"Saya tidak memesan itu! Pesanan saya Dada Goreng, bukan Paha! Jauh sekali perbedaannya dari dada ke paha. Pokoknya saya tidak terima. Saya mau sesuai pesanan saya. Titik! Telepon pun dimatikan. Selang beberapa lama, delivery rider datang lagi membawa pesanan kali ini persis sama seperti yang diinginkan konsumennya.
Andai hidup bisa seperti itu, yakni ketika suatu kenyataan tiba di hidup kita tidak sesuai harapan, kita bisa menukarnya agar persis sesuai mau kita, maka pastilah sudah banyak kenyataan hidup yang kita tukar menjadi seperti yang kita inginkan.
Dalam perjalanan hidup di dunia ini, seringkali kita bertemu dengan kenyataan-kenyataan hidup yang mengejutkan, yang tidak dinyana, yang tidak diharapkan, yang tidak diinginkan justru terjadi. Kita berharap begitu, yang terjadi begini. Kita berharap seperti ini, yang terjadi seperti itu.
Hidup memang tidak selalu sesuai pesanan. Peristiwa mengejutkan terjadi. Kejadian yang memilukan menerpa hidup. Kenyataan-kenyataan pahit, menyedihkan, menyakitkan bahkan mendukacitakan silih berganti menyisip di sela-sela kebahagiaan anak manusia.
Adakah yang memesan semua itu? Adakah yang menginginkan semua itu? Tentu tidak. Tidak ada yang menginginkan semua itu terjadi. Tidak ada yang mengharapkan apalagi mendoakan.
Tapi semua itu terjadi. Dan terjadi adalah terjadi. Tak seorang pun dapat mengubahnya menjadi tidak terjadi. Apa yang terjadi sudah terjadi. Menukarnya tak bisa, apalagi menghapusnya.
Yang ada hanyalah suka tidak suka, mau tidak mau, kita hanya bisa menjalaninya dan berusaha menerimanya walau kerap tersisa tanya di hati, "Mengapa?"; "Mengapa ini harus terjadi?"; "Mengapa saya?", dsb.
Secara garis besar, manusia memiliki dua cara pandang yang berbeda terhadap kenyataan yang dialaminya, yaitu:
Pertama: Memandang dengan Garis Pandang Vertikal.
Memandang dengan garis pandang vertikal adalah memandang dengan menarik garis tegak lurus antara dirinya dan Tuhan. Orang yang memiliki cara pandang dengan garis pandang vertikal adalah orang yang selalu menghubungkan dirinya dan segala yang terjadi di hidupnya dengan Penciptanya.
Orang yang selalu menghubungkan dirinya dan Tuhan akan selalu lebih dahulu memandang dirinya sendiri di hadapan Penciptanya. Ketika sesuatu terjadi atas dirinya, ia mendekat dan lebih dekat lagi kepada Tuhannya. Ia bersujud dan berdoa memohon petunjuk-Nya.
Dan bertanya, "Ya Allah, apakah maksud-Mu dengan kenyataan ini untuk diriku? Berilah petunjuk-Mu agar aku tidak salah menilai, tidak salah berucap, dan tidak salah bertindak hingga membuatku makin tidak berkenan kepada-Mu. Buatlah aku mengerti, apa yang Engkau inginkan aku lakukan, apa yang Engkau tegur dari diriku agar aku melakukannya sehingga aku menjadi seperti yang Engkau inginkan."
Seperti itulah orang-orang yang hidupnya selalu dipautkan kepada Tuhannya. Ia akan selalu lebih dahulu mencari Tuhan daripada mencari manusia. Bagi orang-orang dengan cara pandang vertikal, mencari tahu apa isi pesan Tuhan bagi dirinya, itu yang utama dan terutama. Ia melihat dirinya terlebih dahulu sebelum melihat sekelilingnya.
Orang yang selalu menghubungkan dirinya dan Tuhan akan lebih ikhlas menjalani hidupnya karena ia percaya Allah punya alasan untuk memutuskan segala sesuatu menjadi terjadi di hidup manusia dan meyakini bahwa Allah punya tujuan yang sangat indah lebih indah dari keindahan yang dijanjikan oleh manusia manapun di muka bumi ini.
Kedua: Memandang dengan Garis Pandang Horizontal.
Semua yang terjadi di dalam dunia ini selalu membawa pesan Tuhan bagi manusia untuk dibaca oleh manusia. Sebab semua yang terjadi itu tidak terjadi di luar pengetahuan-Nya. Semua terjadi dalam kemahatahuan-Nya, dalam kemahakuasaan-Nya dan dalam kedaulatan-Nya. Kita harus mencari tahu apa pesan itu.
Namun sayang, kita cenderung memandang kenyataan hidup hanya dengan garis pandang horizontal. Memandang garis pandang horizontal, yakni memandang dengan menarik garis mendatar antara manusia dan manusia. Melihat kepada manusia saja, bertanya kepada manusia saja dan mencari jawaban dari sudut pandang pikiran manusia saja, bahkan mencari sebab pada diri manusia lain.
Garis pandang horizontal hanya membuat manusia beroleh jawaban sebatas kemampuan manusia lainnya menjawabnya. Tak mampu menjawab, manusia mengarahkan manusia untuk menembus batas kemampuan manusia dengan melakukan hal-hal yang justru bertentangan dengan kehendak Allah.
Garis pandang horizontal juga memang membuat kita beroleh rincian penjelasan sebab akibat kenyataan yang kita alami secara logis dan ilmiah dari manusia-manusia yang ahli, tapi itu sama sekali tidak menjawab pertanyaan, "mengapa?", di kedalaman dasar hati kita.
Tidak puas dengan itu, garis pandang horizontal mengarahkan manusia untuk mencari sebabnya pada manusia lain. Maka telunjuk pun menuding itu karena dia, karena dia dan karena dia. Itulah garis pandang horizontal di mana manusia mencari sebabnya di luar dirinya.
Enggan memandang ke arah diri sendiri untuk merenungkan mungkin sebabnya ada pada diri sendiri. Enggan membaca pesan Allah dari peristiwa yang terjadi.--- Ketika sesuatu itu terjadi di hidup kita, maka alamat pesan itu ditujukan adalah pertama-tama untuk diri kita sendiri. Allah pasti punya alasan dan punya maksud serta tujuan sehingga semua itu terjadi. Kita seharusnya mencari tahu isi pesan-Nya itu.
Namun, orang yang hanya memandang secara horizontal tidak menganggap itu penting bahkan tidak mau tahu dengan itu. Tidaklah heran, meskipun kenyataan yang terjadi bukanlah perkara yang kecil, seorang yang tidak menarik garis lurus antara dirinya dan Tuhan tidak akan mengalami "hijrah".
Tidak ada pertobatan. Tidak ada pembaharuan diri dan hidup karena semua pesan Ilahi yang dikirim kepadanya dalam paket yang tidak sesuai pesanan itu berlalu begitu saja tanpa kesan. Demikianlah dua cara pandang yang berbeda yang dimiliki manusia dalam memandang kenyataan hidup yang dialaminya. Cara pandang yang berbeda menghasilkan pandangan yang berbeda.
Oleh sebab itu, sekalipun semua manusia sama punya cerita hidup yang tidak sesuai pesanan, namun manusia berbeda dalam menyikapi dan menindaki kenyataan yang dialaminya.
Ada yang menerima, ada yang tidak; ada yang kecewa dan dendam, ada yang ikhlas; ada yang bersyukur, ada yang mengutuk. Hidup yang tidak sesuai pesanan sesungguhnya menyadarkan kita bahwa ADA YANG MAHAKUASA di atas segala penguasa dan di atas segala kekuasaan yang ada di dalam dunia ini.
Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi satu detik di depan kita. Kita berpikir kita aman, tiba-tiba bahaya menerpa. Semua terjadi tanpa pernah kita tahu akan terjadi dan tanpa pernah kita harapkan akan menimpa diri dan hidup kita. Hidup tidak selalu sesuai pesanan, tetapi kita akan selalu membaca pesan dari-Nya untuk kita renungkan.--Salam.HEP.-
Baca juga:
Pagination, Untuk Pengalaman Membaca yang Lebih Optimal
Kolom Kosong dan Pembangunan Daerah
Wisata Inklusi, Wisata yang Memadukan Keterbatasan dengan Kerelaan Berbagi