Quantcast
Channel: Beyond Blogging - Kompasiana.com
Viewing all 10549 articles
Browse latest View live

Pergeseran Paradigma Bermain Gim Menjadi Olahraga (eSports)

$
0
0

Pemain Indonesia, Sumarandak Ridel alias BenZerRidel (tengah), berfoto saat penyerahan medali nomor Clash Royale eSport Asian Games 2018 (ANTARA FOTO)

Ada sesuatu yang berbeda Pesta olahraga terbesar di Asia ke 18, Asian Games 2018 Jakarta Palembang, dimana pada gelaran tersebut dipertandingkan cabang olahraga eSports. Meski saat ini, cabang eSports yang dihelat masih bertajuk eksebisi. Artinya medali yang diperoleh tiap kontingen tidak masuk dalam kalkulasi peroleh yang diraih oleh suatu negara.

Pada Asiang Games 2018 ini terdapat 6 gim  yang dipertandingkan dicabang eSports yaitu Arena of Valor, Clash Royale, League of Legend, Starcraft II, Heartstone dan Pro Evolution Soccer 2018.

Digelaran cabang eSports itu sendiri, Indonesia berhasil meraih medali emas berkat kemenangan Ridel Yasya Sumarandak di gimClash Royale.

Bagi pemain gim Clash Royale nama Ridel atau yang lebih dikenal dengan ID BanZer Ridel bukanlah nama yang asing pagi para player Clash Royale. BanZer Ridel merupakan pemain pro Clash Royale dengan peringkat  tertinggi yang pernah ia capai adalah peringkat 90 dunia.

Lawan yang dihadapi Ridel pun bukan lawan sembarangan. Tak tanggung-tanggung pemuda 16 tahun itu dibabak final harus menghadapi atlit Tiongkok, Lciop.  Pemain yang pernah menduduki peringkat 1 dunia itu berhasil di tundukan Ridel dengan skor 3-0.

SejaraheSports

ESports mungkin masih terdengar asing di telinga untuk masyarakat Indonesia. Dalam sejarahnya, eSports dimulai dari kompetisi gim diadakan pada 19 Oktober 1972. Saat itu di Universitas Stanford  para murid diundang ke dalam sebuah kompetisi yang diberinama sebagai Intergalactic Spacewar Olympic, sebuah kompetisi untuk gim  bernama Spacewar. Jangan tanya soal hadiah, kompetisi yang dikenal sebagai kompetisi eSports pertama tersebut hanyalah berhadiah satu tahun langganan majalah Rolling Stone.

Sejak saat itu eSports terus berkembang dari mulai dari hanya berhadiah majalah hingga saat ini menjadi kompetisi profesional yang berhadiah jutaan dollar. ESports juga saat ini digadang-gadang masuk dalam SEA Games 2019 Manila dan Olimpiade Tokyo 2020.

Tidak semua gim memang bisa dimasukan kedalam eSports, paling tidak gim tersebut harus memilki kriteria gim yang kompetitif, keseimbangan permainan, kemudahan permainan namun sulit menjadi ahli (easy to play hard to master), memiliki komunitas dan pendanaan yang baik dari pihak developer gim.

Kriteria tersebut pada akhirnya hanya mampu dipenuhi oleh sedikit genre game  diantaranya fighting game s, first person shooter, real-time strategy, dan multiplayer online battle arena (MOBA).

Perkembangan Gim  di Indonesia Saat Ini

Di Indonesia belakangan gim eSports khususnya Mobile Legend sangat digandrungi. Gimbergenre MOBA ini, selain mudah dalam pengoperasinya yaitu sistem analog, gim ini juga tidak mengharuskan spek smartphone yang tinggi bagi penggunannya.  Cukup dengan RAM 1 giga gim tersebut bisa dimainkan, meski jika Hero dan Skin yang dimiliki terus bertambah dibutuhkan RAM yang lebih besar.

Bukti suksesnya gim Mobile Legend ialah tingginya animo anak muda di acara Mobile Legend Bang Bang Profesional League (MPL) season 1 di Taman Anggrek  30 Maret -- 01 April 2018 silam.

Selain itu besarnya dukungan pecinta Mobile Legend, berhasil membawa Tobias Justin atau yang lebih dikenal dengan ID Jess No Limit berhasil menyabet gelar Digital Persona of The Year di ajang Indonesia Choice Award 5.0 Net TV. Kanal youtubenya saat ini memiliki lebih dari 3,3 juta subscriber. Hal tersebut menjadi bukti semakin terangkat dan mendapat perhatiaan lebih eSport dari semua kalangan. 

Tantang Paradigma Gim Menjadi eSports Kedepan

Di sisi lain mulai mengeliatnya gim eSports dikalangan remaja dan anak muda membawa kekhawatiran tersediri bagi para orangtua. Semakin mudahnya akses bermain gim dan lemahnya pengawasan, gim yang awalnya hanya sekedar aktivitas hiburan atau sekedar membunuh waktu, berubah menjadi candu.

WHO sendiri tertanggal 18 Juni 2018 sudah menambahkan kecanduan gim ke dalam versi terabaru International Statistical Classification of Diseases (ICD). Artinya WHO resmi menetapkan kecanduan gim atau gim  disorder sebagai gangguan mental.

Kecanduan bermain gim bisa disebut penyakit apabila memenuhi 3 hal. Pertama seseorang tidak bisa mengendalikan kebiasaan bermain gim . Kedua, seseorang mulai memprioritaskan  gim di atas kegiatan lain. Ketiga, seseorang terus bermain gim meski ada konsekuensi negatif yang jelas terlihat.

Pesatnya perkembangan Industri gim di dunia dewasa ini dan cepatnya perkembangannya di Indonesia sudah seharusnya menjadi ceruk yang potensial bagi Pemerintah dan seluruh stakeholder industri gim untuk turut andil mendukung developer gim lokal maupun membina atlit dan kompetisi eSports yang lebih kompetitif.

Sinergi antara pemerintah, sekolah dan orang tua sangat diperlukan, terutama dalam segi edukasi dan bimbingan, sehingga bakat serta potensi menjadi terarah. Bukan hanya sekedar bermain gim yang pada akhirnya menggangu psikis dan emosional pemain gim.

Edukasi dan bimbingan inilah yang pada akhirnya menjadi pedoman untuk tiap playergame  mengejar passionnya menjadi atlit eSports professional.

Sudah saatnya paradigma gim online  yang menyebabkan gangguan mental dan psikis digeser menjadi sebuah citra dan iklim yang lebih postif guna menunjang perkembangan potensi industri dan profesi atlit eSports dimasa yang akan datang.




Baca juga:
Beda Antara Menertawakan Kemiskinan dengan Menghina Kemiskinan ala Komedi Tunggal
Inilah Pemenang Blog Competition #UntukmuIndonesiaku!
Sama-sama Mantan Koruptor, Beda Nasib antara ASN dan Bacaleg

14 Tahun Kematian Munir dan Menanti Kedaluwarsanya Janji Rezim

$
0
0

Seniman memakain topeng wajah aktivis HAM Munir, di Jalan MH.Thamrin Jakarta Pusat, Minggu (7/9/2014). Sejumlah aktivis dan seniman memperingati 10 tahun kematian Munir dan mengingatkan kepada masyarakat belum terungkapnya pembunuhan Munir. TRIBUNNEWS/HERUDIN dalam KOMPAS.COM

Hari ini, 7 September 2018 menjadi pertanda bahwa suatu janji politik untuk menuntaskan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di masa lalu bakal segera menjadi sebuah isapan jempol belaka.

Meskipun peristiwa yang menimpa Munir Said Thalib tidak disebut dalam daftar program unggulan yang disuguhkan sebelum rezim berkuasa pada 2014 lalu, komitmen pemerintah untuk menghormati dan menuntaskan pelanggaran HAM merupakan suatu kontrak politik yang harus dipenuhi.

Persoalannya, kasus terbunuhnya seorang aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) bernama Munir masih saja menjadi misteri serba tanggung. Pengembangan dan pengungkapan kasus yang dibantu oleh kerja Tim Pencari Fakta (TPF) pun rasanya belum cukup walaupun berhasil menyeret sejumlah nama ke meja hijau pada 2005 silam.

Berdasarkan salinan dokumen TPF Kasus Meninggalnya Munir, peristiwa pembunuhan Munir disimpulkan sebagai pemufakatan jahat. TPF pun mengungkapkan alasan hal itu sebagai berikut:

"Peristiwa peracunan terhadap Munir tidak mungkin dilakukan secara individual dan spontan, melainkan suatu perbuatan yang dilakukan secara bersama-sama, dengan berbagi peran antar aktor yang terlibat dengan perencanaan yang matang"

Selama kerjanya, Tim TPF yang terdiri dari 15 orang perwakilan berbagai lapisan masyarakat pun kerap menemui tembok. Sebut saja Badan Intelijen Negara (BIN) kerap menyangkal temuan dan menghalang-halangi TPF untuk memperoleh data yang diperlukan.

Tidak terkecuali, penyidik dari lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) pun terlihat melakukan penyidikan dengan tidak maksimal dan seolah enggan mengungkap kasus pembunuhan Munir hingga tuntas.

Dari 7 nama yang disebut oleh Tim TPF, hanya Pollycarpus yang dihukum cukup berat. Meskipun demikian, agaknya dagelan era reformasi belum juga berakhir. Tertanggal 29 Agustus 2018, pria yang sehari-hari bekerja sebagai pilot ini dinyatakan bebas murni setelah menjalani hukuman 8 dari 20 tahun vonis jaksa.

Tidak kalah menarik, dokumen asli TPF Kasus Meninggalnya Munir yang dimenangkan dalam sidang keterbukaan informasi oleh keluarga korban dan penggiat HAM pun dinyatakan raib. Sontak, sejak kabar raibnya dokumen itu mencuat pada 2016 lalu, aksi saling tuduh antar rezim pun terjadi hingga tahun 2018 ini.

Hilangnya dokumen asli TPF tersebut pun memancing kritik dari para penggiat HAM yang menyatakan rezim tidak memiliki niat atau kemauan untuk mengungkapkan isi dokumen itu segera. Setali tiga uang, Jaksa Agung terkesan memiliki sikap serupa dengan berkilah masih menunggu ditemukannya dokumen tersebut.

Pemerintah tentu barangkali masih dalam suasana merayakan Asian Games 2018 dengan 31 medalinya. Namun, di saat yang sama, kurang lebih hanya tersisa 1 tahun sebelum suatu janji yang pernah diucapkan atas nama rezim yang tengah berkuasa demi memenangkan sebuah konstetasi politik 5 tahunan pada 2014 silam menjadi sebuah omong kosong. Tepatnya janji kampanye untuk menuntaskan kasus pembunuhan Munir dan pelanggaran HAM lainnya.

Jika dibandingkan dengan beberapa presiden sebelumnya, kita selalu memiliki pendapat bahwa banyak program dan janji yang mangkrak hingga di akhir kepemimpinan pemerintah terdahulu. Namun, bagi Joko (Jokowi) Widodo tentu kita perlu mengapresiasi sejumlah pencapaian yang ia torehkan di bidang pembangunan.

Akan tetapi, penuntasan pelanggaran HAM masa lalu agaknya tetap menjadi favorit para presiden dari masa ke masa untuk terus ditunda dan dibiarkan mangkrak. Rasa-rasanya penundaan yang kerap berulang pun seolah semacam upaya agar masalah-masalah itu dapat dijanjikan-ulang sembari memanen kesegarannya sebagai komoditas politik belaka.

Saat perkara lambatnya gerak pemerintah ini dibawa ke dalam arena diskusi, tentu kita akan mudah menemukan penjelasan-penjelasan yang berkaitan dengan tekanan dari pihak-pihak kuat tak terlihat. Pihak-pihak inilah yang digadang-gadang dengan sedia siap mengancam kekuasaan yang tengah dipegang.

Pendapat itu memang memiliki poin pembenarannya sendiri. Barangkali refleksi Dr. Karlina Supelli dalam diskusi peringatan Hari HAM sedunia pada 2016 lalu mendukung ide tersebut. Menurutnya, ada perbedaan yang menarik antara bagaimana pemerintah merespon pelanggaran hukum yang dilakukan oleh warga negara sekaligus pejabat publik.

Jika massa aksi yang berkumpul di Monas pada 2 Desember 2016 lalu dalam beberapa jam segera ditemui Presiden, massa aksi Kamisan yang berkumpul di depan istana negara sejak 2007 hingga 2016 tidak sekalipun memiliki kesempatan. Kesempatan bertemu dengan presiden baru terwujud pada Mei 2018 lalu, 1 tahun sebelum pemilu digelar.

Disamping itu, tuntutan terhadap kasus penistaan agama yang menimpa gubernur non-aktif DKI Jakarta periode 2014-2017 mendapat restu pemimpin negara kurang dari seminggu sejak demo yang digelar pada November 2016 lalu. Sementara itu, tuntutan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu yang melibatkan nama-nama penting di pemerintahan, militer, dan pejabat negara seperti BIN, kerap tidak mendapat prioritas semewah perkara penistaan agama. Meskipun demikian, upaya pemerintah menggelar simposium peristiwa 1965 merupakan hal yang dapat diperhitungkan.

Hal yang menarik dari perbandingan dua peristiwa tersebut menghadirkan kesan bahwa rezim kerap tunduk pada tekanan dan ancaman. Terutama bila menyangkut ketakutan akan potensi kehilangan kedudukan. Kendati kita mengenal istilah hukum adalah panglima, rasa-rasanya hal itu semakin tidak relevan.

Sebab atas dasar yang sama instrumen tersebut digunakan untuk melancarkan pembangunan dan penyelesaian kasus penistaan agama. Namun, atas dasar yang sama juga pelaku pembunuh Munir bebas dan keseluruhan pemufakatan jahat ini pun dikaburkan.

Bagaimana pun juga, kasus pembunuhan Munir dan pelanggaran HAM berat lainnya harus diselesaikan pemerintah. Hal ini tentu menyangkut komitmen pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik yang di dalamnya mencangkup komitmen untuk menegakkan HAM.

Belum lagi, pemerintah sudah sedari dulu memiliki instrumen seperti Komisi Nasional (Komnas) HAM, kepolisian, dan kejaksaan sehingga tentu pemerintah mampu menyelesaikannya. Namun, pertanyaan akan selalu kembali pada mau tidaknya pemerintah bertindak, mengambil risiko kekuasaan, dan paling penting memiliki niat baik. Hal ini pun masih dapat dibuktikan sendiri oleh rezim di sisa 1 tahun kekuasannya.

Di pemilihan presiden 2019 nanti, kita juga perlu bersiap saat berhadapan dengan iming-iming petahana dan lawan politiknya. Di saat perbedaan antara keduanya sudah tidak lagi sekontras dulu (red. pelanggar HAM dan bukan pelanggar HAM) dan isu tentu akan beralih antara melanjutkan kerja dan memulai kerja baru, rasa-rasanya pernyataan tentang HAM yang tertuang dalam janji kampanye keduanya tentu akan jadi pemanjang halaman tugas kuliah visi-misi dan pemanis yang lebih buatan daripada aspartam.

 Bilamana kita ingin menyelamatkan akal sehat, tidak mempercayai keduanya merupakan alternatif yang terbuka, dan golongan berwarna putih cukup menjanjikan untuk dipilih. Tidak ada yang ilegal dalam ekspresi atas ketidakpuasan terhadap janji penguasa baik yang sekarang maupun yang akan datang.




Baca juga:
Fadli Zon Setuju Napi Koruptor Nyaleg, Mereka Sudah Menebus Kesalahannya
Taktik Manusia Kereta
Jalan-jalan ke Kamboja, Jangan Lupa Siapkan Dolar!

Lima Pemenang Blog Competition Kemendikbud, Apakah Kamu Salah Satunya?

$
0
0


Blog Competition Kompasiana bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI

Pendidikan memiliki peranan yang besar dalam mewujudkan pembangunan bangsa, khususnya bagi generasi muda. Pemerataan akses dan kualitas pendidikan nasional menjadi fokus utama pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Dalam sebuah kesempatan di bulan Agustus lalu, Kompasiana bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah menggelar Kompasiana Perspektif: Optimisme Menguatkan Pendidikan dan Memajukan Kebudayaan Indonesia. setelah acara selesai, seluruh Kompasianer yang hadir dalam acara tersebut diajak untuk menuliskan reportase atau informasi yang didapatkan dalam blog review competition.

Berikut inilah lima Kompasianer dengan artikel review terbaik yang berhak mendapatkan apresiasi masing-masing Rp 1.000.000. Segera cek, apakah kamu salah satunya?

Selamat kepada para pemenang! Segera konfirmasikan data diri Anda melalui email ke care[at]kompasiana[dot]com dan sertakan subyek "Pemenang Blog Competition Kemendikbud", dengan format data diri sebagai berikut:

  • Nama lengkap
  • Alamat
  • No. Handphone (aktif)
  • Scan/foto KTP
  • Scan/foto NPWP
  • Scan/foto Buku tabungan halaman depan

Pemenang diharapkan melakukan konfirmasi data diri dalam batas waktu maksimal 5 hari setelah pengumuman ini ditayangkan. Segala bentuk keterlambatan pengonfirmasian data diri bisa menyebabkan keterlambatan proses pencairan hadiah kepada para pemenang lainnya.

Kompasiana dan Kemendikbud mengucapkan terima kasih atas partisipasi seluruh peserta Perspektif dan Blog Competition. Pantau terus apa saja kegiatan dan kompetisi yang sedang berlangsung di halaman event Kompasiana. [GIL]




Baca juga:
Seteguk Zamzam Menjelang Malam
Fadli Zon Setuju Napi Koruptor Nyaleg, Mereka Sudah Menebus Kesalahannya
Taktik Manusia Kereta

Kilas Balik 20 Tahun Perjalanan Google

$
0
0

logo Google dari masa ke masa (orangewebsite.com)

Apa jadinya dunia saat ini tanpa Google? Pertanyaan yang mungkin hiperbola, terlalu berlebihan, namun sesuai dengan realita yang ada. Faktanya, tak ada perusahaan teknologi yang bertanggung jawab membentuk kehidupan modern dan penggunaan internet modern seperti saat ini selain Google. 

Nyaris, setiap apa yang dilakukan manusia di dunia maya berhubungan dengan Google.

Tidak banyak perusahaan yang namanya bisa dijadikan sebuah kata kerja. Sebagian besar orang di dunia menyebut pencarian informasi di dunia maya itu dengan ucapan "Googling". 

Tetapi di luar pengaruh perusahaan ini dalam cara kita menemukan informasi, Google memang menyentuh begitu banyak aspek kehidupan kita. Orang-orang menggunakan perangkat lunak Google untuk mencari repositori pengetahuan manusia, berkomunikasi, melakukan pekerjaan, mengkonsumsi media, dan berbagai manuver internet tanpa henti.

Perusahaan yang memulai karirnya sebagai mesin pencari baru ini sekarang mengelola delapan produk dengan lebih dari 1 miliar pengguna masing-masing. Sebagai Alphabet, perusahaan induk dimana Google sekarang menjadi anak perusahaan, nilai pasar mereka terus meningkat. Saat ini, Alphabet memiliki nilai pasar $ 840 milyar, mendekati nilai pasar dari Apple dan Amazon.

Pada 4 September 2018 kemarin, Google sudah berumur 20 tahun. Bagaimana Google menjadi salah satu perusahaan paling menguntungkan di dunia? Berikut kilas balik perjalanan 20 tahun Google yang menandai kiprah mereka dalam membentuk gaya hidup penggunaan internet modern seperti saat ini.

Proses terciptanya algoritma PageRank

Adalah Larry Page dan Sergei Brin, dua orang yang membidani kelahiran Google. Larry Page adalah sarjana di Universitas Michigan, sementara Sergey Brin meraih gelar sarjana di Universitas Maryland. Keduanya bertemu pada musim panas 1995 sebelum Larry memutuskan untuk menerima tawaran masuk program pascasarjana ilmu komputer Universitas Standford.

Saat hendak mencari topik potensial untuk tesis doktornya, Page menyadari bahwa jika seseorang melihat setiap komputer sebagai node, dan setiap tautan pada halaman web sebagai koneksi antara node, World Wide Web mungkin adalah grafik terbesar yang pernah dibuat, dan itu tumbuh dengan kecepatan yang berbahaya. Page memutuskan untuk mempertimbangkan struktur tautan web, dan menyadari bahwa tautan yang mengarah ke laman web akan memengaruhi hasil penelusuran.

Pada tahun 1995, struktur Web terdiri dari sekitar 10 juta dokumen, dengan banyak sekali tautan di antara mereka. Page lalu berinisiatif membangun sebuah peramban yang bisa memberi peringkat hasil penelusuran berdasarkan perilaku penautan. Page lalu menggandeng sahabatnya, Sergey Brin yang ahli dalam algoritma matematika. Keduanya lalu membentuk algoritma PageRank (dinamakan berdasarkan nama Larry Page).

PageRank mencerminkan pendekatan kasar penghitungan kutipan akademik dan akhirnya bekerja dengan sangat baik. Singkatnya, situs yang lebih populer naik ke daftar teratas, dan situs yang kurang populer jatuh ke bawah. Ketika mereka bermain-main dengan algoritma, mereka menyadari implikasi yang mereka miliki untuk pencarian Internet. Mereka terus menguji, dan mereka percaya bahwa hasil mereka jauh lebih unggul daripada mesin pencari tradisional. PageRank kemudian menjadi dasar dari rahasia Google untuk hasil pencarian yang lebih baik.

Lahir dari sebuah garasi rumah

Dua sahabat ini kemudian pindah ke garasi milik Susan Wojcicki, yang kelak menjadi CEO YouTube di Menlo Park, California. Terinspirasi oleh sejumlah besar tautan di antara laman dan bagaimana mesin telusur mereka hanya menjadi lebih akurat dan berguna karena web terus bertambah.

Page dan Brin mengganti nama bakal perusahaan mereka dengan istilah matematika googol (istilah untuk menyebut angka satu yang diikuti oleh 100 nol). Pada 4 September 1998, Page dan Brin mendaftarkan perusahaan mereka sebagai Google, dengan investasi $ 100,000 yang diperoleh dari pendiri Sun Microsystems Andy Bechtolsheim.

garasi rumah tempat Google dilahirkan (flickr/Andrew Kir)

Page dan Brin sadar, perusahaan mereka yang baru tumbuh ini butuh "bimbingan orang dewasa" untuk bisa menjadi besar. Pada tahun 2001, mereka merekrut Eric Schmidt untuk menjalankan Google. Schmidt memiliki latar belakang yang berpengalaman di bidang teknik dan bekerja sebagai CTO dari Sun dan kemudian CEO Nortel sebelum datang ke Google.

Schimdt bergabung dengan dewan direksi sebagai ketua pada Maret 2001 dan kemudian menjadi CEO perusahaan pada bulan Agustus. Schmidt tetap berada di posisi ini selama 10 tahun, dan melalui matanya dia melihat bagaimana perusahaan kecil ini tumbuh menjadi raksasa mesin pencari internet. Pada tahun 2011, Schimdt beralih ke peran sebagai ketua eksekutif, dan Page menjadi CEO. Dengan nada bergurau, Schmidt mengumumkan perubahan komposi direksi ini dan mengatakan dalam tweet nya, "Pengawasan orang dewasa sehari-hari tidak lagi diperlukan!"

Pada periode awal tahun 2000-an, mesin pencari internet identik dengan Yahoo. Saat itu, Google hanya sekedar "remah-remah kecil biskuit". Namun berkat algoritma PageRank, Google dengan cepat menjadi mesin pencari yang populer. Bahkan saking saktinya PageRank, Google menjadi pemasok utama mesin telusur Yahoo.

Popularitas Google yang tumbuh cepat membuat Yahoo kepincut, dan pada tahun 2002 Yahoo mencoba mengakuisisi Google sebesar $ 3 milyar. Tapi Google dilaporkan menolak kesepakatan itu karena merasa bernilai setidaknya $ 5 milyar. Saat ini, Google dan perusahaan induknya, Alphabet, memiliki kapitalisasi pasar $ 840 milyar. Yahoo, di sisi lain, dijual ke Verizon pada 2017 dengan nilai- ironisnya - hanya di bawah $ 5 miliar.

Googleplex dan lahirnya Gmail

Setelah kantor-kantornya berkembang di Palo Alto dan daerah-daerah lain di Silicon Valley, pada tahun 2003 Google menyewa sebuah kompleks bangunan di 1600 Amphitheater Parkway, yang kemudian dikenal sebagai Pusat Teknologi Amphiteater yang dimiliki oleh Silicon Graphics di Mountain View, California. Langkah ini dirancang untuk mengakomodasi lebih dari 1.000 orang tenaga kerja Google saat itu. Komplek perkantoran Google ini kemudian dikenal sebagai Googleplex.

Googleplex (multi-sensory.info)

Pada awal tahun 2001, seorang karyawan Google Paul Buchheit mulai menciptakan email yang dirancang untuk menjawab kebutuhan komunikasi dan penyimpanan internal perusahaan yang semakin meningkat. 

Buchheit, setelah bekerja pada email berbasis web awal di tahun 90-an, memutuskan untuk membangun klien yang lebih cepat, lebih responsif dengan menggunakan teknik Ajax (teknik pengembangan web yang baru lahir yang memungkinkan produk untuk menerima informasi dari server tanpa harus memuat ulang seluruh halaman).

Pada tanggal 1 April 2004, Gmail diluncurkan ke publik dengan kapasitas penyimpanan 1GB dan kemampuan pencarian lanjutan. Besarnya kapasitas yang ditawarkan membuat Gmail mampu melibas  produk email pesaing populer saat itu (seperti Ymail), yang hanya menawarkan kapasitas penyimpanan beberapa megabyte saja.

Akuisisi YouTube dan Android

Salah satu kebijakan penting dari perjalanan Google adalah saat mereka mengakuisisi YouTube. Dengan nilai penawaran $ 1,65 miliar, Google berhasil mengalahkan perusahaan seperti Microsoft, Viacom, dan Yahoo yang saat itu juga berminat mencaplok platform layanan video streaming tersebut. Akuisisi ini saling menguntungkan bagi kedua belah pihak: Google memenangkan perang untuk lalu lintas video online, dan YouTube -- yang saat itu malah belum genap berumur satu tahun - memperoleh akses ke sumber daya Google yang besar dan kuat. Meski sudah bergabung, keduanya tetap beroperasi di kantor yang terpisah; Google di Mountain View, sementara YouTube tetap berada di San Bruno.  Akuisisi ini telah terbukti menjadi salah satu langkah Google yang paling cemerlang dan membuat YouTube menggelembung menjadi landasan budaya modern dan kehidupan online, menciptakan banyak industri baru dan menjadi ladang bagi karir yang tak terhitung jumlahnya dari para pembuat konten.

Pada bulan September 2008, Google mempekerjakan beberapa pengembang Mozilla Firefox. Mereka kemudian bersama-sama mereka membuat peramban Chrome untuk Windows, yang kemudian juga diaplikasikan pada sistem operasi lain. 

Selama empat tahun yang singkat, peramban Google telah berkembang lebih populer daripada Firefox dan Internet Explorer. Sepuluh tahun kemudian, Chrome sudah menjadi browser web yang dominan di dunia, dengan sekitar 60 persen pangsa penggunaan di seluruh dunia. Keberadaan Chrome membuat Google Search menjadi lebih relevan saat ini daripada yang pernah ada.

Selain YouTube, akuisisi terhadap Android juga diakui sebagai salah satu langkah gemilang dari perjalanan Google. Android, yang dibeli secara diam-diam oleh Google pada tahun 2005 seharga $ 50 juta, diluncurkan pada tanggal 22 Oktober 2008. Telepon seluler pertama yang memakai sistem operasi Android adalah T-Mobile G1 / HTC Dream, yang dijual seharga $ 179 (dengan kontrak dua tahun). Saat ini, hampir 90% sistem operasi telepon seluler menggunakan Android.

Alphabet Inc dan dimulainya era Google Assistant

Dengan bisnis yang semakin menggurita dan beberapa anak perusahaan baru yang butuh perhatian khusus, pendiri Google Larry Page memutuskan untuk merestrukturisasi Google. Tanggal 10 Agustus 2015 tercatat sebagai hari lahirnya Alphabet Inc, induk perusahaan Google dan beberapa anak usaha lain seperti Verily, Waymo, dan Wing. Untuk menandai restrukturisasi ini, Google pun meluncurkan logo baru.

Perkembangan teknologi yang semakin cepat membuat Kecerdasan Buatan (Artificial Intellegent) menjadi idola baru bagi beberapa perusahaan teknologi. Asisten virtual adalah salah satu ujicoba penggunaan AI dalam kehidupan sehari-hari yang praktis. Apple kemudian mengawalinya dengan Siri, yang diikuti oleh Amazon dengan meluncurkan Alexa. 

Google pun tak mau kalah. Pada bulan Mei 2016, Google Assistant resmi diluncurkan. Meski terlambat -- Alexa dua tahun lebih awal, dan Siri lima tahun lebih dulu -- namun Google Assistant yang dioperasikan pada speaker Google Home bisa berkembang dengan cepat dan mampu bersaing secara langsung dengan Amazon Alexa yang terkoneksi pada speaker Amazon Echo.

Produk-produk gagal dari Google

Dalam rangkaian 20 tahun perjalanan Google, tidak semua yang mereka temukan atau kebijakan akuisisi yang mereka lakukan mencetak langkah sukses. Google bukanlah Raja Midas yang bisa membuat segala sesuatu menjadi emas. Ada beberapa penemuan Google dan langkah akuisisi yang justru gagal, dan menjadi catatan hitam tersendiri dari kisah perjalanan perusahaan.

Platform media sosial Google Plus (G+) adalah salah satu noktah hitam dari sekian banyak penemuan Google. Tahun 2011 merupakan masa puncak popularitas Facebook. Google pun mencoba peruntungan di dunia jejaring sosial dengan peluncuran Google+, yang menggantikan alat microblogging Google Buzz. 

Namun tidak seperti kebijakan awal Facebook yang mengharuskan alamat email untuk bergabung, Google+ diluncurkan sebagai jaringan khusus berdasarkan undangan. Dan sebagaimana jejaring sosial lain, Google Plus adalah tempat dimana pengguna dapat berbagi foto, tautan, dan memulai obrolan Hangout dengan "lingkaran" teman. 

Tapi, semua fitur ini belum cukup untuk menandingi Facebook, atau platform media sosial lain yang kemudian bermunculan seperti Twitter atau Instagram. Tiga tahun paska peluncurannya, Google Plus menjadi tidak terurus. Hidup segan mati tak mau. Hingga saat ini, Google memang tidak mengumumkan "kematian" Google Plus, sebagaimana beberapa produk gagal lain seperti Google Health atau Google Powermeter.

Selain Google Plus, salah satu kegagalan besar yang dialami Google adalah ketika mereka mengakuisisi Motorola. Google mengambil spekulasi ketika mengakuisisi Motorola Mobility sebesar $ 12,5 miliar pada 2011. 

Di bawah kepengurusan Google, Motorola meluncurkan telepon pintar Moto X pada tahun 2013. Meskipun diterima dengan baik, Moto X dianggap tidak berhasil memenuhi ekspektasi meskipun sudah ditambah dengan peluncuran tipe Moto G yang menyasar kelas low-. Pada saat Moto X generasi kedua diumumkan pada tahun 2014, Google telah setuju untuk melepas Motorola ke Lenovo dengan harga yang lebih rendah daripada yang semula mereka bayarkan.

Denda terbesar dan tudingan bias politik

Jangkauan dan pengaruh Google di dunia saat ini sangat tidak tertandingi dalam bisnis modern. Tak heran jika hingga saat ini Google telah menghadapi sejumlah tantangan hukum selama bertahun-tahun terkait dengan praktik privasi dan antikompetitif. Dari semua tantangan dan gugatan yang dihadapi Google -- atau dibandingkan dengan yang dihadapi perusahaan teknologi lain -- denda dari Uni Eropa sebesar $ 5 miliar menjadi yang terbesar yang pernah diterima Google.

Pada bulan Juli 2018, Badan perundang-undangan Uni Eropa/Komisi Uni Eropa mendenda Google atas dugaan pelanggaran antitrust Android. Uni Eropa menetapkan bahwa Google memprioritaskan layanan belanjanya sendiri di iklan yang ditampilkan di browser Chrome, yang dimuat secara default di sebagian besar ponsel cerdas Android.

Denda ini seolah juga menjadi pembelajaran bagi pembuat kebijakan di negara manapun, dan masyarakat pada umumnya bahwa ada praktik monopoli yang jelas dari para raksasa teknologi dan internet, sebagaimana yang sudah dilakukan oleh Google, Facebook maupun Amazon. 

Hanya satu bulan setelah penetapan denda dari Uni Eropa, Presiden AS Donald Trump menuduh Google memanipulasi hasil pencarian untuk menyensor saluran berita konservatif. Google menjawab tuduhan tersebut dengan menyatakan hasil pencarian pada mesin telusur mereka tidaklah bias atau berafiliasi pada kekuatan politik tertentu.

Google yang terus berkembang

20 tahun perjalanan Google menceritakan kisah yang begitu fantastis dari sebuah perusahaan yang berkantor di garasi kecil, menjadi raksasa internet yang begitu berpengaruh terhadap kehidupan modern penduduk bumi. 

Berawal dari sebuah riset untuk tesis doktor, hingga menjelma menjadi salah satu sumber kebutuhan informasi masyarakat dunia. Ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua, bahwa terlepas dari betapa rendahnya apa yang kita mulai, kita dapat mengubah sesuatu menjadi kisah sukses yang luar biasa jika kita bekerja keras.


Referensi:

1. sebomarketing

2. Wired

3. web.archieve.org

4. NYTimes




Baca juga:
Verifikasi Hijau Diubah Menjadi Validasi, Begini Caranya!
Seteguk Zamzam Menjelang Malam
Fadli Zon Setuju Napi Koruptor Nyaleg, Mereka Sudah Menebus Kesalahannya

Berburu Kuliner Malam di Kota Magelang

$
0
0

Kota Magelang relatif dekat dari Yogyakarta. Kota ini terkenal karena menjadi tempat pendidikan calon perwira militer. Maka siapapun yang sekarang ini menjadi petinggi angkatan bersenjata kita, bisa dipastikan punya kenangan indah dengan Magelang. 

Anekdotnya, yang paling tinggi jabatannya di Magelang bukan Walikota, tapi gubernur. Jelas bukan Gubernur Jawa Tengah maksudnya, namun Gubernur Akademi Militer yang berpangkat Mayor Jenderal TNI.

Bila kita berada di Kota Sejuta Bunga, demikian julukan yang diberikan buat Magelang, pada malam hari, suasananya terlihat semarak. Namun hal itu hanya berlangsung sampai sekitar jam 10 malam. Setelah itu kota yang terkenal tertib ini, mungkin karena ada akademi militer itu tadi, sudah sepi.

Warung kupat tahu (dok pribadi)

Sewaktu saya dan beberapa teman berada di kota Magelang, Sabtu (25/8) yang lalu, di senja hari sehabis salat magrib, kami berencana untuk berwisata kuliner dengan menjajal makanan yang mengundang selera di sana.

Sebelumnya perlu dicatat bahwa suasana kota Magelang tergolong nyaman untuk jalan-jalan. Tidak terlalu padat seperti Yogyakarta, tapi juga tidak terlalu sepi seperti Temanggung atau kota kecil lain di sekitar itu.

Bakso kerikil (dok pribadi)

Yang juga membuat nyaman adalah kondisi pluralitas di sana. Ada masjid megah di alun-alun, ada klenteng cantik di pusat kota, dan banyak pula gereja yang bagus.

Baik, kita langsung ke topik utama, soal kuliner di malam hari. Menurut teman saya yang merupakan putra asli Magelang dan bertindak sebagai pemandu, makanan yang paling laku di malam hari adalah kupat tahu. 

Ternyata memang benar. Di jalan utama kota itu, ada banyak sekali warung kupat tahu, dan saat malam hari pembelinya melimpah sampai antre menunggu dapat giliran masuk, karena bangku yang tersedia sudah penuh.

Sate pisang (dok pribadi)

Kami sendiri ikut antre di Kupat Tahu Pak Slamet, salah satu yang paling top di Magelang. Setelah saya dapat kursi, lalu menerima sepiring kupat tahu yang bahan utamanya ketupat, tahu, toge, kerupuk, dengan kuah bening yang bisa diberi kecap sesukanya, cukup menikmati makanan tersebut. Meskipun sebelumnya saya membayangkan akan menyantap kupat tahu berkuah kacang seperti yang pernah saya coba di Bandung.

Selesai makan kupat tahu, kami sejenak berkeliling kota sambil menunggu perut agak longgar lagi, karena sudah meniatkan agenda berikutnya, menjajal bakso kerikil. Kerikil? Ya, namanya memang aneh begitu, tapi pasti bukan kerikil beneran.

Tempat berjualan bakso kerikil. Dok pribadi

Bakso kerikil tersebut ternyata ada banyak pedagangnya yang terpusat di suatu lokasi, tepatnya di Taman Kota Badaan. Di sana tersedia tempat makan berupa meja dan bangku yang sederhana, namun cukup layak. Sesuai namanya, ukuran baksonya memang kecil-kecil.

Lho, bakso kerikil itu ada sejarahnya. Begini, di tahun 1995, salah seorang pedagang bakso punya ide saat melihat anak-anak yang rewel padahal orang tuanya lagi asyik makan bakso. Nah, untuk anak-anak diberikanlah bakso berukuran kecil tersebut, yang apabila diacak-acak, tidak terlalu sayang. Eh, lama-lama para orang dewasa pun suka minta bakso kecil itu.

Warung Ronde (dok pribadi)

Kupat tahu sudah, bakso kerikil juga sudah. Sang pemandu mengajak mencari kios oleh-oleh. Baik di pusat kota, maupun di pinggir kota yang merupakan jalur kendaraan ke arah Semarang, banyak sekali toko oleh-oleh yang representatif.

Ada banyak makanan berupa cemilan yang menjadi oleh-oleh khas dari Magelang. Namun yang paling banyak dibeli oleh pelancong dari luar kota adalah gethuk yang terbuat dari singkong. Gethuk ini dibungkus dalam ukuran kecil dan terdiri dari tiga lapis, masing-masing berwarna putih, coklat dan merah muda. Sayangnya, gethuk ini masa layak konsumsinya hanya sekitar empat hari saja.

Senja di pusat kota Magelang (dok pribadi)

Sebelum kembali ke penginapan, kami masih belum puas, ingin menjajal minuman penghangat badan. Maka pilihan kami adalah Warung Ronde Miroso yang terletak di Jalan Medang. 

Warung Ronde tersebut ternyata sudah punya sejarah panjang, sekarang agaknya dikelola oleh cucu dan cicit pendirinya, yang dari wajahnya terlihat saudara kita beretnis Tionghoa.

Lanskap Magelang (dok Bintoro)

Dulu, Presiden Soekarno merupakan pelanggan warung ronde tersebut, setiap beliau berkunjung ke Akademi Militer Magelang. Namun yang membuat Soekarno ketagihan justru sate pisangnya, yang juga menu utama di sana selain ronde.  

Maka kami yang sebetulnya sudah kenyang, tadinya hanya ingin minum, tergoda untuk mencicipi sate pisang, yang konon hanya ada di Magelang. Sate pisang di warung Miroso, resepnya masih sama dengan saat dibuat oleh pendirinya yang membuat Presiden pertama kita ketagihan itu.

Dok. Bintoro

Hhmm, rasanya memang enak. Sate pisang tersebut diolah dari pisang kepok merah yang direbus, dipotong-potong, lalu ditusuk lidi sebagaimana layaknya sate ayam atau sate kambing. Dan ini dia yang bikin eanak, dilumuri saus santan kental yang manis gurih.  Adapun rondenya itu sendiri, minuman dengan jahe dan sereh,  juga tidak kalah nikmat. Bikin kami ingin nambah satu ronde lagi.
Oleh-oleh Magelang (dok pribadi)

Sebetulnya, masih banyak kuliner lainnya di Magelang, selain yang kami makan dan minum di atas. Tapi, ya, namanya perut, kan ada kapasitas maksimalnya. Lain kali kalau ke Magelang lagi, kami akan coba yang lainnya.




Baca juga:
Perjalanan Menulis Novel "PHI"
Verifikasi Hijau Diubah Menjadi Validasi, Begini Caranya!
Seteguk Zamzam Menjelang Malam

Roy Suryo, Kleptomania, dan Pola Pikir Emak-emak

$
0
0

Foto: kompas.com

Berita viral tentang mantan Menpora, Roy Suryo yang diminta mengembalikan ribuan aset kementerian ini menggelikan sekaligus memprihatinkan. Lho kok sampai ada ribuan barang 'digondol' sama mantan menteri ini? Apa dia kurang kerjaan sewaktu menjabat menteri?

Secara logika dia tidak kekurangan uang untuk membeli barang-barang seperti yang tertera dalam daftar. Antara lain, sendok, pompa air, kabel dll. Barang yang dikategorikan sepele dan mudah dibeli.

Hal ini mengingatkan saya pada Kleptomania. Menurut Wikipedia, Kleptomania berasal dari kata kleptein yang artinya mencuri. Sedangkan Kleptomania diartikan sebagai gangguan mental yang membuat penderitanya tidak bisa menahan diri untuk mencuri.

Barang barang yang dicuri penderita Kleptomania umumnya tidak berharga. Seorang penderita Kleptomania merasa tegang subyektif sebelum mencuri dan dia merasa lega serta nikmat setelah berhasil melakukan tindakan pencurian. Sebenarnya tidak ada keuntungan secara material dalam hal ini.

Lalu apakah Roy Suryo seorang Kleptomania? Ini perlu penyelidikan dan pemeriksaan lebih lanjut. Seingat saya, seorang menteri selayaknya sehat fisik dan mental. Tak mungkin SBY mengangkat menteri yang kurang sehat (mentalnya).

Satu hal yang jelas, Roy Suryo seorang kolektor. Ia gemar mengoleksi mobil Mercy, jumlahnya hingga 50 buah. Tapi tidak jelas apakah ia menurunkan kelasnya menjadi kolektor barang barang Kemenpora.

Roy Suryo (dok.merdekacom)

Memang ada bantahan dan sanggahan dari pengacara Roy Suryo bahwa barang barang tersebut dibeli oleh staf Kemenpora pada saat dia menjabat. Seorang menteri masa mengurus hal hal seperti itu. Tetapi tidak mungkin BPK mempermasalahkan  jika barang barang tersebut tidak terbawa oleh Roy Suryo.

Kalau Roy Suryo bukan Kleptomania lalu apa? Ini justru membuat saya teringat pada kelakuan emak emak di kampung. Tahu apa kebiasaan mereka?

Biasanya emak emak sangat senang memperoleh barang sekecil apapun. Kalau ada seorang emak menemukan sebuah sendok di jalan, ia akan memungutnya, memasukkan ke dalam lipatan bajunya. Ah, lumayan, pikir si emak.

Emak-emak gemar mengoleksi barang barang yang tampaknya sepele. Misalnya ada sabun berhadiah piring, maka ia akan membeli sabun merek tersebut berkali-kali agar piringnya lengkap selusin. Begitu pula dengan barang-barang hasil 'nemu', pasti berharap akan menemukan barang serupa agar menjadi lengkap.

Persoalan 'lumayan' ini yang menjadi dasar pemikiran emak-emak.  Perlengkapan dapur dan peralatan rumah tangga bisa menjadi lengkap karena pola pikir ini. Itulah sebabnya emak-emak begitu getol mengantri untuk mendapatkan barang diskon, apalagi gratisan. 

Nah, ada kemungkinan jika Roy Suryo memiliki pola pikir emak emak ini. Yah lumayanlah bisa melengkapi kebutuhan rumah yang tampaknya sepele. Padahal kalau dijumlahkan dalam bentuk uang, besarnya juga'lumayan'.

Siapa tahu Roy Suryo berpikir barang barang itu sudah tak terpakai lagi di Kemenpora. Daripada mubazir, digunakan saja di rumah. Lumayan, daripada repot repot mencari dan membeli lagi.

Memang ada ya laki-laki yang pola pikirnya seperti emak-emak? Ada dong. Banyak contoh laki  laki-laki yang bertingkah seperti perempuan. 

Kalau melihat tingkahnya selama ini, Roy Suryo cenderung seperti emak-emak. Cerewet, mengomentari hal hal yang bukan urusannya. Mending kalau benar, kebanyakan ngawur, bikin orang tambah pusing.

Sekarang kita tunggu penyelidikan lebih lanjut. Apakah pengacara bisa membuktikan bahwa barang barang tersebut di luar sepengetahuan Roy Suryo. Toh tidak mungkin barang barang itu menggelinding sendiri.

Peringatan untuk para menteri, jangan mengantongi apapun dari kantor. Itu belinya pakai duit rakyat. Kasihan kan kalau rakyat terus dibebani anggaran pembelian barang-barang fiktif yang tidak ada wujudnya.




Baca juga:
Jangan Asal Menjawab Pertanyaan Anak
Perjalanan Menulis Novel "PHI"
Verifikasi Hijau Diubah Menjadi Validasi, Begini Caranya!

Beda Persepsi tentang Kelayakan Mantan Terpidana Korupsi jadi Calon Legislatif

$
0
0

Foto: Antara

Perseteruan antara Komisi Pemilihan Umum DKI dengan Ketua DPD Partai Gerindra DKI Mohamad Taufik kian memanas.

Polemik ini bermula sejak KPU DKI menyatakan Mohamad Taufik tidak memenuhi syarat sebagai bakal caleg DPRD DKI Jakarta lantaran Taufik pernah menyandang status sebagai terpidana korupsi.

Taufik memang pernah divonis 18 bulan penjara pada 27 April 2004 karena dinyatakan terbukti merugikan negara sebesar Rp 488 juta dalam kasus pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004.

Mengenai putusan ini, KPU DKI merujuk pada Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Legistlatif. Di dalamnya, disebutkan bahwa mantan terpidana korupsi dilarang untuk mengikuti proses pemilihan sebagai calon.

Menanggapi putusan KPU DKI, Taufik mengajukan gugatan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Menurutnya, PKPU Nomor 20 tahun 2018 menyalahi Undang-Undang No 27 tentang Pemilu.

Menanggapi gugatan ini, pada Jumat (31/8/2018) Bawaslu mengeluarkan putusan bahwa ini Taufik layak untuk menjadi bakal caleg DPRD DKI Jakarta.

Meski demikian, KPU DKI tak segera melaksanakan putusan Bawaslu. Pasalnya, sesusai putusan Bawaslu terbit, KPU RI mengeluarkan surat imbauan kepada seluruh KPUD provinsi untuk menunda eksekusi peneriman bakal caleg mantan terpidana korupsi sampai ada hasil uji materi di Mahkamah Agung. Tentu saja penundaan ini menuai reaksi dari Taufik yang menuntut segera direalisasikannya putusan Bawaslu.

Kompasianer, bagaimana opini Anda tentang perseteruan ini? Tuliskan artikel berisi pendapat Anda dengan mencantumkan label CALEGEKSKORUPTOR (tanpa spasi) pada setiap artikel.




Baca juga:
Menelisik Usaha Penyelamatan Rupiah Versi Sandiaga
Pantai Lafau, Salah Satu Objek Wisata yang Terkenal di Nias Utara
Jabat Gubernur Sumut, Akankah Ketum PSSI Disanksi FIFA?

Persiapkan Diri, Pendaftaran CPNS 2018 Segera Dibuka

$
0
0

Ujian CPNS. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Jadi PNS saja ujar beberapa anggota keluarga kepada saya. Mentang-mentang ada anak tetangga yang diterima sebagai PNS (pegawai negeri sipil), saya jadi didorong-dorong juga untuk jadi abdi negara.

Memang pada tahun 2017 kemarin saya tidak mengikuti seleksi penerimaan calon pegawai negeri, alasannya karena ijazah S1 saya belum keluar. Padahal tanpa disuruh-suruh, kebanyakan orang juga mau menjadi pegawai negeri. Itu sebabnya, untuk formasi cpns yang berjumlah belasan ribu, diikuti oleh jutaan pendaftar dari berbagai daerah.Apa kurangnya jadi pns? Hampir tidak ada.

Selain bisa membanggakan keluarga, seorang pns juga memperoleh kestabilan ekonomi melalui gaji serta tunjangan ini itu tiap bulannya. Belum lagi uang pensiun yang terus dinaikkan dengan berbagai skema agar para pns memperoleh kehidupan yang layak sampai hari tua. 

SK-nya saja bisa bernilai ratusan juta rupiah. Bermodal selembar kertas yang dijaminkan ke BANK, seorang pns bisa membeli rumah dan mobil secara cash, karena begitu mudahnya pns memperoleh pinjaman dari BANK. 

Seorang PNS dinilai bankable, dianggap memiliki kestabilan ekonomi, sehingga lembaga keuangan berlomba-lomba untuk meminjamkan dananya pada mereka. Sementara tukang cilok kayak saya, mau minta brosur syarat meminjam saja gak dikasih.

Ya itulah nikmatnya menjadi pns. Bahkan saya pernah mendengar seseorang memuji betapa sudah terjaminnya kehidupan seorang pns. Seolah-olah tiada faktor lain yang membuat seorang pns hidup susah.

Belum lagi dari sisi pekerjaan.PNS dikenal memiliki pekerjaan yang santai, tengah hari sudah kelayapan keluar, juga tak pusing mikirin target layaknya tenaga penjual.Better-lah, dibandingin kerja di swasta ada banyak manfaat lebihnya menjadi seorang pegawai negeri.

Saya pernah bertanya pada teman saya yang lulus tes CPNS tahun lalu, dia tak semata-mata mengikuti seleksi bermodalkan aji mumpung. Dia juga mempersiapkan diri dengan mengisi latihan soal-soal. 

Ada banyak buku latihan soal untuk lulus tes CPNS di luaran sana, beli saja salah satunya. Selain itu persiapkan juga berbagai dokumen yang dibutuhkan seperti ktp, ijazah yang dilegalisir, pas foto dll.

Okelah, untuk persyaratannya bisa dibaca sendiri di berbagai media. Tapi ada hal yang lebih penting yang harus dipersiapkan, yaitu mental yang siap gagal. Seperti yang sudah diumumkan oleh  Badan Kepegawaian Negara, pada tanggal 19 september 2018 nanti, pendaftaran cpns akan dibuka.

Saya memiliki teman yang sudah berkali-kali gagal saat mengikuti seleksi CPNS. Bahkan tahun kemarin dia juga gagal, saya tanya apakah dia akan mengikuti seleksi CPNS tahun ini? Dia galau, karena sudah terlalu sering gagal.

"Kalo lu mau ambil tuh di rumah, gua banyak bukunya." ujarnya pada saya. Betapa dia cukup bekerja keras untuk mempersiapkan diri agar bisa menjadi pegawai negeri. Memang rezeki itu kadang misteri, ada yang sudah latihan soal berkali-kali, mencoba berulang-ulang, tapi tidak lolos. Ada yang mencoba sekali, itupun iseng-iseng, malah diterima.

Maka saran saya, janganlah kita mendorong terlalu keras pada salah satu anggota keluarga agar menjadi seorang pegawai negeri. Jika mendorong untuk mengikuti seleksi CPNS nya bolehlah, tapi jangan membuat mereka terbebani. Saya yakin, mereka juga ingin jadi pegawai negeri kalau bisa. Tapikan tidak mudah,ada tesnya, dan saingannya jutaan orang.

Jadi anggaplah suatu keberuntungan kalau lolos dan keterima menjadi pegawai negeri. Jangan pula stres kalau gagal. Kalau kita gagal, ada jutaan orang diluaran sana yang juga gagal. 

Yang penting sudah berusaha dan mempersiapkan diri dengan baik, kalau gagal tetaplah berbesar hati. Masih ada pekerjaan lain diluar sana. Mungkin tak semewah PNS gaji serta tunjangannya, tapi ya disyukuri saja. Setidaknya kita tidak hidup dari anggaran negara.

Hilangkanlah motivasi ingin kerja santai tapi duit besar. Kalau tekun dan gigih,di sektor swasta pun kita bisa berhasil. Ini hanya catatan singkat, buat yang mau jadi PNS persiapkanlah diri dengan sebaik mungkin. Tapi yang terutama siapkanlah mental. Kalau tidak lolos ya tidak apa-apa, jangan stres apalagi mengambil jalan pintas yang tidak seharusnya.

Selamat mencoba seleksi CPNS tahun 2018 guys....




Baca juga:
Mampukah Pasien Depresi Berfungsi Normal Kembali?
Menelisik Usaha Penyelamatan Rupiah Versi Sandiaga
Pantai Lafau, Salah Satu Objek Wisata yang Terkenal di Nias Utara

Menjalani Profesi Pustakawan Harus Menulis

$
0
0

ilustrasi (pixabay.com)

Setiap orang mempunyai hak untuk menentukan profesi sebagai tempat pengabdian bagi kemaslahatan kehidupan dan lingkungan sosialnya. Memilih profesi yang dijalani baik sesuai "passion" maupun karena "terpaksa" karena tidak ada pilihan lain, adalah sah-sah saja. Jujur penulis awalnya menjalani profesi  pustakawan karena "terpaksa", karena latar belakang ilmu hukum (SH) ditempatkan di perpustakaan. 

Namun dari awalnya terpaksa, setelah mendapat tugas belajar di Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Budaya jurusan ilmu perpustakaan, wawasan terbuka dan adrenalin semakin terpicu untuk menerima "tantangan" yang sangat mengasyikkan. 

Aneh memang, ditengah orang mencari status, untuk bekerja di tempat prestisius dengan ilmu hukum sebagai hakim, jaksa, notaris, bank, dosen, advokat, BUMN, PNS di departemen, penulis justru bekerja di perpustakaan yang tidak pernah dijamah oleh para Sarjana Hukum.

Namun dibalik keanehan pilihan mendapakan hikmah yang banyak, walau saat itu istilah perpustakaan masih tidak dikenal, apalagi pustakawannya. Kalaupun mendengar istilah perpustakaan plus pegawainya "image" negatif pasti membayanginya, akibatnya bekerja di tempat  "orang buangan", dengan segala predikat yang melekat, sunyi, sepi, senyap, nyaris tanpa nafas kehidupan di tengah hiruk pikuk keramaian kampus dengan mahasiswa puluhan ribu. 

Belum letak perpustakaan yang jauh dari aktivitas mahasiswa, semakin lengkap sudah kondisi perpustakaan yang layak disebut sebagai "gudang" beneran, bukan gudang ilmu pengetahuan. 

Aneh bukan, pemikiran penulis yang melawan arus bekerja di tempat yang banyak "debu" dan "gudang" ? Sementara teman SH lain dengan parlente setiap hari bekerja di kantor  dengan  asesoris ruangan serba modern, nyaman, dan ramai.

Setelah ijazah ilmu perpustakaan dari Universitas Indonesia dipegang, tidak ada pilihan lain untuk menjalani profesi sebagai pustakawan. Apapun cibiran, ejekan, keirian,  orang lain tentang profesi pustakawan  menjadi tantangan yang harus dihadapi, bukan dihindari. Hikmahnya bisa menulis karena bekerja di perpustaaan, banyak ilmu bisa dieksplorasi.  

Penulis tidak ingin "seperti ayam mati di lumbung padi", mencoba menulis atas motivasi segelintir dosen yang peduli nasib seorang SH yang bekerja di perpustakaan. Waktu itu PNS belum ada tunjangan kinerja yang terbukti dapat mensejahterakan PNS.  

Penulis mendapat gaji dan tunjangan pustakawan yang besarnya Rp 37.500,- (ajun pustakawan, saat ini pustakawan pertama, golongan III b). Besarnya tunjangan pustakawan saat ini antara Rp 350.000,- sampai Rp 1.300.000,-, belum ditambah tunjangan Satker (sejenis tukin) yang untuk golongan IV/c besarnya Rp 4.519.000,-, plus gaji dan tunjangan pustakawan.

Tuntutan profesi pustakawan harus bisa menulis karya ilmiah, ilmiah populer, membuat call for paper, melakukan penelitian, membuat proposal pengembangan perpustakaan. 

Hal ini karena bagi pustakawan yang berstatus sebagai PNS untuk setiap kali akan naik jabatan/pangkat syaratnya harus mengumpulkan angka kredit yang berasal dari kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan dan pelayanan di perpustakaan. 

Artinya jabatan fungsional pustakawan mempunyai konsekwensi  selain mendapat tunjangan harus mengupulkan angka kredit yang besarnya persis seperti guru, dosen, dokter, peneliti, dan jabatan fungsional lainnya. Kalau hanya mengandalkan nilai dari pengelolaan dan layanan perpustakaan sangat kecil (0,001), terbesar 12,5 menulis buku. 

Bisa dibayangkan bagaimana pustakawan dapat naik pangkat tepat waktu (setiap 2 tahun), kalau nilainya sangat kecil. Anehnya lagi kalau ada pustakawan yang aktif menulis, sering menang lomba karya tulis, hibah penelitian, bukannya mendapat apresiasi, malah di"nyinyiri" oleh lingkungannya (pustakawan plus teman lainnya), kalau menulis terus kapan kerjanya ?. Aneh bukan profesi pustakawan itu rintangan dan tantangannya sangat tidak profesional, namun lebih subyektif ?.

Tidak heran kalau sampai saat ini jumlah pustakawan utama masih sangat sedikit (14 orang) seluruh Indonesia. Apalagi untuk pustakawan utama di Perguruan Tinggi tidak ada kelas jabatan pustakawan utama, maksimum hanya pustakawan madya (Permenrintek dan Dikti No.49 Tahun 2015). 

Jadi bagaimanapun semangatnya pustakawan di lingkungan Perguruan Tinggi harus puas dengan jabatan  dengan jabatan pustakawan madya dan pensiun usia 60 tahun. Kecuali bersedia loncat di departemen yang mempunyai formasi pustakawan utama.

Walau ada peluang demikian pelaksanaannya tidak semudah membalik tangan, sering pihak Perguruan Tinggi tidak memberi "lolos butuh" untuk pindah ke instansi yang ada formasi pustakawan utama. Jadi sekarang dimana menariknya menjalani profesi sebagai pustakawan?

Hanya orang-orang yang aneh penuh idealisme untuk tetap menjalani profesi pustakawan, walau sering "dipersekusi" oleh bagian kepegawaian yang iri karena tunjangan kinerja yang didapat pustakawan lebih besar dari kepegawaian yang menduduki jabatan umum.

Selain itu ternyata tidak semua pustakawan mempunyai kemauan, kemampuan dan kesempatan menulis, akibatnya sudah menyerah tidak mempunyai semangat untuk menuju ke pustakawan utama (bagi yang ada formasi). 

Hal ini juga dibuktikan ketika ada kompetisi karya tulis termasuk hibah penelitan yang diadakan oleh Perpustakaan RI setiap tahun, pesertanya tidak pernah beranjak, selalu dibawah 100 orang. Tahun ini ada  peserta 63 orang, padahal  jumlah pustakawan di Indonesia ada 3.381 orang (data Perpusnas RI, 2018). 

Artinya hanya 1,86 persen yang berpartisipasi mengikuti lomba hibah penelitian ini, apapun alasannya dan kesibukannya perlu ada pustakawan peneliti, kenyataannya masih sangat langka yang berminat. Lebih sering pustakawan yang menghadiri seminar, konggres, munas di berbagai kota bahkan luar negeri, setelahnya ilmu yang didapat "menguap" seiring dengan perjalanan pulang kembali ke habitat kerjanya.    

Yogyakarta, 7 September 2018 Pukul 10.34




Baca juga:
Mau Berpetualang Rasa dan Nobar "Aruna dan Lidahnya"? Yuk Ikuti Tantangannya!
Mampukah Pasien Depresi Berfungsi Normal Kembali?
Menelisik Usaha Penyelamatan Rupiah Versi Sandiaga

Pagi Sekolah, Sore Nonton Baja Hitam, Minggu Doraemon, Bulan Puasa Main Petasan Jangwe

$
0
0

Masa Kecil | steemit.com

Saya sungguh beruntung bisa menikmati masa kecil di akhir 90-an hingga awal 2000-an. Bagaimana tidak saat masih duduk di bangku sekolah dasar, ada banyak aktivitas yang jika diceritakan kembali bikin senyum-senyum sendiri. Menariknya aktivitas itu juga hampir sama dilakukan oleh generasi sebaya saya, yah kalaupun ada yang beda tidak jauh-jauh amat.

Jangan tanya soal bagaimana pelajaran di sekolah, karena semua biasa-biasa saja cuma satu pelajaran yang tak biasa, yah apalagi kalau bukan matematika. Pelajaran satu ini bisa dibilang sebagai hal paling menakutkan bagi sebagian besar rekan-rekan sebaya saya. Apalagi rata-rata guru di sekolah dasar yang awalnya sangat lemah lembut di pelajaran lain berubah jadi garang saat belajar matematika.

Dan biasanya saya, atau mungkin juga rekan-rekan sebaya saya jika sudah masuk pelajaran matematika langsung berubah menjadi tekun dan terus menatap buku pelajaran, ini sih trik biar guru tidak memanggil kita ke depan kelas untuk mengerjakan soal.

Ah lupakan pelajran, pulang sekolah di siang hari juga jadi momen paling bahagia saat masih kecil dulu. Pulang dengan baju putih yang sudah tak lagi jelas warnanya karena bercampur keringat dan kotoran bekas jajanan istirahat tadi, ada bekas saos, permen, dan lain sebagainya.  

Pulang sekolah selalu bareng teman-teman, tidak lupa membeli jajanan mulai dari dodol yang di atasnya ada sagu dan kacang tanahnya, atau es osron yang warnanya hampir sama dengan warna pewarna wantex untuk pakaian, atau membeli mainnan orang-orangan - itupun kalau masih ada uang sisa dari waktu istirahat.

Biasanya saat pulang sekolah, saya dan rekan-rekan mulai merencanakan aktivitas apa yang akan dilakukan sore nanti. Antara main bola di lapangan atau jalan-jalan tak jelas juntrungannya.

Sampai ke rumah, langsung kena omel ibu, yah apalagi kalau bukan karena baju putih saya yang sudah tak lagi kelihatan warna putihnya. Habis beres-beres dan makan siang, selanjutnya tidur siang. Dulu saat kecil, tidur siang ialah aktivitas yang paling saya tidak suka, baru setelah besar saja saya sadar bahwa tidur siang setelah makan siang kenikmatan yang hakiki.

Bangun dari tidur siang, saya langsung mandi dan bergegas ke Taman Pendidikan Alquran (TPA), kelar baca Iqro sampai kira-kira habis sholat Ashar, aktivitas main kembali dilakukan. Tentu saja tanpa dulu pulang ke rumah, dan akibatnya setelah pulang kena omel lagi oleh ibu.

Rencana yang tadi siang direncanakan bisa berubah seketika, awalnya ingin main bola di lapangan jadi jalan-jalan muterin tempat tinggal kita, yang awalnya ingin jalan-jalan malah jadi main bola. Pokoknya saat itu suka-suka kami lah maunya bermain apa.

Namun, kadang aktivitas sore hari juga tidak dilakukan karena saya biasanya langung pulang untuk menonton film favorit generasi 90-an, Ksatria Baja Hitam yang diperankan oleh Kotaro Minami. Atau menonton film favorit yang lain, apalagi kalau bukan The Legend of Condor Heroes, Yoko dan Bibi Lung.

Nah jika sudah memasuki hari Minggu, itulah hari kebebasan saya. Jika di hari sekolah, saya mungkin tak sebebas anak-anak lain yang bisa nonton Baja Hitam atau Yoko, orang tua saya sedikit lebih ketat soal menonton televisi jika hari sekolah. Maka di saat tiba hari Minggu, ajang pembelasan pun dilakukan.

Eits sebelum membahas kebebasan di hari Minggu, kenangan di Sabtu siang pun jadi hal paling memorable, yah apalagi kalau bukan menonton film Vampir sehabis pulang sekolah. Wah bagi saya menonton film Vampir yang diperankan oleh Boboho jadi hal wajib sebelum tidur siang.

Kembali ke hari Minggu, saya biasanya sudah bangun sejak pagi hari, maklum saja saat malam minggu tak banyak aktivitas yang dilakukan. Ketika melek mata sekitar pukul 07:30, tentu dong yang pertama dilakukan ialah menyalakan televisi untuk menoton doraemon.

Aku ingin begini 
Aku ingin begitu 
Ingin ini ingin itu banyak sekali

Semua semua semua 
Dapat dikabulkan 
Dapat dikabulkan dengan kantong ajaib

Aku ingin terbang bebas di angkasa 
Hei baling-baling bambu 
La la la aku sayang sekali doraemon

Wah kalau sudah mendengar lagu itu, mata yang berat karena masih ngantuk pun langsung segar kembali. Namun ada kalanya saat intro lagu Doraemon sudah di putar, ada suara-suara dari ibu yang menyuruh mandi. Di situlah kadang saya merasa sedih!

Usai nonton Doraemon dan menyempatkan diri mandi saat tengah iklan, film kartun berikutnya yang ditonton ialah Dragon Ball.

Orangpun datang 
Dan akan kembali 
Kehidupan kan jadi satu

Di kehidupan yang kedua 
Akan menjadi lebih indah

Siapakah yang dapat melaksanakan 
Sekarang berusaha mewujudkannya

Ini juga lagu yang membuat senyum saya mengembang di tiap minggu pagi. Nah, setelah menonton Son Goku dan kawan-kawan, saya biasanya selesai menonton dan keluar main dengan rekan-rekan. Apa saja kami mainkan, mulai dari main bola, main petak umpet, tak jongkok, galasin, pokoknya semua permainan yang mengeluarkan keringat.

Yang bikin saya kesal di hari Minggu ialah jika sudah memasuki sore hari, itu adalah momen-momen yang buat saya menggurut sendiri dulu waktu kecil. Bagaimana tidak, di sore hari ibu atau ayah biasanya mencari kita untuk pulang karena besok sudah harus kembali bersekolah.

Selain itu di masa kecil saya dulu, hal paling indah ialah saat memasuki bulan Ramadhan tentunya. Bukan soal saya rajin berpuasa atau mendapat duit saat Idul Fitri, tapi saat malam akan melaksanakan sholat Taraweh, saya mendapatkan waktu bermain tambahan.

Yah biasanya saya dan rekan-rekan bermain sarung yang dilipat-lipat atau bermain petasan. Walaupun banyak orang tua yang memarahi kita karena bermain petasan itu tak menghalangi kami untuk terus bermain. Petasan yang sering saya dan rekan-rekan mainkan ialah petasan jenis jangwe.

Nah bagi yang tidak tahu petasan jangwe, masa kecil kamu sepertinya kurang bahagia, hehe. Biasanya saya dan rekan-rekan cukup kreatif, kamu mencari pipa bekas dan meledakkan petasan jangwe itu bak peluncur roket. Hanya anak bermental berani yang bisa menyalakan petasan jangwe dari dalam pipa bekas itu, haha - saya tidak termasuk.

Bagi saya kenangan masa kecil sangat membekas, sekarang saya justru bingung dengan generasi sekarang, utamanya generasi anak saya, kira-kira kenangan apa yang bisa mereka bagi kelak nanti? Pasalnya seperti yang kita tahu, aktivitas anak saat ini sangat jauh berbeda, pun dengan tontonan kartun sangat banyak jenisnya.

Masa kelak besar nanti anak saya bercerita soal serunya ia nonton PJ Mask, film kartun yang hanya ada di saluran berbayar atau Youtube, tidak semua anak sekarang menontonnya bukan?

Masa kelak besar nanti anak saya bercerita soal keseruannya main pasir ajaib, tidak semua anak-anak kecil saat ini suka bukan dengan main aneh itu. Yah apapun itu, tiap anak memiliki masa-nya sendiri, yang tetap bagi mereka saat kecil ialah masa paling membahagiakan.




Baca juga:
3 Tips Aman untuk "Left Group" WhatsApp
Mau Berpetualang Rasa dan Nobar "Aruna dan Lidahnya"? Yuk Ikuti Tantangannya!
Mampukah Pasien Depresi Berfungsi Normal Kembali?

Wiro (Kurang) Sableng

$
0
0

Sumber Gambar : entertaintment.kompas.com

Sedikit flashback, sebagai generasi yang mengalami masa kanak-kanak di era 90-an, sosok Wiro Sableng yang masih melekat dalam benak saya adalah Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 yang diperankan oleh Tony Hidayat. Film perdananya berjudul "Empat Brewok Dari Goa Sanggreng" diproduksi pada tahun 1988. 

Selanjutnya hingga awal tahun 90-an, berdasarkan informasi yang saya peroleh dari Wikipedia, Tony Hidayat secara berturut-turut memerankan Wiro Sableng dalam film : Dendam Orang-Orang Sakti, Neraka Lembah Tengkorak, Tiga Setan Darah, Dan Cambuk Api Angin, Sepasang Iblis Betina, Siluman Teluk Gonggo, dan Khianat Seorang Pendekar. Selebihnya tidak banyak informasi terkait profil Tony Hidayat. 

Nama Hidayat yang menempel dibelakangnya membuat saya sempat mengira jika Tony Hidayat adalah saudara kandung dari Ryan "Lupus" Hidayat. Ternyata dugaan saya salah. Sama halnya ketika saya mengira jika 3 personel Duran Duran adalah saudara kandung karena memiliki nama belakang Taylor (Andy Taylor, Roger Taylor, dan John Taylor), ternyata bukan, hehehe.

Pada masa-masa film perdana Wiro Sableng tayang di bioskop, saya masih berusia balita. Saya pertama kali mengenal film Wiro Sableng saat ditayangkan kembali di televisi pada pertengahan tahun 90-an. 

Saat itu saya sudah berusia Sekolah Dasar  (SD), tepatnya kelas 3 SD. Seingat saya televisi yang menayangkan adalah Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Saya menikmatinya di rumah sepulang sekolah. Bahkan saya pernah membolos sekolah ketika sebagian film ditayangkan pada jam sekolah. Saya menggunakan alasan sakit untuk tidak masuk sekolah. 

Tidak seperti masa sekarang yang bisa mengabari melalui aplikasi WhatsApp (walaupun nantinya juga harus dilengkapi surat keterangan dari dokter, setidaknya informasinya bisa sampai lebih cepat).

Saat itu orang tua saya harus menulis surat keterangan sakit yang diberikan kepada pihak sekolah tempat saya menimba ilmu. Pada film Wiro Sableng selanjutnya yang berjudul "Satria Kapak Tutur Sepuh" yang diproduksi tahun 1990, Tony Hidayat digantikan oleh Atin Martino.

Medio tahun 2000-an, kisah Wiro Sableng diangkat ke dalam bentuk serial televisi yang diperankan oleh Herning Sukendro (Ken Ken). Konon, Ken Ken adalah pendekar lulusan perguruan pencak silat ternama di Indonesia. Ken Ken membintangi Wiro Sableng dari episode 1 sampai 59. Memasuki musim kedua, tongkat estafet petualangan Wiro Sableng dilanjutkan oleh Abhie Cancer yang total membintangi serial dari episode 60 sampai 91.

Dari keempat aktor pemeran Wiro Sableng tersebut, bagi saya, Tony Hidayat yang paling memiliki kesan mendalam. Kesablengannya sebagai Wiro telah menancap kuat yang akhirnya menjelma menjadi semacam standar bagi saya bahwa siapapun yang akan memerankan Wiro Sableng selanjutnya harus mempedomani Tony Hidayat. 

Kesablengannya begitu natural, dan bagaimana sosok Wiro yang meski Sableng ternyata juga seorang pemalu terutama jika sudah menyangkut urusan gadis pujaan, lalu bagaimana Wiro Sableng bertransformasi menjadi pendekar yang jujur dan semakin bijaksana seiring dengan berjalannya waktu dan pengalaman-pengalaman yang menempanya. 

Tony Hidayat sukses menterjemahkannya dengan sangat baik dalam porsi yang tepat. Tanpa bermaksud berlebihan, Tony Hidayat layak dinobatkan sebagai role model bagi aktor-aktor yang ingin mencoba memerankan Wiro Sableng. Tony Hidayat adalah Wiro Sableng di dunia nyata.

Masa hibernasi Wiro Sableng yang cukup lama menimbulkan kegelisahan sekaligus keprihatinan bagi saya. Belakangan film-film Indonesia sudah berkembang dengan sangat baik.

Ada banyak genre yang ditawarkan dan layak tonton. Meski tidak sedikit pula film-film yang menyisipkan horror mesum, namun sudah semakin berkurang seiring tingkat kesadaran para penikmat film tanah air akan kebutuhan pada film-film yang berkualitas.

Jauh sebelum Wiro Sableng generasi milenial keluar dari pertapaannya, saya pernah mengangankan bahwa salah satu aktor yang (kira-kira) bakal pantas memerankan Wiro Sableng adalah Vino G. Bastian. 

Hal yang mendasari perkiraan saya tersebut adalah, Vino G. Bastian merupakan anak dari pencipta tokoh Wiro Sableng, Bastian Tito. Ini bukan perkara nepotisme, tapi, seharusnya Vino G. Bastian sudah akrab dengan "sosok" Wiro Sableng sejak kecil. Saya berasumsi dalam keseharian, Vino G. Bastian secara tidak kasat mata sangat dekat dengan kepribadian Wiro Sableng. 

Secara imaginer, Wiro Sableng menjadi semacam sisi lain Vino G. Bastian. Atau, jangan-jangan, Wiro Sableng adalah bayang-bayang Vino G. Bastian yang sudah menempel dan mengikuti sejak kelahirannya di dunia? Atau, jika ingin lebih ekstrim lagi, bisa jadi Wiro Sableng adalah perwujudan sifat yang diluar akal manusia, sudah ditiupkan ke dalam ruh Vino G. Bastian sejak dalam kandungan. Ingat, gagasan Bastian Tito menciptakan tokoh Wiro Sableng sudah ada jauh sebelum tahun 1970-an.

Mungkin sejak beliau masih remaja saat sedang gila-gilanya pada kisah-kisah pendekar dari Tiongkok, buku pertama Wiro Sableng published tahun 1970, dan Vino G. Bastian lahir di tahun 80-an. Dengan kata lain, Vino G. Bastian sebagai Wiro Sableng sudah terverifikasi: Hijau. Tinggal bagaimana orang-orang dibalik layar yang terlibat, seperti produser, sutradara, dan penulis naskah menangkap potensinya lalu mengemas dan membawa arah (visi dan misi) ceritanya.

Sumber Gambar : goodreads.com

Namun, sayangnya, saat Wiro Sableng akhirnya benar-benar difilmkan kembali ke layar lebar dengan Vino G. Bastian sebagai pemerannya, ekspektasi saya ibarat peribahasa jauh panggang dari api. 

Sekalipun digandeng oleh rumah produksi Lifelike Pictures, Fox International Productions yang merupakan anak perusahaan distributor film kelas bonafide, 20th Century Fox.

Secara keseluruhan Wiro Sableng yang digarap oleh sutradara Angga Dwimas Sasongko, penulis naskah Seno Gumira Adjidarma, Tumpal Tampubolon, dan Sheila Timothy ini belum sepenuhnya memengani hati penonton, khususnya penonton yang mengikuti sepak terjang Wiro Sableng dari mulai buku cerita sampai film-filmnya terdahulu, baik layar lebar dan serial. Saya tidak bermaksud membandingkan. Namun, rasanya juga penting untuk menapaktilasi sejarah Wiro Sableng.

Vino G. Bastian dan aktor-aktris yang terlibat bukan tidak kompeten. Bagaimana tidak, film ini dibanjiri jajaran aktor dan aktris watak yang tidak perlu disangsikan lagi kualitas aktingnya, seperti Dwi Sasono, Lukman Sardi, Teuku Rifnu Wikana, Sherina Munaf, Happy Salma, dan Ruth Marini. Jangan lupakan juga si bibir seksi, Marcella Zalianty. Didukung pula oleh maestro pencak silat tanah air, Cecep Arif Rahman. 

Mereka bahkan belajar beladiri yang dipandu oleh fighting coreographer kelas wahid, Yayan Ruhian (pemeran antagonis, Mahesa Birawa) untuk mempersiapkan film ini. Keseriusan juga ditunjukkan oleh crew dibelakang layar, mereka telah melakukan riset mendalam terkait cerita Wiro Sableng dari semua buku-bukunya. Konon, persiapan sudah dilakukan sejak tahun 2016 silam.

Dokumentasi Pribadi

Catatan bagi Vino G. Bastian, karena dia adalah pusat dari cerita, sebagai Wiro Sableng, secara fisik sudah sangat memenuhi kriteria namun kedalaman akan karakter Wiro Sableng belum terpenuhi. Sifat sablengnya masih tergolong kaku atau nanggung

Tidak sedikit yang beranggapan, Vino G. Bastian belum bisa keluar dari penokohan Kasino yang pernah diperankannya dalam dwilogi Warkop Reborn. Tidak salah memang. 

Tapi, saya memiliki pendapat lain, Vino G. Bastian masih sering terbawa karakter-karakter pada film-film remaja yang pernah dia bintangi sebelum-sebelumnya. Seperti, misalnya sering terlontar bahasa-bahasa atau ungkapan-ungkapan yang tidak baku. Sepele tapi efeknya bisa sangat fatal.

Teaser dan trailer yang dilempar ke khalayak ramai beberapa bulan sebelum premiere mengindikasikan film dengan rasa Hollywood yang cukup kental. Sinematografi dengan teknologi visual effect yang megah. 

Tone yang membawa kembali pada nuansa zaman kolosal tampak terasa. Menghipnotis siapapun yang memiliki pengalaman emosional dengan sosok Wiro Sableng. Promosi yang begitu gencar dan dikemas secara apik dengan strategi yang cukup jitu. Intimidatif. Kita semua secara otomatis dibuat tidak sabar melalui waktu untuk berkumpul kembali membangun nostalgia dalam satu ruang bernama bioskop.

Kisah dibuka dengan Mahesa Birawa bersama asistennya, Kalingundil (diperankan oleh Dian Sidik) dan (sepertinya) satu pasukan pendekar yang berjuluk Empat Brewok Dari Goa Sanggreng menyerang desa bernama Jatiwalu. 

Mahesa Birawa membebaskan seluruh pasukannya untuk mengambil apapun (harta benda, dan tentunya memperkosa gadis-gadis) dari desa tersebut asalkan jangan menyentuh urusan yang menjadi ranah pribadinya.

Desa Jatiwalu barangkali tak memiliki kesalahan yang sangat prinsip kepada Mahesa Birawa, kecuali karena dipimpin oleh Kepala Desa bernama Raden Ranaweleng (diperankan oleh Marcell Siahaan). Kegilaannya dilandasi oleh sakit hati cinta bertepuk sebelah tangan yang sepanjang waktu membuat tidurnya tidak nyenyak. 

Pemicunya adalah Suci. Perempuan anggun berwajah ayu/geulis kalem, oriental-Jawa/Sunda, rambut hitam terikat menyingkap lehernya nan jenjang, tubuh semampai, senyum tersungging dari bibir sensualnya, yang... adakah yang lebih pantas selain Happy Salma sebagai pemerannya? 

Sumber Gambar : Twitter Vino G. Bastian dan Lifelike Pictures, Fox International Productions

Sayangnya, jika tidak ingin disebut sialnya, Suci lebih memilih menambatkan hatinya pada sosok santun bertanggung jawab dan penuh kasih sayang bernama Raden Ranaweleng. Cinta mereka semakin sempurna oleh kehadiran buah hati, laki-laki, bernama Wiro Saksana. Usianya sudah (saya perkirakan) 6 tahun. Mahesa Birawa kalah telak.

Dalam pertarungan yang cukup alot dan sengit, Raden Ranaweleng akhirnya meregang nyawa karena tak mampu mengatasi kesaktian Mahesa Birawa. Suci ikut menyusul suaminya ke alam baka. Dia memilih lebih baik mati daripada hidup sebagai tawanan cinta Mahesa Birawa. Dari balik jendela rumah tampak seorang bocah menyaksikan kedua orang tuanya dibantai oleh pendekar-pendekar yang tidak dikenalnya. 

Mahesa Birawa memerintahkan Kalingundil menangkap bocah itu lalu melemparkannnya ke kobaran api agar mati sekalian sehingga seluruh dendamnya tuntas dan tak ada jejak. Beruntung, seorang nenek tua yang sakti, Sinto Gendheng (diperankan oleh Ruth Marini) dengan sigap segera menangkapnya sebelum benar-benar jatuh dan terpanggang hidup-hidup. 

Wiro Saksana dibawa terbang ke suatu tempat, meninggalkan Mahesa Birawa bersama pasukannya dengan tawa khasnya yang membahana memecah malam yang chaos dan penuh duka. Mahesa Birawa tampak tidak percaya meyaksikan peristiwa tersebut. Kenyataan yang berpotensi menjadi semacam duri dalam daging bagi Mahesa Birawa di masa depan.

Nun, di belantara hutan di kaki Gunung Gede, Wiro Saksana dibesarkan oleh Sinto Gendheng. Nenek sakti dengan lima tusuk konde yang menancap di kepalanya tersebut menggembleng Wiro Saksana untuk menjadi pendekar yang sakti mandagruna pembela kebenaran. 

Dari hari ke hari, dalam prosesnya, secara bertahap Sinto Gendheng mentransfer ilmu silat, baik dari segi teknis maupun kanuragan kepada Wiro Saksana. Sinto Gendheng juga memberikan ajaran-ajaran bersifat spiritual kepada Wiro Saksana, tentang Tuhan, falsafah hidup, kebaikan, kejujuran dan tentang arti manusia sebagai khalifah di muka bumi.

Tujuh belas tahun berlalu dan oleh karena umurnya sudah dianggap cukup, Sinto Gendheng merasa sudah saatnya mewariskan kesaktian paripurna kepada Wiro Saksana. Sinto Gendheng membekali Wiro Saksana dengan dua senjata pamungkas berupa Kapak Maut Naga Geni 212 dan batu hitam, kira-kira sejenis batu meteor yang jatuh ke bumi jutaan tahun lalu. 

Sinto Gendheng mengukir rajah berupa angka 212 di dada dan telapak tangan Wiro Saksana untuk melegitimasi kependekarannya. Sebagai identitas, Wiro Saksana diberi gelar oleh Sinto Gendeng dengan sebutan Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Dari sinilah asal-usul slogan atau pameo "Gurunya Gendheng, Muridnya Sableng" yang selama ini kita kenal. Sempurna.

Penjelasan tentang makna 212 yang ditanyakan oleh Wiro Sableng kepada Sinto Gendheng terkesan seperti asal dijelaskan saja dalam naskahnya. Tidak cukup memuaskan untuk menemui sebuah pencerahan dari ajaran pemantapan keyakinan berupa Manunggaling Kawulo Gusti, yang jika ditelusuri maknanya, seperti dilansir dari kanal  rekreasipikir.

Menurut  Syech Siti Jenar, disebutkan bahwa "Sang Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk dan dengan kembali kepada Tuhannya, manusia telah bersatu dengan Tuhannya. Dalam ajarannya pula, Manunggaling Kawula Gusti bermakna bahwa di dalam diri manusia terdapat roh yang berasal dari roh Tuhan" sesuai dengan ayat Al-Quran yang menerangkan tentang penciptaan manusia :

"Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh-Ku, maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya." (Q.S. Shaad: 71-72).

Masih dari sumber yang sama, Menurut R. Ng. Ranggawarsita (1802-1873) : Pokok keilmuan Syech Siti Jenar disebut sebagai "Ngelmu Ma'rifat Kasampurnaning Ngurip" (ilmu ma'rifat kesempurnaan hidup [the science of ma'rifat to attain perfection of life]). Ranggawarsita menyebutkan basis ilmiah ajaran tersebut adalah renungan filsafat yg bentuk aplikasinya adalah metafisika dan etika.

Sinto Gendheng memerintahkan Wiro Sableng turun gunung dan mencari Mahesa Birawa untuk dibawa kembali ke hadapannya. Hidup ataupun mati. Bersamaan dengan itu pula, Wiro Sableng baru mengetahui fakta bahwa Mahesa Birawa bernama asli Suranyali, yang adalah mantan murid Sinto Gendheng yang membangkang dan diliputi dendam serta orang yang bertanggung jawab atas kematian kedua orangtuanya. Dengan kata lain, Mahesa Birawa (seharusnya) adalah kakak seperguruan Wiro Sableng.

Petualangan yang sesungguhnya dimulai. Namun, dari sini pula, nostalgia mulai tercoreng oleh plot--plot cerita yang masuk secara tiba-tiba. Alurnya menjadi tidak jelas.

Setelah berhasil menumbangkan Kalingundil dan Empat Brewok Dari Goa Sanggreng yang menyatroni keluarga kerajaan yang sedang melakukan penyamaran dalam perjalanan incognito di sebuah warung makan yang berdinding bambu. Atribut khas dalam film-film kolosal pada umumnya. 

Bahkan, disini ada satu adegan dimana Kalingundil berteriak lantang kepada pemilik warung (diperankan oleh Ence Bagus) untuk segera menyediakan makanan yang enak sambil menggebrak meja. Persis seperti sebuah iklan bumbu masak di era 90-an

Wiro Sableng segera mengejar salah satu dari Empat Brewok Dari Goa Sanggreng yang memburu Pangeran (diperankan oleh Yusuf Mahardika) yang berhasil lolos bersama kawalan tantenya, Rara Murni (diperankan oleh Aghniny Haque). 

Sebelum scene di warung makan tersebut, di perjalanan Wiro Sableng sempat bertemu Anggini (diperankan oleh Sherina Munaf) dan gurunya, Dewa Tuak (diperankan oleh Restu Triandy/Andy /rif). 

Kemunculan mereka juga tanpa penjelasan, latar belakangnya, darimana asal-usulnya, motivasi yang mendasarinya. Lebih menggelikan lagi, secara sekonyong-konyong Dewa Tuak menyodorkan Anggini untuk dijadikan istri Wiro Sableng. Sungguh aneh! 

Bagaimana bisa dua makhluk asing yang baru pertama kali bertemu, bisa saling jatuh cinta lalu memutuskan untuk menikah? Padahal tidak tahu seluk-beluk masing-masing sebelumnya. Cinta pada pandangan pertama? Nonsense! Ingin memberikan sentuhan komedi romantis namun tidak memiliki bangunan naskah yang kuat. Dalam hal ini, jelas Hanung Bramantyo lebih ahli.

Sama halnya dengan kehadiran Bujang Gila Tapak Sakti (diperankan oleh Fariz Alfarizi). Penonton seolah diwajibkan untuk menerima dengan mahfum jalan cerita yang disajikan begitu saja. Jika ingin lebih tahu, silahkan baca bukunya, mungkin begitu pikir Produser, Sutradara, dan Penulis Naskah. 

Lalu, hey! Siapa sih, Kakek Segala Tahu (diperankan oleh Yayu Unru) yang selalu ada di pasar itu? Saya sungguh tidak mengerti. Seperti gagal paham saya akan pengalaman-pengalaman pahit ditolak bekerja oleh gerai makanan cepat saji produk Amerika yang mewarnai kisah sukses para jutawan dunia. Apa maksudnya? Ataukah mereka (para jutawan dunia itu) hendak mengatakan bahwa gerai makanan siap saji produk Amerika itu merupakan simbolisasi dari kejamnya sistem kapitalis?

Dalam perjalanan selanjutnya, setelah empat tokoh utama, Wiro Sableng, Anggini, Bujang Gila Tapak Sakti, Rara Murni menjadi akrab satu sama lain dengan cara yang ajaib yang diselingi insiden kecil pertemuan sekilas dengan Bidadari Angin Timur (diperankan oleh Marsha Timothy), Wiro Sableng dihadapkan pada kenyataan bahwa pencariannya menemukan Mahesa Birawa bermuara pada sebuah peristiwa kudeta yang dilancarkan oleh keluarga sebuah kerajaan (ada yang ingat nama kerajaannya apa?). 

Diceritakan, Werku Alit (diperankan oleh Lukman Sardi) ingin menggulingkan dan menguasai kerajaan yang dipimpin oleh kakaknya sendiri, Paduka Raja Kamandaka (diperankan oleh Dwi Sasono). 

Sebagai otak dibalik makar, Werku Alit bersekongkol dengan salah satu prajurit dalam kerajaan bernama Kalasrenggi (diperankan oleh Teuku Rifku Wikana) yang diluar dugaan memiliki afiliasi dengan pasukan Mahesa Birawa. Selain Kalingundil dan Empat Brewok Dari Goa Sanggreng, Mahesa Birawa ternyata juga memiliki hubungan kerja sama dengan Bajak Laut Bagaspati (Cecep Arief Rahman), Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga (diperankan oleh Hanata Rue), dan Kala Hijau, anggota Partai dari Lembah Tengkorak (diperankan oleh Gita Arifin). 

Khusus Bajak Laut Bagaspati, penggambarannya dalam film ini mengingatkan saya pada Jack Sparrow (The Pirates Of Carribean). Selain cambuk sakti, Bajak Laut Bagaspati juga memiliki senjata berupa pistol.

Saya hampir saja keluar dari bioskop, meninggalkan film, ketika di tengah pertarungan yang cukup seru antara Wiro Sableng versus Mahesa Birawa, tiba-tiba Bidadari Angin Timur muncul lalu mengakhiri pertarungan yang hampir membunuh Wiro Sableng hanya dengan mengibas-ngibaskan gaunnya. What the... (?). Kehadiran Bidadari Angin Timur malah merusak kesakralan dalam sebuah pertarungan pertaruhan hidup dan mati. 

Padahal, penonton, atau setidaknya saya, ingin sekali bisa melihat bagaimana Wiro Sableng bisa bangkit dari situasi yang hampir membunuhnya. Bisa jadi, selain diharapkan memberi inspirasi, adegan tersebut berpotensi menjadi salah satu yang paling berkesan (epic) bagi penonton. Sebal sekali saya rasanya!

Marcella Zalianty sebagai Permaisuri kerajaan tidak mendapat porsi yang cukup. Sekedar pemanis yang tak memberi pengaruh signifikan bagi naskah film, sangat minim dialog. 

Barangkali, karena Produser, Sutradara, dan Penulis Naskah seperti memaksakan ingin menampilkan semua inti cerita dengan merangkum dari 185 serial bukunya ke dalam jatah durasi sepanjang 123 menit, yang terjadi adalah bangunan cerita yang tidak kokoh, banyak celah yang tak terjelaskan, sebuah kemasan film yang arah (visi dan misi) ceritanya berantakan. 

Materi pemain jelas tidak perlu diragukan lagi. Dari segi sinematografinya yang melibatkan teknologi visual effect berupa Computer Graphic Images/Computer Generated Image (CGI), hasilnya juga sudah cukup mendukung meski ada sedikit editing yang agak kasar. Yang masih menjadi permasalahan cukup serius adalah naskah.

Terlepas dari penilaian subyektif dari saya, tidak bisa dipungkiri, Wiro Sableng menjadi salah satu film tanah air paling laris dan paling ditunggu. Disamping itu, film Wiro Sableng bisa menjadi pintu bagi dunia internasional untuk mengenal silat Nusantara. 

Selain, melalui event-event olah raga seperti Asian Games 2018 Jakarta-Palembang yang baru saja usai beberapa waktu lalu. Wiro Sableng berpotensi menjadi ikon bagi superhero lokal.

Sekali lagi, catatan dari saya, untuk lebih meneguhkan sifat sableng pada sekuel selanjutnya, saya sangat berharap sekali Vino G. Bastian bisa mempedomani Tony Hidayat. 

Bukan untuk menjadi Wiro Sableng sebagaimana Tony Hidayat. Akan tetapi, agar bagaimana Vino G. Bastian bisa memunculkan sifat sableng dengan sangat natural. Agar sifat sableng itu kembali ke khitahnya.

Apresiasi khusus juga saya berikan kepada Sherina Munaf yang mampu menterjemahkan karakter Anggini dengan sangat baik, yang cukup mampu menjadi sandaran bagi saya untuk tetap mengikuti film sampai selesai. 

Bukan karena dia cantik, jika mengambil kriteria cantik, tentu Agniny Haque lebih unggul dari Sherina Munaf. Akan tetapi keprofesionalan dia menjaga alur cerita untuk tetap terasa masuk akal bagi saya.

Saya memberikan rating 6.8/10. Selamat menonton!

Bogor, 1 -- 8 September 2018





Baca juga:
Menyoal Sebutan "Pempek" dan "Empek-empek" di Bangka
3 Tips Aman untuk "Left Group" WhatsApp
Mau Berpetualang Rasa dan Nobar "Aruna dan Lidahnya"? Yuk Ikuti Tantangannya!

Melihat Rumah Atlet Peraih Emas Asian Games

$
0
0

Rumah Rio di Desa TompiBugis, Sigi. Foto: Situr WijayaSigi - Nama Rio Rizky Darmawan tiba-tiba melejit setelah berhasil meraih emas dalam cabang olahraga dayung (cabor) di Jakabaring Sports City Palembang, Sumatera Selatan. Dalam perlombaan bergengsi itu Rio dan rekannya berhasil mengalahkan Hongkong dan Uzbekistan.

Namun siapa sangka dibalik riuh gemuruh perhelatan olahraga se Asia itu ada yang luput dari pemberitaan. Di balik suksesnya Rio Rizky dan kawan-kawan mengalahkan dua negara Hongkong dan Uzbekistan ada dua sosk berjasa dibaliknya.

Adalah Nasir dan Rasna ayah dan ibu kandung Rio, kami mencoba menjumpai ayah dan ibu Rio di Desa Tompi Bugis, Kecamatan Kulawi Selatan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Tepatnya 100 KM dari Kota Palu.

Ayah dan Ibu Rio. Foto: Situr WijayaRumah sederhana beratap Rumbia di pinggir Desa Tompi Bugis itulah Rio dibesarkan oleh kedua orang tuanya yang bekerja sebagai buruh tani.

"Waktu hamil Rio saya pernah ditinggal bapaknya cari nafkah di hutan cari rotan, hanya dikasih tinggal uang 5000," kenang Ibu Rio sambil meneteskan air mata.

Setelah Rio Lahir sang ayah masih tidak punya pekerjaan tetap, mencari rotan dan buruh menjadi andalan untuk menopang kehidupan mereka.

"Udah besar Rio itu orangya pemalu, pendiam anaknya tidak seperti anak yang lain, dia sering bantu babapknya juga di kebun belah coklat," tutur Ibu Rio.

Sayang pada saat kami mendatangi kediaman Rio pada Rabu, 5 September 2018 Rio sedang berada di Jakarta mengisi undangan di beberapa stasiun TV Nasional bersama atlet lainnya.

Rio Rizky. Foto: kumparan.comSaat menempuh pendidikan SMA Negeri Olahraga di Palu, Rio tinggal di mes yang disediakan. Kami mewawancarai rekan Rio semasa di sekolah di SMANOR.

Adalah Akbar, dia menceritakan sedikit kisah Rio selama menjalani pendidikan bersamanya. "Rio kadang selama di Asrama itu hanya dikirimi uang 20 ribu sama mamanya di kampung, dia sudah bisa beli keperluannya," kata dia.

"Kami selalu latihan di Teluk Palu dari Donggala sampai ke Palu mendayung. Pertama ikut kejuaraan di Makassar, Rio Pingsan di sana itu pertama kalinya," kata dia.

Ayah Rio mendengar Rio juara dalam lomba cabror dayung di Pelambang langsung terbang ke Palembang untuk melihat anaknya secara langsung beberapa waktu lalu.

Lantaran tak banyak punya dana, dia terpaksa meminjam dana ke tetangga untuk berangkat ke Palembang Sumatera Selatan. "Pinjam uang sama tetangga 6 juta, pas pulang sudah dibiayai sama anak saya 9 juta," tutur ayah Rio.

Dia berharap kepada pemerintah agar nasib anaknya diperhatikan oleh pemerintah. "Memang dijanji sama pemerintah Rio mau jadi PNS, TNI atau Polisi, perhatikan itu saja," harapnya.

Kami melihat semua kondisi Rumah Rio dari luar hingga ke dalam kamar Rio, terlihat kamar cukup sederhana dengan rumah berdinding papan. "Inilah kamar Rio," tambah Ibunya lagi. (Situr Wijaya)

 




Baca juga:
3 Hal yang Harus Dilakukan ASN Saat Musim Kampanye Tiba
Menikmati Keindahan Hamparan Bunga Matahari di Taman Dewari
Baca Dulu, Jempol Kemudian

Dinamika Perbukuan Indonesia Masa Kini

$
0
0

Ilustrasi Digital Book | blogs.cul.columbia.edu

Saya tertarik untuk berkomentar mengenai perbukuan di Indonesia, setelah membaca artikel pak Bambang Trim yang bertajuk "Sedih dan Gembira Dunia Buku Indonesia". Mau tidak mau, suka tidak suka perkembangan teknologi akhirnya juga berdampak pada industri ini. Perilaku pembaca buku mungkin sudah bergeser dari yang dulu membaca buku tercetak menjadi baca buku digital.

Pengalaman Pribadi Sebagai Pembaca

Saya pribadi sudah jarang sekali membeli buku secara cetak. Saya biasa membeli buku versi digital melalui media Google Playbook. Saya beli buku-buku di sana tanpa perlu menggunakan kartu debit maupun kartu kredit. Cukup dengan potong pulsa operator atau tagih ke no hp pasca bayar saya.

Kelebihannya adalah saya bisa membaca kapan saja dan dimana saja tanpa harus terbeban berat buku. Ada banyak sekali buku yang bisa saya simpan dalam smartphone saya. Kalau saya sedang bosan membaca novel, saya bisa bergantu membaca buku fiksi tentang perbankan misalnya.

Kalau di layar smartphone dirasa kurang lebar, saya bisa membacanya via browser di laptop saya. Kalau buku itu berbahasa asing, saya bisa dengan mudah menterjemahkan kata-kata asing dengan fitur google translate. Tidakkah itu memberi pengalaman yang jauh berbeda dengan membaca buku secara cetak?

Selain itu harganya juga lebih miring, karena penerbit tidak ada biaya cetak. Selain itu kalau menjual di toko buku kadang penerbit tertentu harus bayar sewa untuk menempatkan buku-buku mereka di toko buku. Jadi wajar bila menjual buku secara digital harganya bisa lebih murah.

Contohnya seperti buku Naked Traveller karya Trinity yang dibahas di artikel pak Bambang Trim. Saya beli buku itu sekitar 30 ribuan saja. Kalau harus beli versi cetak harganya diatas Rp 50.000 belum termasuk parkir di toko buku atau ongkir kalau dikirim via kurir.

Termasuk dalam hal membaca majalah, saya biasanya gunakan aplikasi Gramedia Digital. Disana tersedia banyak sekali majalah. Kita bisa beli majalah secara eceran, maupun berlanggan premium member. Perbedaannya adalah jika jadi premium member kita bisa baca banyak majalah tanpa harus beli satu per satu sepanjang masih aktif sebagai premium member.

Jadi didalam smartphone saya ada buku dan majalah yang jumlahnya sangat banyak. Saya bebas memilih untuk membaca tanpa repot membawa-bawa buku atau majalah secara fisik. Diseluruh Indonesia entah sudah berapa banyak orang yang serupa dengan saya.

Bersaing Dengan Penerbit Indie

Penerbit besar sekarang menghadapi persaingan dengan penerbit indie. Terutama dibidang non fiksi seperti cerpen dan novel. Ada banyak penerbit kecil yang siap membantu penulis untuk menerbitkan naskah secara indie.

Syarat untuk menjadi penulis indie pun tidak serumit menjadi penulis di penerbit besar. Cukup siapkan naskah dengan format microsoft word, desain sampul, sinopsis maka novel siap terbit.

Untuk penulis yang hanya ingin menjual bukunya secara digital di Google Playstore bahkan tidak perlu keluar biaya sepeserpun. Namun bila ingin buku yang diterbitkan memiliki ISBN dan dijual pula secara tercetak, maka dibutuhkan biaya tambahan yang berbeda-beda tiap penerbit. Namun secara umum biaya menerbitkan buku secara cetak pada penerbit indie tidak sampai 3 juta Rupiah.

Soal penghasilan tentu kurang lebih serupa dengan menerbitkan buku di penerbit besar. Sang penulis tidak tahu persis dan detail hasil penjualan buku mereka.

Untuk penerbit buku indie yang dijual di playstore setahu saya royalti yang diberikan kepada penulis tidak ada potongan pajak. Biasanya setiap bulan sang penulis mendapatkan laporan dari penerbit berapa buku mereka yang berhasil terjual di playstore. Royalti pun bisa dibayarkan secara bulanan. Yang mana hal tersebut tidak terjadi pada penerbit besar.

Penulis indie juga bisa cetak buku secara eceran. Bahkan hanya cetak 1 eksemplar pun bisa. Penulis indie biasanya menjual bukunya di e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak maupun via sosial media seperti Facebook dan Instagram. Royalti yang didapat sang penulis dari jualan buku cetak mandiri ini bisa diatur sesuka hati.

Bagaimana jika penulis tidak bisa membuat cover untuk buku mereka? Tenang, ada jasa freelancer pembuatan cover buku. Biayanya berkisar Rp 200.000 per cover atau bahkan bisa lebih mahal untuk desain yang agak rumit.

Toko Buku Semakin Sepi dan Banyak Tutup

Dari semua hal diatas, wajar bila akhirnya toko buku semakin sepi. Saya bahkan dalam 6 bulan terakhir datang ke toko buku hanyalah untuk membeli alat tulis atau mencari kado untuk rekan saya. Toko buku yang hanya menjual buku saja sudah pasti sangat terancam eksistensinya.

Yang menurut saya perlu tetap didorong oleh pemerintah adalah minat baca dari segenap warga Indonesia. Menurut saya sah-sah saja seseorang membaca buku digital dan tidak membaca buku cetak. Lagipula buku digital lebih ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan kertas.

Memang akan ada dampak yang besar dari perubahan ini, namun itulah disrupsi perkembangan zaman yang tidak terhindarkan lagi. Yang perlu kita lakukan adalah beradaptasi dengan perubahan secepat mungkin, kalau tidak kitalah yang akan tergilas oleh perkembangan teknologi.




Baca juga:
Yang Didapat Setelah Mereka Berpulang dari Pergi Haji
3 Hal yang Harus Dilakukan ASN Saat Musim Kampanye Tiba
Menikmati Keindahan Hamparan Bunga Matahari di Taman Dewari

Melihat Pengaruh "Brand Image" terhadap Konsumen

$
0
0


indianexpress.com

Konon, donut atau doughnut (bahasa Indonesia: donat), diciptakan secara kebetulan. Adonan kue berupa tepung terigu dicampur gula dan telur setelah selesai diuleni akan diolah dengan digoreng agar adonan tersebut matang secara merata.

Maka, menurut legenda di dunia kuliner, seorang pelaut Amerika Serikat bernama Hansen Gregory membentuk adonan tersebut seperti cincin lalu digoreng dalam minyak panas.

Singkat cerita jadilah kue donat dan menjadi salah satu hidangan populer di seluruh dunia. Sehingga donat menjelma menjadi peluang bisnis dengan keuntungan menggiurkan dan banyak yang mencoba mendirikan usaha untuk menjual donat secara serius.

Pada tahun 1950 di kota Quincy, Massachusetts, Amerika Serikat berdirilah salah satu ikon donat terkenal yaitu "Dunkin' Donuts".

Adalah William Rossenberg yang menjadi pemrakarsa berdirinya Dunkin' Donuts sehingga menjadi salah satu jaringan waralaba terbesar dan mendunia. Gerai "Dunkin' Donuts" dapat dengan mudah ditemui di berbagai negara, termasuk di Indonesia.

Ilustrasi: sfchronicle.com

Namun menjelang akhir tahun 2017 lalu justru "Dunkin' Donuts" membuat gebrakan yang malah membuat para konsumen dan publik pecinta donat di Amerika Serikat kaget, "Dunkin Donuts" dengan berani membuka gerai baru dengan nama "Dunkin'", tanpa ada kata "Donuts" yang selama ini memang tak pernah terpisahkan dari satu merek yang menjadi kekuatan bisnis mereka. Gerai tersebut dibuka di Pasadena, California, Amerika Serikat.

Arah bisnis dari gerai ini seolah ingin menegaskan bahwa "Dunkin' Donuts" ingin lebih serius lagi menggarap pangsa pasar makanan dan minuman secara lebih luas dan umum.

Nampaknya mereka tertarik juga dan merasa yakin untuk menjual kopi, walaupun donat tetap menjadi salah satu menu yang dijual.

Selama ini "Dunkin' Donuts" memang telah menjual kopi, variasi roti isi dan bermacam makanan serta minuman, namun jaringan usaha mereka telah memiliki image sebagai penjual donat dan konsumen telah memiliki persepsi yang sangat melekat antara donat dengan merek "Dunkin' Donuts".

Kritik dan respon dengan nada penuh keheranan memang dilontarkan dari publik pecinta donat kepada "Dunkin".

Namun sepertinya sang produsen melakukan ini semua dengan telah melalui serangkaian proses, riset, dan pertimbangan yang dianggap dapat memberikan dukungan mumpuni untuk mengambil keputusan, merek baru dirilis tanpa kata "Donuts", cukup "Dunkin'". The show must go on, the business must make the money.

Hubungan Image atau Citra dan Merek

Kisah mengenai kagetnya publik di Amerika Serikat ketika "Dunkin' Donuts" berani menjual produknya tanpa menggunakan istilah "Donuts" sebetulnya dikarenakan publik telah begitu akrab dan mengenal Dunkin Donuts sebagai produsen donat ternama. Sehingga begitu mendengar atau mengucapkan nama "Dunkin" maka senantiasa identik dengan donat.

Ya, publik mengenal dan memiliki persepsi "Dunkin' Donuts" sebagai donat, walaupun pada kenyataannya jaringan mereka menjual banyak variasi menu.

Donat telah menjadi sebuah image atau citra yang melekat, sehingga penampilan baru "Dunkin" dianggap tidak menggambarkan "Dunkin" yang selama ini dikenal, terkesan janggal.

Ilustrasi: usatoday.com

Tetapi hal ini memang terlanjur terjadi karena merek "Dunkin' Donuts" sangat dikenal sebagai donat oleh konsumennya.

Di sisi lain jika ditinjau dari perspektif bisnis, identiknya suatu produk atau merek dalam persepsi masyarakat dapat disebut sebagai brand atau product image.

Secara sederhana brand image atau citra merek dapat dipahami sebagai apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh konsumen ketika mendengar suatu merek.

Jadi ketika seseorang mendengar suatu merek, maka dengan segera orang tersebut akan langsung teringat atau mengenalnya dengan produk atau jasa tertentu.

Sebagai ilustrasi jika kita melintasi jalan dan kemudian melihat reklame bertuliskan "Samsung", yang terlintas dalam benak kita tentunya adalah handphone berbasis Android dengan berbagai fiturnya yang ditawarkan. Walaupun sebetulnya "Samsung" juga memiliki lini produk lain dalam portofolio usahanya.

Ilustrasi: ridingirls.org

Philip Kotler mengungkapkan bahwa citra merek atau brand image merupakan keyakinan tentang merek tertentu.

Tentunya dalam hal ini adalah keyakinan dari konsumen sehingga akan memutuskan untuk menggunakan produk atau jasa dari suatu merek.

Pada dasarnya konsumen merupakan sekelompok manusia yang akan memutuskan pilihannya jika sudah memiliki rasanya yakin atau setidaknya mengenal suatu merek.

Sebagai gambaran dalam hal ini adalah, ketika seorang dari kalangan menengah ke atas dihadapkan pada pilihan untuk memutuskan membeli mobil mewah, kondisinya orang ini harus memilih salah satu dari mobil keluaran "Mercedes Benz", Jerman, atau mobil dari pabrikan Jepang, misalnya "Toyota".

Kecenderungannya adalah "Mercedes Benz" yang akan dipilih, karena "Mercedes Benz" telah sangat dikenal sebagai produsen mobil mewah yang tak terbantahkan kualitasnya.

Inilah salah satu contoh kekuatan dari brand image. Ketika suatu produk memiliki brand image yang sangat kuat, maka konsumen dengan mudah akan mengenali dan menyakini kualitasnya.

Brand Image dan Persaingan Bisnis

Dalam menghadapi iklim bisnis dengan disertai ketatnya persaingan dari  kompetitor dan tuntutan pasar, maka citra merek menjadi hal penting dan perlu diperhitungkan sebagai keunggulan untuk daya saing.

Suatu merek yang telah dikenal produknya dan mendapat kepercayaan dari konsumen akan memiliki kekuatan untuk menghadapi persaingan bisnis.

Konsumen menggunakan suatu produk, tentunya setelah membeli mereka mengetahui harga produk dan mungkin juga telah membandingkan dengan produk dari kompetitor.

Dengan melalui pertimbangan dan kebutuhan, akhirnya konsumen membeli dan merasakan manfaat serta kualitas dari produk tersebut.

Pada proses ini seorang konsumen mendapatkan pengalaman dalam merasakan manfaat setelah menggunakan produk ini, dan dia sudah mengenal merek dari produk itu.

Produsen peralatan dari Surabaya dengan merek "Maspion" adalah contoh bagus untuk mendeskripsikan bagaimana suatu merek dibangun, dibentuk, dan diperkuat untuk mendapatkan perhatian konsumen.

Dengan slogan, "Cintailah produk-produk Indonesia", produsen lokal tersebut mencoba menggugah perhatian konsumen untuk menggunakan produk asli Indonesia.

Jadi, jika konsumen hendak membeli peralatan rumah tangga, maka pilihlah produk dari Indonesia, tidak perlu produk buatan luar negeri.

Tentunya ketika kampanye ini dikomunikasikan, konsumen akan mengenal produk "Maspion" sebagai peralatan rumah tangga yang dapat diandalkan, juga buatan dalam negeri.

 Di Indonesia, "Maspion" menjadi merek yang cukup disegani untuk kategori peralatan rumah tangga, karena telah dikenal melalui brand image-nya. Artinya untuk peralatan rumah tangga, konsumen dapat mengenali dan meyakini identitas produk "Maspion" dapat bersaing dengan produk luar negeri.

Dari aspek kepentingan produsen, brand image juga dapat menjadi kekuatan atau nilai utama (core value) untuk produsen tersebut menjalankan dan mengembangkan bisnisnya.

Contoh lainnya dari merek asli Indonesia yang mampu mengelola citra merek menjadi core value adalah Teh Botol Sosro.

Untuk urusan market leader kategori minuman ringan di Indonesia, tak lain dan tak bukan penguasanya adalah Teh Botol Sosro.

Tetapi "Teh Botol Sosro" hanya salah satu produk yang dijual oleh PT Sinar Sosro. Karena sang produsen juga memiliki produk lainnya terkait minuman teh sebut saja "Fruit Tea" atau "Teh Celup Sosro" sampai dengan produk air mineral dengan merek "Prim-A".

Walaupun memiliki banyak merek, sebetulnya "Teh Botol Sosro" telah menjadi core value  dari produsennya. Karena melalui brand value "Teh Botol Sosro", konsumen dapat mengenal PT Sinar Sosro sebagai produsen.

Ilustrasi: mix.com

Dalam kondisi ini melalui nilai suatu merek sang produsen menciptakan dan menjual produk lainnya yang merepresentasikan mutu dari merek yang telah dikenal. Merek yang menjelma sebagai core value digunakan sebagai duta bagi produsen untuk merebut kepercayaan konsumen.

Produsen tersebut berupaya agar konsumen yang loyal dan percaya terhadap merek utamanya untuk membeli dan menggunakan produk lainnya.

Secara sederhana adalah suatu merek dipasarkan, sukses bersaing dan memiliki brand image, kemudian melalui brand image yang telah terbentuk produsen mulai memasuki pasar dengan produk lainnya.

Antara Pengalaman Konsumen dan Brand Image

Interaksi antara konsumen dengan suatu merek merupakan proses utama yang harus menjadi perhatian untuk membangun brand image. Karena hal ini tidak tercipta begitu saja, melainkan melalui serangkaian proses di mana produsen berupaya mengkomunikasikan merek-nya agar dikenal konsumen.

Hasil dari komunikasi itu adalah digunakannya produk dan konsumen memiliki pengalaman terhadap produk itu. Kemudian pengalaman tersebut tersimpan dalam ingatan konsumen. Suatu merek yang tidak dikomunikasikan dengan baik tidak akan memiliki brand image yang terarah, atau malah bisa dilupakan begitu saja.

Ilustrasi: womensecret.info

Tak dapat dipungkiri bahwa brand image sangat berpengaruh terhadap konsumen karena telah menyangkut aspek pola pikir, persepsi dan ingatan konsumen.

Ketiga hal tersebut biasanya mencakup kepercayaan dan pemahaman konsumen terhadap merek. Sehingga konsumen menjadi nyaman dan percaya terhadap merek serta produsen dapat memanfaatkan keunggulan ini untuk mengasosiakan merek unggulannya dengan produk dan merek lain yang dijual.

***

Ketika masyarakat terkejut dan menjadi gaduh terkait permasalahan Susu Kental Manis (SKM) yang ternyata kadar gulanya lebih tinggi daripada kandungan susunya.

Bukankah itu semua terjadi dikarenakan SKM telah dipersepsikan sebagai produk susu lezat yang menyehatkan, tanpa mengurangi rasa hormat terhadap berbagai opini dan artikel yang membahas mengenai kontroversi SKM, sesungguhnya yang terjadi adalah keberhasilan pencitraan suatu produk dan/atau merek kepada konsumen.

Ilustrasi: tech2.com

Jika konsumen telah lebih dahulu mengenal SKM sebagai sajian pelengkap sebagaimana creamer atau sirup, mungkin konsumen tidak akan mengkonsumsi SKM selayaknya susu murni atau susu bubuk biasa. Ternyata semua itu hanya pencitraan.




Baca juga:
Serena Williams Emosi, Naomi Osaka Juara US Open 2018
Yang Didapat Setelah Mereka Berpulang dari Pergi Haji
3 Hal yang Harus Dilakukan ASN Saat Musim Kampanye Tiba

Berkenalan dengan Alat Musik Karinding di Kemah Seni Humaland

$
0
0

Berbagai jenis karinding digelar di Kemah Seni Humaland. Foto Setiyo

Suasana sejuk dan damai tercipta saat sekelompok seniman dari Workshop Karinding Nusantara memainkan peralatan musik dari bambu di acara Kemah Seni yang digelar di lingkungan teduh dan asri.

Salah satu yang menarik perhatian adalah karinding, alat musik tradisional yang dimainkan dengan cara dipukul sehingga menghasilkan getaran dan disalurkan melalui rongga mulut. Bagi generasi milenial, alat musik karinding mungkin kurang populer dan terdengar asing.

Mukhlis Ponco (40 tahun) salah satu pendiri Workshop Karinding Nusantara menerangkan awalnya karinding bukan alat musik, namun alat permainan yang pernah trend pada zaman dahulu. Alat ini kerap dimainkan oleh anak-anak remaja sehingga menimbulkan irama-irama musik.

"Karinding ternyata tidak hanya ada di wilayah Sunda, namun di berbagai wilayah seluruh dunia dengan nama dan cara memainkan yang berbeda. Di beberapa wilayah, karinding menjadi daya tarik karena ada mantra-mantra tertentu saat memainkannya," terang Mukhlis di sela acara Kemah Seni yang digelar Yayasan Tiara Humaland di Pondok Ranggon, Kelurahan Sasak Panjang, Kecamatan Tajur Halang, Kecamatan Bogor pada Sabtu (8/9/2018).  

Menurut Mukhlis, di beberapa daerah, karinding dimainkan untuk ritual penanaman padi, penanaman pohon, atau upacara adat. Di Cisungsang, Banten, karinding masih dipakai untuk ritual sebelum penanaman padi. Di wilayah Rangkas ada empat mantra karinding yang menjadi daya tarik lawan jenis.

"Makanya orang dahulu bilang saat mau ngapel, ceweknya yang sedang tidur dibangunkan dari luar rumah dengan suara karinding. Padahal suaranya pelan, tapi bisa membangunkan. Itulah daya pikat karinding," ungkap Mukhlis.

Tak hanya itu, lanjutnya, permainan karinding ternyata sangat bermanfaat bagi kesehatan, karena kita menggemakan suara getaran dari lidah Karinding ini ke seluruh bagian dalam tubuh. Jadi ruang rongga nafas dari hidung sampai ke bawah perut menggemakan suara karinding, sehingga melancarkan aliran darah.

Mukhlis Ponco salah satu pendiri Workshop Karinding Nusantara. Foto Setiyo

Sebagai bentuk gerakan pelestarian budaya, Mukhlis bersama empat rekannya mendirikan Workshop Karinding Nusantara. "Kami hadir di setiap acara untuk belajar bersama gratis untuk membuat karinding, cara memainkan, dan cara mengkomposisikannya dengan musik modern. Biar tidak tertinggal dengan zaman," terangnya.

Selama lima tahun berjalan, mereka melakukan workshop di berbagai tempat baik di dalam maupun luar ruangan. Mereka telah merambah ke ruang-ruang kelas sekolahan mulai dari SD, SMA hingga kampus.

Misalnya, di UMN Tangerang, SMK 5 Semarang, SD di Banten, dan masih banyak lagi. Workshop ini memiliki wilayah gerakan di Jakarta, Banten, Yogyakarta, Semarang, Palu, Bali, dan Malang.

Dalam perbincangan di Kemah Seni tersebut, Mukhlis memperagakan filosofi cara memainkan karinding yaitu yakin, sabar dan sadar. Kalau kita tidak memakai filosofi itu memaikannya tidak akan sempurna.

Bagian pertama adalah pegangan, yang secara filosofi adalah keyakinan yang kuat, sebab getaran itu harus ada tempat statis agar lama bergetar.

Filosofi kedua adalah pukulan yang menghasilkan getaran, bermakna kesabaran yang akan terasa di dalam rongga tubuh.

Dari cara memainkannya, karinding terbagi menjadi tiga jenis yaitu pukul, tarik, dan towel (colek). Karinding dari Lombok bernama Slober, cara memainkkannya dengan ditowel. Karinding yang ditarik ada di Jawa dengan nama Rinding, di Bali bernama Genggong, di Papua bernama Pikon, dan beberapa daerah lain dengan berbeda.

Satu-satunya karinding yang dipukul, berasal dari wilayah Sunda. Sementara karinding dari luar negeri rata-rata ditowel dan terbuat dari besi.

Karinding saat dipadukan dengan alat musik modern, menurut Mukhlis berperan sebagai rhytm dan perkusi. Untuk pemula, satu karinding akan menimbulkan satu nada.

Bagi yang sudah mahir, satu karinding bisa menimbulkan tiga nada karena saat memainkannya melibatkan tiga ruang dalam tubuh yaitu rongga mulut, tenggorokan, dan rongga perut.

Untuk membuat karinding, jenis bambu yang bagus adalah bambu betung kering. Standar ukurannya, jarak antara pemukul dengan bunyi 3 banding 2. Patokan ukurannya bisa menggunakan tiga jari dan dua jari. Untuk panjang pegangannya bebas dan bisa disesuaikan untuk kenyamanan saat memegang.

Mukhlis mengungkapkan, tantangan dalam gerakan melestarikan karinding ini dalah masalah keuangan. Mereka harus mengumpulkan uang sebelum pergi ke suatu tempat. Namun, Mukhlis sangat bahagia karena sambutan yang antusias dari peserta terutama anak-anak. Karena sudah lima tahun berjalan, mereka memiliki metode praktis untuk mengajarkan karinding.

Saat ini, terang Mukhlis, beberapa peserta workshop sudah ada yang membuat sanggar karinding seperti Barak Karinding, Sekar Gelok, Karinding Ujung Kulon, Karang taruna di Gunung kidul, dan lain-lain. Pada Desember 2018, Mukhlis dan teman-temannya berencana membuat pertunjukan 1000 pemain Karinding di Tangerang.

Walaupun menghadapi berbagai kendala dan tantangan, Workshop Karinding Nusantara akan terus bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk melestarikan karinding. Salut!




Baca juga:
Ketika Buah Hati Meminta Buku, Bagai Surga Mengalir dalam Diri Orangtua
Serena Williams Emosi, Naomi Osaka Juara US Open 2018
Yang Didapat Setelah Mereka Berpulang dari Pergi Haji

Menemukan Kembali Keandalan Mind Map

$
0
0

Sumber gambar: buku (dokumentasi pribadi)Setelah sekian lama merancang tulisan dengan cara konvensional, kini saya banyak menggunakan metode mind map. Saya merasakan kembali keampuhan teknik rakitan Tony Buzan ini. Beberapa tulisan yang saya rancang menggunakan mind map diakui oleh redaksi Kompasiana pantas berlabel artikel utama.

Pembahasan mengenai mind map dengan berbagai bentuk dan manfaatnya telah banyak ditulis. Termasuk juga di Kompasiana. Sebab itu, saya tidak akan mengulas panjang lebar mengenai teori mind map di sini. Selain keberadaan model ini sudah cukup lama, saya yakin kebanyakan orang sudah familiar dengan metode ini.

Mind map nyaris tak membutuhkan biaya. Piranti yang dibutuhkan amat sederhana, hanya sehelai kertas kosong tak bergaris dan pena atau pensil warna. Menurut Tony Buzan, sang kreator, dua perangkat lain telah melekat dalam diri manusia, yakni otak dan imajinasi.

Tujuh Kaidah Mind Map

Tujuh panduan dasar pembuatan mind map sesuai ajaran Tony Buzan dalam bukunya "Buku Pintar Mind Map" adalah:

1. Mulailah dari bagian tengah kertas kosong yang diposisikan mendatar. Dengan mulai dari tengah, otak kita akan bebas menyebar ke segala arah.

2. Gunakan gambar atau foto bagi ide sentral kita. Sebab gambar di posisi sentral akan terlihat menarik dan membuat kita fokus. Selain itu, ia akan merangsang imajinasi kita.

3. Pakailah berbagai warna supaya mind map kelihatan lebih semarak, menyenangkan serta menambah energi bagi pemikiran kreatif kita.

4. Hubungkan cabang-cabang utama dengan ide sentral dan cabang-cabang kedua, ketiga dan seterusnya dengan cabang-cabang sebelumnya. Pengkaitan antar cabang ini berfungsi untuk memudahkan kita dalam memahami dan mengingat hal-hal yang kita tulis dalam mind map. Hal ini berkaitan dengan salah satu tabiat otak yang akan bekerja menurut asosiasi. Otak suka mengaitkan beberapa hal sekaligus.

5. Buatlah garis hubung yang melengkung agar tidak membosankan otak.

6. Tampilkan satu kata kunci untuk setiap cabang untuk memberi lebih banyak fleksibilitas dalam mind map.

7. Perbanyak penggunaan gambar, karena bak ungkapan "gambar bermakna seribu kata", maka semakin banyak gambar, kemungkinan pengembangan kata akan berlipat.

Baiklah, saya akan segera menyampaikan pengalaman saya dalam proses penulisan menggunakan mind map melalui dua contoh.

Contoh pertama adalah tulisan saya yang dinilai redaksi pantas bertengger di jajaran headline Kompasiana berjudul "Sedotan dalam Hidung Penyu (Bukan) Milik Saya". Artikel ini berangkat dari imajinasi yang saya olah dengan sarana mind map. Begini ceritanya.

Awalnya saya amat terenyuh menyaksikan sebuah video yang menggambarkan penderitaan seekor penyu akibat hidungnya kemasukan sebuah sedotan plastik. Sekonyong-konyong tersembul sebuah pertanyaan dalam benak saya, siapa yang membuang sedotan sembarangan? Saya jadi berkhayal bahwa sedotan itu berasal dari diri saya.

Maka, ide pun mencuat di kepala. Saya akan menuangkannya dalam sebuah artikel. Namun saat itu belum sedikit pun muncul gagasan mengenai bentuk dan isi tulisan yang akan saya bikin.

Mind Map Sang Penolong

Dalam kondisi demikian, saya lantas teringat pada mind map. Karena piranti untuk mencipta mind map sudah selalu tersedia, saya pun segera mulai coret-coret. 

Berhubung sejak mula yang terbayang dalam benak saya adalah imaji bahwa sedotan yang menancap dalam hidung si penyu berasal dari saya, maka mind map bertumpu pada tema itu.

Sumber gambar: buku (dokumentasi pribadi)Saya segera menempatkan kata "sedotan" di tengah-tengah kertas. Cabang-cabang utama mind map merupakan pertanyaan serta bayangan yang saya sembulkan terkait dengan kemungkinan sedotan yang saya pakai bisa ketemu sama si penyu. Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya menemukan empat cabang utama, yakni jalur, jarak, waktu dan hambatan.

Cabang-cabang utama tersebut lantas melahirkan cabang-cabang kedua, ketiga dan seterusnya. Sebagai misal, cabang "jalur" menghasilkan tiga kemungkinan rute yang harus dilewati sedotan dari Indonesia hingga Kosta Rika, yakni udara, darat dan laut. Berikutnya, sebagai hasil pengembangan dari cabang "laut", hadir kata-kata "selokan", "sungai" dan "samudra" sebagai titik-titik yang harus dilalui si sedotan. Selain itu, mencuat juga kata "banjir", "ikan" dan lain-lain yang mungkin akan tertimpa kemalangan oleh hadirnya sedotan dalam kehidupan mereka.

Langkah selanjutnya tinggal mengembangkan tulisan berdasarkan mind map yang telah tersusun.

Tidak semua cabang yang tampil dalam mind map akhirnya nongol di artikel karena saya harus memilih-milih materi mana yang layak terbit dalam artikel. Contohnya, saya sempat menuliskan kata "hambatan", "plastik" dan "ketahanan" sebagai cabang-cabang mind map. Hal ini saya maksudkan untuk memastikan sedotan berbahan plastik masih utuh setelah melalui perjalanan panjang dari Indonesia menuju Kosta Rika. Namun karena pertimbangan panjang artikel dan pengetahuan tentang daya tahan plastik umumnya orang sudah paham, saya pun memutuskan tidak menghadirkan bahasan ini dalam artikel.

Mind map yang saya hasilkan rasanya telah memenuhi seluruh kaidah yang disampaikan oleh Tony Buzan. Godaan yang sering saya rasakan adalah aturan "satu kata dalam setiap cabang" yang kadang-kadang sulit saya hindari. Mengatasi perangai suka berpanjang-panjang kata memang tidak mudah.

Selain itu, keterbatasan kemampuan menggambar juga cukup sulit untuk mengikuti nasehat Tony Buzan yang ketujuh. Kabar baiknya, Tony Buzan bilang bahwa mind map bukan tes kemampuan artistik. Jadi, yang tidak jago gambar tidak perlu berkecil hati.

Setelah artikel tayang di Kompasiana, saya masih suka menyimpan mind map-nya.

Mind Map Ala Kadarnya

Contoh kedua, sebuah artikel yang juga menurut redaksi berhak singgah di lapak artikel utama Kompasiana dengan judul "Menjajal Patin dan Kopi Melayu di Kota Madani". Ia nyaris sepenuhnya lahir melalui mind map. Inilah kisahnya.

Dalam perjalanan dari Pekanbaru menuju Jakarta, dalam penantian di bandara, saya menyempatkan diri menggelar secarik kertas putih. Itulah bahan dasar mind map. Sayang sekali, saya tidak berhasil menemukan pensil warna di ransel saya. Bak kata peribahasa "Tiada rotan akan pun jadi", saya gunakan saja sebuah pena, satu-satunya alat tulis yang setia mengikuti perjalanan saya.

dokpriSaya memulai pembuatan mind map dengan kata "Pekanbaru" menempati posisi sentral kertas. Berikutnya, saya segera menyusun cabang-cabang utama mind map dengan menuliskan lokasi-lokasi yang saya singgahi atau saya lihat selama di kota itu. Cabang-cabang berikutnya pun segera muncul dari cabang-cabang mind map yang telah saya susun. Cabang-cabang kecil berisi hal-hal menarik dan kesan-kesan saya terhadap tempat-tempat yang saya kunjungi.

Karena keterbatasan waktu dan sarana pada saat itu, mind map yang saya hasilkan ala kadarnya. Namun, dengan kualitas mind map yang seadanya, saya sudah bisa menuangkannya dalam bentuk artikel setiba di rumah. Tentu harus ada pemilahan cabang-cabang mana yang layak ditampilkan. 

Dalam mind map yang satu ini, banyak tatanan yang tidak bisa saya penuhi, terutama penggunaan gambar dan warna. Aturan "satu kata setiap cabang'' pun banyak terabaikan. Maklum, kondisi darurat.

Memang mind map hitam putih dan sekadarnya begini tidak indah dipandang mata, namun saya bisa merasakan faedahnya.




Baca juga:
Platform Media Sosial Wajib Masuk ke Sekolah
Ketika Buah Hati Meminta Buku, Bagai Surga Mengalir dalam Diri Orangtua
Serena Williams Emosi, Naomi Osaka Juara US Open 2018

Melihat "Program Dewa" di Televisi, Siapa Berani Gusur?

$
0
0

www.antithesisjournal.com.au

Istilah "program dewa" sebenarnya sudah muncul lama. Para pekerja televisi selalu menyebut istilah ini sebagai bahasa sindiran.

Sindiran yang dimaksud, bukan berarti kualitas "program dewa" jelek atau dieksekusi secara asal-asalan. Bukan, bukan begitu.

Sebab, ada "program dewa" yang kualitasnya baik, baik secara konten maupun eksekusinya. Namun sebaliknya, ada "program dewa" yang eksekusinya baik, tapi kontennya biasa saja, bahkan menyebalkan.  

Pertanyaannya sekarang, seperti apa itu "program dewa"?

Nah, berikut ciri-ciri dasar "program dewa":

1. SELALU DIKAWAL BIG BOS

Dalam sebuah program, Produser adalah pengganggung jawab sebuah program. Meski di credit title, penanggung jawab program tertulis Direktur Programming atau minimal General Manager (GM), namun sesungguhnya dalam pekerjaan produserlah yang bertangung jawab dalam sebuah program. Sejak dari konsep sampai eksekusi, Produser yang mengawal.

Direktur Program jarang sekali menyentuh sampai konten tiap episode, begitu pula GM. Paling mentok, yang kepo soal content per episode adalah Executive Produser (EP) sampai mentok Manager.

Namun, jika ada sebuah program yang selalu dikawal dari A sampai Z, dari mulai konsep sampai eksekusi di setiap episode, maka program itu adalah "program dewa".

Pernah suatu ketika, saat penulis masih kerja di "sekolah lama", saat syuting, seorang Big Bos menunggu syuting. Mending menunggu cuma beberapa menit. Yang terjadi menunggu dari awal sampai segmen akhir.

Pikir penulis, Big Bos ini kurang kerjaan. Nongkrongin syuting yang seharusnya cukup dipercayakan oleh anak buahnya. Atau setidaknya bisa minta copy master edit untuk di-preview di ruang kerjaanya.

Yang terjadi, Big Bos atau sang "Dewa" menyempatkan diri, habiskan waktu buat mengawal program kesayangannya.

Bukan cuma dikawal, ciri "program dewa" adalah, Host-nya adalah salah seorang "dewa" di stasiun televisi tersebut. Oleh karena yang jadi host "dewa", maka durasi "program dewa" jadi sesuka hati. Jika tema dan para narasumber VVIP, durasi "program dewa" bisa panjang. Commercial break-nya sesuka hati. Jika Floor Director (FD) tidak memberi tanda berhenti, "dewa" yang jadi Host ngoceh terus.

2. ANGGOTA TIM CEPAT  NAIK  JABATAN

Bagi mereka yang pernah kerja di stasiun tv atau sekarang masih kerja, pasti paham.

Ada seorang karyawan yang tiba-tiba naik jabatan begitu cepat, dari Asisten Produksi (Asprod), lalu menjadi Produser, tiba-tiba menjadi EP, dan tak sampai dua tahun menjadi Manager.

Meski seseorang ini tak begitu punya banyak pengalaman produksi atau kreativitasnya di atas rata-rata, namun karena pegang "program dewa", maka ia cepat naik jabatan.

Loyalitas dan selalu menyenangkan hati atasan menjadi kuncinya. Terlebih lagi yang menjadi Host atau Pembawa Acara "program dewa" ini memiliki jabatan strategis di stasiun tv tersebut. Tak sampai 5 tahun, kenaikan jabatan pasti diraih.

Padahal, ukuran keberhasilan seorang karyawan bukan dari apa yang ia pegang. Bukan apakah ia pegang "program dewa" atau "program dewi", melainkan skill-nya dalam mengelola program, kerjasama tim, dan tentu saja kreativitas.   

3. IKLAN TIDAK ADA, TAPI TETAP EKSIS TAYANG

Agar tetap eksis, sebuah program tv butuh iklan. Untuk apa? Untuk menutupi biaya produsi (production cost). TV swasta itu bukan TVRI. TV swasta hidup dari iklan. 

Logikanya, jika ada program tv yang tidak beriklan, maka stasiun tv tersebut harus terus "disuntik" (baca: disubsidi).

Misal, sebuah program tv yang tayang tiap minggu budgetnya 10 juta perak. Oleh karena tak ada iklan, maka setiap bulan, stasiun tv harus subsidi 40 juta perak. Setahun, program tv menghabiskan dana Rp 480 juta. Adakah perusahaan yang mau rugi dengan mengeluarkan dana hampir setengah miliar? Penulis pikir tidak ada.

Nah, "program dewa" adalah program yang dipertahankan oleh para "dewa" untuk tetap eksis, meski tidak ada iklannya sama sekali. Apakah program seperti ini ada? Penulis harus katakan, ADA!

Bagi para "dewa", program yang menggerogoti kas stasiun tv ini, dianggap sebagai program idealis yang tetap harus dipertahankan. Kalo perlu, sampai kiamat "program dewa" tetap eksis.

4. SATU-SATUNYA PROGRAM TV, DI TV LAIN TIDAK DIPRODUKSI

Nomor ke-4 ini masih nyambung dengan nomor sebelumnya. Sudah iklannya tidak ada, rating-share-nya pun tidak bagus-bagus amat (baca: jelek).

Namun bagi para "dewa", program tv ini harus tetap dipertahankan, whatever it takes. Kenapa ngotot dipertahankan? Ya, balik lagi dengan kata "idealis" itu tadi. Saking "idealis"-nya, ada satu stasiun tv yang mempertahankan sebuah program, meski sudah bongkar pasang EP maupun Produser.

Lucunya, bukan senang pegang "program dewa", justru EP-nya malah gerah mau dipindah ke program tv lain. 

Dengan alasan tak bisa dijual (baca: sulit peroleh iklan) atau rating-sharenya tidak bagus, stasiun tv tidak ada yang memproduksi.

Kalau pun pernah ada, stasiun tv ini tidak akan pernah mau mempertahankan "program dewa" yang tak punya iklan atau rating-share gede. 

Buat "dewa" yang tak suka mempertahankan program model begitu, yang penting adalah revenue, revenue, dan revenue.

Buat apa mempertahankan sebuah program, tapi tidak menghasilkan duit?

Namun, percaya nggak percaya, ada satu stasiun tv yang bertahun-tahun tetap mempertahankan sebuah program tak laku dijual dan rating-share-nya nol koma.

Tentu stasiun tv yang mempertahankan "program dewa" ini punya pertimbangan, khususnya pertimbangan politis.

Barangkali, para "dewa" menganggap, program tv -yang secara akal sehat sudah tidak sehat- menjadi pintu masuk untuk menjalin kerjasama dengan pengusaha, maupun coba memperoleh citra baik di mata penonton.

5. DIBUATKAN PROGRAM OFF AIRDENGAN BIG BUDGET

Asyiknya "program dewa", para "dewa" di stasiun tv tersebut mengizinkan "program dewa" ini dibuatkan event off air. Tak semua program tv dibuatkan off air. Kalau pun ingin dibuatkan, harus dipastikan ada sponsornya dan menguntungkan. Istilah di tv: sales driven. Ada sponsor baru jalan. Tidak ada sponsor tidak jalan.

Para "dewa" merelakan investasi uang miliaran untuk membuatkan event off air "program dewa". Investasi miliaran tersebut, selain untuk membayar set backdrop, juga pengisi acara. Meski tak pernah untung --paling cuma break event point (BEP)-, acara off air untuk "program dewa" tetap dijalankan dari kota ke kota lain.

Alasan stasiun tv kenapa masih tetap dilaksanakannya event off air, meski rugi, tak lain untuk mengkampanyekan brand, baik brand "program dewa" maupun stasiun tv bersangkutan.

6. BERKALI-KALI KENA SEMPRIT KPI, NAMUN TETAP EKSIS

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) adalah sebuah lembaga yang memiliki wewenang untuk merekomendasikan, menegur maupun menyetop sebuah tayangan tv.

Lembaga ini terdiri dari orang-orang independen yang dipilih oleh DPR dan dilantik oleh Presiden.

Selama berdiri, KPI sudah banyak mengeluarkan surat teguran dan memberhentikan tayangan program. Sebut saja Empat Mata yang dipandu oleh Tukul Arwana. Program milik Trans 7 ini sudah beberapa kali mendapat "surat cinta" dari KPI.

Sampai akhirnya, KPI berani menyetop tayangan yang menjadi "sumber uang" Trans 7 ini. Namun, stasiun tv milik Trans Corp ini tentu tak kehilangan akal, Empat Mata kemudian muncul lagi dengan nama Bukan Empat Mata.

"Sumber uang" lain dari Trans Corp yang sempat dihentikan oleh KPI adalah Yuk Keep Smile (YKS). Program variety show komedi ini juga sempat mendapatkan "surat cinta" dari KPI.

Namun, oleh karena revenue dari YKS luar biasa, pihak Trans TV beberapa kali melakukan lobi ke KPI, sehingga acara ini urung disetop. 

Maklumlah, YKS dianggap "program dewa", sehingga wajib dibela. Saat itu tak tanggung-tanggung, Komisaris Trans Corp Ishadi SK turun tangan.

Namun, rupanya, YKS sudah dianggap keterlaluan, sehingga KPI terpaksa memberhentikan tayangan ini.

Sama halnya dengan tayangan Pesbukers (ANTV) sudah distop oleh KPI lama. Betapa tidak, program ini sudah banyak juga mendapatkan surat teguran dari KPI.

Hebatnya, "program dewa" ini tetap saja eksis. Lobi yang dilakukan oleh pihak ANTV ke KPI ternyata masih berhasil. Para "dewa" dari ANTV juga diturunkan untuk tetap mempertahankan program komedi yang dibintangi oleh Ayu Ting Ting, Eko Patrio, Zaskia Gotik, hingga Caisar.

7. MENGGUSUR JADWAL  PROGRAM LAIN ATAU IKLAN

Programing adalah bagian yang membuat pola acara atau jadwal acara. Pola Acara biasanya dibuat satu bulan sebelumnya.

Misal, sekarang bulan September, maka programing akan merilis Pola Acara untuk bulan Oktober. Meski sudah tersusun dengan rapi, Pola Acara bisa saja "diobrak-abrik" gara-gara "program dewa".

Lain lagi di stasiun tv berita, "program dewa" biasanya adalah breaking news.

Jika Direktur News atau Pemred mengatakan breaking news, seketika itu pula seluruh program yang sudah terjadwal terpaksa tidak ditayangkan. Mau program yang rating-share-nya tinggi atau iklannya banyak, jika ada breaking news tidak ada ampun, harus siap 'digusur'.

Breaking news tak mengenal waktu. Artinya, bisa cuma sebentar, bisa setengah hari breaking news.

Jika breaking news yang bisa diprediksi, pola acara bisa diantisipasi.

Misal, ada pengumuman Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengenai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Atau Laporan Tahunan di Gedung MPR/ DPR.

Berbeda jika breaking news nya tiba-tiba, maka pola acara pun sulit untuk diantisipasi. Misal, breaking news kecelakaan, gempa, dan hal-hal lain yang sifatnya dadakan.

8. DIMAKLUMI  SYUTING DADAKAN

Setiap program tv regular yang tayang seminggu sekali, biasanya akan syuting seminggu sebelumnya, atau paling lambat tiga hari sebelum tayang. Sebelum syuting, Produser harus memesan jadwal studio yang akan dipergunakan untuk syuting. Di stasiun tv, ada bagian yang memang khusus bertugas menyusun jadwal syuting di studio setiap minggunya.

Seorang Produser siap-siap dongkol, jika jadwal studio yang sudah dipesan jauh-jauh hari, harus digusur oleh sebuah program.

Nah, program yang bisa menggusur program lain itu tak lain adalah "program dewa". Sebetulnya yang dongkol bukan cuma Produser, tapi juga EP.

Namun, oleh karena EP ditekan oleh Manager dan atasan-atasan lain, mau tak mau Produser nurut. Bahkan, dahulu penulis pernah mengalami, Host program yang digusur pun ikut-ikutan dongkol.

Sebagai pembawa acara, bisa dimaklumi jika ia dongkol. Betapa tidak, Host sudah menyediakan waktu untuk syuting. Waktunya sudah dijadwalkan jauh-jauh hari. Namun, secara mendadak, waktu syutingnya digusur oleh "program dewa". 

Bagi tim maupun Host "program dewa", jadwal syuting dadakan ini terjadi, karena mereka mendapatkan narasumber VVIP yang eksklusif. Jika narasumber VVIP ini tidak segera disyuting, maka momentum tak didapat. Walhasil, yang jadi korban adalah program lain.

Nah, Kompasianers, makanya, kebanyakan "program dewa" banyak musuhnya, terutama musuh internal stasiun tv tersebut. Apalagi kebanyakan tak ada yang berani gusur "program dewa", kecuali "program dewa"-nya berhenti gara-gara Host-nya pergi atau dihentikan oleh KPI.

Salam TV Sehat!




Baca juga:
Senja Kala Liliyana Natsir dan Penggantinya yang Masih Samar
Referendum Eks Napi Koruptor Boleh-Tidaknya Ikut Bacaleg, Mungkinkah?
Awas, Berhati-hatilah Saat Membayar PBB Secara Kolektif!

"Ibu Anda Perlu Cuci Darah..."

$
0
0

Go-dok.com

Pada tahun 2012, saya sedang menjalani stase Koas (dokter muda) pertama saya, yaitu Ilmu Penyakit Dalam. Pasien pertama rawat inap saya adalah seorang wanita berusia 60an tahun dengan pneumonia (infeksi paru) dan chronic kidney disease (gagal ginjal kronik).

Sebagai pasien pertama tentu saja pasien ini sangat berkesan untuk saya, dan saya pun berusaha sebaik saya dalam merawat Ibu tersebut.

Akan tetapi Ibu tersebut kian hari semakin lemah dan mengalami perburukan kondisi ginjal.

Pada saat itu, diputuskan untuk melakukan hemodialisa (cuci darah).

Saya dan dokter konsulen saya berusaha menjelaskan bahwa kondisi ginjal ibu semakin buruk, yang bila tidak dicuci darah maka racun akan semakin menumpuk dalam darah dan dapat menyebabkan Pasien menjadi tidak sadarkan diri.

Saat itu, baik Ibu maupun anak pasien langsung menolak untuk dilakukan cuci darah. 

Mereka menolak Cuci darah dengan alasan, bila di cuci darah maka akan ketergantungan dan melemahkan kondisi tubuh Ibunya.

Sebagai informasi Ibu ini memiliki 7 orang anak, dan setiap hari yang menemani Ibu ini di RS adalah anak nomor ke 6.

Saya setiap hari berusaha meyakinkan bahwa cuci darah merupakan salah satu pilihan terapi terbaik untuk ibu tersebut.

Akhirnya ibu tersebut mengatakan sesuatu yang membuat saya tersentuh.

"Dok, saya percaya dengan dokter, karena dokter selalu merawat saya. Kalau memang cuci darah adalah pilihan terbaik, saya mau melakukannya, saya sudah anggap dokter seperti anak saya sendiri. Tapi dok, andaipun saya mau untuk cuci darah, anak-anak saya harus setuju semua untuk cuci darah. Kalau tidak, mereka pasti menolak."

Perasaan saya saat itu senang seperti mendapat harapan baru, akan tetapi juga sadar bahwa saya mempunyai tugas berat untuk meyakinkan ketujuh anak Ibu.

Setiap hari saya memberikan penjelasan dan menapis mitos-mitos tentang cuci darah. Akhirnya tinggal anak kedua dan ketujuh yang tidak setuju untuk cuci darah.

Tapi sayangnya, kondisi Ibu semakin memburuk, kadar Ureum dan Kreatinin semakin meningkat.

Ya, Ibu mengalami delirium (Acute Confusional State), yaitu kondisi tidak sadar penuh dimana Ibu menjadi seperti orang bingung, dan meracau terus.

Ini merupakan salah satu tanda Uremia (penumpukan ureum/zat sisa yang seharusnya dikeluarkan melalui air seni). Cuci darah menjadi pilihan yang sebaiknya segera dilakukan saat itu.

Kondisi Ibu semakin memburuk. Kesadaran dari delirium menjadi cenderung mengantuk. Dan akhirnya seluruh anak setuju untuk dilakukan cuci darah.

Para teman-teman dokter muda dan konsulen lainnya pun, kaget karena mereka setuju (melihat begitu kerasnya penolakan cuci darah dari pihak keluarga awalnya).

Cuci darah pertama kali pun dilakukan, Saya pun menemani.

Setelah cuci darah, terjadi penurunan kadar ureum dan kreatinin signifikan. Dan kondisi kesadaran ibu pun membaik. Ibu dan keluarga itu pun bersyukur. 

Cuci darah kedua dan berikutnya dilakukan, berangsur keadaan Ibu membaik. Dan akhirnya tibalah saatnya dimana kondisi Ibu cukup stabil untuk rawat jalan. 

Saat itu saya sedang tertahan di ruang Hemodialisa dan tidak dapat mengantar ibu keluar dari Bangsal, padahal saya ingin sekali mengucapkan selamat dan juga mengingatkan agar tidak lupa rutin cuci darah.

Tidak disangka, saat saya kembali ke bangsal, ibu tersebut masih ada di bangsal. Dan Ibu dan keluarganya berpamitan dengan saya.

Kemudian teman dokter muda saya berkata, "Ibu itu seharusnya bisa pulang dari tadi pagi, tapi ngotot mau tetap nungguin elu."

Pengalaman berharga ini yang menyentuh hati saya dan membuat saya bertekad untuk menjadi seorang dokter penyakit dalam.

Peristiwa itu juga mengajarkan saya mengobati pasien mungkin "Mudah", yaitu menegakkan diagnosis dan meresepkan sesuai dengan buku Panduan. Semudah mengucapkan "Ibu harus di cuci darah".

Tapi bayangkan, betapa menakutkannya prosedur itu bagi pasien dan keluarganya yang mungkin tidak tahu sama sekali tentang prosedurnya.

Kemudian ditambah dengan mitos kesehatan yang belum tentu benar.

Mengobati pasien bukan hanya penyakitnya, tetapi Merawat pasien juga memperhatikan psikologisnya, dan juga membuat hubungan dengan Pasien dan Keluarganya secara baik dan Profesional.

Salam

"The good physician treats the disease, the great physician treats the patient who has the disease." -William Osler-




Baca juga:
Menggagas Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Komunitas di NTT
Senja Kala Liliyana Natsir dan Penggantinya yang Masih Samar
Referendum Eks Napi Koruptor Boleh-Tidaknya Ikut Bacaleg, Mungkinkah?

Menanti Hasil Manis Debut Kurniawan Dwi Yulianto

$
0
0

tribunnews.com

Laga uji coba Timnas Indonesia melawan Mauritius pada Selasa 11 September 2018 di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang, Bekasi akan menjadi debut untuk legenda hidup Timnas, Kurniawan Dwi Yulianto sebagai asisten pelatih.

Dinukil dari cnnindonesia.com, striker berjuluk Si Kurus ini akan menggantikan sementara peran dari Bima Sakti yang masih kena hukuman tak boleh mendampingi Timnas akibat kartu merah yang ia dapat saat laga Timnas vs UEA di ajang Asian Games 2018.

Kurniawan Dwi Yulianto sendiri akan mendampingi Danurwindo yang didaulat jadi pelatih kepala sementara gantikan Luis Milla yang belum pulang ke Indonesia.

Soal penunjukkan Kurniawan sebagai asisten pelatih, Danurwindo menegaskan hal tersebut bukan dipengaruhi faktor kedekatan dirinya karena pernah bekerjasama di era Tim Primavera namun karena faktor kecakapan dan kualitas eks striker klub Liga Swiss, FC Luzern tersebut.

"Saya tegaskan bahwa pemilihan ini berdasarkan kualitas. Kurniawan punya hasil bagus setelah mendapat lisensi, dia punya hubungan baik dengan Bima Sakti di dalam dan luar lapangan," kata Danurwindo seperti dikutip dari tribunnews.com

Sepak terjang pemain kelahiran Magelang 42 tahun silam setelah memutuskan pensiun sebagai pemain pada 2013 tersebut memang tak bisa lepas dari dunia si kulit bundar. Penantang Edy Rahmayadi di pemilihan ketum PSSI ini pada tahun lalu, misalnya, sudah mengambil kursus kepelatihan lisensi A AFC.

Soal lisensi A AFC tersebut, Kurniawan memiliki misi mulia. Bukan sekadar untuk dirinya menjajaki profesi baru sebagai seorang pelatih profesional namun lebih untuk kepentingan sepakbola nasional.

"Sejak awal saya pensiun sudah melatih di akademi, yang pasti bekal A AFC ini buat saya untuk kepentingan sepakbola Indonesia," kata Kurniawan. Sebelumnya Kurniawan Dwi Yulianto sendiri sudah mengantongi lisensi pelatih B AFC.

Sebagai mantan pemain, pengalaman Kurniawan dirasa sangat pas untuk bisa menduduki asisten pelatih Timnas, malah jadi pelatih Timnas gantikan Luis Milla andai pelatih Spanyol itu tak kunjung pulang ke Indonesia.

Kurniawan sendiri menjadi salah satu mantan pemain yang sangat fokus pada pengembangan talenta muda Indonesia.

Bahkan Kurniawan beberapa kali di setiap kesempatan keinginan besarnya untuk bisa menangani tim usia dini.

"Saya ingin menanamkan dasar sepakbola yang benar," kata pemain yang juga sempat membela Sarawak FA.

Selain itu, Kurniawan pun beberapa kali terlibat dalam diskusi sehat untuk membangun sepakbola nasional.

Bersama Ponaryo Astaman, misalnya, Kurniawan sempat menjadi host salah satu acara sepakbola dengan mengundang Luis Milla sebagai pembicara.

Dari acara tersebut, kita bisa melihat bagaimana kecakapan analisis Kurniawan melihat perkembangan sepakbola Indonesia. Ia misalnya menyoroti soal kelemahan pemain timnas mengambil keputusan saat pertandingan.

Hal itu menurut Luis Milla bisa diatasi dengan sejumlah cara, "Pertama ialah bekerja dengan baik, memiliki kompetisi yang bagus, memiliki pelatih berkualitas, serta memiliki infrastruktur pembinaan sepakbola yang bagus. Hal ini memang jadi permasalahan yang cukup rumit untuk dicarikan solusinya oleh sepakbola Indonesia," kata eks pemain Real Madrid tersebut.

Dengan jam terbang, ilmu dari kursus kepelatihan, dan semangatnya untuk sepakbola Indonesia, debut Kurniawan untuk Timnas melawan Mauritius tentu saja diinginkan publik sepakbola Indonesia bisa berakhir manis.




Baca juga:
Siapakah Pemenang Blog Competition Tolak Angin? Yuk Lihat di Sini!
Menggagas Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Komunitas di NTT
Senja Kala Liliyana Natsir dan Penggantinya yang Masih Samar

Demam Manganang yang Bikin Netizen "Halu"

$
0
0

sumber: tribunnews.com

Asian Games 2018 melahirkan idola baru bagi masyarakat di Indonesia. Sebut saja Jonathan Christie yang sukses meraih medali emas, Anthony Sinisuka Ginting peraih perunggu yang perjuangannya di lapangan luar biasa, juga Hanifan Yudani Kusumah atlet pencak silat peraih emas yang sukses 'menyatukan' Jokowi dan Prabowo.

Tentu banyak lagi atlet selain mereka yang berhasil membanggakan Indonesia di ajang ini.

Tapi, ada satu nama yang belakangan mendadak viral di dunia maya. Diam-diam menjadi bintang yang mencuri perhatian netizen. Dan, baru-baru ini cukup sering tampil di televisi.

Dialah Aprilia Santini Manganang. Atlet voli putri yang punya predikat Pemain Terbaik Putri Proliga 2017.

April menjelma sebagai idola baru kaum hawa bukan karena prestasi atau kecantikannya, melainkan 'kegantengan'nya.

Ya, perempuan kelahiran 27 April 1992 itu dilabeli sebagai 'cewek ganteng' lantaran tampilan wajah dan badannya lebih mirip laki-laki. Miris sih karena prestasi dia seolah tenggelam oleh imej tersebut. 

Saya membuktikan sendiri ketika bertemu langsung dengannya pekan lalu. Badan kekar, pakai topi dibalik, kaos polo, dan jam tangan berukuran besar tampak menjadi identitasnya.

Dengan tampilan seperti itu, memang cukup sulit mengenali dia sebagai seorang perempuan. Terlebih karakter suaranya maskulin.

Amasya Anggraini Manganang, sang kakak, juga tak kalah tomboi. Malah garis wajahnya jauh lebih tegas dibanding April. Ditambah perawakan badan tinggi besar, siapapun mengira dia pria.

Hanya saja, netizen lebih tertarik stalking Instagram April yang kini punya 377 ribu followers (per Kamis, 6/9/18 pukul 09.58 WIB).

Sebabnya apa? April dianggap lebih 'ganteng' karena senyum 'Pepsodent'-nya. Saya yakin, hanya 5 persen follower dia yang berjenis kelamin laki-laki. Selebihnya, bisa ditebak sendiri.

Kalau lihat komentar di foto-foto April, saya cuma bisa bilang dalam hati bahwa kiamat mungkin udah deket banget.

Itu karena semua perempuan yang komen, kebanyakan bilang ganteng, jatuh cinta, terpesona, gak bisa tidur, dan sejuta ungkapan alay lainnya.

Paling parah terjadi pada unggahan April bersama seorang wanita berambut panjang. Tidak ada caption aneh padahal. Tapi, netizen menyerbu kolom komentar dengan kalimat: cemburu.

Seolah April pria sungguhan yang sedang berkencan dengan pacarnya, di mana konotasi mengarah pada orientasi seksual menyimpang. Oh my God..ngeri banget kan 'kehaluan' netizen ini? Sungguh berlebihan sekali menurut saya.

Instagram/Aprilia Manganang

Mereka benar-benar lupa kalau April ini perempuan tulen yang mesti dijaga harga dirinya, se-maskulin apapun penampilan fisiknya. Banyak yang ngakunya fans, tapi malah membuat April semakin kehilangan jati diri sebagai perempuan.

Memuji ganteng lah, macho, and so on and so on. Kehaluan makin menjadi tatkala sebagian netizen bahkan rela jadi penyuka sesama jenis demi April.

Tapi, yah..ya itulah namanya netizen gak semuanya waras.

Saya termasuk fans April yang mengagumi prestasi dan keunikan dia. Bahwa dia memiliki segala yang dimiliki pria tampan, itu harus diakui.

Namun, apa pantas karakternya sebagai perempuan dibunuh? Saya rasa tidak. Saya malah sedih sekali lihat April menjadi bahan kehaluan mereka yang nganggep dia laki beneran.

Satu pertanyaan yang pertama kali muncul, kenapa bisa se-laki itu ya?

Walaupun kalau kita jalan-jalan ke Papua, Ambon, NTT, wanita dengan karakter seperti April bukan hal aneh.

Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa mereka adalah wanita yang dilahirkan dengan kelebihan hormon testosteron. Bisa jadi iya. Cuma kalau membaca sejarah masa kecilnya, barulah kita semua paham.

April dan Amasya dilahirkan dari keluarga miskin di pedalaman Sangir, Sulawesi Utara. Bapaknya hanya bekerja serabutan, sementara ibunya ibu rumah tangga biasa.

Selain membantu pekerjaan rumah seperti menyapu dan cuci piring, keduanya juga terbiasa melakukan pekerjaan berat yang seharusnya dilakukan anak laki-laki.

Bapaknya mendidik mereka sangat keras karena dipaksa keadaan. Mencangkul, memikul kayu bakar, hingga memanjat pohon kelapa adalah keseharian Manganang kecil.

Instagram/Aprilia Manganang

Dengan pola asuh seperti itu ditambah latihan fisik seorang atlet, maka tak mengherankan jika tampilan April berubah seperti laki-laki. Hal itu tentu saja ikut mempengaruhi kepribadiannya menjadi lebih maskulin.

Dia lebih nyaman berpenampilan tomboy karena tidak percaya diri berdandan seperti perempuan pada umunya. Punya badan kekar, tapi pakai rok mungkin aneh buat April.

Padahal, sejatinya dia perempuan cantik dengan bentuk alis sempurna dan senyuman manis.

'Kehaluan' netizen pada Amasya tidak separah yang terjadi pada April. Di kolom komentar, paling hanya satu dua yang mempertanyakan gender.

Tapi, di kolom komentar April jangan ditanya. Hampir semua menulis sesuatu yang tidak seharusnya ditujukan pada dia.

Akhirnya, kemarin (5/9/2018), wanita 26 tahun itu menghapus hampir semua foto di Instagram dan menyisakan dua saja. Entah hanya sementara atau memang permanen. Lalu bagaimana reaksi netizen? Jelas ramai.

Paling bikin miris, 'kehaluan'-nya makin menggila dengan melontarkan komentar-komentar annoying seolah mereka yang berhak atas hidup April.

Saya pribadi justru mendukung sikap April. Ulah netizen yang berlebihan memang harus dihentikan. Kalau benar sayang, seharusnya mereka membantu memulihkan kepercayaan diri April dengan tidak lagi menganalogikan dia sebagai laki-laki.

April terlahir sebagai perempuan. Kodratnya perempuan. Perlakukanlah dia sebagaimana mestinya. April menjadi se-maskulin itu bisa jadi karena lingkungan yang mendukungnya ke sana.

Kalau netizen terus menerus memuji 'kegantengannya', bukankah itu malah mendorong dia untuk berperilaku menyimpang? Please, jangan. April adalah atlet kebanggan Indonesia.

Dukung dia untuk lebih berprestasi, terimalah kenyataan bahwa dia perempuan.

Dorong dia untuk tetap berada di jalan yang benar, menikahi seorang pria, menjadi ibu, punya keluarga yang bahagia. Bukankah itu yang harusnya dilakukan fans sejati?

Pesan untuk April, menjadi diri sendiri itu wajib. Tapi, bukan berarti perubahan itu jelek. Lakukan apa yang membuat kamu nyaman, asal jangan lupa kodrat. Tuhan gak pernah salah menciptakan makhluk-Nya.

Inget nih, gantengnya kamu itu semu karena alis ketebelan sama rambut diiket mulu. Coba alis rapihin dikit, poles bibir pakai lipgloss, biarkan rambut tergerai, terus ngaca. Cantik kan? Posting di Instagram, gantian laki semua yang komen. He-he. 




Baca juga:
Sertijab, Sebaiknya Menyertakan Berita Acara Serah Terima Inventaris Dinas
Siapakah Pemenang Blog Competition Tolak Angin? Yuk Lihat di Sini!
Menggagas Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Komunitas di NTT
Viewing all 10549 articles
Browse latest View live