malam sebelumnya, dia memang menyarankan saya yang mencoba ke warung yang terkenal, enak dan tentunya dengan suasana tenang nan memorable untuk sarapan. Lokasinya di tengah sawah daerah Pakem, Kaliurang dengan bangunan yang sungguh sederhana.

Maklum, sebagai pekerja Jakarta untuk sarapan pun kadang harus terburu-buru dan cukup dengan sepotong roti. Maka bagi saya tidak ada salahnya untuk mencobanya sekadar merasakan segenggam ketenangan di pagi hari sembari menatap gunung Merapi.

Dengan motor kami menerjang angin dingin sepanjang jalan Kaliurang. Sebegitu niatnya, mengingat waktu kuliah di Jogja main ke jalan Kaliurang merupakan hal yang "kalau gak penting mending gak usah jauh-jauh ke sana", iya males banget pokoknya, ehe.

Warung makan yang kami kunjungi sebenarnya hanya menawarkan menu sederhana, di samping Kopi Klotok yang menjadi menu utama, disediakan juga beberapa varian sayur lodeh, telur dadar, terong, ikan pindang goreng, dan sego megono. Sedangkan cemilan paling sering diincar adalah pisang goreng yang cocok ditemani dengan segelas kopi.

Begitu sampai, saya merasa takjub dengan penuhnya mobil-mobil yang terparkir. Banyak sekali jumlahnya, pengunjung yang menggunakan motor pun bahkan tidak seberapa. Membuat kami dengan mudahnya meletakkan kendaraan dibanding dengan pengunjung mobil yang harus antri terlebih dahulu.

Meski kondisi parkiran ala kadarnya beralaskan tanah, nyatanya pengunjung warung ini adalah kaum berada | Dokumentasi pribadi

Berbeda dengan tempat makan lainnya, di warung ini kita masuk dari belakang rumah, begitu masuk kita langsung bertemu dengan ruangan dapur. Di sini kita bisa melihat langsung pegawai yang sedang memasak sehingga kita bisa langsung dilayani.

First Impression ketika melihat warung Kopi Klotok | Dokumentasi pribadi

Pintu masuk | Dokumentasi pribadi

[Suasana dapur Kopi Klotok | Dokumentasi pribadi]

Bagaimana dengan cara memesan? Kita mengambil semua makanan sendiri, kalau mau tambah lauk telur dadar, kita bisa mengantri di tempat khusus. Porsi nasi dan sayur bebas sebanyak kita mau, sementara lauk dihitung perbiji.

Menu-menu yang tersedia | Dokumentasi pribadi

Tapi untuk mendapatkan ini semua kita harus siap antri. Semenjak dibuka pun sudah disesaki oleh pengunjung. Untuk itu disarankan tidak bingung memilih menu dengan mengambil porsi sesuai yang kita inginkan. Karena kalau ingin nambah, kita akan antri kembali. Pengunjung akan terus berdatangan.

Kopi Klotok, seperti apa rasanya? Duh kalau ini saya perlu minta maaf karena tidak suka kopi. Jadi saya di sana hanya pesan sego megono dan teh manis. Namun perbedaannya dari cara penyajian kopinya yang dimasak hingga mendidih dan bubuk kopinya dimasak tanpa air sampai lengket di panci. Jadi aromanya begitu kuat.

Seperti dilansir Kompas, Klotok diambil dari bunyi proses penyajian pada kopi. Pertama-tama, kopi hitam yang hendak disajikan, digodok atau direbus dulu sampai mendidih dan menimbulkan bunyi "klotok-klotok".

Untuk menikmati santapan, warung ini menyediakan tiga ruang. Bagian dapur, bagian dalam, serta teras bagian luar. Bila pagi dan sore hari, banyak sekali pengunjung yang lesehan beralas tikar untuk menikmati santapan di bagian luar.

Suasana teras Kopi Klotok | Dokumentasi pribadi

Suasana teras Kopi Klotok | Dokumentasi pribadi

Tempat makan bagian dapur | Dokumentasi pribadi

Berbicara tentang suasana, Warung Kopi Klotok ini atmosfirnya sungguh hangat. Bangunannya tua tanpa plafon, dindingnya tidak diplester serta tersekat oleh kayu dan anyaman bambu. Begitu mata memandang keluar, kita dimanjakan dengan suasana persawahan dan gunung merapi.

dokumentasi pribadi

dokumentasi pribadi

Suasana bertambah akrab dengan pengunjung yang datang bersama anggota keluarga, teman kerja. Jadi iya, penuh. Beberapa bangku bahkan sudah ada yang dipesan.

dokumentasi pribadi

Tempat makan yang sudah dipesan | dokumentasi pribadi

Warung ini ternyata cukup fenomenal, atau bahkan kalian sudah ada yang mengetahuinya. Maka kalau kalian berkunjung ke sana, jangan kaget lagi seperti saya. Antri untuk parkir, antri untuk mengambil makanan, antri untuk mendapatkan tempat duduk.

Tapi percayalah, kalian akan merindukannya untuk kembali lagi. Suasana yang tenang, hangat, serta rasa masakan yang gurih mungkin saja mendiami pikiran kalian seperti yang saya rasakan kini.

Lovely and cheap (Java food) in a spectacular setting overlooking paddy fields looking at Merapi. Try the strong coffee! -- 818gareths, Tripadvisor




Baca juga:
Belajar dari Cara SBY Menjaga Kesolidan Partai
Karena Sosok Ini, Anak-anak Belajar Musik dan Keberagaman
"HoA" versus "Hoaks" Divestasi Saham PT Freeport Indonesia

Tularkan Semangat Literasi Kompasiana kepada Bujang Miak Bangka

$
0
0

Finalis pemilihan Bujang dan Miak Bangka (dokpri)

Saya kembali diminta untuk mengisi materi tentang pengetahuan umum dalam pemilihan Bujang dan Miak Bangka tahun 2018. Kegiatan ini merupakan ajang pemilihan duta wisata kabupaten Bangka setiap tahun. Keterlibatan saya dalam penjurian sejak tahun 2006.

Mendadak sehari sebelumnya saya dihubungi panitia pemilihan Bujang dan Miak Bangka taun 2018  untuk mengisi materi. Saya tidak menolak, langsung menyanggupi.

Saya masih bertanya - tanya, apa materi yang akan saya berikan? Karena panitia tidak memberikan batasan, asalkan tentang  pengetahuan umum bisa tentang kabupaten Bangka, khususnya pariwisata, serta hal - hal lainnya, tentu saja dengan tidak lupa bercerita pengalaman saya di Kompasiana khususnya menulis tentang pariwisata untuk memperkenalkan daerah ini.

Intinya, saya berupaya menularkan semangat literasi kepada 20 finalis Bujang dan Miak Bangka.

Dokpri

Sebelum dimulai saya memperkenalkan diri dan setelah itu saya meminta giliran mereka memperkenalkan diri. Mereka satu - persatu menyebutkan nama, asal, dan hobi.

Dari 10 orang bujang dan 10 orang miak, hanya 2 orang saja yang memiliki hobi menulis dan membaca. Selebihnya memiliki hobi traveling, mendengar musik dan lain-lain.

Para finalis ini sudah tahu tugas mereka setelah menjadi Bujang dan Miak Bangka yakni mempromosikan wisata daerah.

Kembali ke semangat Literasi. Sebelum menyampaikan materi saya ingin berbagi. Saya membawa 6 eks buku antologi puisi Penyair Bangka Belitung. Saya akan berikan kepada mereka yang suka membaca, menulis.

Ternyata hanya ada 2 orang. Untuk memilih 4 orang sisanya saya bertanya kepada para finalis, "Siapa yang suka membaca puisi?"

Ada 4 orang yang menunjukkan tangan, berarti pas jumlah 6 orang yang akan saya bagikan buku, sesuai dengan jumlah yang tersedia. Semoga mereka dapat kembali bergairah membaca walau hanya melalui antalogi puisi karya 5 penulis, salah satu diantanya adalah saya. 

Kesan pertama dari 20 orang finalis Bujang dan Miak Bangka adalah terlihat minat membaca mereka masih rendah.

Dokpri

Literasi secara umum didefinisikan sebagai kemampuan membaca dan menulis serta mampu menggunakan bahasan lisan. Sedangkan kemampuan literasi adalah salah satu kebutuhan yang sangat penting untuk dimiliki setiap orang. Literasi adalah proses membaca, menulis, berbicara, mendengarkan, melihat dan berpendapat (Kuder & Hasit, 2002).

Semangat literasi mereka harus dipompa. Saya mengatakan kepada finalis pemilihan Bujang dan Miak Bangka bahwa setiap hari saya menulis di antara wadahnya adalah Kompasiana.

Saya berceritalah tentang pengalaman menulis di Kompasiana. Pertemuan yang berlangsung 2 jam itu, dilanjutkan tanya jawab.

Ada yang menanyakan, mengapa Belitung lebih dikenal dari Bangka? Hingga ada yang kepengin berdirinya museum di kabupaten Bangka.

Ada yang meminta bocoran fasilitas apa saja yang akan di bangun nanti bila terwujud Kawasan Ekonomi Khusus ( KEK ) pariwisata di pantai Timur Sungailiat? Dan lain - lain. Saya coba menjawab semua.

Dokpri

Mengapa Belitung lebih dikenal dari Bangka? Saya sendiri berpendapat bahwa, Belitung dapat keberuntungan dari Novel Laskar Pelangi karya Adrea Hirata. Lebih dikenal lagi setelah diangkat ke layar lebar.

Film Laskar Pelangi telah memperkenalkan spot wisata yang mempesona yang ada di pulau Belitung, sekaligus telah menarik minat media massa untuk mengekspos tentang keindahan Belitung, dan berdampak kepada ramainya wisatawan berkunjung ke Bangka Belitung.

Kembali semangat literasi dari karya sastra teah memperkenalkan Bangka Belitung, tidak hanya kepada wisatawan Nusantara namun juga wisatawan Mancanegara. Promosi gratis didapatkan Belitung. 

Adrea Hirata juga memberikan secara cuma-cuma kepada Pemerintah Provisi Bangka Belitung dapat menggunakan nama Laskar Pelangi sebagai Brand Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk mempromosikan daerah ini. Besarnya dampak dari sebuah karya sastra untuk kemajuan daerah kususnya pariwisaa, tapi saya belum melihat perhatian lebih dari Pemda setempat terhadap kehidupan dunia sastra di Bangka Belitung.

Semoga calon duta wisata kabupaten Bangka dapat menyukai dari pertemuan 2 jam itu, terutama membangkitkan semangat mereka untuk membaca dan aktifitas literasi lainnya.

Saya masih akan bertemu dengan mereka Minggu malam ( 28/7) di Tanjung Pesona Sungailiat dalam malam grand final pemilihan Bujang dan Miak Bangka tahun 2018, untuk menentukan para juara.

Para finalis ini juga akan melakukan audiensi dengan Bupati Bangka sebelum grand final, Jumat (27/7) di kantor Bupati Bangka.

Semoga para finalis Bujang dan Miak Bangka tahun 2018 ini dapat menjadi duta wisata, akan mempromosikan pariwisata  kabupaten Bangka, setidaknya melalui sosial media yang mereka miliki.

Salam dari pulau Bangka.

Rustian Al Ansori




Baca juga:
Stop Mencari Menantu Idaman Kalau Tak Mau "Dilangkahi" Anak
Ketika PR Dianggap Monster Paling Menakutkan
Kalimat Lucu di Bak Truk Menjadi Penghibur Selama Perjalanan

Saatnya Menyebarkan Energi Baik untuk Kehidupan!

$
0
0

Kompasiana Blog Competition - Energi Baik untuk Kehidupan

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia pasti membutuhkan energi. Salah satunya ialah gas bumi yang secara konsisten didistribusikan oleh Perusahaan Gas Negara (PGN) demi mendukung kebutuhan bahan bakar masyarakat dan pelaku industri.

Untuk dapat berkarya dan berinovasi, manusia juga membutuhkan energi baik dari lingkungan sekitarnya. Senyum, dukungan moral, sosok inspiratif, akses transportasi memadai, atau pendidikan yang layak, adalah contoh kecil energi baik yang menjadi "bahan bakar" seseorang menjadi pribadi berkualitas. Kelak, energi baik yang ia dapatkan dapat berdampak positif bagi orang lain. Begitu seterusnya hingga tercipta masyarakat yang saling sokong dan produktif.

Kompasianer punya kisah atau opini mengenai energi baik di sekitar Anda? Energi baik dapat berarti apa saja (motivasi, inspirasi, keunggulan, atau potensi positif lainnya di sekitar Anda). Ayo, bagikan dalam blog competition "Energi Baik untuk Kehidupan". Sebelum ikutan, simak syarat dan mekanisme berikut ini.

SYARAT DAN KETENTUAN

  • Peserta telah terdaftar sebagai anggota Kompasiana. Jika belum terdaftar, silakan registrasi terlebih dahulu di sini
  • Tulisan bersifat baru, orisinal (bukan karya orang lain atau hasil plagiat, dan tidak sedang dilombakan di tempat lain)
  • Konten tulisan tidak melanggar Tata Tertib Kompasiana

MEKANISME

  • Tema: Energi Baik untuk Kehidupan
  • Tulisan berupa kisah pengalaman atau opini Kompasianer tentang hal yang berkaitan dengan energi baik (motivasi, inspirasi, keunggulan, atau potensi positif lainnya di sekitar Anda)
  • Periode Lomba: 16 Juli -- 15 Agustus 2018
  • Tulisan tidak lebih dari 1.500 kata
  • Peserta wajib mencantumkan label EnergiBaik dalam setiap tulisan yang dilombakan
  • Peserta wajib follow akun Instagram @gas_negara @kompasianacom dan Twitter @Gas_Negara
  • Tulisan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan tema lomba, tidak bisa diikutkan lomba
  • Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat
  • Pemenang akan diumumkan setelah 14 hari kerja periode lomba selesai

HADIAH

  • Juara 1: uang tunai sebesar Rp. 5.000.000,- 
  • Juara 2: uang tunai sebesar Rp. 3.000.000,-
  • Juara 3: uang tunai sebesar Rp. 1.500.000,-

Untuk mengetahui kegiatan dan kompetisi Kompasiana lainnya yang sedang berlangsung, silakan klik di halaman Event Kompasiana. (GIL)

 **) Begini Cara Kami Menilai Karya Lomba di Kompasiana




Baca juga:
Komentar Iis Dahlia Bikin Heboh, Netizen Indonesia Tak Paham Industri Hiburan
Stop Mencari Menantu Idaman Kalau Tak Mau "Dilangkahi" Anak
Ketika PR Dianggap Monster Paling Menakutkan

Puisi | Resah di Kepalamu Barangkali Hanya Ilustrasi Rindu

$
0
0

ilustrasi (pixabay)

Resah di kepalamu barangkali hanya mampir sejenak di tengah narasi hoaks yang berkerumun di layar gadgetmu. semacam ilustrasi tentang masa lalu.

barangkali kamu lupa. dulu kita pernah bersama melawan resah yang hadir membidik corong suara dari arus yang terlindas

barangkali kamu sengaja menyimpan pengalaman itu dalam tidurmu. atau dalam kerah bajumu yang kini rapi dan bertabur bunga bunga.

sekali waktu, berliburlah ke pulau antah berantah. bersembunyi dari riuhnya sampah peradaban. memandang langit yang penuh Bintang Bintang. menghirup aroma tanah basah yang harumnya mengakar di jantung waktu.

kekasih, resah di kepalamu barangkali hanya sementara waktu. ia hanya butuh sejumput perhatian. sejumput rindu. dan secangkir ingatan tentang masa lalu.

---

menikmati malam

25/8/18




Baca juga:
Mengapa Masih Saja Keliru dalam Mendidik Anak?
Komentar Iis Dahlia Bikin Heboh, Netizen Indonesia Tak Paham Industri Hiburan
Stop Mencari Menantu Idaman Kalau Tak Mau "Dilangkahi" Anak

Selektif dalam Mencari dan Memilih "Informasi Bergizi"

$
0
0

ilustrasi (pixabay.com)

Perubahan zaman ditandai pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa berbagai akibat di antaranya terjadi peluberan informasi dalam lingkup global yang akan membawa implikasi sehingga perlu disikapi.

Peluberan informasi yang terus melanda terutama disebarluaskan melalui new media berbasis internet (online) menerpa hampir segala aktivitas manusia (pengguna) di muka bumi semakin tak terhitung, tak terhingga bahkan mampu menembus ruang dan waktu secara realtime.

Bukan tidak mungkin dalam suasana seperti sekarang, seiring difusi pesan (teks, gambar/video, dan sebagainya) yang terus menerpa hingga membanjir ke mana-mana berdampak lebih jauh atau kalau boleh disebut telah menyebabkan terjadinya "polusi informasi."

Dalam kondisi demikian (baca: era kebebasan) barang tentu yang perlu mendapat perhatian yaitu mereka yang menjadi sasaran atau mereka (khalayak) yang dicecar secara terus-menerus saban hari melalui terpaan maupun 'gempuran' informasi sehingga kepadanya layak dilindungi.

Layaknya perlindungan tersebut mengingat setiap informasi yang disebarluaskan belum tentu akurat berasal dari pihak yang bisa dipercaya. Terlebih yang disampaikan lewat media sosial (yang setiap orang/siapa saja boleh menebar pesan) sehingga cara mencari dalam artian memilah dan memilih informasi perlu dilakukan.

Bagi kalangan awam seringkali setiap sebaran pesan/informasi akan diterima atau dikonsumsi begitu saja. Seolah apa yang disampaikan oleh sumber pesan dianggap benar adanya, merupakan refleksi atas peristiwa/kejadian yang diberitakan.

Pada hal jika dicermati lebih jauh dan mendalam, bahwa proses komunikasi antara penyampai pesan (komunikator) dengan penerima pesan (komunikan) tidaklah sesederhana seperti sepintas kita bayangkan.

Banyak faktor dan aspek terkait di dalamnya -- sehingga memerlukan pemahaman tentang apa, mengapa dan bagaimana suatu pesan disampaikan (kepada kalangan luas). Saluran pesan (media yang digunakan) pun yang kini semakin beragam sesungguhnya punya karakter berbeda, masing-masing punya kelebihan dan kekurangan.

Belum lagi dilihat dari kandungan isi pesan yang telah dikemas sedemikian rupa oleh produsen sebagai sumber informasi yang tidak lepas dari subyektivitas kepentingan, termasuk target sasaran khalayaknya -- semakin mendorong kita untuk lebih teliti dan memahami pesan atau makna yang tersisip di dalamnya.

Pada tataran ini sesungguhnya kita sudah bisa memilih, mana informasi yang memiliki nilai tambah dan mana yang tidak. Informasi yang memiliki nilai tambah selanjutnya penulis sebut sebagai "informasi bergizi."  

Secara umum yaitu informasi-informasi (segala bidang) yang bisa memberikan support terhadap kegiatan yang akan atau sedang kita lakukan.

Lebih khususnya, mencari dan memilih "informasi bergizi" yaitu informasi/pesan yang mampu membangkitkan kita untuk saling berbagi, berinteraksi sehingga mendorong dinamika sosial ke arah perubahan kehidupan yang lebih baik (better life).

Ada beberapa hal yang bisa menjadikan poin dalam menyeleksi, mencari dan memilih informasi tersebut, antara lain dengan memerhatikan:

Sumber informasi

Sumber informasi ini penting, karena kita perlu mengetahui siapa yang menyampaikan, apakah bisa dipercaya atau tidak. 

Jika sumbernya tidak jelas, atau meragukan, berarti pesan/informasi yang disampaikan jangan langsung ditelan mentah-mentah. Apalagi disebarkan melalui media yang setiap orang boleh menyampaikan pesan sehingga "polusi informasi" semakin bertambah dan bila tidak waspada justru kita terkena akibatnya yaitu dirasuki pesan-pesan hoaks beserta dampak ikutannya.

Teknik peliputan

Teknik peliputan suatu berita/informasi terdiri atas dua hal penting yang perlu diketahui, antara lain: teknik peliputan satu sisi (oneside coverage) yaitu cara-cara peliputan terhadap suatu masalah/peristiwa atau kejadian yang dilakukan oleh komunikator hanya berdasar pada satu sudut pandang. 

Di sini tendensi berita akan terindikasi sehingga informasi yang disampaikan cenderung berpihak, berat sebelah alias tidak berimbang.

Sedangkan teknik peliputan banyak sisi (bothside coverage) yaitu cara-cara peliputan terhadap suatu masalah/peristiwa atau kejadian yang dilakukan oleh komunikator berdasarkan pada banyak sudut pandang secara berimbang. Mencari dan memilih berita hasil peliputan seperti ini maka kita akan mendapatkan banyak gambaran kepentingan serta memeroleh wawasan yang luas.

Sifat informasi

Sifat informasi juga perlu ditelusuri bilamana kita akan melihat apakah yang disampaikan sumber pesan itu berupa fakta, berupa opini, atau campuran fakta dan opini. Informasi yang bersifat fakta yaitu pengungkapan suatu masalah/peristiwa atau kejadian secara obyektif, apa adanya. 

Bersifat opini, yaitu  pengungkapan suatu masalah/peristiwa atau kejadian oleh sumber pesan hanya didasarkan pada pandangan, pendapat atau gagasan (subyektif).

Sedangkan informasi yang bersifat fakta dan opini -- di sini kita perlu cermat karena fakta yang dicampur dengan sudut pandang/opini seringkali menjadi ajang "kepentingan" para produsen informasi untuk menyisipkan "maksud dan tujuan" tertentu (politik, ekonomi) demi memenuhi tujuannya.

Nah, setidaknya dengan memerhatikan tiga poin di atas (sumber informasi, teknik peliputan, dan sifat informasi) akan membantu anda/khalayak untuk selektif mencari dan memilih mana informasi yang mengandung "gizi" sehingga dapat menunjang kehidupan yang lebih baik. 

Di era global dibarengi kebebasan informasi seperti saat ini jangan sampai  kita terlena oleh gempuran informasi menyesatkan, apalagi "darurat hoaks" sudah semakin berjangkit di mana-mana.

JM (25-7-2018).




Baca juga:
Mesut Ozil dan Perlakuan Rasis di Negara Paling Beradab
Mengapa Masih Saja Keliru dalam Mendidik Anak?
Komentar Iis Dahlia Bikin Heboh, Netizen Indonesia Tak Paham Industri Hiburan

Mencari Jejak Multatuli di Rangkasbitung

$
0
0

Percakapan imaginer dengan Adinda, tokoh dalam novel Max Havelaar| Dokumentasi Bimo Tedokusumo

"Kereta ke Rangkasbitung jam 8 nanti. Cepat antri tiket karena kami sedang ada perbaikan sistem" kata petugas di Stasiun Kebayoran Lama. Antrian hari itu (21/7/18) mengular. 

Empat petugas sibuk membantu calon penumpang di gate yang menampakkan "jeroan" kabel berwarna-warni. Belakangan kami tahu bahwa hari itu hingga tiga hari berikutnya hampir seluruh stasiun Commuterline di Jabodetabek mengalami masalah yang sama akibat perbaikan sistem.

Hanya perlu 10 menit kereta dari Stasiun Tanah Abang tiba di Stasiun Kebayoran. Kereta melewati total 18 stasiun dari Tanah Abang hingga Stasiun Rangkasbitung. Ketika tiba, kereta sudah penuh oleh wisatawan berikut ransel-ransel besarnya.

"Biasanya sih mereka mau ke Sawarna atau Baduy" bisik seorang laki-laki berumur sekitar 30-an di sebelah kami. Dari Rangkasbitung, wisatawan bisa mengambil angkutan umum ke Ciboleger dengan waktu tempuh sekitar 2 jam. Sedangkan ke Pantai Sawarna yang letaknya di selatan akan perlu sekitar 3-4 jam.

Stasiun Rangkasbitung dulu dan sekarang| Koleksi pribadi

Tapi tujuan kami hari itu hanya ingin mencoba rute Jakarta-Rangkasbitung dengan biaya Rp 8.000 rupiah saja atau Rp 16.000 pulang pergi.

Jalur kereta ini sudah tua. Pemerintah Hindia Belanda membangun jalur kereta Batavia-Rangkasbitung pada bulan Juli 1900. Setahun setelahnya atau akhir 1901, jalur kereta malah sudah menghubungkan Rangkasbitung-Muncang dan Sajira. Kini, ke-tiga daerah tersebut adalah kecamatan di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Apakah jalur kereta di sana masih ada?

Terlambat nyaris 30 menit dari total perjalanan yang seharusnya 2 jam, kami tiba di Stasiun Rangkasbitung pada jam 10.20. Perjalanan relatif nyaman dan menyenangkan dengan pemandangan sawah (serta perumahan baru yang dibuka. Ah...).

Berkenalan dengan Multatuli

"Nama saya Eduard Douwes Dekker, sejak 1838 menjadi PNS di Hindia Timur dan udah sekitar 3 tahun memohon pengunduran diri saya. Karena saya tidak sejalan dengan cara daerah tersebut dikelola"

Satu bundel berisi replika tulisan tangan Douwes Dekker di musem Multatuli ini menjadi awal perkenalan yang baik, bagi mereka yang belum mengenal Multatuli.

Malam sebelum ke Rangkasbitung, saya sempat menonton film "Max Haveelar" (1976) di Youtube, karena belum membaca novelnya. Melihat Haveelar, saya seperti melihat Tuan Dekker sendiri. Baru belakangan saya tahu, bahwa novelnya adalah pengalaman pribadinya ketika bertugas singkat sebagai Asisten Residen di Lebak.

Eduard Douwes Dekker lahir di Amsterdam tahun 1820. Etika berumur 36 tahun, (tepatnya pada 21 Januari 1856), ia pindah ke Lebak dan menerima jabatan sebagai Asisten Residen. Penugasan singkat, penuh drama tentang korupsi, kolonialisme dan kemiskinan itu kemudian membuat Tuan Dekker terinspirasi untuk menuangkannya dalam bentuk novel. 

Novel itu terbit pada tahun 1860 dan segera sangat populer dan membuat penulisnya sangat terkenal. Novel ini kuat dengan pesan anti-kolonialisme, menginspirasi pembacanya, termasuk tokoh-tokoh terkenal. Salah satunya adalah sastrawan Pramoedya Ananta Toer (1925-2006) yang menyebutnya sebagai "Kisah yang 'membunuh' kolonialisme".

Museum Multatuli menempati bekas bangunan Kewedanan Rangkasbitung dengan luas hampir 2000 meter. Pengunjung tidak perlu membayar untuk masuk. Cukup mengisi buku tamu. Di samping museum ada perpustakaan dengan nama yang diambil dari tokoh novel Multatuli, yaitu Saidjah Adinda. Patung kedua tokoh dan penulisnya itu berada di samping museum, menjadi objek foto yang sangat instagrammable. Selain itu, ada pula pendopo tak berdinding di depan museum untuk berbagai kegiatan.

Saya pribadi menyukai konsep museum ini yang cukup rapi dan tematik. Ada tema sejarah datangnya kolonialisme ke Indonesia, Multatuli dan karyanya, sejarah Lebak dan Banten (termasuk adanya replika Prasasti Cidangiang peninggalan Kerajaan Tarumanagara), serta perkembangan Rangkasbitung kini. Ada kesan kuat bahwa ada campur tangan dingin Sejarawan di sini, karena museum lebih berasa terkonsep rapi. Tidak sekedar asal-asalan, kumuh dan sama sekali tidak mengundang untuk didatangi.

Namun berbeda dengan museumnya, perpustakaannya menurut saya mengecewakan. Saya kesulitan mencari referensi dan literatur bagus tentang Sejarah Banten yang amat kaya. Koleksi bukunya dominan dengan buku-buku agama dan buku literatur pelajaran sekolah.

Rumah Multatuli atau Tuan Dekker di RSUD Dr.Adjidarmo (dulu Holand Indische Reglemen, 1925)| Dokumentasi Diella dan Bimo

Multatuli, "Saya Amat Menderita"

Sepertinya bukan tanpa sengaja Tuan Dekker memilih nama pena "Multatuli". Bahasa Latin artinya adalah "saya sangat menderita", nama yang sepertinya ia pilih untuk menggambarkan berbagai kejadian dramatis yang ia alami. Meskipun bentuknya novel, Tuan Dekker pernah menantang kolega sebangsanya untuk membuktikan cela pada fakta-fakta yang ia sajikan (pada Kongres Internasional di Amsterdam, 1863).

Kita juga melihat lewat suratnya ia juga menggugat Raja Willem III.

"Kepada Anda saya bertanya dengan kepercayaan. Apakah kerajaan Anda ingin membuat lebih dari tiga puluh juta rakyat Anda dianiaya dan dilakukan atas Nama Anda?"

Bagian ini juga menghiasi dinding museum Multatuli, nyaris dua abad setelah kematiannya. Kami membaca bundel replika tulisan Tuan Dekker itu sambil bertanya-tanya. Bagaimana bisa orang yang begitu sedang marah dan kecewa tetap bisa menulis dengan pilihan kata tertata dan tulisan yang tetap rapi?

Mengenal Multatuli lewat literatur, film dan kini museum membuat kami melangkah menuju ke bekas rumah Tuan Dekker. Kini sisa rumah dinas Tuan Dekker berada di dalam komplek RSUD Dr.Adjidarmo (dulu Holand Indische Reglemen, 1925)

Kabar baiknya. Meski melewati bagian UGD, nampaknya satpam dan petugas RS sudah hafal kalau orang penasaran dengan rumah Multatuli, sehingga tidak ada kesulitan untuk masuk dan melihat-lihat.

Rumahnya sudah hancur. Tembok luarnya sudah menampakkan bata besar produksi abad sebelumnya. Bagian dalam rumah ini berplafon tinggi, dengan plafon dari masa yang lebih baru, namun juga hancur. Beberapa inkubator bayi menempati salah satu ruangan, sedikit mengingatkan pada adegan film horor dengan cahaya yang remang. Yang cukup melegakan ada tulisan "Cagar Budaya Rumah Multatuli" di rumah ini serta kabar burung bahwa pemerintah akan memugar rumah ini. Semoga.

Makam Pahlawan Sirna Rata di jalan belakang Museum Multatuli| Dokumentasi Diella dan Bimo

Sore di Rangkasbitung

Sisa hari itu kami berjalan kaki memutari seputaran alun-alun. Kami menemukan TK dengan tulisan "Holand Inlander School", serta rumah tua asri bergaya Belanda. Kami juga mengunjungi makam pahlawan Sirna Rata di dataran agak tinggi dengan deretan makam dan topi baja terbuat dari semen. Ada beberapa makam bertuliskan "Tak Dikenal". Kami mengirimkan doa untuk mereka semua.

Latar belakang makam ini adalah sebuah bangunan tower air bertuliskan "Water Turn (1931)" yang bentuknya melingkar dengan batu hitam dan dinding putih di bagian atasnya. Lalu kami berjalan mengitari Balong Ranca Lentah.

Seandainya bisa mengusulkan ke pemerintah daerah. Alangkah baiknya jika di seputar balong atau danau ini ada tanaman lada, kayu manis dan kopi sebagai komoditi dagang unggulan Banten dulu. Lumayan untuk membantu edukasi, apalagi relevan dengan kehadiran museum Multatuli. 

Kami beristirahat di Kopi Rangkasbitung yang menyajikan kopi Arabica dan Robusta serta kopi racikan lokal cap Kupu-Kupu. Setelah itu kami menuju kembali ke pasar untuk ke toko Beromosori membeli Sate Bandeng, tumis kulit tangkil dan kikil, serta mencicipi kue khas Banten bernama jojorong yang terbuat dari tepung beras dengan gula merah cair di dalamnya dalam keranjang daun kecil. (Catatan: makannya enak pakai sendok kecil).

Sore itu hujan deras turun di Rangkasbitung. Kepayahan dengan bungkusan plastik berisi penganan, kami berlari ke Stasiun untuk mengejar kereta jam 16.10. Separuh badan basah kuyup. Hujan masih sangat deras ketika kereta kami meninggalkan stasiun, meninggalkan Rangkasbitung dengan benak masih terus memikirkan Tuan Dekker, Adipati Lebak dan Banten hari ini.

Tempat asik dikunjungi di seputar museum| Dokumentasi pribadi

Inspirasi Lintas Zaman

Tuan Dekker tidak pernah lagi kembali ke Lebak. Setelah kembali ke Eropa, ia meneruskan karirnya sebagai penulis hingga 17 tahun kemudian. Karyaf terkenal lainnya selain Max Haveelar adalah Ideen, kumpulan 1.300 koleksi teks panjang dan pendek dari berbagai subjek yang menjadi perdebatan publik saat itu. Eduard Douwes Dekker kemudian pindah ke Jerman dan meninggal di Kota di Kota Ingelheim pada 19 Februari 1887.

 Tuan Dekker juga pasti tidak akan pernah menyangka kalau Februari 2018, Bupati Lebak meresmikan museum dengan nama penanya.

 "Ya. Aku. Multatuli, "yang telah banyak menderita", aku mengambil alih pena. Aku tidak meminta maaf atas bentuk bukuku, kurasa itu bentuk yang tepat untuk mencapai tujuanku. Tujuan ganda.

Pertama, aku ingin mewujudkan sesuatu yang mungkin akan disimpan sebagai pusaka suci oleh "si kecil Max" dan saudara perempuannya ketika orangtua mereka sudah mati kelaparan.

Dan kedua, aku akan dibaca! Ya, aku akan dibaca! Aku akan dibaca oleh para negarawan yang wajib memperhatikan tanda-tanda zaman, oleh para sastrawan yang juga harus mengintip buku yang menyatakan begitu banyak keburukan ini....." (Max Haveelar, Multatuli, hal 461-462)

Tulisan Max Havelaar/Multatuli/Douwes Dekker ini bagaikan ramalan yang segera menjadi nyata.

Tokoh emansipasi Indonesia RA Kartini (1879-1904) hingga Jose Rizal pemimpin pemberontakan revolusioner di Filipina juga termasuk ke dalam mereka yang terinspirasi oleh tulisan Mr.Dekker. Bahkan Soekarno (1901-1970) menggunakannya dalam pledoi Indonesia Menggugat (Desember, 1930). WS.Rendra menerbitkan buku puisi "Orang-Orang Rangkasbitung" (1993) di zaman yang berbeda.

Begitu kereta kembali tiba di Jakarta, saya kembali mencari Multatuli. Kali ini ke toko buku untuk mencari Max Havelaar. Ini akan menggenapi perkenalan hari ini dengan Tuan Dekker, lewat kisahnya yang sudah lintas abad menginspirasi. Ah, betapa masih relevannya topik tentang korupsi dan kemiskinan di negeri ini hingga hari ini.

 Tulisan: Diella Dachlan
Foto: Bimo Tedjokusumo, Diella Dachlan

 Referensi:

 Affan, Heyder, 197 tahun Multatuli, museum antikolonial pertama di Rangkasbitung, BBC Indonesia, 2 Maret 2017 

Multatuli, 1868, Max Havelaar, Bandung, Qanita, 2018.
Terjemahan Bahasa Inggris: Max Havelaar: Or the Coffee Auctions of the Dutch Trading Company terbitan Edinburgh, Edmonston & Douglas, 1868

C.D. Warner, et al., comp. The Library of the World's Best Literature. An Anthology in Thirty Volumes. 1917. Eduard Douwes Dekker (Multatuli) (1820--1887) Critical and Biographical Introduction 

Multatuli Museum in Amsterdam

Multatuli Museum presents first edition of 'Max Havelaar', The Jakarta Post, February 18, 2018

Pamphlets and offprints from the Multatuli Museum, Geheugen van Nederland 

Max Haveelar (1976) Max Havelaar of de koffieveilingen der Nederlandsche handelsmaatschappij




Baca juga:
Amien Rais Gagal Jadi King Maker Kubu Oposisi, Ini Penyebabnya
Mesut Ozil dan Perlakuan Rasis di Negara Paling Beradab
Mengapa Masih Saja Keliru dalam Mendidik Anak?

"First Look" Suzzanna dan Masa Depan Film "Reborn" di Indonesia

$
0
0

sumber: twitter Soraya Intercine Films

Tren film reborn atau remake film-film lawas nampaknya masih menjadi tren sampai dengan saat ini di Indonesia. Sebenarnya tren remake film lawas ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di seluruh dunia. 

Hollywood misalnya, sudah berapa puluh atau ratusan judul film yang berhasil mereka remake bahkan mendulang kesuksesan yang melebihi film aslinya. War of the Worlds, King Kong, The A-Team dan Charlie's Angels adalah beberapa contoh film yang berhasil di remake dan mendulang kesuksesan yang luar biasa.

Namun berbeda dari Hollywood yang terkadang hanya me-remake inti cerita dan karakternya, di Indonesia tren ini dapat dikatakan lebih ekstrim lagi. Ya, tren yang berkembang saat ini di Indonesia bukan hanya remake melainkan reborn atau melahirkan kembali tokoh film lawas yang sudah tiada, dimana film-filmnya menjadi ikon bahkan legenda.

Tren Film Reborn

montasefilm.com

Dimulai kala Falcon Pictures melahirkan kembali trio Dono, Kasino dan Indro lewat film Warkop DKI Reborn:Jangkrik Boss part 1(2016)&part 2(2017) yang menuai kesuksesan luar biasa, dimana akumulasi penonton part 1&2 kurang lebih sebanyak 10 juta penonton, film yang diperankan oleh Vino G.Bastian sebagai Kasino, Abimana sebagai Dono dan Tora Sudiro sebagai Indro tersebut kemudian menjelma menjadi titik balik bagi rumah produksi untuk melahirkan kembali tokoh-tokoh lawas beserta filmnya.

Meskipun film almarhum Benyamin S. yang berjudul Benyamin Biang Kerok dan diperankan ulang oleh Reza Rahardian tidak menuai kesuksesan, bahkan dibanjiri kritik negatif nan pedas, nampaknya hal tersebut tidak menyurutkan niat rumah produksi untuk kembali membuat film reborn. Dan kali ini, aktris horror legendaris Indonesia yang mendapatkan kesempatan untuk dibuatkan film reborn. Ya, siapa lagi kalau bukan Suzzanna Martha Frederika van Osch alias Suzzanna yang dikenal sebagai ratu horror nya Indonesia.

hipwee.com

Menghidupkan Kembali Sang Ratu Horor

Hal yang paling sulit dalam menghadirkan film reborn nya Suzzanna tentu saja ada pada pemilihan aktris peran dan kekuatan cerita itu sendiri. Seperti kita tahu, kehadiran Suzzanna dan deretan film-filmnya sudah kadung tertanam dengan mantap di setiap benak penonton film Indonesia. Jadi sudah bisa dipastikan, dua hal tersebut bukanlah hal yang bisa dilakukan dengan sembarangan.

Untuk itulah, pilihan sutradara jatuh ke tangan Anggy Umbara yang sudah lebih dulu memiliki pengalaman dalam menggarap film reborn Warkop DKI. Di tangan Anggy, Warkop DKI Reborn tidak hanya menjelma menjadi film komedi modern namun juga membawa penonton bernostalgia berkat banyaknya adegan komedi yang sangat otentik dengan film Warkop DKI versi aslinya. 

Anggy mampu menjahit berbagai adegan yang terinspirasi dari hampir semua film Warkop untuk kemudian disatukan pada satu judul film. Jangan lupakan juga, di tangan Anggy lah pemilihan karakter trio warkop baru ini begitu tepat, bahkan tidak diperkirakan sebelumnya.

Tentunya hal ini juga yang sejatinya diinginkan rumah produksi Soraya Intercine Films agar film Suzzanna Reborn yang kelak berjudul Bernafas Dalam Kubur ini mampu menyajikan sebuah cerita baru meskipun diambil dari berbagai adegan film lawas Suzzanna. 

Mengingat judulnya sendiri diambil dari dua film terkenal Suzzanna yaitu Bernafas dalam Lumpur dan Beranak dalam Kubur, maka sudah bisa dibayangkan bakal banyak adegan menyeramkan yang diambil dari kedua film legendaris tersebut.

entertainment.kompas.com

Luna Maya Sebagai Suzzanna

Tentang siapa aktris yang bakal memerankan Suzzanna kemudian menjadi hal yang menarik dan membuat penasaran banyak orang. Sampai akhirnya beberapa hari yang lalu, melalui laman media sosial Soraya Films diumumkanlah first look karakter Suzzanna dan pemerannya adalah Luna Maya. Bahkan menurut sumber di beberapa kanal berita online, Anggy mengaku butuh waktu setahun untuk memilih siapa aktris yang tepat untuk memerankan karakter Suzzanna ini. Dan ternyata sejauh ini pemilihannya dirasa cukup tepat, karena Luna Maya sangat mirip dengan mendiang Suzzanna di foto yang dirilis oleh Soraya Intercine Films.

Foto lainnya pun muncul dimana kali ini Luna Maya tampil dalam adegan legendaris Suzzanna bersama tukang sate kala dia menjadi hantu Sundel Bolong.

Meskipun Soraya mengkonfirmasi bahwa foto itu bukanlah foto resmi dari mereka dan tidak bisa dibuktikan kebenaran adanya adegan tersebut di film, namun nampaknya foto itu memang benar. Hanya saja, mungkin foto itu tersebar karena bocor dari para kru yang terlibat atau sengaja dibocorkan rumah produksi untuk melihat efek viralnya. Karena hal tersebut terbukti dari berbagai meme yang muncul tak lama setelah foto adegan tersebut tersebar.

Suzzanna dan Masa Depan Film Reborn

Melihat antusiasme warga net dan pecinta film tanah air terhadap kehadiran film Suzzanna Reborn ini sejatinya akan menjadi acuan baru bagi rumah produksi di masa mendatang. Apabila kelak film ini sukses layaknya Warkop DKI Reborn, sudah bisa dipastikan akan banyak rumah produksi yang berlomba untuk mengeluarkan film-film reborn lainnya. Ateng & Iskak juga Doyok & Kadir, merupakan contoh karakter lain yang bisa saja kembali dibuatkan film reborn nya.

Saya pribadi sebenarnya bukanlah fans film reborn dan tidak terlalu menyetujui ide film reborn ini. Karena bagi saya, film lawas legendaris haruslah tetap seperti itu. Daripada membuat versi reborn, bukankah lebih baik direstorasi saja agar bisa dinikmati semua kalangan termasuk milenial?

Saya lebih menyetujui apabila ada film yang memakai embel-embel based on bla bla bla movie, dibanding reborn. Karena tidak semua film akan cocok dijadikan versi reborn. Ambil contoh film Benyamin S Reborn yang lalu. Salah satu faktor yang menyebabkan film tersebut tidak sukses selain cerita yang berantakan dan berbeda jauh dengan Biang Kerok versi asli adalah karakter Benyamin S. itu sendiri yang memang tidak bisa tergantikan. 

Menurut saya, akan lebih bijak jika film Benyamin S. Reborn tersebut berjudul Biang Kerok: Movie Inspired by Benyamin. S' Biang Kerok. Karena selain akan membuat bebas pengembangan ceritanya, si pemeran juga tidak akan terbebani dengan karakter Benyamin S. yang melegenda. Karena toh filmnya hanya terinspirasi adegan-adegan dan cerita film aslinya, bukan tokoh-tokohnya.

Kesimpulan

Terlepas dari pendapat saya yang tidak terlalu menyukai ide film reborn, sejatinya film Suzzanna reborn ini tetap patut ditunggu. Karena bagaimanapun, film reborn memang dibutuhkan untuk para milenial yang tidak cocok menyaksikan film-film lawas yang secara akting, dialog atau cara pengambilan gambar terkadang terlihat menggelikan apabila disaksikan di masa sekarang.

Pun film ini juga bisa menjadi obat rindu bagi para penonton film lawas Suzzanna yang ingin kembali menyaksikan berbagai adegan legendaris nan menyeramkan dari film-film Suzanna, yang kali ini diolah dengan cara yang lebih modern.

Juga patut ditunggu apakah Luna Maya akan mampu menjawab semua ekspektasi publik yang disematkan kepadanya. Bisa jadi, apabila Luna Maya berhasil menghidupkan karakter ikonik ini, bukan tidak mungkin di masa depan akting Luna Maya di layar lebar akan semakin diperhitungkan.

Hanya saja, semoga film Suzzanna dan juga film reborn lainnya kelak benar-benar dapat menyajikan sesuatu yang bernilai melalui cerita yang baik, fresh dan memiliki keseriusan dalam penggarapan sinematografi serta pengembangan adegan dan karakter yang baik. 

Jangan sampai rumah produksi hanya mengejar keuntungan semata dari embel-embel reborn tanpa memperhatikan aspek paling penting dalam film itu sendiri.

Well, selamat menunggu Bernafas Dalam Kubur di akhir tahun ini.

Salam kompasiana.




Baca juga:
Kethoprak Banyumas Empas-empis Nyaris Habis
Sosiologi Jenggot
Tetap Tenang Walau Jodoh Tak Kunjung Datang

Karena Menjadi Pengaggum K-Pop adalah Solusi

$
0
0

Ilustrasi K-Pop. Sumber gambar: pixabay

Karena yang menjadi fans k-pop adalah kami. Bukan kamu, kalian atau mereka; apalagi kita. Lantas, apa yang bisa membuat gerangan begitu membenci kami?

Bahwa benar bila kami, barangkali, memang bisa membuat orang-orang menutup telinga, memalingkan mata, bahkan sampai tidak ingin menoleh sama sekali terhadap apa yang kami suka. Ya. Tapi, sungguh sampai hati, kami tidak ingin memaksa mereka menyukai apa yang kami suka. Biar kami menyahaja.

Dan K-pop, bagi kami, adalah cara aktulisasi atas apa yang kami idamkan. Mereka tidak hanya bernyanyi lagu cinta, tapi lebih dari itu, yang mereka nyanyikan adalah tentang perjuangan kaum muda. Sungguh, itu begitu dekat dengan kami. Mungkin juga kamu atau yang lain. Entahlah.

Namun yang membuat kami sungguh menggagumi K-Pop adalah masing-masing dari mereka memiliki kepribadian yang hebat. Juga imut, memang. Seksi, tentu saja, dan menggemaskan.

Atau, bagaimana ya menjelaskannya?

***

Sebenarnya K-pop sudah menarik perhatian sejak tahun 90-an. Tapi, sejalan kemudian, memasuki tahun 2000-an itu dibarengi dengan "ledakan media sosial" seperti Youtube dan Facebook, misalnya. Hal itu tentu saja berbanding lurus dengan penyebarluasan penonton K-Pop pada kawasan Asia secara keseluruhan. Dampak besar ini ketika itu dinamai: Hallyu Wave.

Sebagai contoh, melihat dari hasil penelitian yang dilakukan Sun Jung dari Vicrotia University, pada Oktober 2010, misalnya, Super Junior, boy band idola K-Pop ini, menduduki peringat nomor satu Twitter di seluruh dunia. Dan lonjakan ini jika dilihat berasal dari Indonesia. Topik apapun tentang boy band Super Junior selalu mendapat perhatian banyak lewat kicauan.

Masih dari penelitian Sun Jung, katanya, fenomena semacam itu menggambarkan bagaimana media sosial dapat meningkatkan--bahkan memberdayakan--budaya dan sirkulasi kultur K-Pop secara luas dan dianut oleh konsumen Asia dan (sampai batas tertentu) di dunia.

Selain karena media sosial, melesatnya pertumbuhan K-Pop di Indonesia disebabkan karena produk ini adalah produk pop hibrid: Dibuat dengan penuh kehati-hatian yang dapat menggabungkan aspek budaya Timur dan Barat kepada satu produk saja.

Dan menurut penelitian Sun Jung tadi, hibridasi budaya strategis tersebut adalah untuk memenuhi keinginan kompleks berbagai konsumen.

Itulah yang kemudian membentuk fandom K-Pop merebak di Indonesia. Situs-situs penyedia konten tentang K-Pop merebak. Kembali seperti penelitian Sun Jung, ada sekira 2.100.000 situs penyelia konten K-Pop dalam bahasa Indonesia. Juga didukung lebih dari 86 juta dalam bahasa Inggris. Maka, tidak heran jika kebutuhan fandom akan idolanya terpenuhi. Bahkan lebih dari itu, membangun pasar baru.

Mengutip dari laporan yang dibuat Majalah Time, misalnya, penyebaran situs-situs tersebut, bagi banyak artis di industri musik Korea yang ada jauh di luar sana menjadi lebih dekat dengan pembaca. Orang-orang suka (artis Korea) dan ingin tahu lebih banyak tentang mereka.

Ajeng Darismata, misalnya, menjelaskan Indonesia dianggap sebagai satu di antara banyak negara yang penting menjadi penyebaran kebudayaan Korea. Lewat K-Pop inilah yang kemudian menjadi gaya hidup anak-anak muda.

Generasi muda yang sangat potensial, menurutnya, berhasil menguatkan posisi mereka di dunia internasional. 

"Ketampanan dan kecantikan serta fesyen yang menarik dari bintang-bintang atau artis Korea sendiri yang menjadikan alasan masyarakat menyukai budaya K-POP," tulisnya dalam Agresi Budaya Korea Melalui K-Pop di Indonesia.

Tidak hanya itu, Johanes Marcel percaya, K-Pop lahir tidak langsung dengan keberhasilan yang luar biasa. 

"Mereka mengalami begitu banyak pasang-surut, mulai dengan tidak diterimanya musik mereka di pasar internasional, bahkan sampai ditolak di berbagai media musik internasional," tulisnya.

Ada 5 tahapan, paling tidak, yang membuat K-Pop ini bisa didapuk sebagai fenomena terbesar industri musik abad 21: Perancang (Planner), Pembangun (Developer), Penunjuk Jalan (Guide), Penerang (Lights), hingga Penerus Jalan (Successor).

***

Sebagai penggemar K-Pop, tentu saja, Novita Diahayu merasa dianggap "aneh" oleh orang sekitarnya. Menurut mereka, kami yang menyukai K-Pop ini alay.

Namun, setelah Novita Diahayu mencari tahu apa-yang-ia-suka-itu ada hal-hal yang ia dapatkan. Semisal: menghilangkan kegalauan. Banyak lagu Korea, katanya, yang jika kita hanya didengarkan beat-nya saja sudah membuat kita terhanyut dan tanpa kita sadari kita tertarik untuk menggerakkan tubuh untuk bernari-nari energik.

"Hal ini cenderung membuat lupa akan kegalauan kita," tulisnya.

Kemudian dari menyukai K-Pop itu sendiri Novita Diahayu mampu untuk menambah penguasaan bahasa asing. Bahasa Korea kini sedikit banyak telah ia pahami. 

Ternyata ada benarnya, belajar dari apa yang disuka jauh lebih mudah dan menyenangkan. 

Membaca curhatan Serena Phaung di sebuah platform sosial seperti menyadarkan bahwa kesuskaannya terhadap K-Pop bisa begitu mengusik hidupnya. Bahkan temannya sampai mengatakan dengan kata-kata yang mengejutkan: "Gila! Obsesif!"

Serena Phung juga menyadari itu dan ia tidak keberatan sama sekali. Oleh karenanya, pada satu waktu ia hanya bisa membayangkan, "Mendengarkan lagu-lagu K-Pop yang disukai dan bergabung ke fandom yang sama. Sehingga kami berdua bisa bersama-sama berkerumun tentang grup favorit kami.

"Tapi itu jauh lebih sulit daripada yang saya pikirkan," katanya. Maka yang ia lakukan adalah tidak memaksa temannya untuk menyukainya. Sebab, tidak semua orang memiliki selera musik yang sama.

Jadi cukuplah, tidak perlu membuat sumpah serapah kepada kami. Karena, barangkali, menjadi penggemar K-Pop adalah solusi, di mana kami bisa beraktualisasi. (HAY)




Baca juga:
Artis Jadi Anggota Legislatif, Apa Untungnya Bagi Rakyat?
Kethoprak Banyumas Empas-empis Nyaris Habis
Sosiologi Jenggot
Viewing all 10549 articles
Browse latest View live