Quantcast
Channel: Beyond Blogging - Kompasiana.com
Viewing all 10549 articles
Browse latest View live

Serius Kamu Butuh Libur Akhir Tahun?

$
0
0

Sumber Foto: swa.co.id

Ya tema libur akhir tahun itu sangat menarik. Dia muncul dan menggema sangat kencang. Begitu Bulan Desember tiba, tema libur akhir tahun itu memenuhi jagad timeline saya. 

Buka handphone, semua akses sosial media saya ada jebakan iklan akses liburan akhir tahun. Dari maskapai penerbangan sampai booking hotel paling banyak diskon dan paling keren.

He saya punya rencana libur akhir tahun ini. Sayangnya, dengan berbagai alasan liburan tersebut dengan terpaksa saya tunda. 

Serius, apa kamu atau kita (!?) memang butuh liburan akhir tahun? Setiap tahun? Pertanyaan yang muncul begitu saja di kepala saya akhir-akhir ini. Pertanyaan yang saya renungi jawabannya. Saya yakin sih setiap orang pasti jawabannya berbeda-beda.

Jawaban saya, ya libur akhir tahun itu diperlukan bagi yang membutuhkan. Bahkan perlu setiap akhir tahun, sekali bagi yang membutuhkan. He, jawaban apah ini. 

Yakin, jawaban itu menyebalkan sebab kalimatnya sangat nisbi, relatif. Bagi yang membutuhkan. Agak sumir memang. Lah kalau banyak yang merasa membutuhkan. Ya silakan liburan. Bagi yang paham beda keinginan dan kebutuhan, mungkin akan menganalisis lagi apakah perlu liburan akhir tahun ini? Atau wajib liburan akhir tahun, setiap tahun. 

Saya coba menganalisis untuk diri saya sendiri. Saya bekerja sepanjang tahun, dari senin sampai jumat (kadang hari sabtu dan minggu lembur). Dari pagi yang masih meletek malu-malu dan agak gelap (sebab rumah saya di pinggiran kota) sampai jam 7-an malam baru tiba lagi di rumah, sering juga lebih malam lagi. Dengan jadwal dan rutinitas seperti itu, rasanya saya berhak dan butuh liburan akhir tahun. Menurut saya. 

Tetapi, setelah saya analisis lagi, di mana harga tiket yang melambung, lokasi wisata yang pasti sedang ruame dan padat, selain tidak asyik bagi kantong juga kurang nyaman. Saya putuskan menunda liburan akhir tahun keluarga saya. 

Alasan lain sih, sepanjang tahun, meski kerja keras, saya juga kerja ceria. Jika sedang tugas luar seusai dinas saya menyempatkan jalan-jalan, ya seperti liburan juga. Setahun saya bisa dinas luar 5-6 kali atau lebih. Masih pantaskah saya ngotot harus liburan akhir tahun? 

Sejujurnya, pada titik itu saya menjawab pertanyaan itu, saya tidak pantas ngotot liburan akhir tahun. Biarlah dan berikanlah kesempatan libur akhir tahun untuk kawan-kawan dan sodara-sodara lain yang lebih membutuhkan

Hal yang saya alami adalah sebuah contoh saja. Lain orang, pasti lain cerita. Tapi serius nih, apakah kamu butuh libur akhir tahun? Setiap tahun? Yang kitalah yang tau jawabannya masing-masing. Pastinya menyesuaikan dengan situasi dan kondisi kita. 

Berikut saya urai sasaran orang/ kelompok yang membutuhkan libur akhir tahun, versi saya

  1. Mereka yang punya uang lebih atau telah menabung untuk liburan. Uang-uang mereka, ya suka-suka mau liburan akhir tahun atau tidak
  2. Mereka yang bekerja keras sepanjang tahun. Kelompok ini sangat wajar butuh liburan akhir tahun. Tidak saja sebagai hadiah untuk kerja kerasnya juga untuk motivasi supaya semangat kerja tahun depan lebih meningkat lagi. 
  3. Mereka yang membutuhkan libur akhir tahun sebagai ajang kumpul keluarga. Jika sepanjang tahun masing-masing sibuk dengan jadwal pekerjaan dan sekolah. Maka libur akhir tahun adalah ajang kumpul keluarga. Katanya supaya lebih saling memahami dan saling menguatkan. 
  4. Traveler. Kelompok ini ya tuntutan pekerjaan membuat mereka meski sepanjang tahun traveling, kadang harus liburan akhir tahun. Demi menulis artikel pesanan tentang trend liburan akhir tahun di sebuah tempat. Bisa juga karena tawaran sponsor kan sayang dilewatkan begitu saja. 
  5. Kelompok jomblo, biasanya membutuhkan untuk momen kontemplasi hikmat merenungi resolusi tahun depan sambil melihat sunrise atau sunset. Sambil berdoa semoga tahun depan sudah liburan dengan pendamping, katanya. 

Pasti masih banyak sasaran/kelompok lain. Silahkan saja. Toh liburan adalah hak setiap orang. Libur akhir tahun juga menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. Tak harus jauh, dekat asal suasana nyaman dan penuh kekeluargaan buat saya sih asyik juga. 

Begitulah. Sekali lagi, apakah kamu atau kita (!?) butuh liburan akhir tahun ini, ya kamu atau kitalah yang tahu jawabannya.

Untuk saya pribadi, jujur dengan situasi pasti dimana-mana ruame dan crowded, saya lebih menyukai liburan bukan di akhir tahun. Atau cari tempat yang tidak terlalu mainstream

Libur akhir tahun ini saya di rumah saja. He, mau nambal bak mandi yang bocor bersama suami. Tapi tetap dong, kalau ada kesempatan akan ke luar kota, sebuah desa di wilayah Sumatera Selatan, mudik ke desa

Sebuah perjalanan darat yang santai. Bisa berhenti kapan saja untuk beli duku atau durian dan makan di tempat. Bakar ubi. Makan siang dengan keluarga, menu ikan botuk tipanggang rik sambal jokjok (Bahasa Komering= ikan betok bakar dengan sambal jokjok).  Memandangi Sungai Komering tempat asal nenek moyang, sambil ngopi. Seandainya jadi. 

Salam kompak selalu. Salam Kompal. Salam Kompasiana. Salam Nusantara. Salam liburan akhir tahun bagi yang membutuhkan. 

Sumber: Kompal






Baca juga:
Babak Baru Dualisme Kepemimpinan di Batam, Inikah Solusinya?
Akses Kompasiana Lebih Mudah melalui "Add to Home Screen"
Saat Tulisan Kita Dikritik

Swafoto Bencana, di Mana Etikanya?

$
0
0

Selfie - Ilustrasi: sciencedaily.com/fotolia/andrey kiselev

Maaf jikalau saya berkata, selfie di kala bencana itu minim etika. Alasan seperti laporan kegiatan donasi, berbagi kesedihan, atau sebagai simbol rasa syukur kita tidak terdampak. Semua alasan ini non-sense, irasional.

Keprihatinan plus kegundahan saya bukan tanpa alasan. Saya tertegun setelah membaca artikel The Guardian berjudul 'Destruction Gets More Like: Indonesia Tsunami Selfie-Seekers'. Reporter The Guardian, Jamie Fullerton melihat, mewawancara, plus melapor foto para pencari selfie bencana paska tragedi tsunami Anyer.

Dengan beragam alasan mereka datang ke area bencana untuk mengabadikan selfie . Mereka tak ragu befoto di lokasi terdampak tsunami Anyer dengan senyum dan 'perjuangan'. Dalam artikel diatas, bahkan seorang ibu yang rela berjuang menembus kubangan banjir. Semua demi mendapat selfie dekat sebuah mobil yang terseret ke tengah sebuah kubangan tadi.

Untuk apa selfie selain disebar via sosmed atau grup chat? Lalu saya sendiri berfikir. Jika sudah selfie di tengan bencana. Apa mereka merasa bangga?

Momen bencana tentu mengundang empati dan simpati kita pada umumnya. Tidak ada orang yang ingin tertimpa bencana di daerahnya. Dari akun individu di medsos sampai berita arus utama akan meliputnya. Tentu dengan durasi dan liputan yang komprehensif.

Namun, wajarkah saat korban terdampak menderita dan kesusahan. Para pencari selfie berfoto (kadang dengan wajah tersenyum) di reruntuhan atau kamp pengungsian. Apakah foto selfie benar-benar diperlukan dan dibutuhkan banyak orang? 

Lalu teman di Facebook atau WhatsApp apakah juga turut bangga melihat si A ber-selfie di tengah bencana. Saya pribadi, urung memberi like atau komentar pada posting seperti ini. Dan mungkin banyak dari kita yang memberi teguran kepada orang demikian.

Pertama, memberi like berarti ikut minim etika pada bencana yang terjadi. Karena memberi like bisa jadi menyetujui tingkah orang tersebut. Dan di lain waktu, mereka bisa saja mengambil foto selfie di daerah bencana lain. Atau bahkan kala sebuah kecelakaan.

Selain menjadi 'candu', like di Facebook dirasa sebagai pengakuan sosial seseorang. Namun sayangnya, banyak yang menempuh cara ekstrim guna mendapatkannya. Mulai dari selfie bencana atau selfie wisata yang destruktif.

Menyaksikan berita penanganan dan pemulihan daerah terdampak via TV atau sosmed  saya kira cukup. Jika tidak berkompeten menolong atau berkuat hati menjadi relawan. Memberi donasi via organisasi atau kelompok juga cukup membantu.

Kedua, memberi teguran kepada pencari selfie bencana memiliki efek bumerang. Semakin dilarang, biasanya kengeyelan yang akan muncul. Bias perspektif mereka dengan logika personal akan menjadi dalih. Semakin ditantang, biasanya mereka akan semakin senang.

Mencari pembenaran seperti agar kita bersykur, sebagai laporan pandangan mata, dll, dilakukan. Dan kadang berdebat dengan mereka akan sia-sia dan memakan waktu dan tenaga. Tak jarang demi mempertahankan argumen, menyeran individu bisa dilakukan.

Ada baiknya usah dan urung mengikuti selfie bencana untuk diri pribadi kita. Pengakuan sosial seperti ini malah akan membuat mereka semakin ekstrim bertindak via sosmed.

Cukup camkan dalam hati kita, 'Think in the shoes of someone'. Dengan kata lain, mencoba berfikir seperti para korban terdampak bencana. Bagaimana perasaan kita saat melihat orang lain riang ber-selfie di rumah kita yang hancur. 

Salam,

Solo, 27 Desember 2018

11:00 am




Baca juga:
Perbincangan Sosial Media dan Bahasa Tubuh Jokowi Serta Prabowo
Babak Baru Dualisme Kepemimpinan di Batam, Inikah Solusinya?
Akses Kompasiana Lebih Mudah melalui "Add to Home Screen"

Beberapa Perilaku Negatif Pengunjung Toko Swalayan

$
0
0

sumber gambar: www.ouiinfrance.comToko swalayan seperti minimarket, supermarket dan hipermarket adalah tempat belanja alternatif kebutuhan sehari-hari masyarakat selain di pasar atau toko konvensional. Masing-masing toko swalayan menawarkan berbagai fasilitas dan layanan yang sangat memudahkan konsumen untuk berbelanja.

Berbeda dengan toko konvensional atau pasar, konsumen lebih nyaman dalam berbelanja menyusuri rak demi rak. Keranjang belanja dan troli disediakan untuk membawa barang belanjaan yang dipilih konsumen sebelum menuju kasir. Kadang tersedia fasilitas travelator yang memberi kenyamanan konsumen ketika membawa troli belanjaannya menuju area parkir kendaraan.

Fasilitas AC atau penyejuk udara membuat kegiatan berbelanja lebih nyaman lagi. Berbagai metode pembayaran tersedia baik tunai, uang elektronik, debet maupun kredit. Di sejumlah lokasi toko swalayan kadang tersedia ATM. Sejumlah layanan tersebut sangat memudahkan konsumen dalam bertransaksi.

Belum lagi jika ada layanan add-on, misalnya layanan memasak bahan mentah ikan atau daging. Kadang ada supermarket atau hipermarket yang menyediakan layanan ini. Layanan memasakkan bahan mentah ini sangat membantu kalangan super sibuk yang hampir tidak ada waktu untuk memasak di rumah atau apartemen.

Menyediakan tester produk adalah salah satu layanan add-on favorit konsumen. Umumnya ada di supermarket dan hipermarket. Misalnya untuk produk parfum atau larutan pelembut dan pengharum pakaian, kadang tersedia botol berlabel tester.

Tester ini kadang juga tersedia untuk produk makanan misalnya roti. Biasanya makanan atau roti dipotong kecil-kecil yang ditempatkan dalam wadah kecil ataupun wadah kemasan. Kadang ada tim produsen suatu produk yang melakukan demo masak di tempat dimana hasil masakannya ditawarkan kepada konsumen. Ini membuat konsumen bisa merasakan kebaikan suatu produk sebelum memutuskan untuk membelinya.

Walaupun ketiga tempat belanja tesebut menyediakan kenyamanan berbelanja, ada saja konsumen yang berperilaku kurang terpuji selama berbelanja. Saya bersama keluarga saya cukup sering berbelanja di toko swalayan, terutama minimarket. Ada dua gerai minimarket yang lokasinya tidak jauh dari rumah untuk membeli kebutuhan insidentil. Sementara, untuk belanja bulanan biasanya di supermarket atau hipermarket.

Selama berbelanja, saya kerap mengamati perilaku para manusia yang berbelanja. Sebagian pengunjung ada yang sudah berperilaku baik, tetapi ada sebagian diantara mereka yang perilakunya membuat saya mengelus dada. Bagaimana tidak? Tampang orang berada tetapi perilakunya kok kurang beradab.

Berikut adalah hasil pengamatan sederhana saya selama berbelanja di toko swalayan terutama di supermarket dan hypermarket. Berikut beberapa yang saya ingat ketika menulis tulisan ini.

  • Pencicip yang lahap
  • Si pembongkar kemasan
  • Troli belanja merangkap kereta wisata
  • Transaksi pembayaran non tunai yang berlangsung lama
  • Tidak jadi membeli tapi item produk diletakkan di sembarang tempat

 

Pencicip yang lahap

Sudah saya singgung di atas, kadang ada supermarket atau hipermarket yang menyediakan tester makanan. Nah, ada tester kue yang segera tandas padahal stok kue yang ditawarkan di sebuah meja display masih belum berkurang. Artinya ada satu atau sejumlah pengunjung yang mengambil tester tanpa membelinya.

Tentang pencicip yang lahap ini, ada cerita lain ketika kami berbelanja di sebuah supermarket di dalam sebuah mal beberapa waktu silam. Waktu itu ada promo buah durian kupas yang dipajang di dekat area kasir. Daging buah durian itu diletakkan ke dalam wadah styrofoam yang rupanya belum sempat ditutup dengan plastic wrapper oleh staf supermarket.

Di salah satu sisi ternyata ada salah seorang pengunjung berpenampilan necis yang mencomot daging buah durian itu untuk ia cicipi. Beberapa waktu kemudian, ia pergi dari situ. Mungkin hendak berbelanja. Tetapi selang tidak lama ia kembali lagi ke tempat itu dan kembali mencomot durian kupas itu. Kali ini ia cukup lama berada di situ dan nampak menikmatinya. Petugas supermarket tidak ada yang memperhatikan perilakunya karena semua sedang sibuk. Padahal harga durian kupas itu tidaklah murah.

Masih tentang buah-buahan, kadang promo buah-buahan menjadi sasaran pencicip lahap ini. Misalnya promo kelengkeng atau anggur dimana konsumen dapat membungkus sendiri buah-buahan itu untuk kemudian ditimbang dan diberi label harga.

Saya pernah melihat banyak sekali kulit buah kelengkeng berceceran di keranjang display dan lantai. Kadang ada anak-anak yang diberi buah oleh orang tuanya yang sedang sibuk memilih buah. Bisa jadi ada sejumlah konsumen yang memang membeli buah tersebut tetapi berat buah yang ia beli lebih ringan daripada yang ia cicipi di tempat. Hehe.

Si Pembongkar Kemasan

Kadang suatu produk tidak terdapat tester. Hal ini membuat sebagian konsumen yang penasaran yang sekaligus berjiwa nakal untuk membuka kemasan. Padahal biasanya terpasang tulisan yang menyatakan bahwa membuka segel atau kemasan berarti membeli.

Nah, pembeli yang berperilaku semacam ini ada lumayan banyak. Jika mereka memutuskan untuk membeli, maka mereka berperilaku curang dengan mengambil stok item yang masih tersegel rapat sementara stok item yang segelnya mereka buka diletakkan begitu saja di rak.

Lepas dari suatu item produk memiliki segel atau tidak, perilaku semacam ini bisa merugikan konsumen lain. Bisa saja ada konsumen yang mengambil suatu produk dimana volumenya telah berkurang setelah beberapa kali dicoba oleh konsumen nakal.

Oleh karena itu, jika tidak ada tester sebaiknya menghubungi petugas swalayan. Kalau saya pribadi, biasanya saya mengambil stok item yang berada agak ke dalam rak display. Biasanya stok item di posisi itu masih belum dipegang oleh konsumen lain.

 Troli belanja merangkap kereta wisata

Nah, ini biasanya dilakukan para orang tua yang kurang bertanggung jawab dalam menggunakan troli belanja di supermarket atau hipermarket. Bahkan meskipun ada troli khusus anak dengan tambahan space anak berbentuk mobil mini, ada saja orang tua yang menggunakan troli secara tidak semestinya.

Memang dilematis sih. Kadang troli dengan tambahan space untuk anak telah habis saking banyaknya pengunjung toko swalayan. Atau mungkin pihak toko swalayan hanya menyediakan troli biasa tanpa space untuk anak-anak. Ada sejumlah perilaku unik dari sejumlah konsumen yang pernah saya amati berkaitan dengan troli ini.

Kadang suatu keluarga dengan satu atau dua anak berbadan cukup besar diletakkan di dalam troli lengkap dengan sepatu atau sandalnya. Padahal troli itu nantinya dipakai oleh konsumen berikutnya yang mungkin akan berbelanja makanan. Bisa dipastikan troli tersebut menjadi tidak higienis.

Kadang ada keluarga dengan dua anak usia SD namun berbadan bongsor dimana keduanya berada di dalam troli sementara sang orang tua hanya berbelanja beberapa item saja. Bahkan troli tersebut juga diajak keliling mal ibarat baby stroller gratisan.

Jika hal ini terjadi di mal yang menyediakan travelator atau eskalator tanpa penghalang, bisa dipastikan troli belanja tersebut akan tersebar di berbagai sudut mal atau pusat perbelanjaan. Saya pernah melihat sebuah keluarga yang sedang bersantap di food court. Mereka membawa troli suatu hipermarket, yang letaknya beberapa lantai di bawah food court, untuk mengangkut barang belanjaan dan anak balitanya!

Biasanya setelah selesai menggunakan, mereka akan meninggalkannya begitu saja di sudut mal, atau di area parkir kendaraan. Mereka berpikir toh nanti ada petugas yang akan mengumpulkan troli itu dan mengembaikannya ke area hipermarket. Padahal mengumpulkan troli dari berbagai sudut di mal itu pekerjaan yang cukup melelahkan.

Jadi, sebaiknya hindari membawa troli belanja untuk jalan-jalan di mal. Troli belanja tidak berfungsi sebagai baby stroller atau kereta belanja mobile. Penggunaan troli seharusnya sebatas pada area yang telah ditentukan misalnya sampai mulut travelator atau eskalator atau sekitar pintu lobby.

Transaksi pembayaran non tunai yang berlangsung lama

Entah mengapa menurut saya transaksi tunai justru lebih efisien daripada transaksi non tunai. Transaksi non tunai misalnya dengan kartu debit, kartu kredit maupun uang elektronik justru membuat antrian lebih panjang. Apalagi jika terjadi gangguan jaringan.

Khusus untuk bagian ini kesalahan bukan terletak pada konsumen atau pembeli. Entah siapa yang layak ditunjuk tetapi yang jelas saya kerap mengalami hal ini. Transaksi denga menggunakan kartu debit atau kartu kredit yang seharusnya lebih efisien malah membuat antrian di kasir semakin panjang.

Nasihat "cash is king" untuk situasi seperti ini rasanya masih cukup relevan. Karena saya pernah merasakan sendiri ketika berbelanja menggunakan kartu debit atau kartu kredit durasi pelayanan di kasir malah lebih lama daripada ketika menggunakan uang tunai. Hal ini membuat saya merasa tidak enak dengan para konsumen setelah saya yang sedang mengantri di kasir.

Oleh karena itu saya selalu menyiapkan uang tunai ketika berbelanja. Menurut pendapat saya, uang tunai masih diperlukan agar transaksi pembayaran belanja lebih cepat. Selain itu bermanfaat untuk mengontrol kegiatan berbelanja agar tidak kebablasan. Tetapi hal ini tergantung masing-masing individu karena kebiasaan berbalanja masing-masing individu tidaklah sama.

Tidak jadi membeli tapi item produk diletakkan di sembarang tempat

Anda pasti pernah menemui konsumen toko swalayan seperti ini. Misalnya untuk produk buah-buahan atau sayur-sayuran yang sudah diberi label harga. Karena sejumlah alasan, seorang konsumen membatalkan pembelian buah-buahan atau sayuran. Alasannya tidak diketahui tetapi mungkin mereka khawatir buah yang mereka pilih tidak manis. Atau bisa jadi overbudget sehingga harus mengurangi item tertentu.

Jika mereka meletakkan item yang batal dibeli di tempat yang benar rasanya tidak masalah. Tetapi kerap yang terjadi adalah mereka meletakkanya di tempat yang salah atau secara acak. Misalnya produk buah-buahan diletakkan di rak air mineral. Atau coklat di area elektronik, atau daging sapi cincang di rak permen. Kebanyakan mereka malas mengembalikannya apalagi jika areanya jauh atau lupa.

Sebaiknya sebelum memutuskan berbelanja, konsumen harus tahu persis item apa saja yang hendak dibeli dan disesuaikan dengan besar budget atau anggaran belanja. Jika masih ragu apakah suatu item produk akan dibeli atau tidak, sebaiknya konsumen mempertimbangkan kembali apakah item tersebut benar-benar diperlukan dalam waktu dekat? Jika memang harus dikembalikan, sebaiknya dikembalikan di rak yang benar agar memudahkan konsumen lainnya yang memerlukan item produk tersebut.

***

Nah itulah sebagian contoh perilaku negatif konsumen ketika berbelanja di toko-toko swalayan yang selama ini pernah saya amati. Mungkin Anda pernah menjumpai beberapa perilaku negatif lainnya silakan berbagi menggunakan area komentar di bawah atau mungkin menuliskannya dalam bentuk artikel di platform ini.

***

Salam Kompasiana,

Gatot Tri




Baca juga:
Papat, Ratu Sepak Bola yang Sedang Terluka
Perbincangan Sosial Media dan Bahasa Tubuh Jokowi Serta Prabowo
Babak Baru Dualisme Kepemimpinan di Batam, Inikah Solusinya?

Kalau Tidak Mau Main Ular Tangga, Jangan Jadi Ayah!

$
0
0

Sumber : dokpri

Sebagai seorang "bulok" alias bujang lokal, saya menghadapi sebuah dilema. Menjalani peran sebagai bulok seperti saya berarti harus siap dengan sebuah konsekuensi terpisah dengan istri dan anak-anak. Seorang bulok tidak banyak memiliki kesempatan bertemu anak, paling cepat hanya sekali dalam seminggu. Dan waktu yang sedikit itu sebetulnya merupakan kesempatan untuk beristirahat, tetapi "terpaksa" harus banyak terpangkas untuk membersamai anak.

Anak bungsu saya masih di awal sekolah dasar, belum lama beranjak dari masa balita. Dalam usia yang demikian, tentu sebagian  besar kegiatannya masih seputar bermain. Selain bermain sepeda dan bulu tangkis di depan rumah yang menjadi rutinitasnya, ia juga gemar memainkan permainan-permainan lain yang umum dimainkan anak-anak seusianya, semisal permainan gasing, bola dan membuat mainan origami.

Selama hampir seminggu di hari kerja, kegiatan si bungsu ditemani ibunya. Maka di hari libur seperti Sabtu dan Minggu, saat saya berada di rumah, ia menuntut saya menyediakan waktu yang lebih banyak bersamanya.

Sebagai seorang ayah, tentu saja saya suka menemaninya dengan permainan-permainannya. Kesempatan ini sekaligus berfungsi sebagai ajang melepas kangen setelah selama lima hari dalam seminggu tidak melihat tingkah polahnya dan tidak mendengar cekikikan tawanya. Selain kelucuan-kelucuan yang masih tersisa di masa kecilnya, ia pun banyak memberi saya inspirasi-inspirasi yang sangat berguna.

Permainan yang Membosankan

Di luar banyak kegembiraan yang kami dapatkan, ada juga hal-hal yang tidak terlalu menyenangkan. Salah satunya permainan ular tangga. Saya mengingat permainan ular tangga sebagai permainan yang amat membosankan, dan "sialnya" si kecil sering menantang saya beradu untung memainkannya.

Hal paling membosankan dari permainan ular tangga adalah kegiatan yang berulang dengan akhir yang tak jelas. Bayangkan siklus ini: melempar dadu, melangkahkan bidak sejumlah mata dadu yang muncul, mengulang melempar dadu dan jika beruntung bisa menapaki tangga ke atas melangkahi beberapa tahap.

Namun yang saya rasakan lebih banyak buntungnya. Ketika sudah menempuh perjalanan yang cukup jauh dan berada pada posisi yang tinggi, ternyata harus berjumpa dengan seekor ular, maka meluncurlah kembali ke dasar permainan. Tingkat kejengkelan berada pada puncaknya saat posisi tinggal beberapa langkah mencapai puncak, tiba-tiba telah menghadang seekor binatang melata yang panjangnya melebihi rangkaian gerbong kereta api dari Yogyakarta tujuan Jakarta.

Namun, bukankah sudah menjadi kewajiban kita sebagai orang tua untuk membersamai anak dalam pertumbuhan mereka? Tentu tidak elok bila kita menuntut anak-anak mengikuti selera kita.

Beberapa waktu saya sempat cukup tertekan ketika harus menemani anak bermain salah satu jenis permainan paling membosankan di seluruh dunia ini. Sembari memainkan permainan ini, saya memutar otak, mencoba memikirkan cara membunuh kebosanan atau mempercepat permainan.

"Reinkarnasi" Ular Tangga

Akhirnya, bersama dengan si bungsu, saya berhasil menemukan strategi jitu memainkan ular tangga yang tidak terlalu membikin perasaan jenuh. Kami mereka ulang permainan ini dengan berbagai cara.

Pertama, kami membuat bidang permainan ular tangga sendiri, berbeda dengan bidang permainan ular tangga pada umumnya. Sebetulnya secara umum masih mengikuti permainan ular tangga seperti biasa. Kami hanya mengurangi jumlah tangga dan terutama jumlah ularnya. Pengurangan jumlah ular yang banyak, dari sembilan ekor menjadi hanya tiga ekor, sangat signifikan mengurangi frekuensi mengulang permainan dari bawah.

Selain mengurangi jumlah ular yang menjalar-jalar di papan permainan, kami pun memendekkan ukuran binatang melata ini. Ada ular yang menyusut hingga separuhnya, ada juga yang tersisa tiga perempat dari panjang aslinya.

Sumber : dokpri

Kedua, memodifikasi aturan permainan. Kami tidak banyak mengubah aturan yang ada, hanya satu, tetapi dampaknya cukup terasa. Ketentuan yang berubah terjadi menjelang akhir permainan.

Dalam permainan yang biasanya kami mainkan, saat pemain menjalankan bidaknya pada beberapa kotak di bawah angka 100, jika jumlah langkah yang dijalankannya melebihi angka 100, maka bidak harus mundur lagi. Tentu saja ini sangat memperlama permainan karena harus menunggu saat keberuntungan memperoleh mata dadu yang sesuai dengan jumlah sisa langkah menuju singgasana juara. Belum ragi risiko bertemu ular saat melangkah mundur dari angka 100.

Kami merombak aturan itu. Berapa pun kelebihan jumlah langkah setelah melewati angka seratus, bidak tidak mundur lagi, atau dengan kata lain sang pemain menang. Jadi, titik akhir permainan tidak harus pada angka 100, tetapi bisa---seakan-akan---101, 102, 103, dan seterusnya.

Ketiga, memberikan variasi gambar simbol ular dan tangga. Sesuai diskusi dengan anak saya, kami mengubah wujud ular menjadi flying fox dan mengubah tangga menjadi panjat tebing. Prinsipnya sama. Ular dan flying fox sama-sama meluncur turun, sedangkan tangga dan panjat tebing sama-sama membawa manusia bergerak naik. Walaupun di kemudian hari saya menyadari bahwa seperti juga ular dan tangga, untuk bisa beraksi dalam permainan flying fox dan panjat tebing, dalam waktu tertentu manusia harus naik dan turun sesuai kebutuhan.

Perubahan yang terakhir ini tidak mempengaruhi kecepatan permainan, tetapi hanya variasi dan semacam alibi sebagai alasan perubahan beberapa skema permainan. Flying fox dan panjat tebing pun, menurut hemat saya, lebih menarik dan atraktif bagi anak-anak ketimbang ular dan tangga.

Kebersamaan yang Menggembirakan

Awal permainan "reinkarnasi" ular tangga ini menimbulkan nada protes si kecil. Anak saya sempat bilang, "Nggak asyik, nih!" saat pertama kali memainkan "genre" baru permainan ular tangga ini. Namun kesabaran dan bujuk rayu bisa juga meluluhkan hatinya.

Kini ia sudah bisa sesekali terbahak-bahak terutama saat menyaksikan ayahnya harus meluncur deras menuruni tambang flying fox. Dalam hati saya menggumam, "Biarlah sekali-sekali terjatuh, Nak! Penurunan juga dibutuhkan manusia untuk menjaga dirinya dari kesombongan."

Begitu sang bidak mencapai puncak permainan, saya menyungging senyuman sembari kembali bergumam, "Variasi permainan yang telah kita kreasikan meyakinkan Ayah bahwa puncak permainan akan kita capai dengan waktu yang lebih singkat. Tapi permainan yang lebih singkat tidak berarti mempersingkat kebersamaan kita. Masih banyak permainan lain yang bisa kita jalani bersama-sama, Nak."




Baca juga:
Mengulik Kredit Atas Nama, Ragam Motif dan Polanya
Papat, Ratu Sepak Bola yang Sedang Terluka
Perbincangan Sosial Media dan Bahasa Tubuh Jokowi Serta Prabowo

Menjajal Trans Jawa dengan "Motuba"

$
0
0

Di Rest Area 519 A Tol Soker (Dokumentasi pribadi )

Saya mengiyakan ajakan ibu mertua untuk berbelanja ke Madiun. Antar gerbang tol Ngawi Madiun kini cukup dilibas dalam waktu tidak lebih dari lima belas menit saja, dengan kecepatan standar jalan tol, maksimum 100 kilometer per jam. Sudah dua pekan ini saya berada di Ngawi, masih suasana berkabung atas meninggalnya bapak mertua. Kok kebetulan mengepasi dengan dibukanya ruas-ruas tol yang membuat tol trans Jawa terhubung penuh dari Jakarta ke Surabaya, dari Merak hingga Grati, Pasuruan.

Setelah suasana sudah dirasa kondusif dan keluarga saya siap untuk kembali ke Ungaran untuk beraktivitas biasa, kami termasuk salah satu yang mencoba tol trans jawa ini sebagian secara gratis. Dari Ngawi ke Ungaran sudah terhubung tol. Pembayarannya pun sudah terintegrasi sehingga cukup ngetap kartu saat masuk gerbang dan ngetap mengurangi saldo di gerbang tujuan.

Untuk ruas Kartasura -- Salatiga yang jaraknya kira kira 30an kilometer, masih gratis karena baru diresmikan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.

Saya masuk gerbang tol Ngawi pukul 10.25 dan jalanan melenggang mulus beton dengan kontur tanah yang relatif datar. Menurut peraturan, di ruas Ngawi hingga Solo kecepatan maksimal adalah 100 kph. Boro-boro melebihi kecepatan yang sebenarnya mudah saja, saya ingat motuba (mobil tua bangka) saya yang sudah tua, saat berangkat ke Ngawi karena saking senengnya ngebut lewat tol, waterpump pernah jebol, dan dudukan aki lepas. Untung tidak fatal.

Saya membatasi kecepatan saya di angka 100 saja karena ingat kejadian-kejadian diatas. Dan tentu peraturan itu dibuat untuk keselamatan kita. Sementara itu banyak motunyar justru ngebut sejadi-jadinya. Ah mungkin mereka memang sudah teruji skillnya dan yang pasti kuat mentalnya. Hehehe..

Dalam waktu satu jam, kami telah sampai di interchange Kartasura dan melanjutkan ruas tol Solo -- Semarang. Berbeda dengan tol Solo Ngawi, ruas ini kebanyakan berupa tanjakan dan turunan karena konturnya cukup berbukit. Bahkan di salah satu ruasnya ada jembatan panjang bernama jembatan Kalikenteng yang pernah viral lebaran lalu. Kini jembatan itu tampak kokoh dan manja, pingin dilewati.

Dokumentasi pribadi

Salah satu suasana Tol Ruas Solo - Semarang (Dokpri)

Mendekati daerah Bawen, hujan turun dengan sangat deras. Motuba saya sampai bocor karena sealent kaca depan sudah keropos. "Numpak mobil kok trocoh?!" kata istri saya. Hahaha.. sementara itu, sejak dari Sragen tadi, anak saya justru tertidur pulas dan terbangun saat kami antri di gerbang tol Ungaran. Total waktu yang kami butuhkan dari GT Ngawi ke GT Ungaran cukup dua jam saja. Sangat-sangat memangkas waktu karena biasanya melalui jalan nasional kami harus membutuhkan waktu setidaknya lima jam, termasuk istirahat tentunya.

Kalau untuk biaya tol sendiri, kami kemarin habis 120an ribu. Ini karena ruas Kartasura-Salatiga masih gratis. Jika esok sudah bayar saya kira sekitar 150 ribuan. Mahal, sih tapi berguna untuk saat-saat urgent seperti waktu saya pulang karena dikabari bapak mertua meninggal kemarin.

**

Sementara itu, seminggu lalu saya naik bis dari Solo ke Ngawi dengan armada bis ekonomi AC. Sungguh perjalanan yang menyenangkan karena dari Solo ke Ngawi jalan nasional terasa sangat lengang. Padahal suasana peak season karena libur Natal dan libur sekolah. Inilah salah satu keuntungan jalan tol. Yang tidak lewat tol pun merasa dampak positifnya karena traffic sudah terurai antara jalan konvensional maupun lewat tol.

Akhirnya, tol trans Jawa yang sudah terwujud tersebut adalah pilihan saja. Jika urgent dan butuh cepat sampai, lewatlah tol. Jika perjalanan santai dan pingin mampir-mampir lewatlah jalan biasa. Kan sudah nggak begitu macet. Selain itu, jangan lupa bahwa tol bukanlah tempat untuk kebut-kebutan dan mengadu rekor kecepatan sebagaimana yang sering saya temui di grup grup medsos. Gunakan jalan tol dengan bijak dan bertanggungjawab.

Kalau saya pribadi sih, dengan adanya tol ini jadi pingin tahun depan sesekali jalan jalan Semarang -- Pekalongan atau Semarang -- Tegal. Waktu tempuh cepat, bisa liburan lebih lama tanpa takut macet-macet terutama di jalur-jalur Pantura kota-kota.

Motuba seharga motor, yang bisa lewat tol. (Dokumentasi pribadi )




Baca juga:
Memantau "Krakatau" Jelang Penutupan Perdagangan Saham 2018
Ketika Jokowi Seorang Libero
Akses Kompasiana Lebih Mudah melalui "Add to Home Screen"

"The Meg", Saintisme Berujung Teror

$
0
0

Film The Meg (2018) | Sumber: Wired

The Meg hanyalah film yang diadaptasi dari novel berjudul Meg: A Novel of Deep Terror. Ditulis Steve Alten dan pertama kali terbit tahun 1997.

Film bergenre Sci-Fi Thriller ini dirilis Agustus kemarin dan sukses meraup pendapatan 530 juta dolar Amerika. Di laman Internet Movie Database (IMDb), dia hanya mendapat rating 5,8 walau disebut dalam "10 Great Shark Movies That Will Keep You Away From the Water" oleh Esquire. Atau termasuk dalam 14 Film Hiu Terbaik Sepanjang Masa oleh Insider.

Disutradarai Jon Turteltaub dengan para bintang seperti Jason Statham (Jonas Taylor), Cliff Curtis (James "Mac" Mackreides) serta aktris China yang kemayu, Li Bingbing (Suyin Zhang), film ini menuturkan cerita dunia bawah laut, ambisi sains dan uang dan teror hiu jenis Megalodon. Hiu dari zaman prasejarah.

Cerita yang sekejap saja terlihat klise. Yang menjelaskan kesalahan berulang manusia terhadap alam di depan klaim-klaim kemajuan sains.

Bedanya The Meg memang berusaha menunjukan narasi kolaboratif antara dua peradaban besar yang juga merupakan representasi kemajuan dari Barat dan Timur. Amerika dan China. Di dalamnya ada keunggulan sains dan uang.

Persis dalam kehendak kolaboratif ini, masalahnya tidak rampung. Kenapa boleh begitu?

Jadi The Meg adalah cerita tentang sekelompok ilmuwan yang dimodali untuk menyibak rahasia dunia bawah laut. Dunia yang menyimpan kemungkinan bagi penemuan-penemuan baru dan sesuatu yang kelak penting secara ekonomis. Untuk kepentingan ini, mereka membangun stasiun pengamatan yang super canggih.  

Dunia bawah laut tersebut menyembunyikan ketenangan hidup si Megalodon, hiu putih raksasa dari balik lapisan termoklin.

Malapetaka dimulai ketika sebuah kelompok kecil ekspedisi turun hingga menembus lapisan termoklin itu. Di sana mereka menemukan dunia yang sebelumnya baru muncul dalam hipotesis. 

Hipotesis yang tidak menampung jawaban sementara akan keberadaan Megalodon, yang pernah mengaramkan sebuah kapal selam dimana Jonas Taylor tidak mampu menyelamatkan dua kawannya.

Megalodon yang misterius ini kembali menyerang ekspedisi yang salah satunya beranggotakan Lori, mantan Jonas. Jonas mulai menjadi pemabuk di Thailand, kembali dimintai pertolongan. Jonas di Thailand karena lari dari kenyataan.

Duda tanpa anak dilukiskan menanggung duka karena gagal menyelamatkan dua koleganya dengan mabuk-mabukan sepanjang waktu tanpa perut yang membesar, mata yang kelihatan lesu redup dan tetap bisa menyelam dengan baik.

Ya, Jonas masihlah pahlawan. Dia datang demi aksi penyelamatan seperti dahulu. Tapi kali ini untuk jatuh cinta baru pada perempuan kemayu ahli hiu yang memiliki anak perempuan berusia 8 tahun. Sunyin Zhang namanya, anak dari pimpinan proyek ambisius ini.

Aksi penyelamatan Jonas memberi jalan bagi Si Meg muncul ke dunia permukaan. Meg berhasil menggunakan lubang pada lapisan termoklin hingga tiba di laut permukaan-demikian analisis para ilmuwan.

Selanjutnya, kita akan melihat usaha manusia melawan teror hiu. Khusus yang satu ini, The Meg rasanya lebih berhasil memberikan ketegangan dibandingkan dunia bawah laut Aquaman, yang serba canggih dengan manusia kulit puth di segala penjuru dengan adu kesaktian yang tidak lebih sakti dari Wiro Sableng.

Salah satu adegan menegangkan adalah saat Jonas berusaha menyelamatkan Sunyin yang terjebak di dalam tabung ketika hendak menembakan bius ke tubuh si Meg. Sunyin memang perempuan dari Timur namun penguasaannya terhadap anatomi hiu membuatnya menjadi duet terbaik Jason, yang sama sekali tidak mengesankan sebagai ahli Bilogi Laut atau Palentologis, seperti dalam novelnya.

Namun yang paling heorik dari semua usaha melawan terror itu adalah kala Jonas menembakan tombak ke mata Meg yang kesakitan dan melompat ke udara. Sesudah aksi kejar-kejaran bawah laut, meloloskan diri dari celah sempit koral, layaknya liukan pesawat tempur di langit biru.

Jason eh Jonas berhasil menghabisi hidup si Meg terakhir. Meg yang paling besar dan brutal. Semua berakhir bahagia. Walau ada kolega yang mati, itu hanyalah pengorbanan dari sesuatu yang lebih luhur: menangnya manusia atas hiu!

Manusia masihlah pemenang atas keputusan dan konsekuensinya. Tuan atas ambisi-ambisinya.

Saintisme sebagai Asal-usul Teror (?)

Saya tidak pernah membaca novel Meg: A Novel of Deep Terror, sebab itu tidak bisa membandingkannya dengan apa yang bercerita dalam bentuk film. Satu yang jelas, dalam konteks film tentang serangan hiu, The Meg cukup mulus memberi ketegangan. 

Si Meg benar-benar terlihat besar, brutal dan mengerikan. Ia berhasil tampil sebagai hiu yang marah dan terluka karena dunianya yang terancam. Sukses hadir sebagai monster yang disangka telah musnah seiring hukum evolusi. Monster yang muncul sebagai bentuk arus balik perlawanan terhadap ambisi ilmu dan uang dari dua wakil kemajuan peradaban manusia. 

Si Meg bahkan lebih bagus dari akting Jason Statham yang kembali citra kebapakannya dieksploitasi ketika beradu akting dengan anak perempuan Sunyin Zhang yang berusia 8 tahun.

Pun dengan bentang lautan (seascape) yang selalu tampak perkasa dan menyisakan rasa kerdil di dasar hati. Terlebih ketika melihat anak manusia yang kocar-kacir dalam kengerian sesudah si Meg muncul yang menghancurkan apa saja yang mungkin dijangkau. 

Seperti penegasana bahwa alam rasa selalu menyimpan kebuasaan ketika keseimbangan hidup diguncang oleh ambisi yang meletakan mausia sebagai satu-satunya yang harus dilayani. Semacam antroposentrisme yang infantile.  

Karena itu juga, oleh antroposentrime yang angkuh ini, urusannya berpindah kepada perkara yang sama berbahayanya. 

Yakni perihal sains yang berkembang menjadi agama baru manusia modern dimana semua hal hanyalah obyek dari penyelidikan, bahan baku bagi penemuan cabang-cabang pengetahuan manusia semata-mata. Tidak manusia, tidak alam raya. Tidak ada yang luput dari ambisi penelusuran ilmiah.

Ambisi yang melahirkan krisis terhadap hidup manusia itu sendiri. Krisis yang barangkali berakar pada apa yang pernah disebut sebagai Dilema Usaha Manusia Rasional oleh Romo Sindhunata ketika membahas pemikiran Max Horkheimer. 

Bukankah saintisme memang menyumbang pada ideology terror-seperti kelahiran Fasisme-yang selanjutnya oleh para penganut jalan kematian itu ditambahkan dengan atribut keselamatan nan suci?

***




Baca juga:
Ketika Bambang Suryo Merasa Dirinya Semut yang Diinjak Gajah
Memantau "Krakatau" Jelang Penutupan Perdagangan Saham 2018
Ketika Jokowi Seorang Libero

Bakalarska, Alternatif Pilihan jika "Homesick" di Warsawa, Polandia

$
0
0

Belanja kebutuhan. Dokumentasi pribadi

Menjadi mahasiswa rantau merupakan hal yang susah-susah bahagia. Bagaimana tidak, kita bisa merasakan serta menikmati indahnya dunia dari berbagai sisi pandang yang berbeda. 

Namun, ketika berada jauh dari tanah kelahiran pastinya akan banyak hal yang akan dirindukan dari tanah air. Sebuah istilah beken yang semua perantau tentu paham akan maknanya, yah homesick atau homesickness.

Jika dalam peribahasa "tak ada gading yang tak retak", maka tak adapula perantau yang tak homesick.

Secara garis besar homesick atau homesickness adalah sebuah rasa kerinduan akan sesuatu yang ada di kampung halaman. Kerinduannya pun bervariasi, ada yang rindu akan suasana rumah, rindu teriknya mentari, rindu kehangatan kerabat dan keluarga dan pastinya rindu akan makanan yang khas nan kaya rasa dan selera.

Untungnya saat ini kita tidak hidup pada zaman megalitikum, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menuntaskan sindrom rindu kampung halaman. Dunia sekarang telah menawarkan teknologi yang super canggih untuk sekedar berjumpa via suara atau bersua jarak jauh namun terasa dekat melalui video call.

Kita tidak perlu lagi menunggu berminggu-minggu hingga berbulan lamanya sampai seorang pak pos datang menyelipkan surat sepucuk bukan? Pastinya! karena orangtua dan anak kadang punya beda cerita. hehehe

Lalu bagaimana jika yang dirindukan adalah makanannya?

Ada banyak pilihan, dua di antaranya dengan membeli atau masak sendiri. Sebenarnya di kota Warsawa terdapat dua restoran Indonesia yang menyediakan menu beragam, sekali dua tak apa jika makan di restoran, tapi jika setiap minggu mungkin harus mikir-mikir apabila kalian adalah tipikal mahasiswa yang ingin berhemat. hahaha.

Jadi masak sendiri adalah pilihan terbaik.

Kali ini saya akan berbagi referensi mengenai tempat yang bisa jadi alternatif pilihan jika merindukan makanan dengan cita rasa bumi pertiwi. Karena hampir semua bahan bakunya dijual di tempat tersebut.

Jika kamu tinggal di kota Warsawa ataupun berkunjung ke kota Warsawa dalam jangka waktu yang lumayan lama namun terlanjur terserang homesick, Bakalarskala obatnya.

Bakalarska on map/Dokumentasi pribadi

Bakalarska adalah nama salah satu jalan yang terletak di kota Warsawa, tempatnya sangat mudah dijangkau, karena untuk sampai di sana kamu bisa menggunakan transportasi tramp atau bus dengan bantuan applikasi Jagdojade sebagai penunjuk arah. 

Pasar yang mayoritas pedangannya orang-orang Vietnam itu bernuansa pasar tradisional jadi tak hanya bahan baku makanan yang dijual namun keperluan lainnyapun tersedia. Kenapa beli bahan makanan Indonesia di Pasar Asia yang notabenenya orang Vietnam? Karena bahan baku masakan khas Vietnam tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Yaash

Nah, kembali ke pembahasan awal apa saja sih yang bisa dijumpai di sana? saya akan membagikan referensi beberapa di antaranya.

1. Kangkung. harganya sekitar 5-8 Zloty (20K-32K) tergantung dari jumlahnya dalam seikat.

Kangkung satu ikat/Dokumentasi pribadi

2. Jeruk Limau, cabai rawit, dan asam muda. Buat kamu pecinta sambal cobek ataupun sayur asem yang tiga ini tentunya tak boleh terlewatkan. Harganya 5 Zloly (20K) untuk jeruk dan 15 Zloty (60K) untuk sebungkus cabai rawit.

3. Sayur Okra. Sayuran ini pastinya tidak asing lagi buat kamu. Harganya sekitar 20 Zloty (100K) per kilo.

Sayur Okra/Dokumentasi pribadi

4. Biji Kacang Hijau. Santapan musim dingin yang pas, apalagi kalau bukan bubur kacang hijau hehe. Harganya 15 Zloty per bungkus (20 K).

Kacang Hijau/Dokumentasi pribadi

5. Jagung rebus. Kalau ini tidak diolahpun tak apa, bisa langsung santap dong. Tapi jika ingin bervariasi bisa juga diserut lalu dicampurkan susu dan keju. Makyoss, harganya 35 zloty (140 K) per bungkus.

Jagung Rebus/dokpri

6. Kamu tim durian atau tim nangka? atau dua-duanya? siapa sih yang tidak kenal dengan si raja buah ini, rasanya yang khas dan aromanya yang membuat pecintanya selalu rindu akan dirinya haha. Pun Nangka, buah yang bisa diolah menjadi berbagai jajanan ini ternyata bisa temukan di Pasar Asia loh.

Karena keduanya buahan-buahan tropis dan tentunya di ekspor harganya cukup merogok kantong 50-100 Zloty per satuan untuk durian (200 K-400 K) tergantung ukuran dan bobotnya dan untuk nangka dihargai 20 Zloty.

Nangka/Dokumentasi pribadi

Itulah beberapa bahan baku serta makanan-makanan khas Asia yang sedikit tidak bisa mamanjakan lidah ketika Homesick di Warsawa. Sebenarnya yang dijual bukan hanya yang disertakan digambar aja ya guys, namun ada juga bahan-bahan baku seperti kecap, saos, kemiri tahu juga tempe.

Hal unik yang sekaligus menjadi tantangan di pasar ini adalah penjualnya tidak bisa bisa berbahasa Inggris, jika kamu bertransaksi kamu harus menggunakan bahasa tubuh. Tapi jangan khawatir, untuk menjumlahkan belanjaan kita akan dicatatkan di sebuah kertas yang kemudian yang berisi jumlah dari belanjaan.

Untungnya, ketika saya mengunjungi dan berbelanja di sana, saya mengajak seorang teman yang berasal dari Vietnam sehingga itu sangat membantu ketika proses transaksi.

Semoga tulisan ini menjadi bagian dari solusi homesick makanan yang sedang dialami, atau bahkan sekedar dikonsumsi sebagai informasi tambahan bahwa di belahan bumi manapun entah itu Afrika, Eropa, makanan Asia khususnya Asia Tenggara tidaklah sulit ditemui seperti yang dibayangkan sebelumnya.




Baca juga:
Primus Aikom, Kader Kampung yang Berjuang Datangkan Mantri ke Yepem
Ketika Bambang Suryo Merasa Dirinya Semut yang Diinjak Gajah
Memantau "Krakatau" Jelang Penutupan Perdagangan Saham 2018

Mau Pergi Haji? Yuk Saatnya Persiapkan Haji Sedini Mungkin!

$
0
0

Kompasiana Blog Competition bersama Bank Danamon

Menunaikan rukun islam yang kelima, yaitu ibadah haji merupakan impian bagi setiap umat muslim. Namun seperti yang kita tahu, menunaikan ibadah haji membutuhkan dana yang tidak sedikit, apalagi jika ingin pergi bersama keluarga. Selain itu, butuh waktu yang cukup lama untuk menunggu antrean keberangkatan haji sesuai ketetapan Pemerintah.

Persiapan haji yang cukup lama membuat kita harus mempersiapkan haji sedini mungkin. Biasanya, membuka rekening tabungan haji adalah langkah terbaik karena nasabah akan secara otomatis masuk ke daftar antrean nomor porsi haji sembari mempersiapkan keseluruhan dana. Seperti Tabungan Haji Danamon Syariah pun sudah terhubung secara online dengan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) milik Kementerian Agama.

Nah Kompasianer, menurutmu kenapa sih kita harus mempersiapkan ibadah haji sedini mungkin? Yuk ceritakan kisah menarik dalam mempersiapkan haji sedini mungkin dalam Kompasiana Blog Competition bersama Bank Danamon, siapa tau kamu memenangkan tabungan haji senilai Rp 25 juta! Sebelum mulai menulis, yuk simak ketentuan kompetisi di bawah ini!

SYARAT & KETENTUAN

  1. Peserta telah terdaftar sebagai anggota Kompasiana. Jika belum terdaftar, silakan registrasi terlebih dahulu di Kompasiana.com
  2. Tulisan bersifat baru, orisinal (bukan karya orang lain atau hasil plagiat), dan tidak sedang dilombakan di tempat lain).
  3. Konten tulisan tidak melanggar Tata Tertib Kompasiana.

MEKANISME

  1. Tema: Saatnya Persiapkan Haji Sedini Mungkin
  2. Tulisan mengenai cerita menarik serta alasan mengapa mempersiapkan ibadah haji harus dari sedini mungkin. Tulisan dihubungkan dengan Danamon Tabungan Haji.
  3. Periode: 1 Desember 2018 -- 1 Januari 2019
  4. Tulisan tidak lebih dari 1.500 kata
  5. Peserta wajib mencantumkan keyword Saatnya Berhaji dan hyperlink ke link ini
  6. Peserta wajib mencantumkan label SaatnyaBerhaji dalam setiap tulisan
  1. Tulisan yang tidak sesuai dengan ketentuan dan tema lomba tidak bisa diikutkan lomba.
  2. Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat.
  3. Pemenang akan diumumkan paling lambat 14 hari kerja setelah periode lomba berakhir
  4. Tulisan pemenang akan dipublikasikan di microsite Tabungan Haji Danamon

HADIAH

  • Hadiah utama: Rekening Tabungan Jemaah Haji (RTJH) Danamon Syariah senilai Rp 25 juta
  • 5 artikel favorit mendapatkan Tabungan Rencana Haji iB masing-masing senilai Rp 1.000.000

Ayo segera kirimkan cerita terbaik Anda dan wujudkan impian menunaikan ibadah haji! Untuk mengetahui event Kompasiana lainnya, silakan kunjungi halaman ini. (DIN)




Baca juga:
Menyelisik Relung-relung Ilmu Editing
Primus Aikom, Kader Kampung yang Berjuang Datangkan Mantri ke Yepem
Ketika Bambang Suryo Merasa Dirinya Semut yang Diinjak Gajah

Tiongkok Ciptakan "Batu Krypton" demi Setop Dominasi Marcus/Kevin

$
0
0

Ganda putra Indonesia, Marcus Gideon/Kevin Sanjaya, masih mendominasi di tahun 2018/Foto: Twitter Ina BadmintonGanda putra masih menjadi "ladang memanen gelar" bagi bulu tangkis Indonesia di sepanjang tahun 2018 ini. Dari lima sektor yang ada, ganda putra-lah yang paling rajin memberikan gelar bagi Indonesia dalam rangkaian 38 turnamen BWF World Tour di tahun ini.

Pasangan senior yang kembali disatukan di Pelatnas,Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, lalu Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, Berry Angriawan/Hardianto, Wahyu Nayaka/Ade Yusuf Santoso hingga yang paling muda, Akbar Bintang Cahyono/M. Reza Pahlevi Isfahani, semuanya berhasil tampil sebagai juara.

Dan, dari semua pasangan ganda putra Indonesia, yang paling sukses adalah Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo. Ganda rangking 1 dunia ini berhasil meraih 8 gelar BWF World Tour di sepanjang tahun 2018 ini, di antaranya dua turnamen level tertinggi, All England dan Indonesia Open. Serta, raihan medali emas di Asian Games 2018.

Pasangan Marcus/Kevin berhasil melanjutkan dominasi mereka di tahun ini. Ketika tahun 2017 lalu, mereka meraih tujuh (7) gelar di turnamen Super Series/Premier BWF, tidak sedikit orang yang menganggap keduanya akan kesulitan mengulang prestasi hebat mereka di 2018.

Yang terjadi, pasangan ganda putra yang oleh pendukungnya dijuluki The Minions ini malah meraih 8 gelar BWF World Tour atau mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Singkat kata, Marcus/Kevin bak pasangan super di sektor ganda putra dunia.

Namun, meski mendominasi ganda putra, bukan berarti Marcus/Kevin tidak pernah tersentuh kekalahan. Sepanjang tahun 2018 ini, Marcus/Kevin juga beberapa kali merasakan pahitnya kekalahan.

Karena memang, persaingan di sektor ganda putra sejatinya juga berat. Bila di tahun sebelumnya, pesaing berat Marcus/Kevin tidak terlalu banyak, palingan pasangan senior Denmark, Mathias Boe/Carsten Mogensen yang menjadi musuh bebuyutan, tetapi tahun ini berbeda.

Pasangan ganda putra dunia seolah menjadikan Marcus/Kevin sebaai 'musuh bersama' yang harus dikalahkan. Mereka pun menjadi lebih bersemangat ketika menghadapi Marcus/Kevin.

Tiongkok kini punya dua ganda muda berbahaya

Negara-negara tradisional di bulu tangkis, juga seakan berlomba-lomba menghasilkan ganda putra hebat yang bisa menandingi kehebatan Marcus/Kevin atau bahkan menghentikan dominasi mereka. Yang paling kentara adalah Tiongkok.

Bila di tahun 2017 lalu, rival berat Marcus/Kevin dari Tiongkok hanyalah pasangan juara dunia 2017 Liu Cheng/Zhang Nan dan juga "Duo Menara" Li Jinhui/Liu Yuchen, tahun ini beda cerita. Tiongkok berhasil memunculkan pasangan ganda putra muda yang telah terbukti mampu merepotkan bahkan mengalahkan Marcus/Kevin.

Bak kisah film super hero Superman yang mendadak kehilangan kekuatan supernya ketika bertemu batu krypton berwarna hijau, Tiongkok kini seolah tengah berupaya menciptakan "batu krypton" untuk menghentikan superioritas Marcus/Kevin di lapangan bulu tangkis.

Turnamen Malaysia Open 2018 yang digelar di Kuala Lumpur pada akhir Juni lalu, menjadi ajang pamer pertama Tiongkok untuk memperlihatkan "batu krypton" mereka. Ganda muda Tiongkok, He Jiting/Tan Qiang yang sama-sama baru berusia 20 tahun, mencuri perhatian.

Di luar dugaan, pasangan muda ini berhasil mengalahkan Marcus/Kevin di perempat final turnamen BWF Super 750 ini. Bahkan, Marcus/Kevin kalah straight game dengan skor cukup telak, 17-21, 11-21.

He Jiting/Tan Qiang, mengalakan Marcus/Kevin di Malaysia Open/Foto: BWF World Tour

Kekalahan di Kuala Lumpur tersebut menjadi kegagalan pertama Marcus Gideon/Kevin Sanjaya di tahun 2018. Sebelumnya, mereka tidak bisa dihentikan di turnamen Indonesia Masters, India Open dan juga All England.

Toh, Marcus/Kevin bukanlah "Superman" yang tidak belajar dari kesalahan. Sepekan kemudian, Marcus/Kevin langsung move on dari "kecelakaan" di Malaysia Open dengan jadi juara di Indonesia Open 2018.

Dan, waktu juga berbaik hati karena kembali mempertemukan mereka dengan Jiting/Tan Qiang. Marcus/Kevin kemudian berhasil revans atas He Jiting/Tan Qiang di semifinal Japan Open dan putaran pertama Denmark Open 2018 pada pertengahan Oktober 2018.

Terakhir, dua pasangan ini bertemu di final Fuzhou China Open Super 750 yang dimenangi Marcus/Kevin. Kemenangan di kandang lawan itu membuat catatan pertemuan mereka di tahun 2018 pun menjadi 3-1 untuk Marcus/Kevin.

Namun, Tiongkok tidak hanya menyiapkan satu "batu krypton". Masih ada lainnya yang berwujud pasangan berusia 20 tahun, Han Chengkai/Zhou Haodong. Keduanya unjuk gigi di turnamen yang digelar di rumah mereka, China Open 2018 pada pertenghan bulan September 2018.

Han Chengkai/Zhou Haodong menaklukkan Marcus/Kevin di semifinal China Open 2018 pada 22 September. Marcus/Kevin takluk lewat kekalahan rubber game. Kekalahan ini membuat head to head keduanya menjadi 1-1 usai sebelumnya Marcus/Kevin menang di Kejuaraan Dunia 2018. Kala itu, Marcus/Kevin juga dipaksa memeras keringat oleh han/Zhou sebelum menang rubber game.

Marcus/Kevin kembali ditakdirkan bertemu Han/Zhou di final French Open 2018 pada 28 Oktober 2018. Hasilnya, Marcus/Kevin kembali kalah. Lagi-lagi lewat rubber game 21-23, 21-8, 17-21.

Ganda muda Tiongkok, Han Chengkai/Zhou Haodong mengalahkan Marcus/Kevin di final French Open 2018/Foto: bolasport.com

Kedua pasangan ini sebenarnya berpeluang bertemu di BWF World Tour Finals pada pertengahan Desember lalu di Guangzhou. Keduanya berada di satu grup di babak penyisihan. Tetapi, keduanya batal bertanding karena Marcus/Kevin walk out akibat cedera yang dialami Marcus.

Han/Zhou menjadi satu-satunya ganda putra yang berhasil mengalahkan Marcus/Kevin dua kali di tahun 2018. Menariknya, dua kemenangan itu diraih dengan cara sama. Yakni menang dengan skor ketat di game pertama, lalu kalah jauh di game kedua yang seolah sengaja melepas. Lantas bertarung mati-matian di game ketiga dan menang.

Uniknya, Han/Zhou ini ternyata bak menjelma menjadi ganda super ketika bertemu Marcus/Kevin. Dengan kata lain, mereka "hanya hebat" ketika bertemu Marcus/Kevin. Namun, ketika bertemu ganda putra Indonesia lainnya, mereka malah tak berdaya.

Faktanya, Han/Zhou pernah kalah dari pasangan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan di perempat final Denmark Open 2018 pada pertengahan Oktober 2018. Bahkan, mereka juga pernah dikalahkan Berry Angriawan/Hardianto di putaran pertama Indonesia Open 2018 pada awal Juli lalu.

Artinya, selain memiliki motivasi lebih untuk menang bila melawan Marcus/Kevin, boleh jadi Han/Zhou juga memang disiapkan untuk menghadapi ganda putra terbaik Indonesia tersebut. Bukan tidak mungkin, selain latihan berat, Han/Zhou juga telah 'melahap' waktu berjam-jam waktu memelototi gaya main Marcus/Kevin lewat rekaman video demi mendapati celah yang bisa mereka eksploitasi.

Ganda "Duo Menara" Tiongkok juga masih menjadi rival berat

Selain He Jiting/Tan Qiang dan Han Chengkai/Zhou Haodong, Tiongkok juga masih punya satu lagi pasangan yang menjadi seteru Marcus/Kevin. Yakni Li Junhui/Liu Yuchen yang merupakan juara dunia 2018.

Secara hitung-hitungan head to head, Marcus/Kevin sebenarnya unggul telak, 8-1 atas mereka. Di tahun ini, dari dua kali pertemuan di final turnamen BWF, Marcus/Kevin juga selalu menang atas pasangan berjuluk "duo menara" karena postur mereka yang tinggi, Li (1,95 meter) dan Liu (1,93 meter) tersebut. Marcus/Kevin menang di final Indonesia Masters dan Japan Open 2018

Namun, di pertemuan terakhir di BWF World Tour Finals, Marcus/Kevin dikalahkan duo pasangan jangkung asal Tiongkok ini. Li Junhui/Liu Yuchen menang di babak penyisihan grup BWF World Tour Finals di Guangzhou pada 13 Desember 2018 lalu dengan skor ketat, 18-21, 22-24.

Li Junhui/Liu Yuchen, masih akan menjadi rival berat Marcus/Kevin di 2019/Foto: BWFbadminton

Kekalahan tersebut menjadi bukti. Bahwa, terlepas dari dominasi Marcus/Kevin dalam perolehan gelar, persaingan di ganda putra sejatinya sangat ketat. Pasangan di ganda putra berpeluang saling mengalahkan.

Namun, seperti kata pelatih ganda putra Indonesia, Aryono Minarat, itulah esensi dari permainan, kadang menang dan kadang kalah. Menurut Aryono, Marcus/Kevin kini harus lebih siap mental dan lebih tenang karena semua lawan mengincar mereka.

"Tiap pemain sekarang pasti mau mengalahkan Kevin/Marcus. Kevin/Marcus harus lebih siap menghadapi siapa pun, terutama pemain Tiongkok yang sangat ingin mengalahkan mereka. Perlu ketenangan, fokus dan mental yang kuat," kata Aryono seperti dikutip dari badmintonindonesia.org.

Ah ya, selain tiga pasangan Tiongkok tersebut, ada satu lagi ganda putra yang berhasil mengalahkan Marcus/Kevin di tahun 2018. Yakni ganda putra terbaik Jepang, Takeshi Kamura/Keigo Sonoda.

Di akhir Juli lalu, Marcus/Kevin tampil di BWF World Championship alias Kejuaraan Dunia 2018 yang digelar di Nanjing, Tiongkok. Marcus/Kevin datang sebagai unggulan 1 di turnamen grade 1 yang belum pernah mereka juarai tersebut.

Setelah mengalahkan ganda Polandia, lalu ganda Tiongkok Han Chengkai/Zhou Haodong di putaran dua dan ganda Rusia, Vladimir Ivanov/Ivan Sozonov di putaran ketiga, perjalanan Marcus/Kevin terhenti di perempat final. Mereka kalah straight game 19-21, 18-21 dari Kamura/Sonoda.

Bagaimana di tahun 2019 nanti?

Di tahun 2019 nanti, Marcus/Kevin telah menetapkan turnamen penting yang menjadi incaran mereka. Salah satunya Kejuaraan Dunia 2019. "Tahun depan tentunya mau gelar juara dunia dan juara lagi di World Tour Finals. Kami selalu melakukan yang terbaik di setiap turnamen yang kami ikuti," ucap Marcus.

Tentunya menarik ditunggu bagaimana kiprah Duo Minions--julukan Marcus/Kevin di tahun 2019 mendatang. Dengan lawan-lawan yang masih sama seperti di tahun 2018 ini, selama tidak ada masalah kebugaran ataupun cedera, Marcus/Kevin sejatinya punya peluang untuk kembali mendominasi sektor ganda putra.

Namun, ganda putra Indonesia tentunya tidak bisa membiarkan Marcus/Kevin sendirian "dikeroyok" oleh ganda putra top dunia, terlebih dari Tiongkok. Tahun 2019 nanti, sudah saatnya muncul pasangan lain yang selevel dengan Marcus/Kevin sehingga bisa memutus ambisi besar Tiongkok maupun ganda putra negara lainnya.

Harapan ada pada pasangan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto. Di tahun 2018, pasangan finalis Asian Games 2018 ini sejatinya tampil cukup bagus. Mereka juara di Malaysia Masters Super 500 dan Syed Modi International Super 300. Namun, keduanya acapkali masih tampil labil.

Semoga pasangan ganda putra-ganda putra Indonesia bisa lebih tampil joss di tahun 2019. Utamanya dalam meredam kebangkitan ganda putra Tiongkok yang diprediksi akan menjadi lawan terberat. Dengan tahun 2019 menjadi periode penting menuju Olimpiade, pemain-pemain kita pastinya akan lebih bersemangat. 

Ah ya, tulisan ini merupakan seri ketiga dari evaluasi bulu tangkis Indonesia selama tahun 2018. Sebelumnya sudah ada tulisan untuk mereview kiprah tunggal putra dan tunggal putri Indonesia. Tinggal sektor ganda putri dan ganda campuran. Masih ada waktu dua hari untuk menulisnya. Salam bulu tangkis.




Baca juga:
[Topik Pilihan] Bukit Soeharto Hancur karena Penambangan, Apa Pendapatmu?
Menyelisik Relung-relung Ilmu Editing
Primus Aikom, Kader Kampung yang Berjuang Datangkan Mantri ke Yepem

Saatnya Menikmati Jalan Tol dengan Kendaraan Umum

$
0
0

Bus antar kota antar provinsi siap mengantar anda pengguna jalan tol bukan kendaraan pribadi (DOk Otobus)

Selesainya pembangunan jalan Tol Trans Jawa dari Merak-Jakarta-Surabaya memberikan kegembiraan. Jalan tol Trans Jawa mendorong orang pulang kampung ke Jawa Tengah, Jawa Timur menggunakan kendaraan pribadi pada liburan akhir tahun 2018 ini. Sembari pulang bersama keluarga, mereka ingin mencoba hasil karya anak bangsa di hari libur Natal dan Tahun Baru.

Tak heran sejak menjelang Natal 2018 jalan tol penuh sesak dengan kendaraan pribadi. Tak ayal jalan tol yang secara fungsi untuk menghindari kemacetan malah terjadi kemacetan di beberapa titik. Namun berkat pengaturan larangan  truk melintas pada jam tertentu di jalan tol Jakarta-Cikampek yang masih dalam tahap pembangunan jalan tol layang,  lalu lintas lancar.

Menggunakan jalan tol umumnya menggunakan kendaraan pribadi. Salah satunya Marno, teman di Semarang mengaku hanya butuh waktu enam jam untuk perjalanan dengan kendaraan pribadi dari Jakarta. Mengendarai kendaraan di atas 2500 cc menjadikan Marno mampu melajukan kendaraan dengan lebih 100 km/jam.

Bus Damri melayani antar kota antar provinsi (ft. dok Damri)

Tak juga ketinggalan Wartino, teman di Pemalang, Jawa Tengah, dengan kendaraanya yang dibawah 1800 cc, ia mampu menempuh Jakarta-Pemalang dalam lima jam. Dia berangkat memilih waktu lengang, sehingga di perjalanan sangat lancar. Ia gembira dengan hadirnya jalan tol Trans Jawa yang mempersingkat waktu tempuhnya, sehingga ia bisa PP Jakarta-Pemalang cukup satu hari sudah bisa istirahat dan belanja di Pasar Tanahabang.

Kegembiraan bukan hanya milik Marno, Wartino dan ribuan pengguna jalan tol Trans Jawa yang menggunakan kendaran pribadi. Kami yang tidak memiliki kendaraan pribadi ikut bangga dengan hadirnya jalan tol yang dibangun dengan cepat oleh pemerintah dengan melibatkan BUMN karya.

Meskipun tidak memiliki kendaraan pribadi, ribuan orang ikut gembira, terutama para komunitas penglaju yang menggunakan bus antar kota. Kami pemerjalan rutin Jakarta ke Jawa Tengah karena sering bertemu menjadi komunitas  yang biasa pulang seminggu sekali karena  bekerja di ibu kota, Jakarta.

Kami tergolong sangat jarang menggunakan jalan tol dengan kendaraan pribadi karena disamping tidak memiliki kendaraan pribadi, kami juga sangat capai bila seminggu sekali menggunakan kendaraan pribadi untuk menglaju dari kampung ke ibu kota. Disamping gaji akan habis untuk biaya transportasi, fisik juga tak akan mampu mengendarai kendaraan pribadi setiap minggu.

Untuk menikmati jalan tol  ternyata tidak harus menggunakan kendaraan pribadi. Jadi bukan dengan kendaraan pribadi saja rakyat dapat menikmati jalan tol. Masyarakat bisa memilih naik bus  antara kota antara provinsi atau naik travel untuk melintasi jalan tol. Jadi jangan berkecil hati rakyat kecil tidak dapat menikmati jalan tol.

peta jalan tol Trans Jawa (Ft. Jasa marga)

Dengan kendaraan umum, kami masih dapat menikmati jalan tol Trans Jawa. Naik bus antar kota kini lebih nyaman dengan hadirnya jalan tol Trans Jawa, jadi kurang tepat bila penikmat jalan tol hanya orang kaya, orang berduit dan orang yang punya mobil pribadi.

Kami warga berpenghasilan tidak terlalu besar masih bisa menikmati jalan tol Trans Jawa dengan naik bus antar kota. Bahkan kami bangga bila naik bus eksekutif dengan fasilitas nyaman, sopirnya terampil dan pelayananya bagus.

Kelebihan bus eksekutif tidak banyak berhenti apalagi untuk sekedar menaikkan dan menurunkan penumpang di perjalanan, kami sangat bangga dengan pelayanan bus yang sangat memperhatikan keamanan dan kenyaman pelangganya.

Pasca dibukanya jalan tol Trans Jawa, angkutan bus antar kota diharapkan akan mendapatkan berkah. Pengguna bus akan meningkat seiring infrastruktur jalan tol sejak Merak hingga Surabaya, bahkan akan diteruskan ke Probolinggo dan Banyuwangi.

Hadirnya jalan tol Trans Jawa dapat menghemat biaya operasional kendaraan, dari BBM, rem bahkan perawatan kendaraan mungkin semakin turun karena melewati jalan tol relatif tidak banyak hambatan lalu lintas yang mengharuskan pengemudi berkali-kali menginjak rem dan gas dibanding di jalan raya.

Hadirnya jalan tol Trans Jawa diharapkan disambut gembira para pengusaha bus antar kota antar provinsi. Pengusaha bus harus menyediakan bus-bus terbaru dengan tampilan garang namun fasilitas didalamnya memberikan kenyamanan dalam perjalanan.  Pelanggan bus antar kota banyak yang mampu dan mau menggunakan bus dengan harga lebih tinggi namun fasilitas super wahid.

salah satu bagian jalan tol Trans Jawa (ft. Liputan6)

Hadirnya jalan tol Trans Jawa harus diikuti inovasi pelayanan bus antar kota antar provinsi. Pengusaha bus di berbagai kota dengan berbagai trayek diharapkan dapat meluncurkan produk unggulan untuk kelas premium. Harapannya layanan komersial ini dapat memikat pelanggan dan memberikan dampak ekonomi bagi pengusaha bus.

Menggunakan jalan tol tidak identik menggunakan kendaraan pribadi. Semua lapisan masyarakat dapat menggunakan jalan tol. Pemilik kendaraan pribadi, truk angkutan barang dan warga yang tidak memiliki kendaraan pribadi juga dapat menggunakan jalan tol dengan cara naik bus atau travel. Jangan salah ya bila  jalan tol hanya dinikmati segelintir orang. Kami bisa naik bus lewat jalan tol Trans Jawa. ***




Baca juga:
Begini Tutorial Unggah Gambar dan Embed Youtube di "Dashboard" Kompasiana
Teladan Rifai Pamone untuk Para Pekerja Media
Puisi | Surat Terbuka buat Pakcik

Zakopane, Destinasi Wisata Musim Dingin di Eropa Tengah

$
0
0

Memeluk boneka salju (dok. pribadi)

Setelah berapa bulan disibukkan dengan hiruk pikuk perkuliahan, tibalah di penghujung semester satu. Bertepatan dengan liburan natal dan tahun baru yang dikemas bersama liburan musim salju (winter break), kampus-kampus di Eropa biasanya mendapat jatah libur satu sampai dua minggu lamanya sebelum ujian akhir semester berlangsung.

Demi mengisi kekosongan dan kepenatan, saya bersama tiga teman lainnya memutuskan untuk menikmati liburan dengan mengunjungi beberapa kota di Polandia. Salah satunya adalah Zakopane. Bagi sebagian pecinta travelling, nama Zakopane mungkin tidak asing lagi atau bahkan pernah berkali-kali menapakan kakinya di kota kecil nan elok itu.

Zakopane adalah sebuah kota di ujung selatan Polandia. Kota ini berada dekat dengan perbatasan Slovakia dan terletak di antara pegunungan Tatra dan bukit Gubalowka. Untuk menuju kesana, dibutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan menggunakan Flixbus atau kereta api dari kota Krakow.

Di sana, hanya ada satu stasiun bis dan satu stasiun kereta. Kami berangkat menggunakan Bus sehingga untuk menuju penginapan yang terletak di pertengahan kota Zakopane dibutuhkan waktu 20 menit perjalanan dari Bus Station. Karena kami tiba pada malam hari dan hujan salju yang lumayan lebat pada saat itu, kami memilih untuk naik bus khas antar kota dengan membayar 4 Zloty (16.000,00) per orang.

Setiba di sana, saya berasa terhipnotis dengan panorama alam nan anggun dan mengalihkan pandangan. Suasananya begitu tenang, hanya terdengar suara kicauan burung dan sesekali suara mini bus klasik versi Eropa.

Pemandangan malam hari dari atas villa (dok. pribadi)

Di sekelilingnya banyak terdapat penginapan (villa) dengan desain yang beragam, mulai dari harga yang paling rendah hingga yang paling tinggi.

Bermodalkan kantong mahasiswa, kami menyewa sebuah villa bernama Pod Lasem yang berdiameter cukup luas terdiri 4 tempat tidur dalam satu kamar seharga 174 Zloty per malam atau setara dengan 696.000,00. Jika dibagikan 4 kami mengeluarkan sekitar 44 Zloty per kepala sama dengan 176.000,00. Harga yang cukup terjangkau namun sesuai dengan fasilitas yang ditawarkan.

Tidak seperti kota-kota di Eropa pada umumnya, Zakopane justru lebih hening dan tenang. Keindahan buliran salju yang terus berjatuhan menambah aura keelokan kota yang di apit oleh perbukitan dan pegunungan tersebut.

Suasana Zakopane di pagi hari (dok. pribadi)

Setelah malamnya kami pergunakan untuk melenyapkan lelah, ketika pagi menyapa kamipun langsung bergegas menuju lokasi yang disebut-sebut menjadi tempat favorit wisatawan dari berbagai penjuru dunia itu.

Di Zakopane sendiri terdapat beberapa pilihan destinasi yang bisa dikunjungi. Karena durasi waktu yang tidak begitu panjang, kami hanya mengunjungi dua tempat saja yakni Tatra National Park dan bukit Gubalowka. Buat para traveller yang lebih menyukai nuansa alam, kedua tempat tersebut sangat wajib masuk ke dalam daftar liburan kalian selanjutnya.

Mulai dari destinasi pertama, Tatra National Park adalah sebuah Taman Nasional yang menurut sejarahnya, perencanaan dari pembuatan taman nasional ini telah diinisiasi sejak abad ke - 19 tahun 1925 melalui kerjasama antar negara yakni Polandia dan Slovakia, karena letaknya berada pada kawasan perbatasan kedua negara tersebut.

Gerbang masuk Tatra National Park (dok. pribadi)

Rencana itu baru terealisasikan pada tahun 1937 dan diresmikan pada tahun 1947 sekaligus menjadi milik utuh negara Polandia karena otoritas Polandia lebih luas dibanding Slovakia. Meskipun begitu, pada tahun 1992 Taman Nasional yang memiliki luas sekitar 211,64 km2 (81,71 mil persegi) itu telah ditetapkan sebagai biosfer lintas batas oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization atau yang biasa disebut UNESCO.

Untuk menikmati keindahan Tatra National Park, kita harus membayar tiket masuk seharga 5 Zloty atau setara dengan Rp.20.000. Karena membawa student card (kartu mahasiswa),  kamipun mendapat potongan harga 50% menjadi  2,5 Zloty atau setara dengan Rp10.000. Harga itu berlaku untuk semua kalangan, anak maupun dewasa, baik pribumi ataupun orang asing.

Di dalam Tatra National Park, kita dapat memilih spot yang berbeda-beda, ada yang kesana untuk sekedar jalan-jalan dengan keluarga, ada yang bertujuan mengunjungi Kawah yang letakknya di titik akhir Tatra National Park, dan tidak sedikit pula wisatawan yang membawa peralatan sky.

Peta penunjuk arah (dok. pribadi)

Di sepanjang pemandangan Tatra National Park terdapat suguhan indah yang memanjakan mata. Sejauh mata memandang, yang nampak adalah padang salju nan luas dikelilingi pohon cemara. Ada yang memilih untuk menyewakan kuda dan banyak pula yang memilih berjalan kaki sembari menikmati panorama sekelilingnya.

Padang salju (dok. pribadi)

Sungai yang hampir beku (dok. pribadi)

Ketika hampir 2 jam kami berkeliling dan mengabadikan beberapa momentum di Tatra National Park, kami memutuskan untuk melanjutkan ke destinasi selanjutnya. Masih kurang rasanya, sebab kami belum sempat sampai di kawah Tatra, namun ini akan menjadi alasan kenapa saya harus berkunjung ke tempat ini di lain waktu.

Destinasi kedua, bukit Gubalowka. Berada tidak terlalu jauh dari Tatra, bukit Gubalowka tak kalah indah. Yang paling menarik adalah, bukit Gubalowka atau destinasi wisata Gubalowka menyajikan satu aktivitas olahraga sky yang banyak digandrungi oleh para wisatawan. Tak hanya itu, ditempat ini juga terdapat cable car (raliway) yang bisa digunakan untuk melihat keindahan pemandangan sekeliling bukit.

Serunya lagi, untuk menikmati pemandangan bukit Gubalowka tidak ada sewa tiket masuk alias gratis. Kita hanya perlu membayar tiket jika ingin mencoba olahraga sky atau railway saja.

Hal lain yang pastinya harus dicoba yaitu menikmati sunset dari atas bukit. Jika selama ini di daerah tropis saya hanya menunggu dan menikmati matahari terbenam dari pantai, kini suasana berbeda akhirnya saya rasakan. Yups..!! saya bisa menikmati indahnya matahari terbit diantara bukit bersalju.

Pemandangan dari atas Bukit Gubalowka (dok. pribadi)

Jika berbicara mana yang lebih diminati antara Tatra dan Gubalowka, saya rasa keduanya sama-sama menawarkan sensasi tersendiri. Bahkan sebagian wisatawan asing dari Asia juga terlihat di tempat ini. Rasanya memang sangat puas mengitari bukit Gubalowka, bermain bola-bola salju, menyaksikan langsung pertunjukan sky hingga menaiki cable car.

Bermain salju (dok. pribadi)

Tak heran jika Zakopane dijuluki sebagai kota populer indah musim dingin di Eropa Tengah, karena alamnya yang permai dengan suasana pengunungan yang memukau. Terdapat pula air sungai yang mengalir jernih, juga pemandangan bukit-bukit yang hampir beku dilumuri salju. Sangat cantik dengan perpaduan warna putih, hijau dan biru.

Bagi saya, perjalanan ke Zakopane adalah petualangan singkat namun berkesan. Tentunya saya berharap suatu saat bisa kembali ke tempat ini bersama orang-orang tersayang.




Baca juga:
Kuatnya Insting Politik SBY
Begini Tutorial Unggah Gambar dan Embed Youtube di "Dashboard" Kompasiana
Teladan Rifai Pamone untuk Para Pekerja Media

Ketika Orang Banjar Naik Haji

$
0
0

Emad Sedang Berdoa di Masjidil Haram (Foto : @kaekaha)

Islam dan Orang Banjar

Masyarakat Banjar dikenal mempunyai akar kebudayaan Islam yang sangat kuat. Sejarah interaksi diantara keduanya dimulai sejak berdirinya Kesultanan Banjar sekitar 5 abad  yang lalu. 

Sejak saat itu Islam dengan segala pernak-perniknya menjadi identitas spiritual dan cultural masyarakat suku Banjar. Sampai sekarang, jejak-jejak kedekatan diantara keduanya masih tampak jelas, baik dalam bentuk ritus (personal maupun komunal), falsafah kehidupan, tradisi dan juga berbagai peninggalan fisik seperti arsitektur masjid, surau dsb.

Baca Juga : Bertemu Bintang Sepakbola di Masjidil Haram 

Sejak jaman keemasan Kesultanan Banjar, Kota lama Banjarmasin yang lokasinya di muara Sungai Kuin di tepian Sungai Barito, telah menjadi bandar perdagangan penting sekaligus pintu masuk utama pergerakan manusia dan barang dari dan menuju pedalaman Pulau Kalimantan. Sedangkan masyarakat Banjarnya sendiri sejak saat itu semakin mengukuhkan identitas komunalnya sebagai bangsa pedagang yang ulung. 

Uniknya, pilihan hidup komunal Urang Banjar menjadi pedagang yang ulung ini, ternyata juga terinspirasi oleh sosok Rasulullah, Muhammad SAW yang notabene (awalnya) juga seorang pedagang yang ulung.

Selain itu, inspirasi Rasulullah semakin berurat dan berakar dalam alam bawah sadar masyarakat Banjar ketika Hadits , “Pedagang yang dapat dipercaya dan jujur akan bersama-sama dengan para nabi, shiddiqin, syuhada.” (HR. At Tirmidzi), ini dijadikan rujukan masyarakat Banjar dalam ber-muamallah khususnya dalam perdagangan. 

Perdagangan di Pasar Terapung Banjarmasin (Foto : @kaekaha)

Masyarakat Banjar sangat familiar dengan ungkapan "Umur tidak berbau" (teks asli dalam bahasa Banjar "Umur Kada Babau"), yaitu sebuah ungkapan bahari (tua) yang secara umum bisa dimaknai sebagai ajal atau maut bisa datang kapan saja. Ungkapan ini terinspirasi dari hadist nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, (HR. Ibnu Majah no. 4259. Hasan kata Syaikh Al Albani).

Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.”

Ungkapan "Umur tidak berbau" ini merupakan ungkapan yang paling populer di kalangan masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan setelah Lafaz  Inna Lillahi wa inna ilayhi raji'un  ketika mendengar kabar berita kematian atau meninggalnya seseorang.

Baca Juga : Mohon... Jangan Naik Haji Lagi!

Ungkapan bertuah ini telah lama menjadi sugesti bagi masyarakat Banjar "untuk selalu ingat mati" khususnya disaat yang tepat, karena dengan mengingat mati, diyakini masyarakat Banjar akan melembutkan hati, qana’ah dan lebih berhati-hati dalam proses ber-muamallah, baik dalam konteks Hablumminannas maupun Hablumminallah

Aneka Panggilan Allah untuk Manusia (Grafis : annajah.com)

Jika anda ingin melihat atau merasakan secara langsung salah satu tradisi muamallah masyarakat Banjar yang merupakan kombinasi antara kearifan lokal suku Banjar dengan syariat Islam, coba anda jalan-jalan ke pasar terapung dan coba belilah sesuatu dari para acil-acil pedagang yang ada. Coba perhatikan di akhir transaksi! Acil-acil itu biasanya akan mengucapkan kata “Jual” dan anda sebagi pembeli seharusnya mengucapkan “Beli”. Itulah yang namanya ijab kabul dalam jual beli, salah satu tradisi "kearifan lokal" masyarakat Banjar yang diadopsi dari syariat Islam.

Orang Banjar Naik Haji

Kalau memperhatikan daerah-daerah di Indonesia yang daftar tunggu haji atau waiting list-nya tergolong lama, yaitu Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Aceh dan Jawa Timur sepertinya ada benang merah diantara daerah-daerah tersebut yang bisa kita ambil sebagai materi kajian.

Benang merah pertama adalah, daerah-daerah tersebut merupakan “rumah” bagi suku-suku di Indonesia yang dikenal mempunyai akar kebudayaan Islam yang sangat kuat. Saking kuatnya, suku Aceh di Aceh, Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan, Banjar di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur serta Madura di Jawa Timur ini sangat identik dengan agama Islam.

Sedangkan benang merah keduanya adalah latar belakang identitas komunal suku-suku ini yang dikenal mempunyai tradisi kuat dalam perdagangan sehingga melahirkan pedagang-pedagang ulung yang tangguh.


Jamaah Haji Banjar Memasuki Pesawat (Foto : kalamanthana.com)

Khusus untuk Sejarah haji Orang Banjar, menurut budayawan Banjar Zulfaisal Putra memang tidak ada catatan resmi  yang bisa dijadikan rujukan, tapi jika melihat sejarah hidup Syeh Muhammad Arsyad Al Banjari (1710-1812), ulama berpengaruh dari Kesultanan Banjar ini semasa hidupnya pernah menetap di Mekkah sekitar 30 tahunan. 

Artinya, tahun 1700-an sudah ada Urang Banjar yang naik haji. Bahkan, menurut catatan Lesley Potter (2000), sebagaimana dikutip Taufik Arbain, yang tahun 1800-1900-an mencatat besarnya persentase dan proporsi orang Banjar yang menunaikan ibadah haji jika dibandingkan penduduk di pulau Jawa.

Kisah perjalanan naik haji Orang Banjar berikut pernak-pernik yang menyertainya, tentu tidak bisa dilepaskan dari latar belakang spiritual dan cultural-nya sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia yang identik dengan agama Islam dan identitas komunalnya sebagai pedagang-pedagang ulungseperti halnya suku Aceh, Bugis, Makassar dan Madura yang sama-sama mempunyai akar kebudayaan Islam yang kuat, masyarakat Banjar termasuk penyumbang jamaah haji terbesar di Indonesia.

Jabal Rahmah Diluar Musim Haji (Foto : @kaekaha)

Saat ini, daftar tunggu haji untuk Kalimantan Selatan menurut situs resmi milik Kementerian Agama haji.kemenag.go.id  hampir mencapai 30 tahun dan menempati urutan ke-2 terlama setelah Sulawesi Selatan yang daftar tunggunya dirinci per-kabupaten. 

Kenapa antusias masyarakat Banjar begitu besar untuk naik haji?

Sudah menjadi rahasia Indonesia, kalau masyaraakat Banjar dikenal mempunyai minat naik haji di atas rata-rata, karenanya sampai ada kelakar yang menyatakan bahwa naik haji dan umrah ke tanah suci memang hobi Urang Banjar . 

Hampir sama dengan daerah lain di Indonesia, ibadah haji bagi masyarakat Banjar tidak hanya menjadi bukti ketaatan tertinggi kepada Sang Maha Kuasa Allah SWT, tapi juga menjadi bagian dari eksistensi status sosial di masyarakat. 

Selain mendapat "tempat khusus" dari lingkungan sekitar, biasanya Pak Haji atau Ma Haji akan selalu diberikan tempat terdekat dengan tuan Guru bila ada acara keagamaan. Mantap kan!?

Masjidil Haram Dengan Latar Belakang Makkah Royal Clock Tower (Foto : @kaekaha)

Sudah menjadi tradisi bagi semua masyarakat Banjar untuk selalu menjaga “mimpi” naik haji, apapun latar belakang kehidupannya, mau laki-laki atau perempuan, miskin atau kaya, tua atau muda sejak lahir semuanya akan mendapatkan doa dan sugesti dari lingkungannya agar kelak bisa menunaikan ibadah haji ketika saatnya berhaji tiba. Karena itu pula, sejak jaman nini-kai dulu masyarakat Banjar sudah terbiasa untuk menyiapkan ibadah haji sejak dini.

Selain ritual doa untuk si anak, realitas mempersiapkan ibadah haji sejak dini masyarakat Banjar yang "terpenting" adalah dalam bentuk menyisihkan sebagian pendapatan atau menabung untuk bekal berhaji, baik untuk diri sendiri maupun untuk si-anak sejak kelahirannya. Kalau sekarang, menabungnya di Bank Danamon Syariah yang telah ditunjuk pemerintah untuk menerima setoran ONH, khusus untuk tabungan anak-anak biasanya masih menggunakan nama pengampu.

Bank Danamon Syariah mempunyai dua produk tabungan haji inovatif yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan nasabah calan jamaah haji, yaitu Rekening Tabungan Jemaah Haji (RTJH) dan Tabungan Rencana Haji iB. Untuk keterangan lebih detail bisa menghubungi Hello Danamon 1-500-090, Email: hellodanamon@danamon.co.id atau datang langsung ke cabang Bank Danamon terdekat di kota anda tercinta. Untuk update layanan terbaru jangan lupa untuk mengikuti semua media sosial Bank Danamon ya! Ada facebook, twitter, instagram, you tube dan LinkedIn.

900-hajiku-lengkap1-5c280e17c112fe2d232d80c9.jpg

Alasan Urang Banjar mempersiapkan ibadah haji sejak dini (bahkan Urang Banjar melakukannya sejak jabang bayi lahir) karena,

Pertama, keyakinan sugestif “Umur tidak berbau". Kita tidak akan pernah tahu kapan ajal menjemput kita. Karenanya, Urang Banjar lebih memilih untuk berpikiran positif (husnudzan) dengan  berinisiatif sesegera mungkin  naik haji sebelum ajal menjemput.

Kedua, dengan menyegarakan niat beribadah haji sejak dini, setidaknya ada tiga hal yang akan kita mulai dan dapatkan, yaitu :

Mulai berniat sungguh-sungguh untuk berhaji dan kalaupun kita meninggal sebelum panggilan datang, setidaknya kita sudah mendapatkan pahala niat. 

Urang Banjar meyakini hanya orang yang benar-benar siap lahir (materi/finansial, fisik, ilmu dan waktu tunggu) dan batin (taqwa) saja yang akan mendapatkan panggilan berhaji dari-Nya. Karena itu, Urang Banjar selalu berusaha semaksimal mungkin memulai persiapan berhaji sejak dini, bahkan sejak bayi baru lahir. 

Terakhir, urang Banjar juga meyakini siapapun yang meluruskan niat berhaji dan sungguh-sungguh mempersiapkan semuanya sejak dini, maka  Insha Allah, Allah sendiri yang akan menuntun, memudahkan serta memampukannya.

Masyarakat Banjar Biasa Melaksanakan Ibadah Umrah dan Haji di Usia Muda (Foto : @kaekaha)

 Ketiga, kebiasaan menabung sejak dini untuk biaya haji diyakini mempunyai multi manfaat, tidak hanya untuk bekal berhaji saja tapi juga melatih untuk konsisten menjaga ketahanan keuangan keluarga dan yang sering tidak disadari adalah manfaat menabung sebagai terapi  proses  dan juga terapi kesabaran  yang diyakini sangat efektif untuk mendidik anak-anak agar gemar menabung dan (menjawab tantangan milenial kekinian) agar anak tidak mudah terjebak dengan pola pikir serta perilaku pragmatisme dan instantisme.

Keempat, dengan jeda waktu sekitar 12 tahun (dihitung dari umur 0-12 tahun, batas umur diijinkan naik haji) ditambah dengan daftar tunggu sekitar 30 tahun, Insha Allah Anak-anak akan naik haji pada usia 42 tahun, range usia matang dan masih tergolong kuat dan sehat untuk menjalani ritual haji yang penuh tantangan fisik dan psikhis.

Kelima, prosesi (budaya) keberangkatan naik haji masyarakat Banjar juga membutuhkan biaya, diawali dengan melaksanakan shalat hajat, selamatan (sehari sebelum berangkat) serta upacara tapung Tawar di hari keberangkatan dengan mengundang sanak saudara, tetangga dan semua orang yang dikenal (tergantung kemampuan finansial masing-masing). 

Karena "umur tidak berbau" acara selamatan ini biasanya juga dimanfaatkan tuan rumah untuk  meminta maaf, keridhaan, kerelaan, keikhlasan termasuk minta bantu doa dari tamu yang datang saat melepas kepergiannya ke tanah suci. 

Begitu juga ketika pulang haji, mereka disambut dengan sebuah  lawang sekepeng di gerbang masuk halaman rumah dengan atap kain putih memanjang sampai pintu rumah. Biasanya, setelah itu akan banyak tamu yang bersilaturahmi ke rumah.

Uraian ini saya sarikan dari kisah nyata persiapan perjalanan ibadah haji diusia muda yang dijalani istri saya, Hj. Hamida Yanti pada tahun 1989 yang saat itu dicatat Departemen Agama dan Garuda Indonesia sebagai jamaah haji termuda, yaitu berusia 12 tahun 5 bulan 8 hari. Semoga bermanfaat.

Sertifikat Jamaah Haji Termuda dari Garuda Indonesia (Foto/Grafis : @kaekaha)





Baca juga:
Menayangkan Tulisan di Kompasiana Tak Butuh Banyak Pikir
Kuatnya Insting Politik SBY
Begini Tutorial Unggah Gambar dan Embed Youtube di "Dashboard" Kompasiana

Filosofi Anak Bawang dan Keterasingan yang Berkelanjutan

$
0
0

Sumber : buletinmitsal.com

Anak Bawang. Dia hadir tanpa diakui keberadaanya. Ada dan tiada tidak berarti apa-apa. Tak ada status yang menandai keberadaanya. Anak Bawang itu istilah dunia anak-anak bagi anak yang masuk dalam suatu permainan tapi keberadaannya tidak diakui oleh kelompok sepermainan. 

Walau ia ada dalam permainan tapi apa yang dimenangkan atau dikalahkannya tidak berarti apa-apa bagi kedua kelompok yang sementara berkompetisi.

Menarik untuk ditelaah lebih dalam bahwasanya term teknis ini berlaku melintasi batasan (overlapping) dunia anak dan berlaku pula dalam dunia kehidupan orang dewasa. Wujudnya ada dan berada pula dalam dunia kehidupan (lebenswelt) yang lebih luas hanya saja keberadaanya telah berganti rupa dalam penghalusan bahasa yang mengaburkan pandangan atas hakikat yang sesungguhnya.

Keberadaan diri yang tidak diakui atau pun bahkan dengan keberadaannya meniadakan keberadaan orang lain, sesuai dengan rumusan Jean Paul Sartre (1905-1980) bahwasanya keberadaan diri dan kebebasannya terenggut dengan adanya keberadaan orang lain. 

Dalam konteks perspektif eksistensialime, bentuk eksistensialis nihilistik ala Sartre merupakan buah dari eksistensialis nihilistik lainnya yang mempertentangkan keberadaan manusia dalam dua klasisfikasi kelas berdasarkan intensi hidup dan sikap moral ala Friedrich Nietszche (1844-1900) yang mempertentang moralitas budak dan moralitas tuan.

Moral budak sebagai manusia yang penuh belas kasih, menerima apa adanya kenyataan hidup tanpa berani dan mau bergerak melawan-Moralitas tuan adalah manusia yang mau berjuang, berusaha dan tidak sekadar menerima bahwa belas kasihan dan cinta pada sesama bahkan musuh adalah bentuk ultim dari sikap moralis tetapi berusaha melampaui sekat moral untuk menegaskan dirinya. Inilah yang oleh Nietszche disebut Manusia Super (ubermensch)

Metamorphosis Anak Bawang

Dalam dunia kerja Anak Bawang terwujud dalam diri anak magang yang dapat diperintah ke sana ke mari dan manut saja pada atasan. Keberadaannya hanya diakui sebagai pelengkap penderita, tidak lebih. Dia tidak bekerja untuk mengaktualisasikan dirinya tetapi bekerja atas perintah atasan. Implikasinya, daya cipta dan kehendak dalam dirinya tidak dapat terwujud.

Dalam dunia birokrasi Anak Bawang naik kelas jadi penjahat kelas teri yang punya daya rusak luar biasa tapi tidak terdeteksi karena entitasnya yang kecil. Keberadaannya baru terlacak setelah melebur dalam kuasa yang kebablasan dan korupsi berjumlah besar.[1]

Dalam konteks kenegaraan anak bawang terejahwantah dalam 'presiden, gubernur, bupati boneka' yang hanya tampak sebagai pemegang kuasa, nyatanya kuasa sesungguhnya ada di tangan ologarkhi dan kapitalis tingkat lanjut dalam rupa politisi yang bermodal investasi triliunan atau pebisnis yang menguasai sektor vital atau perpaduan birokrat dan politisi yang mempunyai jejaringan yang luas dan berusaha merambah dunia bisnis.[2] 

Keterasingan diri

Anak bawang menjadi subjek yang terdeterminasi oleh subjek yang menggerakannya. Terobjektivasi. Secara filosofis, anak bawang merupakan subjek yang kehilangan otonomi dan independensi atas dirinya. 

Subjek menjadi terkooptasi oleh kepentingan subjek yang lebih berkuasa atau di atasnya sehingga ia hanyalah bayangan dari subjek yang sesungguhnya.

Subjektivasi dan objektivasi adalah konsekuensi dari dikotomi yang tidak sebanding dalam prasyarat eksistensinya, yakni mengakui esensinya sebagai sama sekaligus berbeda, berada dan setara-sederajat. 

Objektivasi subjek menjadi mungkin karena subjek kehilangan otonomi atas dirinya sendiri. Subjek larut dalam pertarungan dunia kehidupan hingga subjek kehilangan kehendak atas dirinya. 

Karl Heinrich Marx (1818-1883) mengulas keterasingan manusia dengan cukup detil. Baginya keterasingan manusia terjadi ketika manusia tidak dapat menjadi sebagai manusia dalam bekerja. Ketika bekerja tidak lagi menjadi aktualisasi diri manusia. 

Manusia dikenal sebagai siapa-apa-ketika dalam bekerja. Bila kondisi ini tidak tercipta maka sesungguhnya, manusia menjadi terasing dalam dunia kehidupannya.




Baca juga:
Tunawisma dan Kolong Jembatan Eropa
Menayangkan Tulisan di Kompasiana Tak Butuh Banyak Pikir
Kuatnya Insting Politik SBY

Saya, Koran, dan Kompasiana

$
0
0

Sumber foto:dewipusparasi.net

Perkenalan dengan dunia tulis menulis berawal dari sesuatu yang tidak saya mengerti. Setamat dari bangku SMP di Adonara-Flores Timur saya merantau ke Kupang, ibu kota provinsi NTT untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Di Kupang, saya tinggal dengan abang tertua. Ia wartawan kantor berita nasional Antara. 

Sebagai wartawan, si abang berlangganan beberapa koran lokal dan nasional. Saya akhirnya akrab dengan satu koran nasional, Kompas. Era 90an, bersama Jawa Pos, oplah kedua koran ini melambung tinggi. Koran rujukan nasional lah intinya. 

Ketika masa SMA itulah, kegemaran membaca koran semakin menjadi-jadi. Tapi rubrik yang paling digemari hanya dua, bola dan kolom opini. Yang terkhir ini sulit dijelaskan anak SMA sudah akrab dengan tulisan opini YB Mangunwijaya, Ignas Kleden, Frans Magniz Suseno, Bre Redana, Affan Gafar, sesuatu yang sangat saya syukuri kemudian hari. 

Waktu terus berlalu, hingga saya masuk bangku kuliah di Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Nusa Cendana Kupang. Kegemaran pada tulisan memuncak di sini, begitu mengenal penulis akademisi kolumnis koran lokal NTT Pos Kupang dan Timor Express.  For your information, "rivalitas" Kompas dan Jawa Pos di level nasional, juga menurun di  tingkat daerah. 

Di NTT Kompas eksis melalui Pos Kupang (kelompok koran daerah Kompas Gramedia) dan Jawa Pos berkibar dengan harian Timor Express sebagai titisannya. Maka menulis di dua koran tersebut menjadi impian banyak penulis.  Ada Feliks Tans, Marsel Robot, Laurensius Kian Bera, Alo Liliweri dan lainnya. Beberapa dari mereka dosen saya. 

Dari mereka, diam-diam hasrat menulis saya mulai tumbuh, tetapi dengan penuh kecemasan. Hingga akhirnya pada suatu hari di 2001, saya ingat betul, momentumnya pemilihan gubernur NTT. Saat itu isu kesetaraan gender sedang sangat populer. 

Lalu, saya tiba-tiba berpikir, mengapa pada setiap kontestasi politik, itu seperti panggung milik para lelaki? No woman. Pada hal ada potensi besar dalam diri Sarah Lery Mboik, Veronika Ata dan Susi Katipana, beberapa perempuan hebat, rising stars NTT kala itu. 

Kegalauanku itu akhirnya ditulis, rampung. Ini tulisan pertama sepanjang hidupku. Kerisauan mulai muncul, yakin mau dikirim ke media?  Belakangan baru saya sadar, itu syndrom penulis pemula rasa tidak percaya diri dengan menyajikan tulisan ke ruang khalayak. 

Tapi tekad sudah bulat tulisan itu harus dicoba ke koran. Tidak tanggung-tanggung tujuan saya Pos Kupang. Dengan disket 31/2 floppy, filenya ku antar ke kantor Pos Kupang di Jalan Kenari Naikoten 1. 

Dan yes dua hari kemudian tulisan dengan judul "Pilgub NTT, Sebuah Renungan untuk Kaum Hawa NTT", terbit di kolom opini Pos Kupang oleh seorang mahasiswa semester dua. Senang, selain karena teman-teman mahasiswa banyak yang membaca dan mengapresiasi, juga ada honornya. Saya baru tahu, menulis juga dapat duit. Tetapi bukan ini yang bikin saya tidak melupakan tulisan itu. 

Tulisan pertama itu ternyata membawa berkah berlanjut. Di program studi saya, ada mata kuliah menulis (writing), mata kuliah ini berjenjang ada writing 1 di semester 1 dan seterusnya sampai academic writing di semester 4. Dosen pengasuhnya sama setiap semester, dan dia punya challange yang unik untuk mahasiswanya kala itu. 

Bagi mahasiswa yang bisa menulis artikel di Pos Kupang atau Timex, kepadanya digaransikan mendapat nilai A. Saya tersenyum, karena sudah punya 1 stok tulisan, tinggal saya bawa dan tunjukan kepada sang dosen. Dan benar, mata kuliah writing bagi saya benar-benar enteng. Sejak saat itu, semangat menulis sungguh berlipat ganda. 

Singkat cerita kebiasaan menulis opini di koran akhirnya seperti menjadi  hobi, sejak kuliah hingga bekerja. Selama menjadi guru aktifitas menulis memang berkurang, tetapi tetap saya geluti. Menulis sebagai proses kreatif, kerja kognisi, perpaduan emosi dan perasaan, terlanjur saya suka. 

Secara kuantitas jumlah tulisan juga baru 20an opini di dua harian, Timor Express dan Pos Kupang.  Pada 2017, beberapa opini diikutkan dalam lomba menulis artikel pendidikan di Kemendikbud. Tak disangka, satu opini sukses menjadi pemenang ke-3 dari 300an artikel guru se Indonesia. 

Di tahun yang sama, satu opini lain di Pos Kupang mengantar saya menjadi pembicara seminar nasional memperingati HUT Provinsi NTT bersama seorang dosen dari Charles Darwin University Australia, satu lagi dari Australian National University Rektor Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Ketua Sinode GMIT NTT dan Kepala Dinas Pendidikan NTT. Pada 2018, tulisan lain juga menjadi nomine lomba jurnalistik pendidikan keluarga Kemendikbud dari 130an tulisan yang dinilai. 

Sampai di sini saya akhirnya menyadari, menulis ternyata mendatangkan banyak berkah tidak hanya finansial tetapi berkah sosial, mengenal banyak orang, membangun jejaring dengan banyak kalangan, belajar banyak hal dari orang lain dan tentu saja jalan-jalan gratis ke Jakarta. Hobby can make money. Hal yang tidak saya duga sejak awal menulis. 

Ilustrasi. Sindonews.com

Kompasiana

Orientasi, semangat dan motivasi menulis tiba-tiba berubah di penghujung 2018, ketika secara tidak sengaja saya mulai berkenalan dengan medan menulis baru, platform digital bernama blog. Iya, ibarat atlet, penulis juga perlu sparring partner, juga turnament untuk menguji kemampuan saat latihan. 

Menulis opini di koran memang bergengsi, tetapi sangat kompetitif, wajib aktual, dan karenanya semua yang ditulis belum tentu diterbitkan. Jika diterbitkan pun, sebagai penulis, anda tidak pernah tahu berapa banyak orang yang membaca tulisan anda. Kepuasan terbesar seorang penulis adalah ketika tulisannya dibaca oleh banyak orang. 

Berbeda dengan koran, platform blog memungkinkan penulis mengekspresikan ide-ide tulisan sebebas-bebasnya, bisa dipertanggungjawabkan, kapanpun dan dari manapun ia ingin tulisannya ditayang, selama ada koneksi internet. 

Penulis juga bisa tahu berapa banyak orang yang membaca tulisannya, siapa yang mengomentari tulisannya, dan yang unik penulis mendapat kredit point.

Artikel anda bisa menjadi headline atau artikel pilihan setelah dimoderasi oleh redaksi. Sesuatu yang boleh jadi mengindikasikan kualitas tulisan. Sensasinya sungguh berbeda dengan menulis di koran. 

Ini semua ada di Kompasiana. Kompasiana merupakan platform blog dari Kompas Cyber Media. Pepih Nugraha, sang founder menyebutnya etalase warga biasa, karena Kompasiana menjadi saluran berita dan opini semua lapisan warga. 

Sejak memiliki akun sebagai lisensi menulis di Kompasiana pada 04 Desember 2018, ini adalah artikel terakhir di 2018, genap 20 artikel yang saya tulis dengan fokus pada isu pendidikan dan humaniora. Di Kompasiana, saya bahkan berani belajar menulis puisi, ini cerminan kebebasan, impian penulis, meski sastra sebenarnya is not my cup of tea

Demikianlah Kompasiana, memberikan pengalaman baru menulis, perspektif baru dan tantangan baru. Sebagai kompasianer, sebutan untuk penulis di Kompasiana, bangga menulis di Kompasiana selain karena ada embel-embel "Kompas"nya, juga karena penulis debutan seperti saya menjadi seperti "go nasional". He he..selamat sukses di tahun 2019. 




Baca juga:
Etiket Mendokumentasikan Bencana
Sekolah Ibu, Bagaimana Kajian Latar Belakangnya?
Ingin Akun Kompasianamu Tervalidasi, Ini Caranya!

Apa Saja Tantangan Ekonomi Tahun 2019?

$
0
0

Sumber : Pixabay.com

Tidak terasa tahun 2018 akan segera berakhir. Saat tulisan ini dibuat, 2018 hanya tinggal dua hari saja. Banyak hal yang terjadi di tahun 2018 dan kemungkinan tetap akan menjadi tantangan ekonomi tahun 2019. Apa saja?

Perang Dagang

Setelah bertemu dan makan malam di pertemuan tingkat tinggi G20 di Argentina. Donald Trump dan Xi Jinping sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Amerika Serikat (AS) melakukan penundaan peningkatan tarif untuk barang impor eks China senilai USD 200 miliar yang seharusnya menjadi 25% dari 10% yang berlaku sekarang ini di bulan Januari 2019.

Namun tekanan AS terhadap China malah terlihat meningkat. Ditangkapnya petinggi Huawei di Kanada sedikit banyak meningkatkan tensi hubungan AS dan China.

Bulan Januari 2019 dijadwalkan pertemuan pertama antara AS dan China untuk mencari solusi perdagangan kedua negara.

Perang dagang tetap menjadi ancaman yang besar bagi ekonomi. Terlebih lagi Trump berusaha menekan China dibandingkan dengan melakukan pembicaraan yang setara. Memang harus diakui bahwa tindakan AS untuk mengurangi defisit perdagangannya tidaklah salah.

Namun terlihat bahwa ketegangan hubungan AS dan China adalah karena kekhawatiran AS akan majunya ekonomi dan teknologi China. Baca "Alasan Sebenarnya AS mengobarkan Perang Dagang"

Juga semakin terlihat bahwa hubungan yang memburuk ini bukan hanya terjadi di bidang perdagangan. Baca " Hubungan AS dan China Memburuk bukan hanya di perdagangan"

Perkembangan pembicaraan antara AS dan China harus ditunggu untuk melihat apakah perang dagang akan berlanjut atau tidak. Namun yang jelas IMF dan Bank Dunia sudah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dengan perang dagang sebagai salah satu penyebab utama.

Suku Bunga Amerika Serikat

Peningkatan suku bunga AS secara agresif yang mencapai empat kali tahun ini adalah salah satu sebab dolar AS menguat dan membuat mata uang negara berkembang termasuk Indonesia mengalami pelemahan.

Untuk tahun 2019 diperkirakan The Fed tidak akan seagresif tahun ini. Perkiraan peningkatan suku bunga akan menurun dari tiga kali menjadi dua kali. Semoga bisa sedikit mengurangi tekanan terhadap ekonomi dan mata uang negara berkembang.

Harga Minyak Bumi

Harga minyak bumi yang tinggi akan menguntungkan bagi negara pengekspor minyak, Arab Saudi salah satunya. Harga minyak yang rendah menyebabkan Arab Saudi harus mengeluarkan surat utang dan menerapkan PPN.

Namun di sisi lain negara net importir minyak bumi, seperti Indonesia dan India mengalami kesulitan. Dolar AS yang tinggi dan harga minyak yang juga meningkat tajam meningkatkan defisit perdagangan Indonesia.

Akhir tahun ini harga minyak sudah mulai melandai, harga minyak WTI berada di kisaran USD 45 dan Brent berada di kisaran USD 50an. Hal ini disebabkan oleh menurunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dan juga meningkatnya produksi minyak AS selain itu adalah penangguhan terhadap larangan impor minyak Iran kepada beberapa negara juga membantu.

Beberapa persoalan yang dihadapi produsen minyak AS tahun 2018 akan bisa diselesaikan pada tahun 2019. Sehingga saya berharap harga minyak akan kembali stabil dan tidak meningkat tinggi seperti tahun ini.

Baca "Apakah Shale Oil bisa Menahan Harga Minyak 2019?"

Selama harga minyak WTI bisa berada di kisaran USD 40 -- USD 50an maka pertumbuhan produksi minyak AS akan terus berkembang. Pengurangan produksi OPEC plus Rusia akan bisa tergantikan.

Donald Trump

Saya merasa bahwa turbulensi ekonomi dunia selama tahun 2018 salah satu penyebab utamanya adalah Donald Trump. Sebagai presiden satu-satunya negara adi daya di dunia setiap tindakan Trump akan berpengaruh baik sedikit ataupun banyak terhadap negara lain.

Perang dagang yang dikobarkan oleh Donald Trump langsung membuat limbung ekonomi. Walaupun ada ahli yang mengatakan Trump hanya gejala bukan penyebab perang dagang. Namun yang jelas pelaku ekonomi tidak menyukai ketidakpastian sedangkan Trump bagaikan petasan yang meledak-ledak.

Salah satu yang terakhir adalah adanya isu Trump sedang mewacanakan pemecatan Jerome Powell, Gubernur Bank Sentral AS. Indeks Wall Street langsung rontok walaupun akhirnya wacana tersebut dibantah oleh gedung putih.

Sekarang ini pemerintah AS sedang lumpuh akibat tidak disetujuinya anggaran untuk membangun tembok perbatasan dengan Meksiko. Salah satu janji kampanye yang ingin diwujudkan oleh Trump.

Demokrat berhasil memenangkan pemilu sela dan menguasai Dewan Perwakilan AS. Ada harapan bahwa Trump akan bisa sedikit lebih dikendalikan sehingga ada kepastian tentang arah kebijakan AS.

Baca" Mengapa Pemilu Sela AS 2018 Penting?"

Psikologis

Sejarah memang mencatat bahwa ada sebuah pola berulang yaitu terjadinya krisis ekonomi setiap 10 tahun sekali. Indonesia mengalaminya di tahun 1998 dan mengalami gejolak yang lebih kecil di tahun 2008.

Saya melihat bahwa pelaku pasar masih khawatir akan terjadinya hal ini. Sehingga kejadian kecil bisa dianggap lebih besar yang pada akhirnya bisa memicu krisis akibat panik. Pertanyaannya adalah 2018 sudah hampir berlalu, apakah akan terjadi krisis di tahun 2019? Sampai saat ini belum terlihat tanda-tandanya namun kewaspadaan tetap harus dijaga, tetapi bukan berarti harus panik.

Tantangan Indonesia

Selain tantangan eksternal seperti yang disebutkan di atas. Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan yang semakin melebar. Baca "Apakah dolar AS menguat atau Rupiah Melemah?"

Neraca perdagangan yang merupakan bagian dari neraca transaksi berjalan mengalami defisit yang cukup parah di bulan November 2018 yaitu sebesar USD 2,05 miliar dengan akumulasi Jan-Nov 2018 mencapai USD 7,52 miliar.

Defisit neraca perdagangan ini penyebab utamanya adalah impor minyak dan gas yang cukup tinggi akibat tingginya harga minyak. Defisit ini mencapai USD 12,15 miliar akumulasi Jan-Nov 2018. Katadata.co.id

Jika harga minyak bisa stabil tahun 2019 defisit ini akan bisa berkurang. Namun di sisi lain harga komoditas yang menjadi andalan ekspor Indonesia seperti batu bara juga akan mengalami tekanan jika harga minyak turun dan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia menurun.

Memang tidak mudah mengatasi defisit transaksi berjalan yang sudah terjadi sejak tahun 2011. Diperlukan adanya perbaikan struktur ekspor Indonesia yang mengandalkan komoditas menjadi ekspor berbasis manufaktur. Baca "Setelah Infrastruktur Lalu Apa?"

Juga diperlukan penguatan industri bahan baku sehingga ketergantungan terhadap bahan baku impor bisa berkurang. Pemerintah juga sedang berusaha meningkatkan investasi langsung baik dari dalam maupun luar negeri dengan insentif dan perbaikan cara pengurusan izin. Saya pikir tujuannya adalah mengurangi defisit transaksi berjalan dan juga mengurangi ketergantungan bahan baku impor.

Referensi : Berbagai media dalam dan luar negeri

Tulisan ini juga ditayangkan di situs pribadi penulis


Salam
Hanya Sekadar Berbagi




Baca juga:
Mana yang Dipilih, Menulis Sesuai "Passion" atau Sesuai Tren?
Etiket Mendokumentasikan Bencana
Sekolah Ibu, Bagaimana Kajian Latar Belakangnya?

"Wanted! Seorang Guru Penulis"

$
0
0

Ilustrasi: mediaindonesia.com

Sambil menunggui kedua anak, abang dan adik berenang, saya pilih tempat yang agak teduh. Membuka-buka kembali tulisan-tulisan yang telah dimuat di note. Ada tulisan yang telah telah sepenuhnya diedit dan diupload ke Kompasiana, ada juga yang masih sepotong-sepotong hingga tak jelas akan jadi apa dan buat apa. Sebuah contoh, catatan yang saya buat dan belum selesai, tanggal 22 Desember:

Dialog Pagi

"Apa arti cinta bagimu?"
tanya dedaunan hijau menyapa lembut sang embun.
Embun berbisik mesra, "Kemurnian. Cinta adalah diriku nan apa adanya. Adakah kau temukan selain bening?"
Daun bergumam, "Pantas saja, aku mencintaimu.
Seketika embun bersinar semakin terang.
....
Dan setelah menuliskan ini, saya tidak tahu akan jadi apa kelak tulisannya. Hanya saya simpan dahulu kemudian saya pilih menuliskan gagasan lain yang dirasa lebih matang dan bisa diselesaikan.

Lama kelamaan saya sering menulis untuk disebar di media sosial maupun sengaja dibuat untuk dibukukan. Bahkan beberapa teman yang akan membuat buku, sengaja meminta testimoni atas buku yang mereka buat. 

Kebiasaan baru pun muncul, rajin membuka note dan tuliskan apa saja yang terpikirkan saat itu juga. Karena mengingat gagasan awal itu sangat sulit bahkan saya hampir tak bisa menuliskan hal yang sama persis dua kali, padahal jaraknya hanya berdekatan, sekira lima menit saja.

Guru Menulis/ dokpriTernyata menulis itu sebuah "kegilaan" tersendiri. Bila tak segera dipenuhi akan membuat perasaan serba salah dan tak puas. Bayangkan jika ada ide yang dirasa cukup baik lalu tak menemukan sesuatupun untuk menuangkannya hingga ide itu lenyap rasanya seperti kehilangan barang yang amat dicintai dan tak mungkin ditemukan kembali.

Terus-terang saja bahwa menulis itu bagi saya adalah kebutuhan dasar seperti halnya makan, minum dan berpakaian. Hanya, saya lebih sanggup berpuasa tak menulis berhari-hari bila sedang mandeg ide ketimbang berpuasa makan dan minum. 

Saya bukan penulis profesional. Sebagai guru ada tuntutan yang saya harus penuhi yaitu kompetensi akademik yang bisa dipenuhi bila guru mau menulis. Bila kita menulis sesuatu pastilah kita membaca banyak hal. Menulis dan membaca sebenarnya kebutuhan pokok guru-guru agar kompetensinya meningkat.

Banyak artikel tentang tulis-menulis yang telah saya baca, rata-rata menekankan tak perlu takut pada penilaian orang lain, sepanjang yang ditulis memenuhi koridor tulisan yang baik dan berusaha untuk terus memperbaiki tulisan agar lebih menarik minat pembaca.

Tulisan ini sebenarnya dibuat karena keprihatinan saya terhadap literasi para guru yang sangat sedikit sekali minatnya dalam menulis. Sebuah contoh, Dinas Pendidikan Kota Bandung telah menghimbau agar para guru menerbitkan tulisan bertemakan literasi dan pendidikan baik berupa esai, puisi dan cerpen untuk dibukukan.

Ternyata sampai satu bulan berlalu setelah tenggat yang ditentukan, kumpulan tulisan belum bisa diterbitkan karena minat menulis para guru masih jauh panggang dari api. 

Saya tak menampik bahwa gerakan literasi kini sedang pada puncaknya. Setiap sekolah baik negeri maupun swasta, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi semuanya menyongsong dengan gegap gempita. 

Dari mulai menambah perpustakaan keliling, aktivasi perpustakaan sekolah offline dan online serta penyelenggaraan event yang berkaitan dengan literasi menjadi booming.

Sayangnya kesemuanya masih berbanding terbalik dengan kemauan guru untuk menulis. Di lingkungan sekolah tempat saya mengajar pun demikian., yang mau menulis cerita, esai, puisi dan tulisan lainnya baru saya seorang sehingga agak kesulitan bila hendak bergabung untuk menulis. 

Tak perlu putus harapan, jalan masih panjang, masih banyak waktu untuk belajar dan belajar. Karena seorang guru sesungguhnya seorang pembelajar, maka kelak guru-guru Indonesia akan menemukan caranya sendiri agar giat menjadi seorang penulis.

Mimpi saya suatu saat ialah guru-guru kita semuanya adalah penulis handal yang menginspirasi seluruh siswanya untuk menjadi penulis yang baik.

Jangan sampai terjadi mencari guru mau menulis bagaikan mencari jarum dalam tumpukan jerami atau mengumumkannya seperti mencari seorang buronan. "Wanted! Seorang Guru Penulis" saking sangat sulitnya ditemukan.

Salam hangat.
DOA
SABUGA Bandung, 30 Desember 2018




Baca juga:
Topik Pilihan Pekan Ini
Antara "Money Heist" dan Pilpres 2019
Mana yang Dipilih, Menulis Sesuai "Passion" atau Sesuai Tren?

Dua Warung Makan, Dua Era di Jawa

$
0
0

Foto: tribunnews.comAda dua pertanyaan yang bisa diajukan saat memasuki sebuah warung makan. Pertama, apa yang ada (makanan) di warung, dan atau, kedua, apa yang terjadi (layanan) di warung.

Yang lazim adalah pertanyaan pertama. Karena tujuan seseorang datang ke warung makan tentulah untuk makan. Maka pertanyaan utamanya adalah ada jenis makanan apa saja yang disajikan di situ?

Pertanyaan kedua itu lazimnya datang kemudian. Terutama jika pelayan dirasa sangat bagus atau sebaliknya buruk sekali. Mengapa layanannya bagus, atau sebaliknya buruk? 

Saya hendak fokus pada pertanyaan kedua ini. Dalam khazanah sosiologi, konsep inti pertanyaan itu adalah relasi dan interaksi sosial antara pewarung (pedagang) dan pelanggan (konsumen).

Dua konsep itu sejatinya adalah konsep utama dalam praktek warung makan. Intinya, pewarung membangun relasi yang seakrab mungkin dengan pelanggan demi mempertahankan pelanggan lama dan menarik pelanggan baru.

Itulah prinsip dasar warung makan Jawa (Tengah) yang saya pahami. Tapi dengan dua kasus berikut, saya ingin tunjukkan bahwa prinsip itu rupanya sudah mulai memudar. 

***

Kasus A, di era pra-digital, pengalaman di satu warung makan di Salatiga tahun 1989, masih di lingkar kampus UKSW. Pelanggan utama warung ini adalah mahasiswa dan pegawai lajang yang kost di sekitarnya.

Suatu senja saya mampir makan malam di warung itu. Karena masih merasa lapar, walau sudah meludeskan sepiring nasi ayam, saya minta tambah pada simbok pemilik sekaligus operator warung. 

Bukannya mendapatkan tambahan nasi ayam, alih-alih saya diingatkan simbok pewarung agar tidak tambah makanan. Sebab masih ada pelanggannya yang belum datang makan malam. Khawatir mereka tidak kebagian makanan nanti. 

Simbok pewarung itu tidak ingin mengecewakan pelanggan yang sudah berupaya datang ke warung, berharap bisa makan, tapi tidak mendapatkan makanan.

Saya membathin, "Warung ini seperti ruang makan keluarga saja, setiap anggota harus mendapat baguan makanan."

***

Kasus B, di era digital, pada hari Jumat 28 Desember 2018 di Wijilan, jalur gudeg yang sohor di Yogyakarta. Sekitar pukul 11.00 siang, saya sekeluarga untuk pertama kalinya mampir ke sana. Karena anak bungsu saya, terpengaruh rekomendasi kuliner di dunia maya, ingin merasakan langsung makan gudeg di salah satu warung gudeg legendaris di jalan itu.

Perjalanan ke sana dari Stasiun Tugu adalah perjuangan menembus kemacetan Yogya yang kini rupanya serupa Jakarta. Tapi, saya pikir, sepadanlah mengingat nikmatnya gudeg di warung kondang Wijilan itu. Bayangan saya seperti itulah.

Tiba di Wijilan, kami langsung menghampiri warung gudeg kondang itu. Belum juga kaki melangkah masuk warung, salah seorang pramusaji langsung setengah berteriak, "Habis!" Sependek itu teriakannya. Tanpa rasa sesal. Apalagi kata "maaf". 

Karena sekitar 25 meter dari warung itu ada satu lagi warung dengan nama yang sama, kamu coba peruntungan ke sana. Hasilnya sama, jawaban tanpa rasa empati, "Habis!"

Kami sekeluarga sungguh kecewa. Susah-payah datang ke Wijilan untuk makan gudeg. Dalam kondisi perut lapar pula. Tapi hanya mendapatkan penolakan seperti itu. 

Yang menyakitkan, kata "Habis!" itu hanya berlaku untuk calon konsumen seperti kami yang sudah susah-payah datang ke warung itu untuk makan. Faktanya, di warung itu saya lihat masih banyak gudeg dan kelengkapannya. Tapi para pelayan sibuk mengemasnya ke kotak-kotak makanan. Rupanya, stok gudeg di dua warung itu sudah habis dipesan orang di luar sana. Sehingga yang datang ke warung itu malah tidak kebagian.

 Saya membathin kesal, "Untuk apa buka warung untuk melayani pelanggan yang tidak datang ke warung?"

***

Prinsip asli warung adalah melayani pembeli yang datang secara fisik. Ada komunikasi transaksional yang bersifat langsung antara pewarung dan pembeli. Jika transaksi itu berulang secara terpola dalam waktu lama, maka hubungan yang terjadi adalah pewarung-pelanggan. Komunikasi menjadi lebih akrab.

Pada warung kasus A, pewarung memperlakukan pelanggan sebagai anggota keluarga, tepatnya sebagai "anak-anak" yang harus dijamin ketersediaan makanannya. Karena itu warung makannya menjadi semacam ruang makan keluarga. Para pelanggan umumnya saling kenal, karena itu kegiatan makan di situ menjadi semacam waktu makan keluarga.

Pewarung sangat menghargai dan menjamin hak makan dari para pelanggannya. Oleh karena itu dia selalu menakar volum makan setiap pelanggan, agar semua pelanggan kebagian makanan. Jangan sampai ada pelanggan yang kecewa tidak mendapat makanan.

Pada warung kasus B, hubungan pewarung dan konsumen sudah mengarah pada hubungan penjual dan pembeli lazimnya. Tidak teramati lagi hubungan akrab yang hangat, melainkan hubungan bisnis yang cenderung dingin. Cukup dengan kata "Habis!", tanpa sesal, untuk menolak calon konsumen yang datang. Urusan selesai.

Warung kasus B tidak berorientasi kepuasan lagi seperti kasus A. Orientasinya adalah produktivitas, atau ringkasnya "omset" dan "laba". Menjual sebanyak mungkin demi laba sebesar mungkin.

Karena itu, jika fungsi warung kasus A adalah wahana komunikasi (antara pewarung dan pelanggan), maka fungsi warung pada kasus B adalah wahana penjualan semata. Mengutamakan siapa yang pesan lebih dulu dan mengutamakan pesanan partai besar. Tidak masalah jika konsumen yang datang langsung ke warung tidak kebagian. Yang penting dagangan habis terjual.

Kondisi kasus B ini dikatalisasi pula oleh teknologi komunikasi digital. Orang cenderung menjadi "malas" datang ke warung, karena lebih praktis pesan lewat aplikasi gadget. Warung kasus B sudah mengarah ke bisnis online yang lagi ngtren. Tidak salah sebenarnya, kecuali filosofi dasar "warung Jawa sebagai locus komunikasi" sudah terkikis di situ.

Sebenarnya pengikisan nilai filosofis itu bisa di atasi dengan memisahkan warung offline dengan warung online. Dengan begitu, pelanggan atau konsumen tradisional yang lebih nyaman datang dan makan langsung di warung, tak terampas haknya oleh konsumen online.

Saya tak keberatan dengan integrasi warung tradisional Jawa ke era bisnis online. Tapi saya merasa nelangsa, khawatir nilai-nilai "kekeluargaan" itu sudah mulai memudar dari budaya layan warung makan Jawa. Padahal, nilai itulah kekuatan sekaligus kekhasan warung makan Jawa. 

Warung Jawa terutama bukan soal rasa makanan tapi soal  rasa hati. Setidaknya begitu menurut saya, Felix Tani, petani mardijker, sedang bernostalgia di Jawa Tengah.***

Solo, 31 Desember 2018




Baca juga:
Cermati 9 Kesalahan Fatal Ketika Bermimpi Memasuki 2019!
Topik Pilihan Pekan Ini
Antara "Money Heist" dan Pilpres 2019

Pesta Tahun Baru Tempo Dulu Lebih "Gila", Sekarang Lagi Prihatin

$
0
0

dok.voaindonesia.comSelamat tinggal 2018, selamat datang 2019. Waktu yang berlalu tak kan pernah kembali lagi, namun sejarah selalu berulang. Kalau tahun 2018 ditandai dengan banyaknya terjadi bencana di tanah air tercinta, tahun 2019 pun ancaman itu tak berkurang.

Tapi orang bijak selalu mampu belajar dari sejarah. Maka seharusnya kita semua sudah lebih siap dalam menghadapi bencana sehingga risikonya bisa termitigasi dengan baik. 

Mangingat sejumlah bencana yang menimpa negara kita baru saja terjadi secara beruntun, beberapa kepala daerah, termasuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, mengeluarkan imbauan agar masyarakat tidak merayakan pergantian tahun secara berlebihan.

Salah satu kriteria tidak berlebihan itu adalah dengan tidak mengadakan pesta kembang api. Padahal boleh dikatakan pesta kembang api menjadi acara puncak yang dipertunjukkan selama beberapa menit saat mulai jam 00.00 setiap 1 Januari di semua kota besar dunia.

Bahkan di beberapa tempat yang menggelar acara khusus menyambut tahun baru, diagendakan meminta mereka yang hadir untuk melakukan perenungan sejenak, mengintrospeksi apa saja kesalahan yang dilakukan baik secara individu maupun bersama-sama, serta bertekad untuk tidak berbuat hal serupa di masa datang.

Beberapa organisasi melakukan zikir bersama sebagai wujud rasa syukur atas segala kenikmatan yang telah dilimpahkan oleh Sang Pencipta, memohon ampun atas segala dosa, dan meminta petunjuk serta keberkahan atas berbagai hal yang akan dilakukan.

Jakarta sebagai ibukota negara yang menjadi barometer dalam urusan pesta tahun baru tentu mempunyai banyak sekali event, baik yang dibuat oleh pihak tertentu dengan motif komersial, maupun oleh pemda sebagai hiburan buat masyarakat umum.

Alasan kita harus prihatin karena bencana alam, tidak menyurutkan niat sebagian warga ibukota yang memang memerlukan momen tertentu untuk sejenak melepaskan beban kehidupan yang kian berat.

Maka sejumlah acara pun disusun oleh Pemda DKI dalam rangka menyambut tahun baru. Ada empat panggung hiburan disiapkan yakni di pintu masuk Monas dari sisi barat daya, bunderan Hotel Indonesia, perempatan ujung Jalan Kebon Sirih, dan perempatan ujung Jalan KH Wahid Hasyim.

Bagi warga yang tertarik dengan kesenian Betawi bisa datang ke Setu Babakan, Jakarta Selatan, tepatnya di Perkampungan Budaya Betawi. 

Ada lagi acara yang cukup unik yang langsung dihadiri Gubernur Anies Baswedan yakni pernikahaan massal yang digelar oleh Pemprov DKI di Lapangan Parkir Thamrin 10, Jakarta Pusat. 

Di samping itu, di tempat pernikahan yang diikuti 557 pasangan dari warga kurang mampu itu, ada pula bazar yang menawarkan berbagai produk yang dibuat oleh para pengusaha kecil.

Melihat berbagai kegiatan tersebut di atas, jelas bahwa Pemda berharap masyarakat tidak sekadar berhura-hura saja yang tergambar dari konser musik di pangung hiburan, tapi juga ada agenda yang punya nilai tersendiri seperti pernikahan massal dan acara pelestarian budaya tradisional Betawi.

Dalam sambutannya dihadapan puluhan ribu penonton panggung hiburan di Monas, Anies mengingatkan agar masyarakat semakin tawakkal dan mengambil hikmah dari berbagai bencana selama tahun 2018 yang baru ditinggalkan.

Kalau kita menelusuri bagaimana warga Jakarta merayakan pergantian tahun, justru di periode kepemimpinan Ali Sadikin (1966-1977) jauh lebih meriah dan lebih "gila".

Saat itu, seperti yang ditulis Kompas, 30/12/2018, Ali Sadikin membolehkan warga bermain mercon selama tiga hari, dari 31 Desember sampai 2 Januari. 

Sebagai contoh, ketika menyambut tahun baru 1968, pada perayaan yang dipusatkan di depan Gedung Sarinah di Jalan Thamrin, terjadi perang mercon yang sengit antara anak-anak di lantai bawah dengan yang di lantai atas.

Sedemikian semaraknya suasana, sehingga jalan-jalan raya, jalanan kampung, dan halaman-halaman rumah hampir dipenuhi kertas-kertas sisa ledakan mercon. Pesta mercon berlangsung hingga subuh.

Hanya saja pesta meriah tersebut juga membawa musibah. Pada malam tahun baru 1968, lebih dari setengah abad yang lalu, tercatat 300 orang terluka akibat ledakan mercon.

Kembali ke suasana saat ini, di tengah banyaknya imbauan melalui media sosial agar masyarakat tidak ikut-ikutan berpesta tahun baru dengan berbagai dalil keagamaan, maka apa yang tersaji di Jakarta 31 Desember 2018 malam sampai dini hari 1 Januari 2019, merupakan upaya kompromi dengan mengakomodir beberapa aspirasi dari berbagai kelompok masyarakat.

Tindakan yang serta merta main pukul rata, misalnya dengan meniadakan panggung hiburan, rasanya terlalu gegabah. Mungkin satu kelompok akan senang, tapi kelompok lain akan kecewa berat.

Sepanjang pesta tahun baru berlangsung secara tertib tanpa membawa korban, itu sudah merupakan hal yang lumayan. Meskipun di mata kelompok yang lain, pesta duniawi seperti itu dinilai mubazir.

Sekali lagi, selamat tahun baru 2019. Semoga di tahun politik ini, negara kita tercinta tetap penuh kedamaian. Yang paling penting kita tetap bersatu, walaupun pilihan politik berbeda-beda.

Tak lupa pula kita berdoa agar Indonesia semakin sejahtera, korupsi semakin berkurang, peredaran narkoba semakin menurun, dan frekuensi tindak kejahatan juga turun. 

Selain itu kita harapkan semoga bencana alam berkurang baik frekuensi maupun korban dan kerugian yang ditimbulkannya. Terhadap kasus-kasus  yang selama ini masih belum terungkap, semoga segera tertuntaskan. Satu lagi, semoga tak ada lagi pengaturan skor dalam pertandingan sepak bola.




Baca juga:
Topik Pilihan Pekan Ini
Para Pendaki Tuhan
[KJOG] Yuk Nobar Film Keluarga Cemara

Hati-hati, Ada Mesin Tap e-Tol yang Tidak Akurat!

$
0
0

ilustrasi gerbang tol. sumber: capemagz.com

Siang itu, saya meluncur ke kantor Jasamarga, pengelola Tol Malang - Pandaan. Agak susah untuk masuk ke lokasi kantor Jasamarga ini karena harus memotong jalan tepat di Exit Tol Pandaan. Apalagi saat itu sedang musim liburan. Kendaraan yang keluar di Exit Pandaan lumayan padat. 

Jadinya menunggu agak lama. Begitu ada celah, saya nyelonong memotong jalan. Lalu parkir di bahu jalan. Jauh di luar kantor Jasamarga Pandaan Tol. Tujuannya, bukan komplain sih, hanya ngecek saja. Kok bisa, dengan jarak yang sama, E Toll saya dikenakan tarif yang berbeda. 

Kronologi singkatnya begini:

Pagi hari saya ke kantor Cabang Dinas Pendidikan di Pasuruan, masuk GTO Pandaan. Dua puluh lima menit kemudian keluar GTO Pasuruan dikenakan tarif 31 ribu. Siangnya, masuk GTO Pasuruan dan keluar GTO Pandaan, dikenakan tarif 47 ribu.

Agak kaget juga. Apa tarif naik atau bagaimana?

dokpriUntungnya saya selalu menyimpan tiket toll yang keluar otomatis saat kita nge-Tap kartu tol. Karena ada beberapa GTO yang tidak otomatis mengeluarkan print struk pembayaran tol saat kartu di tap. Perlu menekan tombol agar struk tercetak. 

Kejadian ini sepele sebenarnya. Tapi jika tidak ada perhatian dan kepedulian dari kedua pihak akan ada yang diuntungkan dan dirugikan.

Biasanya, saat GTO padat, seorang driver jarang memperhatikan situasi di sekitarnya. Yang penting, segera menuntaskan antrean. Nge-tap kartu E Toll agar plang terbuka. Lalu meluncur di jalan bebas hambatan.

Begitu juga saat keluar. Saat antrean padat. Driver fokus menekan pedal gas dan perseneling sembari mengantre di gerbang GTO. Begitu saatnya tiba, langsung saja menuju mesin Tap. Tempel kartu E Toll. Begitu pintu terbuka, banyak yang tidak peduli dengan struk tiket atau berapa tarif yang baru saja dipotong dari kartu E Toll-nya.

Kalau kejadiannya seperti saya, dan berulang atau terjadi di berbagai GTO. Siapa yang rugi? Siapa yang untung?

Jadi, mengambil struk pembayaran Tol adalah sebuah keniscayaan.

Kembali ke kantor Jasamarga. Tiba di kantor yang agak sepi, saya tanya pada seorang yang lagi duduk-duduk di tempat parkir.

"Di mana kantor pengelola tol pak?" tanya saya.

"Jasamarga atau PJR ?," sang bapak balik bertanya.

"Mau urusan kartu Tol pak, " lanjut saya.

"Ooo.. kalau itu, masuk pintu ini dan nanti belok kiri," jawab sang bapak sambil menunjuk pintu di basement parkir.

Setelah berterima kasih, saya masuk pintu yang terhubung dengan tangga naik memutar. Tiba di dalam, saya kebetulan berpapasan dengan seseorang. Saya sampaikan urusan saya dan diantar ke bagian yang saya tuju.

Pak Hendro dan seorang rekannya, ramah menerima saya di kantor. Saya kemudian ceritakan kronologi kejadiannya. 

Saya tunjukkan bukti fisik yang saya bawa.

"Saya tidak komplain kok pak. Saya hanya mau ngecek dan bertanya saja. Mengapa hal seperti ini bisa terjadi!" ungkap saya.

Kalau hitung-hitungan untung rugi, jelas untuk komplain ini saja saya tambah rugi transport dan bensin he-he-he. Tapi, info tentang "teknologi" jalan tol ini yang saya cari untuk ditulis di Kompasiana.

Sensor Tidak Akurat
Singkat cerita, pihak pengelola mengakui bahwa alat yang dipasang di GTO-nya masih belum canggih benar. Kadang masih salah mendeteksi kendaraan yang masuk itu termasuk Gol I atau Gol II.

Untuk kasus saya, ternyata kendaraan saya dideteksi masuk Gol II. Ini bisa terjadi karena sebelum saya ada kendaraan Gol II yang lewat dan belum ter-reset di sensornya.

Maka, begitu keluar di Exit GTO lain, tarif yang dibebankan otomatis ya Gol II.

Jika saat masuk itu, pengemudi tahu kalau masuk golongan yang tidak sesuai, maka saat itu juga bisa langsung komplain.

Masalahnya, saat masuk antrean padat driver fokus pada plang pintu GTO saja. Kalaupun ada trouble di pintu masuk GTO, belum tentu juga tertangani dengan cepat. Karena sekarang di setiap GTO enggak ada manusianya. Mau bengok-bengok (teriak-teriak) ke petugas ...ya repot. 

Tekan klakson ya bising. Yang jelas, kalau kendaraan di belakang gak sabaran, kita yang malah di-klaksoni. Lantaran antrean di belakang berjubel.... ribet pokoknya.

Ternyata.... kasus salah golongan, seperti yang saya alami tidak tunggal. Bukan saya saja ternyata. Petugas menunjukkan beberapa lembar Berita Acara kejadian serupa. Persis seperti yang saya alami.

Dan tentunya, sang pengemudi juga menyempatkan memberikan masukan dan info serta bukti fisik-nya ke pengelola Tol.

Tombol Darurat
Solusi pertama mengatasi situasi darurat di GTO, tentunya menempatkan petugas yang standby setiap waktu. Sewaktu-waktu terjadi masalah bisa langsung di atasi. Ini sudah dilaksanakan pengelola tol secara insidental.

Solusi lain. siapkan Tombol Darurat (bukan tombol Tekan Struk E Toll lho). 

Jika ditekan, maka petugas jaga akan segera meluncur ke lokasi dan mengarahkan atau membantu masalah dan kesulitan yang dihadapi driver. Saat ini masih sering dijumpai plang pintu GTO yang sering macet saat kartu E Toll di tap ke mesin.

Akhir cerita, Tol Trans Jawa sudah terhubung antara Jakarta sampai Grati Pasuruan. Bahkan ternyata sudah sampai Leces Probolinggo, lebih ke Timur lagi dari Pasuruuan. Pembangunan infrastruktur ini penting tidak untuk sekarang tapi juga untuk masa yang akan datang. 

Saya sangat yakin, adanya infrastruktur berupa jalan tol ini akan mampu membantu mempercepat geliat pembangunan sektor ekonomi, industri, pariwisata, jasa yang melibatkan seluruh komponen masyarakat.

Saya pribadi sangat salut dan bersyukur adanya jalan tol ini.

Maka, siang itu, setelah semua klir, pak Hendro mengembalikan kelebihan tarif tol 16 ribu. Lumayan buat beli. bakso..... 

***

Artikel terkait
1. Revisi Tol Tras Jawa
2. Tol Bali nan Megah
3. Teknologi Seputar jalan Tol




Baca juga:
Natal dan Politik Haramisasi
Topik Pilihan Pekan Ini
Para Pendaki Tuhan

Mengapa Rakyat Perlu Menolak Larangan Menggunakan Kantong Plastik?

$
0
0

Ilustrasi: Plastik satu kali pakai dan Kantong Plastik dua kali pakai. Sumber: Pribadi

Jakarta (31/12) Dalam sebuah diskusi tata kelola sampah Indonesia atau Waste Management, PS-Foam dan Mikroplastik, penulis yang juga Direktur Green Indonesia Foundation bersama Christine Halim, Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) dan Prof. Dr. Akbar Tahir, PhD selaku anggota penyusun rencana aksi nasional Penanganan Sampah Plastik Laut (PSPL), juga sebagai Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar di Boncafe Surabaya (29/12).

Menurut Prof. Akbar bahwa tidak ada yang salah dengan plastik. Plastik merupakan keajaiban yang ditemukan manusia.

Aplikasi plastik sangat luas dan menguntungkan manusia. Aplikasi plastik mulai dari aksesoris, baju, sepatu, sandal, peralatan rumah tangga, alat-alat konstruksi bangunan, auto-mobile, kesehatan, food and beverage. dst.. dstnya.

"Yang salah itu kita, manusia, yang tidak mengelola limbah atau sampah plastik kita. Pemerintah kita juga belum menyiapkan prasarana pengelolaan sampah yang memadai," tambah Prof. Akbar, yang juga sebagai ahli mikroplastik dan penemu mikroplastik pada garam.

Solusi Prematur Pemerintah.

Sesungguhnya semua peraturan walikota yang telah dan akan diterbitkan oleh pemerintah provinsi dan kota (pemkot) di Indonesia tentang pengurangan atau larangan penggunaan kantong plastik wajib hukumnya ditolak.

Sebab, tidak benar dan keliru bila kita berdasar regulasi sampah. Dan juga menurut makna bahasa dan faktor ketersediaan pengganti kantong plastik konvensional belum ada.

Masyarakat tidak perlu menolak langsung, hanya perlu mendukung penolakan dengan meminta pemenuhan haknya dalam berbelanja kebutuhannya di toko modern agar tetap disiapkan kantong belanja.

Jadi, seharusnya industri dan toko modern yang harus proaktif menolak kebijakan pemerintah dan pemkot itu.

Termasuk pada judul perwali, tidak sinkronisasi dengan substansi pasal demi pasal. Kontraproduktif antara judul dan isi dari perwali tersebut.

Dalam perwali meminta atau memerintahkan toko modern yang berbentuk minimarket, supermarket, Departemen Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk perkulakan atau grosir untuk tidak memakai kantong plastik sekali pakai atau mengganti dengan kantong plastik ramah lingkungan.

Lebih fatal lagi bila kebijakan ini nantinya merambah pasar tradisional yang umumnya mempergunakan kantong plastik konvensional, bisa tambah kacau.

Pemerintah dan Pemda sepertinya tidak memikirkan dampak negatif dari kebijakan tersebut, hanya berdasar pada satu sudut pandang yang sangat sempit.

Sementara, kantong plastik yang dipergunakan oleh toko modern tersebut hampir pasti tidak hanya sekali pakai, tapi minimal dua kali pakai. Banyak kemasan plastik yang dipergunakan hanya satu kali, seperti kemasan plastik makanan dan minuman serta ikan segar di pasar tradisional dan pasar modern.

Begitupun tidak ada kantong plastik ramah lingkungan di Indonesia saat ini yang di produksi massal dan murah.

Makna dan versi subyektif pemerintah dan pemda yang memaksakan pengertian ramah lingkungan dari satu sudut pandang saja.

Perlu diketahui bahwa semua plastik mengandung mikroplastik, tidak terkecuali jenis plastik oxo maupun konvensional.

Sesungguhnya Pemerintah dan Pemda harus tahu kondisi ini sebelum mengeluarkan kebijakan. Karena terjadi "pengabaian" fakta, maka diduga keras ada kepentingan besar terselip dalam kebijakan yang dipaksakan.

Tidak ada plastik yang bisa terurai langsung secara alami di tanah dan air. Kecuali memaknai ramah lingkungan secara obyektif dan komprehensif melalui program atau gerakan 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle) atau dengan menegakkan UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah beserta semua regulasi turunannya secara vertikal maupun horizontal, pasti plastik itu dapat terurai dengan baik dan bermanfaat.

Pasalnya, memang plastik jenis apapun itu tidak ada didesain untuk bersentuhan dengan tanah dan air darat atau air laut.

Kebablasan dalam Kebijakan

Sebaiknya seluruh toko modern atau ritel baik anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) dan Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) atau nonanggota APRINDO dan APPBI di seluruh Indonesia dengan dukungan Industri kantong plastik dan industri daur ulang plastik serta pemulung agar menolak kebijakan Perwali Larangan Kantong Plastik Sekali Pakai. Karena:

  1. Menjadi kewajiban toko modern atau ritel dalam melayani pembelinya harus dengan penyerahan barang jualan secara lengkap bersama kantong belanja, dasarnya dari KUH Perdata serta merupakan service pada pembeli (UU. Perlindungan Konsumen).
  2. Kantong plastik yang dipergunakan pada toko modern atau ritel itu tidak ada sekali pakai, mininal dua kali pakai. Berarti perwali-perwali tersebut cacad demi hukum.
  3. Toko modern atau ritel tidak mampu mendapatkan kantong plastik ramah lingkungan, semua plastik kemasan yang di produksi serta dipasarkan oleh industri daur ulang semuanya mengandung mikroplastik. Tidak ada yang tergolong ramah lingkungan versi oknum penguasa.
  4. Kantong kertas justru menguras lingkungan alias tidak ramah pada hutan atau lingkungan dan mahal. Jadi sangat tidak mungkin ritel menggunakannya secara massal untuk melayani konsumen sebagai pemenuhan kewajibannya yang sekaligus menjadi service pelanggan.
  5. Tidak ada alternatif lain untuk kantong yang murah dan massal selain kantong plastik konvensional. Selain itu volume sampah kantong plastik lebih sedikit dibanding jenis produk kemasan plastik lainnya yang berahir menjadi sampah. Kenapa hanya kantong plastik yang disorot tajam oleh sebuah kebijakan.
  6. Kantong plastik konvensional justru ramah lingkungan - basis regulasi melalui gerakan 3R dengan bank sampah, artinya plastik dapat di daur ulang, itulah pengertian ramah lingkungan yang obyektif serta win-win solusi. Karena tidak berpengaruh buruk terhadap investasi, kinerja industri serta tenaga kerja tetap terjaga dan potensi membuka lapangan kerja baru berbasis sampah.

Bila pemerintah dan pemda tetap bersikeras untuk melaksakan keinginannya yang sepihak ini, seharusnya terlebih dahulu menyiapkan pengganti plastik konvensional dengan kantong plastik ramah lingkungan sebelum memberlakukan perwalinya.

Karena bila tidak ada pengganti, jelas merupakan pelanggaran besar. Maka juga dapat dipastikan bahwa kebijakan larangan pemakaian kantong plastik itu hanya "pembohongan dan pembodohan publik" semata.

Termasuk bila toko modern atau ritel tetap melaksanakan perintah perwali tersebut, selain melanggar hukum praktek jual-beli pada Pasal 612 dan Pasal 1320 KUH Perdata, juga diduga keras terjadi perselingkuhan antara oknum birokrasi dan pengusaha atau industri terkait demi tercapainya target monopoli produk tertentu yang diklaim sebagai ramah lingkungan.

Pertanyaannya adalah, di mana sekarang Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Kementerian Perdagangan dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)? Kenapa diam dan tidak bersuara serta bertindak dalam "menegakkan kebenaran" atau membela hak-hak konsumen?

BPKN dan YLKI dalam eksistensinya yang tentu harus membela konsumen dalam batasan regulasi yang ada.

Janganlah dibiarkan masalah ini berlarut-larut seakan terjadi pembiaran, sehingga ujungnya akan menuai bencana lebih besar dan merugikan konsumen serta industri yang pada gilirannya akan merusak tatanan ekonomi atau kestabilan dalam sosial, budaya, politik, ekonomi dan pertahanan keamanan nasional.

Bagaimana pendapat Anda ?

#GIF

Ilustrasi: Penulis bersama Christine Halim dan Prof. Akbar. Sumber: Pribadi

Berita Terkait:

  1. Pemerintah Keliru Melarang Penggunaan Kantong Plastik.
  2. Skenario Pemerintah Melarang Kantong Plastik.
  3. Indonesia Unik Sikapi Sampah Plastik.
  4. Intip Kegagalan Pemerintah Dalam Urusan Sampah Indonesia.



Baca juga:
Menjajal Tol Trans Jawa, Semarang Jakarta Hanya 6,5 Jam
Natal dan Politik Haramisasi
Topik Pilihan Pekan Ini
Viewing all 10549 articles
Browse latest View live